Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 menegaskan, bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah Negara hukum. Kaidah ini mengandung makna, bahwa hukum di Negara Indonesia ditempatkan pada posisi strategis di dalam konstelasi ketatanegaraan. Suatu konsekuensi logis bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai Negara hukum adalah terjaminnya kekuasaan kehakiman yang merdeka untuk menjalankan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945. Upaya kearah independensi kekuasaan kehakiman tersebut dilakukan dengan cara : 1 penataan ulang perundang-undangan yang berlaku; 2 mengadakan penataan ulang lembaga yudisial; dan 3 meningkatkan kualifikasi hakim. Reformasi di bidang hukum yang terjadi sejak tahun 1998 tersebut pada akhirnya telah dilembagakan melalui pranata perubahan UUD 1945. Disamping perubahan yang menyangkut kelembagaan penyelenggaraan kekuasaan- kekuasaan kehakiman, amandemen UUD 1945 telah mengintroduksi pula suatu lembaga Negara baru yang berkaitan dengan penyelenggaraan kekuasaan kehakiman yang disebut Komisi Yudisial selanjutnya disebut KY. 1 1 Titik Triwulan Tutik, Eksistensi, Kedudukan dan Wewenang Komisi Yudisial Sebagai Lembaga Negara dalam Sistem Ketatanegaraan Republik Indonesia Pasca Amandemen UUD 1945, Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher, 2007, Cet. Pertama, hlm. 3-5. Salah satu amanat reformasi adalah amandemen terhadap UUD 1945 yang sudah demikian rapuh dan tidak lagi mampu menjawab semua persoalan masyarakat. Dan tuntutan itu termanifestasi dengan amandemen UUD 1945 sebanyak empat kali yang ternyata telah mengubah secara serius dan substansial ketatanegaraan Indonesia. Mafia berjalan beriringan dengan rusaknya moral sebagia besar hakim yang ternyata telah meretakkan sendi perekonomian bangsa Indonesia. Kita hidup di abad para maling yang bersekongkol dengan para hakim yang tidak memiliki komitmen moral sedikitpun untuk memberantas seluruh kejahatan di negeri ini. Pascareformasi, kerusakan moral para pejabat Negara berbarengan dengan kerusakan moral para hakim yang menjual hukum dengan transaksi ynag semakin “gila” di pengadilan.mafia peradian adalah bentuk dari resistensi moral yang semakin retak, hati yang semakin beku dan kepedulian yang semakin meragukan dari sebagian aparatur hukum kita. Akibat dari pintalan-pintalan persoalan yang seperti inilah yang menyebabkan Komisi Yudisial harus ada dan “wajib” diberi kewenangan yang besar untuk mengontrol prilaku hakim yang nakal dan suka memanipulasi kebenaran. Kewenangan-kewenangan yang dimiliki oleh Komisi ini harus merepresentasikan sebagai lembaga yang merevitalisasi dan mengembalikan keborokan moral para hakim yang terlalu jauh melanggar etik hukum dan mencederai makna kebebasan dan otonomi moral yang dimilikinya. Komisi Yudisial adalah penjaga sekaligus pemegang urat nadi moral hakim supaya tidak nakal, dan hakim itu bukan hanya hakim dalam lingkungan pengadilan tinggi dan pengadilan negeri, sebagaimana keputusan Mahkamah Konstitusi yang menyebut bahwa Hakim Konstitusi dan Hakim Agung bukanlah hakim sebagaimana yang disebutkan dalam UUD, tetapi juga adalah Hakim Konstitusi dan Hakim Agung. Komisi Yudisial muncul adalah untuk menjaga otonomi moral hakim, mendorong progresivitas keputusan dari aparat hukum. Aparat hukum diharapkan untuk menjaga moral para hakim ini, karena hakim dianggap telah terlalu jauh melanggar etika dan moral individunya. Karena kode etik hakim tidak mampu mengontrol dan mereduksi rusaknya moral hakim, maka Komisi Yudisial harus menjadi tembok untuk menjaga moral hakim tersebut. 2 Pembaharuan peraturan perundang-undangan di bidang peradilan merupakan salah satu langkah yang perlu ditempuh untuk membangun kembali lembaga peradilan Indonesia. langkah dan upaya penting yang lain dalam rangka menyinergikan reformasi peradilan di Indonesia adalah dengan pembentukan sebuah lembaga yang bernama Komisi Yudisial melalui Perubahan Ketiga Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 24B dan Pengesahan Undang- Undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial. 3 Dalam konteks inilah, UUD1945 Pasal 24B pada satu sisi memberikan amanat pada Komisi Yudisial, sebagai komisi yang diberi mandat melakukan seleksi calon hakim agung dan mengawasi jalannya proses penegakan hukum yang selalu menimbulkan persoalan dalam pelaksanaannya. Transformasi dan reformasi peradilan dengan segala dampak positif dan konstruktifnya bagi penciptaan peradilan yang jujur, bersih, transparan dan akuntabel, merupakan prasyarat 2 Fajlurrahman, Jurdi, Komisi Yudisial dari Delegitimasi hingga Revitalisasi Moral Hakim, Jakarta: PUKAP, 2007, Cet. Pertama, hlm. 29,105-108. 3 Sirajuddin dan Zulkarnain, Komisi Yudisial dan Eksaminasi Publik Menuju Peradilan yang Bersih dan Berwibawa, Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2006, Cet. Pertama, hlm. 70-71. tegaknya hukum diatas kepatuhan atas nilai-nilai agama, etika, dan moral. Hanya dengan peradilan yang seperti ini – yang ini menjadi agenda besar Komisi Yudisial sekarang dan kedepan- maka korupsi dan illegal logging serta pelanggaran hukum HAM berat akan dapat diproses melalui peradilan dengan dimulai dari proses penyelidikan, penyidikan, dakwaan, tuntutan hingga putusan yang bernafas pada hokum progresif, yang memiliki muatan-muatan moralitas keberpihakan pada rakyat dan penyejahteraan masyarakat, memerangi korupsi dan menuju pada good governance serta clean government. 4 Ketentuan-ketentuan internasional yang berkaitan dengan gagasan kekuasaan yang merdeka independent judiciary tidak melarang adanya peran pihak eksekutif pemerintah dalam perekrutan hakim agung dengan syarat-syarat tertentu. Sementara itu, Deklarasi Universal tentang kemerdekaan kekuasaan kehakiman ini pada prinsipnya tidak melarang adanya keterlibatan pihak kekuasaan pemerintah dalam proses perekrutan hakim. Salah satu ketentuan internasional yang memberikan apresiasi terhadap kehadiran Komisi Yudisail dalam proses perekrutan hakim adalah : Beijing Statement of Principles of the Independent of the Judiciary in the Law Asia Region. Beijing Statement of Principles of the Independent of the Judiciary in the Law Asia Region menggarisbawahi bahwa didalam masyarakat yang mengenal Judicial Service Commission, pengangkatan hakim-hakim oleh, dengan persetujuan, atau setelah berkonsultasi terlebih dahulu dengan Judicial Service Commission dianggap sebagai 4 Komisi Yudisial RI, Komisi Yudisial dan Keadilan Sosial, Jakarta: Komisi Yudisial Republik Indonesia, 2008, Cet. Pertama, hlm. 224-225,237. mekanisme untuk menjamin bahwa hakim-hakim yang terpilih adalah hakim-hakim yang pantas atau sesuai untuk tujuan-tujuan yang akan dicapai. Obyek pertama penelitian ini adalah lembaga yang di Indonesia dikenal dengan nama Komisi Yudisial. Dewasa ini diskursus tentang Komisi Yudisial diberbagai belahan dunia masih sangat aktual, karena Komisi Yudisial merupakan kecenderungan trend yang terjadi di abad ke-20 sebagai bagian dari paket reformasi peradilan. 5 Dalam Islam, sebagaimana kita ketahui bahwa dalam salah satu prinsip dasar dari sistem Negara Islam adalah Negara Hukum. Sebagai Negara Hukum, maka tegaknya keadilan merupakan suatu kewajiban yang harus diwujudkan didalam kehidupan bernegara, ketentuan masalah ini telah diatur dalam al- Qur‟an dan Hadits. Kemudian untuk mewujudkan hukum yang adil, tidak mungkin dicapai tanpa adanya lembaga peradilan Yudikatif yang berfungsi untuk melaksanakan semua ketentuan hukum yang konsekuen. Karenanya kehadiran lembaga yudikatif dalam sistem Negara Islam merupakan syarat mutlak yang harus dipenuhi. Oleh karena itu, sejak awal kehadiran Negara Islam, lembaga yudikatif ini telah ada dan berfungsi sebagaimana mestinya. Peradilan telah lama dikenal sejak dari zaman purba dan dia merupakan satu kebutuhan hidup bermasyarakat. Tidak dapat suatu pemerintahan tanpa adanya peradilan. Karena peradilan itu adalah untuk menyelesaikan segala sengketa diantara para penduduk. Peradilan ini adalah suatu tugas suci yang diakui oleh seluruh bangsa, baik mereka tergolong bangsa-bangsa yang telah maju ataupun belum.didalam peradilan itu terkandung menyeluruh ma‟ruf dan mencegah munkar, menyampaikan hak kepada yang harus 5 Ahsin, Thohari, Komisi Yudisial dan Reformasi Peradilan, Jakarta: ELSAM-Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat, 2004, Cet. Pertama, hlm. 11-14. menerimanya dan menghalangi orang yang zalim daripada berbuat aniaya, serta mewujudkan perbaikan umum. Dengan peradilanlah dilindungi jiwa, harta dan kehormatan. apabila peradilan tidak terdapat dalam suatu masyarakat, maka masyarakat itu menjadi masyarakat yang kacau balau. 6 Pada masa pemerintahan Rasulullah dan Khulafah rassyidun, kegiatan peradilan itu dilakukan oleh individu yang secara khusus diserahi kewenangan hukum atau sebagai hakim untuk penunjukkan Muadz bin Jabal dan Ali bin Abi Thalib untuk bertindak sebagai hakim di wilayah Yaman pada masa Rasulullah, atau penunjukkan Abu Darda sebagai Hakim Madinah, Syuaraih untuk wilayah Basrah, dan Abu Musa Al- Asy‟ari untuk daerah Kufa pada masa Umar bin Khatab. Seiring dengan perkembangan dan semakin kompleksnya kehidupan manusia, penyerahan kekuasaan kepada individu tertentu untuk melaksanakan tugas peradilan dianggap tidak lagi memadai. Dimungkinkan bahwa proses peradilan atau upaya mewujudkan keadilan dan memberikan perlindungan hukum itu terlaksana dengan baik melalui individu yang diberi kewenangan hukum, namun aspek efektifitas, spesialisasi, tertib administrasi, dan kepastian hukum akan lebih memungkinkan jika dilakukan melalui lembaga peradilan. Suatu lembaga yang secara khusus dibentuk untuk melaksanakan fungsi yudisial. Oleh karena itu, pasca pemerintahan Rasulullah dan Khulafah rasyidun, pelaksanaan fungsi yudisial itu tidak lagi dijalankan oleh individu yang secara khusus ditunjuk oleh Khalifah tetapi melalui lembaga peradilan yang kemudian dikenal dengan nama al-nidham al-madhalim, yakni suatu lembaga 6 Teungku Muhammad Hasbi Ash Shidieqy, Peradilan dan Hukum Acara Islam, Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra, 2001, Cet. Kedua, hlm. 3. yang bertugas memberikan penerangan dan pembinaan hukum, menegakkan hukum, dan memutus perkara. 7 Dengan adanya Deklarasi Universal, ketentuan internasional Beijing Statement of Principles of the Independent of the Judiciary in the Law Asia Region, dan ketetapan dalam Undang-Undang serta dalam al- Qur‟an tentang lembaga yudikatif ataupun yudisial, maka penulis memilih judul: “Peran Komisi Yudisial dalam Reformasi Peradilan di Indonesia Menurut Hukum Islam”.

B. Perumusan dan Pembatasan Masalah