terarah secara langsung untuk menemukan suatu solusi atau jalan keluar untuk suatu masalah yang spesifik.
Syah 2013 : 121 mendefinisikan belajar pemecahan masalah pada dasarnya adalah belajar menggunakan metode-metode ilmiah atau berpikir
secara sistematis, logis, teratur, dan teliti. Tujuannya ialah untuk memperoleh kemampuan dan kecakapan kognitif untuk memecahkan masalah rasional, lugas, dan
tuntas. Untuk itu, kemampuan siswa dalam menguasai konsep-konsep, prinsip- prinsip, dan generalisasi serta insight tilikan akal amat diperlukan. Menurut Lawson
dalam Syah, 2013 : 121 hampir semua bidang studi dapat dijadikan sarana belajar pemecahan masalah. Untuk keperluan ini, guru khususnya yang mengajar eksakta,
seperti matematika dan IPA sangat dianjurkan menggunakan model dan strategi mengajar yang berorientasi pada cara pemecahan masalah.
Menurut Johnson Rising dalam Susanto, 2010: 50 penyelesaian masalah matematika merupakan suatu proses mental yang kompleks yang memerlukan
visualisasi, imajinasi, manipulasi, analisis, abstraksi dan penyatuan ide. Menurut Polya 1973: 8 strategimodel penyelesaian masalah dalam matematika terdiri atas
empat langkah pokok, yaitu 1 memahami masalah; 2 menyusun rencana; 3 melakssiswa an rencana; dan 4 memeriksa kembali.
Berdasarkan uraian di atas, yang dimaksud masalah matematika adalah kondisi yang dapat berupa pertanyaan ataupun soal matematika yang tidak segera
tersedia suatu cara untuk menyelesaikan kondisi tersebut. Menyelesaikan masalah matematika adalah proses langkah-langkah yang ditempuh seseorang untuk
mendapatkan jawaban dari suatu masalah matematika.
2.3 Pengertian Kecerdasan
Kecerdasan merupakan hal yang melekat pada diri setiap manusia. Setiap manusia dengan akal yang sehat, pasti memiliki kecerdasan didalam dirinya.
Kecerdasan tersebut bervariasi antara manusia yang satu dengan manusia yang lain. Gardner dalam Cipto, 2012 menjelaskan definisi kecerdasan yakni sebagai berikut:
an intelligences is the ability to solve problems, or to create product, that are valued
within one or more cultural settings a definition that says nothing about either the sources of this abilities or the proper means
of “testing” them. Artinya kecerdasan adalah kemampuan untuk memecahkan atau untuk membuat produk yang bernilai
bagi suatu budaya tertentu. Kecerdasan bersifat abstrak dan menjadi sulit untuk
didefinisikan, atau dijabarkan dengan kata-kata sehingga terdapat perbedaan pendefinisian antara satu ilmuwan dengan ilmuwan yang lain. Menurut Brainbridge
dalam Yaumi, 2012: 9 intelligence kecerdasan dalam pengertian yang populer, sering didefinisikan sebagai kemampuan mental untuk belajar dan menerapkan
pengetahuan dalam memanipulasi lingkungan, serta kemampuan untuk berpikir abstrak. Piaget dalam Yaumi, 2012: 10 mengatakan bahwa intelligence is a mental
adaptation to new circumstances kecerdasan adalah adaptasi mental pada keadaan baru. Terdapat juga pandangan yang lebih spesifik dengan mengatakan bahwa
kecerdasan itu lebih merupakan insting dan kebiasaan yang turun-menurun atau adaptasi yang diperoleh untuk mengulangi keadaan; yang dimulai dengan trial and
error secara empiris. Bagi yang tidak sependapat dengan kedua pandangan tersebut menanggapi bahwa definisi ini masih terlalu luas termasuk yang disebut keadaan
mental dalam definisi pertama perlu dibagi ke dalam struktur mental, yakni insting, training, dan kecerdasan. Dengan demikian, pandangan ini menyimpulkan bahwa
kecerdasan hanya muncul dalam tindakan atas dasar pemahaman yang mendalam, sedangkan trial and error adalah salah satu bentuk dari training latihan. Tidak dapat
dipungkiri bahwa kecerdasan itu muncul dari hasil bentukan kebiasaan yang paling sederhana ketika beradaptasi dengan keadaan yang baru. Permasalahan, hipotesis, dan
kontrol yang merupakan embrio adanya keinginan untuk melakukan trial and error serta karakteristik pengujian empiris dari adaptasi sensori motorik yang
dikembangkan merupakan penanda kuat adanya kecerdasan. Menurut Chatib 2014: 71 sumber kecerdasan seseorang adalah kebiasaannya untuk membuat produk-
produk baru yang punya nilai budaya kreativitas dan kebiasaannya menyelesaikan masalah secara mandiri problem solving.
Bayley dalam Slameto, 1995: 131 di dalam studinya menemukan beberapa faktor yang mempengaruhi kemampuan intelektual individu, adalah sebagai berikut.
1 Keturunan Studi korelasi nilai-nilai tes inteligensi di antara anak dan orang tua, atau dengan
kakek-neneknya, menunjukkan adanya pengaruh faktor keturunan terhadap tingkat kemampuan mental seseorang sampai pada tingkat tertentu.
2 Latar belakang sosial-ekonomi Pendapatan keluarga, pekerjaan orang tua dan faktor-faktor sosial ekonomi
lainnya, berkorelasi positif dan cukup tinggi dengan taraf kecerdasan individu mulai usia 3 tahun sampai dengan dewasa
3 Lingkungan hidup Lingkungan yang kurang baik akan menghasilkan kemampuan intelektual yang
kurang baik pula. Lingkungan yang dinilai paling buruk bagi perkembangan intelegensi adalah panti-panti asuhan serta institusi lainnya, terutama bila anak
ditempatkan di sana sejak awal kehidupannya 4 Kondisi fisik
Keadaan gizi yang kurang baik, kesehatan yang buruk, perkembangan fisik yang lambat, menyebabkan tingkat kemampuan mental yang rendah
5 Iklim emosi Iklim emosi dimana individu dibesarkan memperngaruhi perkembangan mental
individu yang bersangkutan. Berdasarkan beberapa pengertian tersebut, disimpulkan bahwa kecerdasan
merupakan kemampuan mental seseorang dalam menerapkan pengetahuan yang dimiliki, dan terbentuk oleh kebiasaan paling sederhana ketika beradaptasi dengan
keadaan baru. Kemampuan tersebut dapat menerapkan hubungan-hubungan kedalam situasi baru yang sama dengan kondisi sebelumnya.
Dalam setiap diri manusia memiliki 8 macam kecerdasan. Kedelapan kecerdasan ini disebut sebagai multiple intelligences kecerdasan majemuk. Setiap individu
memiliki satu kecerdasan yang lebih menonjol dari kecerdasan yang lain yang
menyebabkannya menjadi unggul dibidang yang dikuasainya. Menurut Fleetham dalam Yaumi, 2012: 12 multiple intelligences atau biasa disebut dengan kecerdasan
jamak adalah berbagai keterampilan dan bakat yang dimiliki siswa untuk menyelesaikan berbagai persoalan dalam pembelajaran. Gardner menemukan delapan
macam kecerdasan jamak, yakni 1 kecerdasan verbal-linguistik, 2 logis- matematis, 3 visual-spasial, 4 berirama-musik, 5 jasmaniah-kinestetik, 6
interpersonal, 7 intrapersonal, 8 naturalistik. Dalam pembelajaran matematika, kecerdasan yang paling dominan adalah
kecerdasan visual-spasial dan logika-matematika. Karena dengan kecerdasan visual- spasial, dapat diketahui tingkat kemampuan peserta didik dalam materi matematika
yang berkaitan dengan geometri, dan dengan kecerdasan logika-matematika, dapat diketahui kemampuan peserta didik dalam menyelesaikan permasalahan matematika
dan mengkonkretkan keabstrakan dari materi matematika dengan pemikiran yang logis sehingga menjadikan pelajaran matematika sebagai pelajaran yang nyaman dan
mudah untuk dipelajari.
2.4 Kecerdasan Visual-spasial