Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

1

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Menurut Poerbakatwatja dan Harahap dalam Syah, 2013, pendidikan adalah usaha secara sengaja dari orang dewasa dengan pengaruhnya meningkatkan si anak ke kedewasaan yang selalu diartikan mampu menimbulkan tanggung jawab moril dari segala perbuatannya. Orang dewasa itu merupakan orang tua si anak atau orang tua yang atas dasar tugas dan kedudukannya mempunyai kewajiban untuk mendidik misalnya guru sekolah, kiai dalam lingkungan keagamaan, kepala-kepala asrama dan lain sebagainya. Pendidikan merupakan hal yang sangat penting bagi kehidupan manusia, karena pendidikan merupakan suatu proses memanusiakan manusia. Dengan pendidikan, manusia akan memiliki ilmu yang akan membantunya untuk menjadi seseorang yang dapat menggali dan mengoptimalkan potensi yang dimilikinya sehingga ia menjadi generasi muda dengan kecerdasan yang berkarakter serta sikap yang mencerminkan individu-individu yang sopan dan santun. Oleh sebab itu, diperlukan adanya upaya untuk meningkatkan kualitas dari pendidikan. Hal yang sangat penting untuk meningkatkan kualitas pendidikan ini adalah perbaikan pada aspek pembelajaran. Matematika merupakan mata pelajaran nasional yang diberikan pada tiap jenjang pendidikan. Matematika merupakan ilmu yang sangat penting dan mendasari ilmu yang lain. Secara eksplisit, pemecahan masalah merupakan tujuan dari pembelajaran matematika. Menurut Pekhonen dalam Sujarwo, 2010 alasan mengapa mengajarkan pemecahan masalah matematika, adalah: 1 pemecahan masalah mengembangkan keterampilan kognitif secara umum, 2 pemecahan masalah menumbuhkan kreatifitas, 3 pemecahan masalah merupakan bagian dari proses aplikasi matematika, dan 4 pemecahan masalah memotivasi siswa untuk belajar matematika . Dari uraian tersebut dapat dikatakan bahwa pembelajaran pemecahan masalah merupakan salah satu cara untuk mendorong kreativitas sebagai produk berpikir siswa. Selain itu, menurut Zaif, 2013:120-121 Salah satu cara untuk meningkatkan kemampuan berpikir siswa adalah dengan memberikan sejumlah keterampilan problem-solving memecahkan masalah. Keterampilan menyelesaikan masalah tersebut akan dicapai siswa jika dalam pembelajaran guru mengkondisikan siswa untuk dapat mengkontruksi pengetahuannya dan memfasilitasi siswa untuk melakukan aktivitas belajar yang melibatkan pemecahan masalah. Kolesnik dalam Slameto, 1995: 128 mengatakan “In most cases there is a fairly high correlation between one’s IQ, and his scholastic success. Usually, the higher a person’s IQ, the higher the grades he receives”. Pengetahuan mengenai tingkat kemampuan intelektual atau inteligensi siswa akan membantu pengajar menentukan apakah siswa mampu mengikuti pengajaran yang diberikan, serta meramalkan keberhasilan atau gagalsnya siswa yang bersangkutan bila telah mengikuti pengajaran yang diberikan. Meskipun demikian, perlu diingat bahwa prestasi siswa tidak semata-mata ditentukan oleh tingkat kemampuan intelektualnya. Faktor-faktor lain seperti motivasi, sikap, kesehatan fisik dan mental, kepribadian, ketekunan, dan lain-lain perlu dipertimbangkan sebagai faktor-faktor lain yang turut mempengaruhi prestasi. Menurut Bainbridge dalam Yaumi : 2012 intelligence kecerdasan adalah istilah yang sulit untuk didefinisikan hingga menimbulkan pemahaman yang berbeda- beda di antara para ilmuan. Dalam pengertian yang populer, kecerdasan sering didefinisikan sebagai kemampuan mental umum untuk belajar dan menerapkan pengetahuan dalam memanipulasi lingkungan, serta kemampuan untuk berpikir abstrak. Gardner 2013, menyatakan bahwa setiap orang setidaknya memiliki delapan jenis kecerdasan yaitu kecerdasan linguistik, kecerdasan logika matematika, kecerdasan visual spasial, kecerdasan musik, kecerdasan kinestetik, kecerdasan interpersonal, kecerdasan intrapersonal dan kecerdasan naturalis walaupun hanya beberapa kecerdasan yang dominan. Individu yang satu dengan individu lain, dapat unggul di bidangnya masing-masing tergantung pada kecerdasan apa yang paling menonjol di dalam dirinya. Menurut Haryanto 2011 pertumbuhan otak mencapai kesempurnaan pada usia 12 –20 tahun secara fungsional, perkembangan kognitif kemampuan berfikir remaja dapat digambarkan sebagai berikut: a secara intelektual remaja mulai dapat berfikir logis tentang gagasan abstrak, b berfungsinya kegiatan kognitif tingkat tinggi yaitu membuat rencana, strategi, membuat keputusan-keputusan, serta memecahkan masalah, c sudah mampu menggunakan abstraksi-abstraksi, membedakan yang konkrit dengan yang abstrak, d munculnya kemampuan nalar secara ilmiah, belajar menguji hipotesis, e memikirkan masa depan, perencanaan, dan mengeksplorasi alternatif untuk mencapainya, f mulai menyadari proses berfikir efisien dan belajar berinstropeksi, g wawasan berfikirnya semakin meluas, bisa meliputi agama, keadilan, moralitas, dan identitas jati diri. Dari pertimbangan tersebut, diketahui bahwa pada usia remaja, khusunya di masa SMA, siswa memiliki kematangan proses berpikir yang lebih dari pada siswa SMP, sehingga peneliti akan meneliti tentang kecerdasan visual-spasial dan logika matematika pada siswa Sekolah Menengah Atas SMA. SMA yang dipilih untuk tempat penelitian adalah SMA Negeri 2 Jember karena pertimbangan jarak, waktu, dan biaya. Kelas yang dipilih untuk penelitian adalah kelas yang terdiri dari siswa dengan kemampuan matematika yang heterogen, sehingga mempermudah dalam mendapatkan data hasil penelitian sesuai yang diharapkan. Maka dipilih salah satu kelas XI IPA yaitu kelas XI IPA 8. Pada tingkat pendidikan SMA kelas XI IPA, siswa telah menguasai bahasan geometri hingga menemukan konsep jarak antar titik, garis, dan bidang, serta menemukan konsep sudut pada bangun ruang . Pembelajaran geometri masih menjadi hal yang menyulitkan bagi siswa. Hal ini ditandai dengan kurangnya pemahaman siswa serta banyaknya kesalahan –kesalahan pada penyelesaian soal pada materi geometri tersebut. Prabowo dalam Wahono, 2014, menyebutkan bahwa permasalahan di lapangan yang berkaitan dengan geometri di sekolah disebabkan karena tingkat keabstrakan objek geometri yang cukup tinggi serta kurangnya kemampuan visualisasi objek abstrak atau objek dalam pikiran siswa yang merupakan salah satu unsur kemampuan pandang ruang yang harus dimiliki siswa. Hal ini menunjukkan bahwa pemahaman siswa SMA tentang geometri dan penalarannya masih kurang sehingga diperlukan upaya untuk meningkatkan kemampuan atau kecerdasan yang berkaitan dengan keruangan. Terdapat beberapa materi pada pelajaran matematika yang dapat digunakan untuk menyajikan soal-soal yang bersifat pemecahan masalah. Materi geometri yang digunakan untuk menggali kecerdasan visual-spasial siswa, juga dapat digunakan dalam membuat soal-soal yang bersifat pemecahan masalah. Untuk dapat menyelesaikan masalah tersebut, siswa terlebih dahulu harus dapat memahami infomasi yang ada pada masalah yang diberikan. Untuk beberapa soal tertentu, siswa terkadang harus mengubah infomasi pada masalah menjadi kalimat matematika. Siswa akan dapat melakukan hal tersebut dengan benar jika siswa dapat memahami masalah dengan benar pula. Berdasarkan informasi tersebut, siswa akan mencoba untuk merancang cara atau strategi yang akan digunakan. Dalam menyelesaikan masalah, siswa mungkin akan mencoba mengambil beberapa contoh kecil sehingga diperoleh bentuk umumnya. Proses yang dilakukan siswa tersebut melibatkan penalaran, baik penalaran induktif maupun penalaran deduktif. Untuk memastikan jawaban yang diperoleh merupakan jawaban yang benar, siswa akan memeriksa kembali jawaban yang telah diperoleh, termasuk memeriksa kembali langkah-langkah yang digunakan. Pada saat menyelesaikan masalah tersebut, secara tidak langsung siswa melewati tahapan pemecahan masalah. Hal tersebut tampak pada saat siswa melakukan identifikasi terhadap informasi pada masalah. Kegiatan tersebut termasuk tahap memahami masalah. Selain itu, pengecekan terhadap penyelesaian yang diperoleh juga merupakan salah satu tahap dalam pemecahan masalah. Proses penalaran yang dilakukan siswa pada tahap merencanakan penyelesaian merupakan kemampuan yang tercakup pada kecerdasan logis-matematis. Dengan demikian, kecerdasan logis-matematis diperlukan dalam memecahkan masalah matematika Hasanah, 2013. Menurut Armstrong 2013 teori kecerdasan multiple menunjukkan bahwa tidak ada satu set dari strategi-strategi pengajaran yang akan bekerja terbaik bagi semua siswa setiap saat. Semua anak memiliki kecenderungan yang berbeda dalam kedelapan jenis kecerdasan, sehingga setiap strategi tertentu mungkin akan sangat sukses pada satu kelompok siswa, dan kurang berhasil pada kelompok lainnya. Dari uraian di atas, dilakukan analisis kecerdasan visual-spasial dan logika matematika dalam menyelesaikan soal geometri siswa kelas XI IPA 8 SMA Negeri 2 Jember . Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian yang berjudul “Kecerdasan Visual-Spasial dan Logika Matematika siswa kelas XI IPA 8 SMA Negeri 2 Jember dalam Menyelesaikan Soal Geometri ”.

1.2 Rumusan Masalah