Langkah 2 : Untuk setiap pasang data pelatihan lakukan langkah 3-8 Langkah 3 : Tiap unit masukan menerima sinyal dan meneruskannya Langkah 4 : Hitung semua keluaran di unit tersembunyi z Peramalan dengan Model ARIMA

2. Fase 2, yaitu propagasi mundur. Kesalahan selisih antara keluaran jaringan dengan target yang diinginkan yang terjadi dipropagasi mundur mulai dari garis yang berhubungan langsung dengan unit-unit di layar keluaran. 3. Fase 3, yaitu perubahan bobot. Pada fase ini dilakukan modifikasi bobot untuk menurunkan kesalahan yang terjadi. Ketiga fase tersebut diulang-ulang terus hingga kondisi penghentian dipenuhi. Algoritma pelatihan untuk jaringan dengan satu layar tersembunyi dengan fungsi aktivasi sigmoid biner adalah sebagai berikut : a. Langkah 0 : Inisialisasi semua bobot dengan bilangan acak kecil b. Langkah 1 : Jika kondisi penghentian belum terpenuhi, lakukan langkah 2-9

c. Langkah 2 : Untuk setiap pasang data pelatihan lakukan langkah 3-8

Fase I : Propagasi maju

d. Langkah 3 : Tiap unit masukan menerima sinyal dan meneruskannya

ke unit tersembunyi diatasnya

e. Langkah 4 : Hitung semua keluaran di unit tersembunyi z

j j = 1,2,…,p

f. Langkah 5 : Hitung semua keluaran jaringan di unit y

k k = 1,2,…,m Universitas Sumatera Utara Fase II : Propagasi mundur g. Langkah 6 : Hitung faktor unit keluaran berdasarkan kesalahan disetiap unit keluaran y k k= 1,2,…,m merupakan unit kesalahan yang akan dipakai dalam perubahan bobot layar dibawahnya langkah 7 Hitung suku perubahan bobot w kj yang akan dipakai nanti untuk merubah bobot w kj dengan laju percepatan α ; k = 1,2,…,m ; j = 0,1,..,p h. Langkah 7 : Hitung faktor unit tersembunyi berdasarkan kesalahan disetiap unit tersembunyi z j j = 1,2,…,p Faktor unit tersembunyi : Hitung suku perubahan bobot v ji yang akan dipakai nanti untuk merubah bobot v ji ; j = 1,2,…,p ; i = 0,1,…,n Fase III : Perubahan bobot i. Langkah 8 : Hitung semua perubahan bobot Perubahan bobot garis yang menuju ke unit keluaran : k = 1,2,…,m ; j = 0,1,…,p Perubahan bobot garis yang menuju ke unit tersembunyi : j = 1,2,…,p ; j = 0,1,…,n Setelah pelatihan selesai dilakukan, jaringan dapat dipakai untuk pengenalan pola. Dalam hal ini, hanya propagasi maju langkah 4 dan 5 saja yang dipakai untuk menentukan keluaran jaringan. Universitas Sumatera Utara Dalam beberapa kasus pelatihan yang dilakukan memerlukan iterasi yang banyak sehingga membuat proses pelatihan menjadi lama. Untuk mempercepat iterasi dapat dilakukan dengan Parameter α atau laju pemahaman. Nilai α terletak antara 0 dan 1 0 ≤ α ≤ 1. Jika harga α Semakin besar, maka iterasi yang dipakai semakin sedikit. Akan tetapi jika harga α terlalu besar, maka akan merusak pola yang sudah benar sehingga pemahaman menjadi lambat. Proses pelatihan yang baik dipengaruhi pada pemilihan bobot awal, karena bobot awal sangat mempengaruhi apakah jaringan mencapai titik minimum lokal atau global, dan seberapa cepat konvergensinya. Oleh karena itu dalam standar backpropagation, bobot dan bias diisi dengan bilangan acak kecil dan biasanya bobot awal diinisialisasi secara random dengan nilai antara -0,5 sampai 0,5 atau -1 sampai 1 atau interval yang lainnya.

2.1.7 Momentum

Dalam backpropagation, standar perubahan bobot didasarkan atas gradien yang terjadi untuk pola yang dimasukkan saat itu. Modifikasi dilakukan dengan merubah bobot yang didasarkan atas arah gradien pola terakhir dan pola sebelumnya momentum yang dimasukkan. Jadi perhitungannya tidak hanya pola masukan terakhir saja. Momentum ditambahkan untuk menghindari perubahan bobot yang mencolok akibat adanya data yang sangat berbeda dengan data yang lain. Jika beberapa data terakhir yang diberikan ke jaringan memiliki pola serupa berarti arah gradien sudah benar, maka perubahan bobot dilakukan secara cepat. Namun jika data terakhir yang dimasukkan memiliki pola yang berbeda dengan pola sebelumnya, maka perubahan bobot dilakukan secara lambat. Dengan penambahan momentum, bobot baru pada waktu ke t+1 didasarkan atas bobot pada waktu t dan t-1. Disini harus ditambahkan dua variabel yang mencatat besarnya momentum untuk dua iterasi terakhir. Jika μ adalah konstanta 0 ≤ μ ≤ 1 yang menyatakan parameter momentum maka bobot baru dihitung berdasarkan persamaan berikut ini: Universitas Sumatera Utara dengan, = bobot awal pola kedua hasil dari iterasi pola pertama. = bobot awal pada iterasi pola pertama. dan dengan, = bobot awal pola kedua hasil iterasi pola pertama. = bobot awal pada iterasi pertama. Siang, 2005 :113 .

2.1.8 Aplikasi Backpropagation Dalam Peramalan

Peramalan adalah salah satu bidang yang paling bagus dalam mengaplikasikan metode backpropagation. Secara umum, masalah peramalan dapat dinyatakan dengan sejumlah data runtun waktu time series x 1 , x 2 ,..., x n . Masalahnya adalah memperkirakan berapa harga x n+1 berdasarkan x 1 , x 2 ,..., x n . Jumlah data dalam satu periode misalnya satu tahun pada suatu kasus dipakai sebagai jumlah masukan dalam backpropagation. Sebagai targetnya diambil data bulanan pertama setelah periode berakhir. Langkah-langkah membangun struktur jaringan untuk peramalan sebagai berikut : 1. Transformasi Data Dilakukan transformasi data agar kestabilan taburan data dicapai dan juga untuk menyesuaikan nilai data dengan range fungsi aktivasi yang digunakan dalam jaringan. Jika ingin menggunakan fungsi aktivasi sigmoid biner, data harus ditransformasikan dulu karena range keluaran fungsi aktivasi sigmoid adalah [0.1]. Data bisa ditransformasikan ke interval [0.1]. Tapi akan lebih baik jikan ditransformasikan keinterval yang Universitas Sumatera Utara lebih kecil, misalnya pada interval [0.1,0.9], karena mengingat fungsi sigmoid nilainya tidak pernah mencapai 0 ataupun 1. Untuk mentransformasikan data ke interval [0.1,0.9] dilakukan dengan transformasi linier sebagai berikut : Transformasi Linier pada selang [a,b] dengan, = nilai data setelah transformasi linier. = nilai data aktual. = nilai minimum data aktual keseluruhan. = nilai maksimum data aktual keseluruhan. Dengan transformasi ini, maka data terkecil akan menjadi 0,1 dan data terbesar akan menjadi 0,9. Siang,2005:121. 2. Pembagian Data Pembagian data dilakukan dengan membagi data penelitian menjadi data pelatihan dan pengujian. Komposisi data pelatihan dan pengujian bisa dilakukan dengan trial and error, namun komposisi data yang sering digunakan adalah sebagai berikut. a. 90 untuk data pelatihan dan 10 untuk data pengujian. b. 80 untuk data pelatihan dan 20 untuk data pengujian. c. 70 untuk data pelatihan dan 30 untuk data pengujian. d. Dan seterusnya Proses pembagian data ini sangat penting, agar jaringan mendapat data pelatihan yang secukupnya. Jika data yang dibagi kurang dalam Universitas Sumatera Utara proses pelatihan maka akan menyebabkan jaringan mungkin tidak dapat mempelajari taburan data dengan baik. Sebaliknya, jika data yang dibagi terlalu banyak untuk proses pelatihan maka akan melambatkan poses pemusatan konvergensi. Masalah overtraining data pelatihan yang berlebihan akan memyebabkan jaringan cenderung untuk menghafal data yang dimasukan daripada mengeneralisasi. 3. Perancang Arsitektur Jaringan Yang Optimum Menentuan jumlah simpul masukan, simpul lapisan tersembunyi, simpul lapisan tersembunyi berikutnya dan simpul keluaran yang akan digunakan dalam jaringan. Penentuan ini dilakukan dengan trial and error. 4. Pemilihan Koefisien Pemahaman dan Momentum Dalam hal ini pemilihan koefisien pemahaman dan momentum mempunyai peranan yang penting untuk struktur jaringan yang akan dibangun. Dalam membangun jaringan yang akan digunakan dalam peramalan, hasil keputusan yang kurang memuaskan dapat diperbaiki dengan penggunaan koefisien pemahaman dan momentum secara trial and error untuk mendapatkan nilai bobot yang paling optimum agar MAPE dan MSE jaringan dapat diperbaiki. 5. Memilih dan Menggunakan Arsitektur Jaringan yang Optimum Tingkat keakuratan ramalannya akan dinilai setelah jaringan dibangun. Jaringan yang optimum dinilai dengan melihat nilai MSE Mean Square Error terkecil. Universitas Sumatera Utara dengan, n = bilangan ramalan. = nilai aktual pada waktu t. = nilai ramalan pada waktu t. 6. Pemilihan jaringan optimum dan penggunaannya untuk peramalan. Jaringan dengan nilai MSE terkecil dipilih sebagai jaringan yang optimum untuk digunakan dalam peramalan.

2.2 METODE DERET BERKALA

Dalam statistika dan pemrosesan sinyal, deret berkala adalah rangkaian data yang berupa nilai pengamatan observasi yang diukur selama kurun waktu tertentu, berdasarkan waktu dengan interval yang uniform sama. Beberapa contoh data deret berkala adalah produksi total tahunan produk pertanian indonesia, harga penutupan harisan sebuah saham di pasar modal untuk kurun waktu satu bulan, suhu udara per jam, dan penjualan total bulanan sebuah pasar swalayan dalam waktu satu tahun dan lain sebagainya www.wikipedia.org. Menurut Santoso 2009:13-14 dalam bukunya menberikan definisi dari data deret berkala time series adalah data yang ditampilkan berdasarkan waktu, seperti data bulanan, data harian, data mingguan atau jenis waktu yang lain. Ciri data deret berkala adalah adanya rentang waktu tertentu, bukannya data pada satu waktu tertentu. Tujuan dari metode deret berkala adalah untuk menggolongkan data, memahami sistem serta melakukan peramalan berdasarkan sifatnya untuk masa depan. Persamaan dan kondisi awal dalam peramalan runtun waktu mungkin diketahui kedua-duanya atau mungkin saja hanya salah satunya. Sehingga dibutuhkan suatu aturan yang digunakan untuk menentukan perkembangan dan keakuratan sistem. Penentuan aturan tersebut mungkin mengacu dari pencocokkan data masa lalu. Universitas Sumatera Utara Untuk memilih suatu metode yang tepat yang digunakan dalam mengolah data deret berkala adalah dengan mempertimbangkan jenis pola data, sehingga metode yang paling tepat dengan pola tersebut dapat diuji. Pola data dapat dibagi menjadi empat yaitu sebagai berikut : 1. Pola trend, yaitu pola data yang terjadi jika kecenderungan arah data dalam jangka panjang. Trend dapat saja menaik, tetap atau menurun 2. Pola siklis, pola data yang terjadi jika datanya dipengaruhi oleh faktor ekonomi jangka panjang seperti berhubungan dengan siklus bisnis.. Musiman tersebut bisa saja triwulan, kwartalan, bulanan, atau mingguan 3. Pola musiman, terjadi fluktuasi data secara periodik dalam jangka waktu satu tahun 4. Pola irregular atau acak, pola data yang terjadi jika terdapat kejaidian yang tidak terduga dan bersifat random. Kejadiannya dapat berupa gempa bumi, perang, terorisme atau kejadian tidak terduga lainnya Santoso,2009:133-134

2.2.1 Analisis Deret Berkala

Analisis deret berkala time series analysis merupakan metode yang mepelajari deret berkala, baik dari segi teori yang menaunginya maupun untuk membuat peramalan. Peramalan deret waktu adalah penggunaan model untuk memprediksi nilai di waktu mendatang berdasarkan peristiwa yang telah terjadi. Di dunia bisnis, data deret waktu digunakan sebagai bahan acuan pembuatan keputusan sekarang, untuk proyeksi, maupun untuk perencanaan di masa depan www.wikipedia.org. Universitas Sumatera Utara

2.2.1.1 Alat-alat Metodelogi untuk Menganalisis Data Deret Berkala

Makridakis 1999 menyatakan bahwa untuk menganalisis data deret berkala digunakan langkah-langkah sebagai berikut: 1. Plot Data Memplot data secara grafis adalah hal yang paling baik untuk menganalisis data deret berkala. Hal ini dilakukan untuk melihat apakah ada gejala trend penyimpanan nilai tengah atau pengaruh musiman pada suatu data. 2. Koefisien Autokorelasi Koefisien autokorelasi adalah korelasi antara deret berkala dengan deret berkala itu sendiri dengan selisih waktu lag 0,1,2 periode atau lebih. Misalnya diketahui persamaan 2.1 adalah model AR atau ARIMA2,0,0 yang menggambarkan Y t sebagai suatu kombinasi linier dengan dua nilai sebelumnya. 2.1 Koefisien korelasi sederhana antara dengan dapat dicari dengan menggunakan persamaan sebagai berikut. = 2.2 Karena rumus ini secara statistik akan menyulitkan, maka dibuat asumsi untuk menyederhanakannya. Data diasumsikan stasioner baik nilai tengah maupun variansinya sehingga kedua nilai tengah dan dapat diasumsikan bernilai sama dan kita dapat membuat subskrip dengan menggunakan = = dan Universitas Sumatera Utara dua deviasi standar dapat diukur satu kali saja yaitu dengan menggunakan seluruh data yang diketahui. Dengan menggunakan asumsi-asumsi penyederhanaan ini, maka persamaan 2.2 menjadi sebagai berikut. 2.3 Pada persamaan 2.3 diketahui bahwa pembilang kekurangan satu nilai suku disbanding penyebut, akan tetapi karena adanya asumsi stasioneritas maka persamaannya dapat berlaku umum dan dapat digunakan untuk seluruh time-lag dari satu periode untuk suatu deret berkala. Hal ini sebagai akibat adanya asumsi stasioneritas. Autokorelasi untuk time-lag 1, 2, 3,..., k dapat dicari dan dinotasikan r k sebagai berikut. 2.4 Untuk menentukan apakah secara statistik suatu koefisien autokorelasi nilainya berbeda secara signifikan dari nol atau tidak, maka perlu dihitung galat standar dari r k dengan rumus sebagai berikut. 2.5 dengan, n = banyaknya data. Koefisien autokorelasi dari data random mempunyai distribusi sampling yang mendekati kurva normal dengan nilai tengah nol dan kesalahan standar . Dari nilai kesalahan standar se rk dan sebuah nilai interval kepercayaan dapat diperoleh sebuah rentang nilai. Suatu koefisien autokorelasi disimpulkan tidak berbeda secara signifikan apabila nilainya berada pada rentang nilai tersebut dan sebaliknya. Universitas Sumatera Utara 3. Koefisien Autokorelasi Parsial Dalam analisis regresi, jika variabel tidak bebas Y diregresikan kepada variabel- variabel bebas X 1 dan X 2 maka akan muncul pertanyaan bahwa sejauh mana variabel X mampu menerangkan keadaan Y apabila mula-mula X 2 dipisahkan. Ini berarti meregresikan Y kepada X 2 dan menghitung galat sisa residual error kemudian meregresikan lagi nilai sisa tersebut kepada X 1 . Di dalam analisis deret berkala juga berlaku konsep yang sama. Autokorelasi parsial digunakan untuk mengukur tingkat keeratan association antara X t dan X t-k apabila pengaruh dari time-lag 1, 2, 3,..., k-1 dianggap terpisah. Koefisien autokorelasi parsial berorde m didefinisikan sebagai koefisien autoregresif terakhir dari model AR m. Berikut ini persamaan-persamaan yang masing-masing digunakan untuk menetapkan AR 1, AR 2,..., AR m-1 dan proses AR m. 2.6 2.7 2.8 2.9 Dari persamaan-persamaan di atas dapat dicari nilai-nilai taksiran . Perhitungan yang diperlukan akan memakan banyak waktu. Oleh karena itu lebih memuaskan untuk memperoleh taksiran berdasarkan pada koefisien autokorelasi. Penaksiran ini dapat dilakukan dengan mengalikan ruas kiri dan kanan persamaan 2.6 dengan X t-1 menjadi sebagai berikut. 2.10 Universitas Sumatera Utara Dengan mengambil nilai harapan pada persamaan 2.10 akan menghasilkan persamaan sebagai berikut. 2.11 Yang dapat ditulis ulang sebagai 2.12 dengan, dan adalah notasi untuk autokorelasi populasi 0 dan 1. Apabila kedua ruas pada persamaan 2.12 dibagi maka menjadi sebagai berikut. 2.13 Jadi , ini berarti bahwa autokorelasi parsial yang pertama adalah sama dengan autokorelasi pertama dan kedua-duanya ditaksir di dalam sampel dengan r 1 . Secara umum, untuk mencari autokorelasi parsial pada time-lag ke-k digunakan persamaan sebagai berikut. 2.14 dengan, menunjukan parameter autokorelasi parsial pada time-lag ke-k. Universitas Sumatera Utara

2.2.2 Metode ARIMA Box-Jenkins

Metode ARIMA Box-Jenkins adalah metode peramalan yang tidak menggunakan teori atau pengaruh antar variabel seperti pada model regresi. Sehingga metode ini tidak memerlukan penjelasan mengenai mana variabel bebas atau terikat. Metode ini juga tidak perlu melihat pola data seperti pada time series decomposition, artinya data yang akan diprediksi tidak perlu dibagi menjadi komponen trend, musiman, siklis atau irregular acak. Metode ini secara murni melakukan prediksi hanya berdasarkan data-data historis yang ada Santoso, 2009:152. ARIMA merupakan suatu metode yang menghasilkan ramalan berdasarkan sintesis dari pola data secara historis Arsyad,1995. Variabel yang digunakan adalah nilai-nilai terdahulu bersama nilai kesalahannya. ARIMA memiliki tingkat keakuratan peramalan yang cukup tinggi karena setelah mengalami tingkat pengukuran kesalahan peramalan MAE mean absolute error nilainya mendekati nol Francis dan Hare, 1994. Metode Box-Jenkins hanya dapat diterapkan, menjelaskan, atau mewakili series yang stasioner atau telah dijadikan stasioner melalui proses differencing. Karena series stasioner tidak punya unsur trend, maka yang ingin dijelaskan dengan metode ini adalah unsur sisanya, yaitu error. Kelompok model time series linier yang termasuk dalam metode ini antara lain: autoregressive, moving average, autoregressive-moving average, dan autoregressive integrated moving average. Makridakis 1999 menjelaskan bahwa model Autoregressive Intrgrated Moving Average ARIMA merupakan metode yang telah dikembangkan oleh George Box dan Gwilym Jenkins yang diterapkan untuk analisis deret berkala, peramalan dan pengendalian. Metode ini paling berbeda dari metode peramalan lain karena tidak mensyaratkan suatu pola data tertentu supaya model dapat bekerja dengan baik. Apabila metode ini digunakan untuk data deret berkala yang bersifat dependen Universitas Sumatera Utara terikat atau berhubungan satu sama lain secara statistik maka metode ini akan bekerja dengan baik. Metode ARIMA dinotasikan sebagai : ARIMA p, d, q dengan, p = orde atau derajat autoregressive AR d = orde atau derajat differencing pembedaan dan q = orde atau derajat moving average MA. Dan untuk model ARIMA musiman dinotasikan sebagai : ARIMA p, d, q P, D, Q s dengan, P, D, Q merupakan bagian yang musiman dari model P = orde atau derajat autoregressive AR D = orde atau derajat differencing pembedaan dan Q = orde atau derajat moving average MA. s = jumlah periode permusim.

2.2.2.1 Klasifikasi Model dalam Metode ARIMA Box-Jenkins

Model Box-Jenkins ARIMA dibagi kedalam 3 kelompok, yaitu model autoregressive AR, moving average MA, dan model campuran ARIMA autoregressive moving average yang mempunyai karakteristik dari dua model pertama Hendranata 2003. 1. Autoregressive Model AR Bentuk umum model autoregressive dengan ordo p ARp atau model ARIMA p,0,0 dinyatakan sebagai berikut: dengan, μ = suatu konstanta = parameter autoregresif ke-p Universitas Sumatera Utara e t = nilai kesalahan pada saat t 2. Moving Average Model MA Bentuk umum model moving average ordo q MAq atau ARIMA 0,0,q dinyatakan sebagai berikut: dengan, μ = suatu konstanta θ 1 sampai θ q adalah parameter-parameter moving average e t-k = nilai kesalahan pada saat t – k 3. Model campuran a. Proses ARMA Model umum untuk campuran proses AR1 murni dan MA1 murni, misal ARIMA 1,0,1 dinyatakan sebagai berikut: atau AR1 MA1 dengan, B = backward shift b. Proses ARIMA Apabila nonstasioneritas ditambahkan pada campuran proses ARMA, maka model umum ARIMA p,d,q terpenuhi. Persamaan untuk kasus sederhana ARIMA 1,1,1 adalah sebagai berikut: pembedaan AR1 MA1 pertama Universitas Sumatera Utara c. Model ARIMA dan Faktor Musiman Musiman didefinisikan sebagai suatu pola yang berulang-ulang dalam selang waktu yang tetap. Untuk data yang stasioner, faktor musiman dapat ditentukan dengan mengidentifikasi koefisien autokorelasi pada dua atau tiga time-lag yang berbeda nyata dari nol. Autokorelasi yang secara signifikan berbeda dari nol menyatakan adanya suatu pola dalam data. Untuk mengenali adanya faktor musiman, seseorang harus melihat pada autokorelasi yang tinggi. Secara aljabar adalah sederhana tetapi dapat berkepanjangan. Oleh sebab itu, untuk tujuan ilustrasi diambil model umum ARIMA 1,1,11,1,1 4 sebagai berikut. 2.15 Seluruh faktor dapat dikalikan dan model umum tersebut dapat ditulis dalam bentuk yang disebut “bentuk terurai”. Perkalian pada persamaan 14 menghasilkan persamaan sebagai berikut. 2.16

2.2.3 Tahapan Metode ARIMA

Dengan metode ini diharapkan dapat menyelesaikan suatu data time series apakah dengan proses AR murni ARIMA p,0,0 atau MA murni ARIMA 0,0,q atau proses ARMA ARIMA p,0,q atau proses ARIMA p,d,q. Langkah-langkah penerapan metode ARIMA secara berturut-turut adalah : 1. Identifikasi model, 2. Penaksiran parameter, Universitas Sumatera Utara 3. Pemeriksaan diagnostik, 4. Peramalan. Tidak Ya Gambar 2.4 Flowchart tahapan dalam model ARIMA Box-Jenkins:

2.2.3.1 Model Umum dan Uji Stasioner

Suatu data runtun waktu dikatakan stasioner jika nilai rata-ratanya tidak berubah. Langkah pertama yang dilakukan untuk menunjukkan kestasioneran yakni dengan menghitung nilai-nilai autokorelasi dari deret data asli. Apabila nilai tersebut turun dengan cepat ke atau mendekati nol sesudah nilai kedua atau ketiga, maka ini menandakan bahwa data stasioner di dalam bentuk aslinya. Sebaliknya, apabila nilai autokorelasinya tidak turun ke nol dan tetap positif menandakan data tidak stasioner. Apabila data yang menjadi input dari model ARIMA tidak stasioner, perlu dilakukan modifikasi untuk menghasilkan data yang stasioner. Salah satu cara yang umum dipakai adalah metode pembedaan differencing, yaitu mengurang nilai data pada suatu periode dengan nilai data periode sebelumnya. Metode Box-Jenkins hanya dapat diterapkan, menjelaskan, atau mewakili data yang stasioner atau telah dijadikan stasioner melalui proses differencing Mulyono, 2000. Karena data stasioner tidak Identifikasi model ARIMA Estimasi parameter dari model yang dipilih Uji diagnostik apakah model sudah tepat? Menentukan tingkat stasionaritas data Gunakan model untuk peramalan Universitas Sumatera Utara mempunyai unsur trend, maka yang ingin dijelaskan dengan metode ini adalah unsur sisanya, yaitu error. Apabila tetap tidak stasioner dilakukan pembedaan pertama lagi. Untuk kebanyakan tujuan praktis, suatu maksimum dari dua pembedaan akan mengubah data menjadi deret stasioner.

2.2.3.2 Identifikasi Model

Langkah selanjutnya setelah data runtut waktu stasioner adalah menetapkan model ARIMA p,d,q yang cocok tentatif, yakni menetapkan menetapkan berapa p, d, dan q. Jika pada pengujian stasioneritas dilakukan tanpa proses pembedaan differencing d maka diberi nilai 0, dan jika melalui pembedaan pertama maka bernilai 1 dan seterusnya. Menurut Mulyono, 2000 dalam memilih berapa p dan q dapat dibantu dengan mengamati pola fungsi autocorrelation dan partial autocorrelation correlogram dari series yang dipelajari, dengan acuan sebagai berikut : Tabel 2.1 Pola Autokolerasi dan Autokorelasi Parsial Autocorrelation Partial autocorrelation ARIMA tentatif Menuju nol setelah lag q Menurun secara bertahap Bergelombang ARIMA 0,d,q Menurun secara bertahapbergelombang Menuju nol setelah lag q ARIMA p,d,0 Menurun secara bertahap bergelombang sampai lag q masih berbeda dari nol Menurun secara bertahap bergelombang sampai lag p masih berbeda dari nol ARIMA p,d,q Pada umumnya, peneliti harus mengindentifikasi autokorelasi yang secara eksponensial menjadi nol. Jika autokorelasi secara eksponensial melemah menjadi nol berarti terjadi proses AR. Jika autokorelasi parsial melemah secara eksponensial berarti terjadi proses MA. Jika keduanya melemah berarti terjadi proses ARIMA Arsyad, 1995. Universitas Sumatera Utara

2.2.3.3 Penduga Parameter Model

Setelah berhasil menetapkan identifikasi model sementara, selanjutnya parameter- parameter AR dan MA, musiman dan tidak musiman harus ditetapkan dengan cara yang terbaik. Terdapat dua cara yang mendasar untuk mendapatkan parameter- parameter terbaik dalam mencocokkan deret berkala yang sedang dimodelkan Makridakis,1995, yaitu sebagai berikut : 1. Dengan cara mencoba-coba menguji beberapa nilai yang berbeda dan memilih satu nilai tersebut sekumpulan nilai, apabila terdapat lebih dari satu parameter yang akan ditaksir yang meminimumkan jumlah kuadrat nilai sisa sum of squared residuals. 2. Perbaikan secara iteratif memilih taksiran awal dan kemudian membiarkan program komputer memperhalus penaksiaran tersebut secara iteratif. Penetapan parameter-parameter AR dan MA, musiman dan tidak musiman dengan cara yang terbaik seperti berikut ini : a. Proses tidak musiman AR 1 dan AR 2 Untuk proses autoregresif pada orde p, persamaan Yule-Walker didefinisikan sebagai berikut. 2.17 dengan, = autokorelasi teoritis berturut-turut untuk time-lag 1, 2, 3,, p, = p buah koefisien AR dari proses AR p Universitas Sumatera Utara Karena nilai teoritis tidak dikethui maka digantikan dengan nilai empirisnya dan kemudian digunakan untuk memecahkan nilai-nilai . Untuk proses AR 1, persamaan 2.17 menjadi sebagai berikut. 2.18 Jika yang tidak diketahui diganti dengan r 1 yang diketahui autokorelasi empiris diperoleh nilai taksiran parameter untuk proses AR 1 sebagai berikut. r 1 2.19 Untuk proses AR 2, persamaan 2.17 menjadi sebagai berikut. , . 2.20 Jika dan diganti dengan r 1 dan r 2 diperoleh nilai taksiran parameter dan untuk proses AR 2 sebagai berikut. , . 2.21 b. Proses tidak musiman MA 1 Autokorelasi teoritis untuk proses MA q dapat digunakan dalam bentuk koefisien-koefisien MA sebagai berikut. 2.22 Universitas Sumatera Utara Karena nilai teoritis tidak diketahui maka nilai taksiran pendahuluan dari dapat diperoleh dengan mensubstitusukan autokorelasi empiris, r k pada persamaan 2.22 dan kemudian diselesaikan. Untuk proses MA 1, persamaan 2.22 menjadi sebagai berikut. 2.23 Dengan memsubstitusikan r 1 untuk pada persamaan 2.23 diperoleh persamaan kuadratik sebagai berikut. 2.24 Dari persamaan 2.24 diperoleh dua penyelesaian yang harus terletak di antara -1 dan 1. c. Model ARIMA Campuran Ragam dan autokovarians daripada proses ARIMA1,1, yaitu sebagai berikut. 2.25 Persamaan 2.25 kedua sisinya dikalikan dan akan menghasilkan persamaan sebgai berikut. . 2.26 Bila nilai harapan dimasukan pada persamaan 2.26 menghasilkan persamaan sebagai berikut. . 2.27 Universitas Sumatera Utara Jika k = 0 maka 2.28 karena , . Sama halnya, apabila k = 1 maka . 2.29 Penyelesaian dari persamaan 2.28 dan 2.29 untuk dan menghasilkan persamaan sebagai berikut. , 2.30 . 2.31 Hasil pembagian persamaan 2.30 dan 2.31 menghasilkan persamaan sebagai berikut. Untuk k = 1, . 2.32 Untuk k = 2 diperoleh fungsi autokorelasi sebagai berikut. . 2.33

2.2.3.4 Uji Diagnostik

Uji diagnostik yaitu memeriksa atau menguji apakah model telah dispesifikasi secara benar atau apakah telah dipilih p, d, dan q yang benar. Universitas Sumatera Utara Ada beberapa cara yang sebaiknya digunakan untuk memeriksa model. 1. Menurut Mulyono 2000 jika model dispesifikasi dengan benar, kesalahannya harus random atau merupakan suatu proses antar error tidak berhubungan, sehingga fungsi autokolerasi dari kesalahan tidak berbeda dengan nol secara statistik. Jika tidak demikian, spesifikasi model yang lain perlu diduga dan diperiksa. Jika pemeriksaan ini menyimpulkan bahwa kesalahannya random, spesifikasi model yang lain bisa juga diduga dan diperiksa untuk dibandingkan dengan spesifikasi benar yang pertama. 2. Dengan menggunakan modified Box-Pierce Ljung-Box Q statistic untuk menguji apakah fungsi autokorelasi kesalahan semuanya tidak berbeda dari nol. Rumusan statistik itu adalah Mulyono, 2000: 2.25 dengan, r k = koefisien autokorelasi kesalahan dengan lag k n = banyaknya observasi series stasioner Statistik Q mendekati distribusi chi-square dengan derajat bebas k-p-q. jika statistik Q lebih kecil dari nilai kritis chi-square seperti yang tertera pada tabel, maka semua koefisien autokorelasi dianggap tidak berbeda dari nol atau model telah dispesifikasi dengan benar. Dalam praktik, biasanya digunakan k yang besar, misalnya 24. 3. Dengan menggunakan t statistik untuk menguji apakah koefisien model secara individu berbeda dari nol. Seperti halnya dalam regresi, ciri model yang baik adalah jika semua koefisien modelnya secara statistik berbeda dari nol. Jika tidak demikian, variabel yang dilekati koefisien itu seharusnya dilepas dan spesifikasi model yang lain diduga dan diuji. Jika terdapat banyak spesifikasi model yang lolos dalam uji diagnostik, yang terbaik dari model itu adalah model dengan koefisien lebih sedikit prinsip parsimony. Universitas Sumatera Utara 4. Mempelajari nilai sisa residual untuk melihat apakah masih terdapat beberapa pola yang belum diperhitungkan. Nilai sisa galat yang tertinggal sesudah dilakukan pencocokan model ARIMA diharapkan hanya merupakan gangguan acak. Oleh karena itu, apabila autokorelasi dan parsial dari nilai sisa diperoleh, diharapkan akan ditemukan i tidak ada autokorelasi yang nyata dan ii tidak ada parsial yang nyata.

2.3 Peramalan dengan Model ARIMA

Apabila model memadai maka model tersebut dapat digunakan untuk melakukan peramalan. Sebaliknya, apabila model belum memadai maka harus ditetapkan model yang lain. Universitas Sumatera Utara

BAB 3 METODE PENELITIAN

Pada bab ini peneliti akan menunjukkan perolehan data kemudian menganalisis data dengan metode backpropagation jaringan syaraf tiruan dan metode ARIMA Box- jenkins khususnya dalam bidang peramalan. Selain itu peneliti juga membandingakan hasil peramalan dengan menggunakan kedua metode tersebut sehingga dapat diketahui metode mana yang paling baik digunakan dalam peramalan data pergerakan kurs rupiah terhadap dollar Amerika Serikat.

3.1 Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan merupakan data yang diperoleh dengan menggunakan metode dokumentasi. Pengumpulan data dimulai dengan tahap penelitian pendahuluan yaitu melakukan studi kepustakaan dengan mempelajari buku-buku dan bacaan-bacaan lain yang berhubungan dengan pokok bahasan dalam penelitian ini. Data tersebut diperoleh dari website Bank Indonesia di www.bi.go.id yakni data pergerakan kurs rupiah terhadap dollar AS mulai bulan Januari 2009 sampai Desember 2010 lampiran A.

3.2 Analisis Data

3.2.1 Analisis Data dengan Metode Backpropagation Jaringan Syaraf Tiruan

Perancangan model peramalan pergerakan kurs rupiah terhadap dollar Amerika Serikat dengan metode backpropagation jaringan syaraf tiruan terdiri dari langkah- langkah sebagai berikut : Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Peramalan Nilai Tukar Mata Uang Rupiah Terhadap Dolar Amerika Serikat Tahun 2014 dengan Menggunakan Jaringan Syaraf Tiruan Model Backpropagation

9 94 77

Prediksi Trend Foreign Exchange Euro Terhadap Dollar Amerika Menggunakan Jaringan Syaraf Tiruan Backpropagation

5 50 94

Analisis peramalan pendaftaran siswa baru menggunakan metode seasonal arima dan metode dekomposisi: studi kasus lembaga bimbingan belajar SSC Bintaro

9 57 94

Peramalan Kurs Rupiah terhadap Dolar dengan Jaringan Syaraf Tiruan Propagasi Balik

0 6 49

PERBANDINGAN METODE ARIMA (BOX-JENKINS) DENGAN JARINGAN SARAF TIRUAN (JST) BACKPROPAGATION SEBAGAI METODE PERAMALAN RATA-RATA TEMPERATUR BUMI.

3 6 34

PERBANDINGAN METODE GRADIENT DESCENT DAN GRADIENT DESCENT DENGAN MOMENTUM PADA JARINGAN SYARAF TIRUAN BACKPROPAGATION DALAM PERAMALAN KURS TENGAH RUPIAH TERHADAP DOLAR AMERIKA.

0 1 14

PEMODELAN FORECASTING CONTAINER THROUGHPUT DENGAN METODE ARIMA-BOX JENKINS, JARINGAN SYARAF TIRUAN DAN HYBRIDA ARIMA-BOX JENKINS-JARINGAN SYARAF TIRUAN

0 0 6

Prediksi Jumlah Kunjungan Wisatawan Mancanegara di Indonesia dengan Menggunakan Metode ARIMA Box-Jenkins dan Jaringan Syaraf Tiruan

0 0 8

Peramalan Nilai Tukar (Kurs) Rupiah Terhadap Dolar Tahun 2017 dengan Menggunakan Metode Arima Box-Jenkins

0 7 9

Menentukan tingkat perbandingan optimal parameter metode jaringan syaraf tiruan Backpropagation dan metode deret berkala Box jenkins (arima) sebagai metode peramalan curah hujan (studi kasus: data curah Hujan BMKG Makassar) - Repositori UIN Alauddin Makas

0 2 88