2.1.8. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pasien DBD umumnya berorientasi kepada pemberian cairan. Harris et al. 2003 mendemonstrasikan bahwa meminum cairan seperti air atau jus
buah dalam 24 jam sebelum pergi ke dokter merupakan faktor protektif melawan kemungkinan dirawat inap di rumah sakit.
Setiap pasien tersangka demam dengue atau DBD sebaiknya dirawat di tempat terpisah dengan pasien penyakit lain, sebaiknya pada kamar yang bebas nyamuk
berkelambu. Penatalaksanaan pada demam dengue atau DBD tanpa penyulit adalah: 1.
Tirah baring. 2.
Pemberian cairan. Bila belum ada nafsu makan dianjurkan untuk minum banyak 1,5-2 liter dalam
24 jam susu, air dengan gulasirup, atau air tawar ditambah dengan garam saja.
3. Medikamentosa yang bersifat simtomatis.
Untuk hiperpireksia dapat diberikan kompres kepala, ketiak atau inguinal. Antipiretik sebaiknya dari golongan asetaminofen, eukinin atau dipiron.
Hindari pemakaian asetosal karena bahaya perdarahan. 4.
Antibiotik diberikan bila terdapat kekuatiran infeksi sekunder.
Pasien DHF perlu diobservasi teliti terhadap penemuan dini tanda syok, yaitu: 1.
Keadaan umum memburuk. 2.
Terjadi pembesaran hati. 3.
Masa perdarahan memanjang karena trombositopenia. 4.
Hematokrit meninggi pada pemeriksaan berkala. Jika ditemukan tanda-tanda dini tersebut, infus harus segera dipersiapkan dan
terpasang pada pasien. Observasi meliput pemeriksaan tiap jam terhadap keadaan umum, nadi, tekanan darah, suhu dan pernafasan; serta Hb dan Ht setiap 4-6 jam pada
hari-hari pertama pengamatan, selanjutnya setiap 24 jam. Terapi untuk sindrom syok dengue bertujuan utama untuk mengembalikan volume
cairan intravaskular ke tingkat yang normal, dan hal ini dapat tercapai dengan pemberian segera cairan intravena. Jenis cairan dapat berupa NaCl 0,9, Ringer’s
Universitas Sumatera Utara
lactate RL atau bila terdapat syok berat dapat dipakai plasma atau ekspander plasma. Jumlah cairan disesuaikan dengan perkembangan klinis.
Kecepatan permulaan infus ialah 20 mlkg berat badan jam, dan bila syok telah diatasi, kecepatan infus dikurangi menjadi 10 mlkg berat badan jam.
Pada kasus syok berat, cairan diberikan dengan diguyur, dan bila tak tampak perbaikan, diusahakan pemberian plasma atau ekspander plasma atau dekstran atau
preparat hemasel dengan jumlah 15-29 mlkg berat badan. Dalam hal ini perlu diperhatikan keadaan asidosis yang harus dikoreksi dengan Na-bikarbonat. Pada
umumnya untuk menjaga keseimbangan volume intravaskular, pemberian cairan intravena baik dalam bentuk elektrolit maupun plasma dipertahankan 12-48 jam
setelah syok selesai. Pada tahun 1997, WHO merekomendasikan jenis larutan infus yang dapat
diberikan pada pasien demam dengueDBD: 1.
Kristaloid. a.
Larutan ringer laktat RL atau dekstrosa 5 dalam larutan ringer laktat D5RL.
b. Larutan ringer asetat RA atau dekstrosa 5 dalam larutan ringer
asetat D5RA. c.
Larutan NaCl 0,9 garam faaliGF atau dekstrosa 5 dalam larutan faali D5GF.
2. Koloid plasma.
Transfusi darah dilakukan pada: 1.
Pasien dengan perdarahan yang membahayakan hematemesis dan melena. 2.
Pasien sindrom syok dengue yang pada pemeriksaan berkala, menunjukkan penurunan kadar Hb dan Ht.
Pemberian transfusi profilaksis trombosit atau produk darah masih banyak dipraktikkan. Padahal, penelitian Lum et al. 2003 menemukan bukti bahwa praktik
ini tidak berguna dalam pencegahan perdarahan yang signifikan. Pemberian kortikosteroid tidak memberikan efek yang bermakna. Pada pasien
dengan syok yang lama, koagulopati intravaskular diseminata disseminated
Universitas Sumatera Utara
intravascular coagulophaty, DIC diperkirakan merupakan penyebab utama perdarahan. Bila dengan pemeriksaan hemostasis terbukti adanya DIC, heparin perlu
diberikan. Hendarwanto, 1996.
Gambar 2.3. Penatalaksanaan tersangka DBD Mansjoer, 2001.
2.1.9. Komplikasi