BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Setelah penulis menguraikan tentang Perlindungan Hukum Terhadap Jurnalis Korban Tindak Pidana Penganiayaan, maka dapatlah
ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1.
Pengaturan tentang perlindungan hukum terhadap jurnalis korban tindak penganiayaan secara umum terdapat di beberapa Undang-
Undang di Indonesia. Undang-Undang tersebut antara lain adalah: A.
Undang-Undang No.1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana yang mengatur tentang tindak pidana penganiayaan
secara umum; B.
Undang-Undang No. 31 tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban yang mengatur tentang perlindungan
masyarakat di Indonesia sebagai korban tindak pidana penganiayaan;
C. Peraturan Dewan Pers No.5Peraturan-DPIV2008 tentang
Standar Perlindungan Profesi Wartawan yang mengatur kepastian hukum terhadap keselamatan jurnalis dalam
melaksanakan tugasnya. Peraturan hukum khusus yang mengatur tentang Perlindungan Hukum
terhadap Jurnalis adalah Undang-Undang No. 40 tahun 1999 tentang Pers yang memuat ketentuan pidana bagi orang-orang yang dengan
sengaja menghalangi dan menghambat kinerja pers dengan berbagai cara, termasuk dengan melakukan tindak pidana penganiayaan.
Penerapan Undang-Undang No. 40 tahun 1999 tentang Pers dalam memeriksa, mengadili, dan memutuskan perkara-perkara tindak pidana
penganiayaan terhadap jurnalis mengindikasikan berlakunya asas “Lex Specialis de rogat Lex Generalis” yang mempunyai pengertian
Peraturan Hukum Khusus mengenyampingkan Peraturan Hukum Umum.
2. Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya tindak penganiayaan
terhadap jurnalis di Indonesia adalah: A.
Pelaku penganiayaan tersebut tidak memahami jurnalis merupakan profesi yang dilindungi dan bekerja menjalankan
Undang-Undang no. 40 tahun 1999 Tentang Pers. B.
Masih terdapatnya wartawan yang tidak bekerja sesuai dengan Kode Etik Jurnalistik dan Undang-Undang no.40 tahun 1999
yang dengan membuat berita yang sensational, menuduh seseorang tanpa konfirmasi, dan jurnalis yang memancing
kemarahan narasumber sehingga memicu terjadinya tindak penganiayaan.
C. Dan masih ada pemilik media yang belum menunjukkan
totalitas dalam membela wartawan-wartawan yang menjadi korban penganiayaan.
Hambatan yang dihadapi jurnalis korban tindak penganiayaan dalam mendapatkan perlindungan hukum terdiri dari
A. Hambatan eksternal dalam usaha mendapatkan perlindungan
hukum terhadap jurnalis korban tindak penganiayaan adalah pelaksanaan mendapatkan kepastian dan perlindungan hukum
oleh aparat-aparat penegak hukum seperti kepolisian, jaksa, dan hakim lebih menggunakan ketentuan pidana di dalam KUHP
sebagai dasar hukum dalam menyelesaikan perkara jurnalis yang menjadi korban tindak pidana penganiayaan. Dimana
aparat-aparat hukum tersebut terlihat seperti mengenyampingkan Undang-Undang No.40 tahun 1999
tentang Pers sebagai Lex Specialis yang mengatur tentang perlindungan hukum terhadap jurnalis korban tindak pidana
penganiayaan. B.
Hambatan Internal dalam usaha mendapatkan perlindungan hukum terhadap jurnalis korban tindak penganiayaan tidak
ditemukan sebab Dewan Pers sebagai instansi yang membawahi pers di Indonesia selalu mengawasi para jurnalis
dalam menjalankan tugasnya sesuai dengan Undang-Undang nomor 40 tahun 1999 tentang Pers dan Kode Etik Wartawan
Indonesia tanpa menghalangi jurnalis untuk mendapatkan perlindungan dan membantu menyelesaikan permasalahan
tindak penganiayaan. 3.
Kebijakan pemerintah dalam memberikan perlindungan terhadap jurnalis korban penganiayaan yaitu secara
A. Kebijakan Penal yang merupakan suatu upaya dalam
penanggulangan kejahatan dengan jalan menggunakan ketentuan hukum pidana dari Undang-Undang nomor 40 tahun
1999 sebagai prioritas utama. Kebijakan penal yang ruang lingkup kebijakannya hanya meliputi hukum pidana materil,
hukum pidana formil, dan di bidang hukum pelaksanaan pidana. B.
Kebijakan Non Penal yang bersifat pencegahan terhadap suatu tindak kriminal yang mempunyai tujuan utamanya adalah
memperbaiki kondisi-kondisi sosial tertentu namun secara tidak langsung mempunyai pengaruh preventif terhadap kejahatan.
Salah satu jalur non penal untuk mengatasi masalah-masalah sosial seperti dikemukakan diatas adalah lewat jalur “kebijakan
sosial” social policy. Kebijakan sosial pada dasarnya adalah kebijakan atau upaya-upaya rasional untuk mencapai
kesejahteraan masyarakat. Pemerintah juga mengarahkan masyarakat untuk lebih peduli terhadap
fungsi-fungsi pers dengan cara melakukan kegiatan untuk mengembangkan kemerdekaan pers dan menjamin hak memperoleh
informasi yang diperlukan. Untuk melaksanakan peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud dengan dibentuknya lembaga atau organisasi
pemantau media media watch. Kegiatan sebagaimana dimaksud dalam berupa pemantauan dan melaporkan analisis mengenai pelanggaran
hukum, dan kekeliruan teknis pemberitaan yang dilakukan oleh pers,
menyampaikan usulan dan saran kepada Dewan Pers dalam rangka menjaga dan meningkatkan kualitas pers nasional.
B. Saran