Gambar 1.2 Arsitektur backpropagation
Algoritma pelatihan untuk jaringan dengan satu layar tersembunyi dengan fungsi aktivasi sigmoid biner adalah sebagai berikut :
a. Langkah 0 : Inisialisasi semua bobot dengan bilangan acak kecil b. Langkah 1 : Jika kondisi penghentian belum terpenuhi, lakukan langkah
2-9
c. Langkah 2 : Untuk setiap pasang data pelatihan lakukan langkah 3-8
Fase I : Propagasi maju
d. Langkah 3 : Tiap unit masukan menerima sinyal dan meneruskannya ke
unit tersembunyi diatasnya
e. Langkah 4 : Hitung semua keluaran di unit tersembunyi z
j
j = 1,2,…,p
Y
Y
m
Y
k
Z
1
1
Z
j
Z
p
W
1
W
k0
W
m0
W
1
W
k
W
m1
W
1j
W
kj
W
mj
W
1p
W
kp
W
mp
V
o0
V
j0
X X
i
X
1
1
V
p0
V
11
V
p1
V
j1
V
1i
V
ji
V
pi
V
jn
V
pn
V
1n
Universitas Sumatera Utara
f. Langkah 5 : Hitung semua keluaran jaringan di unit y
k
k = 1,2,…,m
Fase II : Propagasi mundur
g. Langkah 6 : Hitung faktor unit keluaran berdasarkan kesalahan disetiap
unit keluaran y
k
k= 1,2,…,m
merupakan unit kesalahan yang akan dipakai dalam perubahan bobot layar dibawahnya langkah 7
Hitung suku perubahan bobot w
kj
yang akan dipakai nanti untuk merubah bobot w
kj
dengan laju percepatan α ;
k = 1,2,…,m ; j = 0,1,..,p
h. Langkah 7 : Hitung faktor unit tersembunyi berdasarkan kesalahan
disetiap unit tersembunyi z
j
j = 1,2,…,p
Faktor unit tersembunyi :
Hitung suku perubahan bobot v
ji
yang akan dipakai nanti untuk merubah bobot v
ji
; j = 1,2,…,p ; i = 0,1,…,n
Fase III : Perubahan bobot i.
Langkah 8 : Hitung semua perubahan bobot
Perubahan bobot garis yang menuju ke unit keluaran :
Universitas Sumatera Utara
k = 1,2,…,m ; j = 0,1,…,p
Perubahan bobot garis yang menuju ke unit tersembunyi : j = 1,2,…,p ; j = 0,1,…,n
Setelah pelatihan selesai dilakukan, jaringan dapat dipakai untuk pengenalan pola. Dalam hal ini, hanya propagasi maju langkah 4 dan 5
saja yang dipakai untuk menentukan keluaran jaringan. Apabila fungsi aktivasi yang dipakai bukan sigmoid biner, maka langkah 4 dan 5 harus
disesuaikan. Demikian juga turunanannya pada langkah 6 dan 7. Model-model Box-Jenkins merupakan model yang menggambarkan time
series yang stationer. Dengan demikian tahapan yang dilakukan dengan pemodelan ini adalah dengan identifikasi stationeritas dari data baik dalam mean maupun dalam
variance. Apabila belum stationer dalam variance dilakukan upaya transformasi sedangkan apabila belum stationer dalam mean dilakukan differencing Suharjo
,2003. Pada identifikasi model data times series yang stationer digunakan:
1. ACF atau Autocorrelation Function yaitu fungsi yang menunjukkan besarnya korelasi antara pengamatan pada waktu ke t dengan pengamatan
pada waktu-waktu sebelumnya. 2. PACF atau Partial Autocorrelation Function yaitu fungsi yang
menunjukkan besarnya korelasi parsial antara pengamatan pada waktu ke t dengan pengamatan-pengamatan pada waktu-waktu sebelumnya.
Menurut Hendranata 2003, Model Box-Jenkins ARIMA dibagi kedalam 3 kelompok, yaitu model autoregressive AR, moving average MA, dan model
campuran ARIMA autoregressive moving average yang mempunyai karakteristik dari dua model pertama.
1. Autoregressive Model AR Bentuk umum model autoregressive dengan ordo p ARp atau model
ARIMA p,0,0 dinyatakan sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
dengan, μ = suatu konstanta
= parameter autoregresif ke-p e
t
= nilai kesalahan pada saat t 2.
Moving Average Model MA Bentuk umum model moving average ordo q MAq atau ARIMA 0,0,q
dinyatakan sebagai berikut:
dengan, μ = suatu konstanta
θ
1
sampai θ
q
adalah parameter-parameter moving average e
t-k
= nilai kesalahan pada saat t – k 3. Model campuran
a. Proses ARMA Model umum untuk campuran proses AR1 murni dan MA1 murni,
misal ARIMA 1,0,1 dinyatakan sebagai berikut:
atau
AR1 MA1
dengan, B = backward shift
b. Proses ARIMA Apabila nonstasioneritas ditambahkan pada campuran proses ARMA,
maka model umum ARIMA p,d,q terpenuhi. Persamaan untuk kasus sederhana ARIMA 1,1,1 adalah sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
pembedaan AR1 MA1 pertama
Peramalan menggunakan jaringan syaraf tiruan feedforward umpan maju atau dengan algoritma backpropagation yang dilakukan oleh Bambang dan Budi
1999 terhadap prediksi harga saham semen gresik pada pasar modal indonesia. Didapat kesimpulan bahwa hasil prediksi mendekati data aslinya.
Dengan membandingkan tingkat keakuratan jaringan syaraf tiruan
Backprogation dan metode GARCH1,1 dalam bentuk Means Absolute Deviation MAD dan Means Square Error MSE, Halim dan Wibisono 2000, melakukan
peramalan nilai tukar rupiah terhadap 4 mata uang asing terhadap dollar AS. Diperoleh
hasilnya bahwa
dengan menggunakan
jaringan syaraf
tiruan backpropagation memiliki hasil yang lebih baik dalam meredam error yang terjadi
akibat adanya perubahan mendadak pada data non stasioner dan non homogen, seperti terlihat pada perbandingan plot residual vs order, walaupun terkadang MAD maupun
MSE-nya tidak lebih baik dari metode GARCH1,1 yang mampu memberikan fitting yang cukup bagus untuk heteroskedastik time series.
Penggunaan jaringan syaraf tiruan backpropagation untuk prediksi support level dan resistance level pada forex trading yang dilakukan oleh Wicaksono 2009
memberikan hasil prediksi dengan nilai MAPE 3 - 4,5 dan tingkat akurasi mencapai 95,5.
1.5 TUJUAN PENELITIAN