Sosiologi Sastra Nilai Pesantren dalam Novel Geni Jora Karya Abidah El Khalieqy dan Implikasinya Pada Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di Kelas XI SMA

masyarakat. Kedudukan ini memberikan isyarat bahwa penyelenggaraan keadilan sosial melalui pesantren lebih banyak menggunakan pendekatan kultural. 39 3. Sistem Pendidikan Pesantren Pesantren adalah sistem pendidian yang melakukan kegiatan setiap hari. Santri tinggal di asrama dalam satu kawasan bersama guru, kiai, dan senior mereka. Oleh karena itu, hubungan yang terjalin antara santri-guru-kiai dalam proses pendidikan berjalan intensif, tidak sekadar hubungan formal ustad-santri di dalam kelas. Dengan demikian kegiatan pendidikan berlangsung sepanjang hari, dari pagi hingga malam hari. 40 Pesantren sebagai lembaga pendidikan tidak bisa lepas dari beberapa unsur dasar yang membangunnya. Dalam sistem pendidikan pesantren unsur yang dapat dikelompokkan sebagai berikut: a. Aktor atau pelaku, kiyai, ustad, santri, dan pengurus. b. Sarana perangkat keras: masjid, rumah kiyai, rumah dan asrama pesantren, gedung atau madrasah dan sebagainya. c. Sarana perangkat lunak: tujuan, kurikulum, kitab, penilaian, tata tertib, perpustakaan, pusat dokumentasi dan penerangan, cara pengajaran, keterampilan, pusat pengembangan masyarakat dan alat-alat pendidikan lainnya. 41 4. Nilai Pesantren Pola kehi dupan pesantren termanifestasikan dalam istilah “panca jiwa” yang di dalamnya memuat “lima jiwa” yang harus diwujudkan dalam proses pendidikan dan pembinaan karakter santri. Kelima jiwa 39 Qomar, op. cit.,hlm.23 40 Ibid.,hlm.64 41 Nur Inayah, Sistem Pendidikan Formal di Pondok Pesantren, dalam jurnal http:pshi.fisip.unila.ac.idjurnalfilesjournals5articles227submissionoriginal227-649-1- SM.pdf diakses pada tanggal 18 Juli 2016 tersebut adalah jiwa keikhlasan, jiwa kesederhanaan, jiwa kemandirian, jiwa ukhuwah Islamiyah, dan jiwa kebebasan yang bertanggung jawab. Adapun uraiannya sebagai berikut. a. Jiwa keikhlasan Jiwa ini tergambar dalam ungkapan “sepi ing pamrih”, yaitu perasaan semata-mata untuk beribadah yang sama sekali tidak dimotivasi oleh keinginan memperoleh keuntungan-keuntungan tertentu. 42 Jiwa keikhlasan dalam kehidupan pesantren diterapkan pada hal- hal yang kecil, misalnya dalam hal beribadah. Santri diharapkan akan terbiasa untuk melakukan ibadah-ibadah yang wajib sampai sunnah dengan cara mewajibkannya terlebih dahulu menjadi bagian dari keseharian santri, kemudian tujuan akhir yang pesantren harapkan adalah keikhlasan santri untuk menganggap ibadah sebagai kebutuhan. b. Jiwa kesederhanaan Kehidupan di pesantren diliputi suasana kesederhanaan yang bersahaja. Sederhana di sini bukan berarti pasif, melarat, nrimo, dan miskin, melainkan mengandung kekuatan hati, ketabahan, dan pengendalian diri di dalam menghadapi berbagai macam rintangan hidup sehingga diharapkan akan terbit jiwa yang besar, berani, bergerak maju, dan pantang mundur dalam segala keadaan. 43 Kesederhanaan dalam praktiknya di pesantren dapat dilihat dari hal yang paling pokok bagi manusia, yaitu sandang, pangan, dan papan. c. Jiwa kemandirian Berdikari, yang biasanya dijadikan akronin dari “berdiri di atas kaki sendiri”, bukan hanya berarti bahwa seorang santri harus belajar 42 Abdul Halim, Modernisasi Pesantren Studi Transformasi Kepemimpinan Kiai dan Sistem Pendidikan Pesantren, Yogyakarta: Lkis Yogyakarta, 2013, hlm. 44 43 Ibid.,hlm. 45