15
Berdasarkan WHO 2000 dikatakan obesitas jika BMI ≥ 30 kgm2. Obesitas adalah meningkatnya massa tubuh karena jaringan lemak yang
berlebihan sehingga meningkatkan kebutuhan metabolik dan konsumsi oksigen secara menyeluruh, akibat curah jantung bertambah. Walaupun
belum diketahui secara pasti hubungan antara hipertensi dan obesitas, namun terbukti bahwa daya pompa jantung dan sirkulasi volume darah
pasien obesitas dengan hipertensi lebih tinggi daripada pasien hipertensi dengan berat badan normal Arief, 2008.
g. HiperlipidemiaDislipidemia Hiperlipidemia atau dislipidemia atau kadar lemak di dalam darah
meningkat di atas normal. Lemak yang mengalami peningkatan ini meliputi kolesterol, trigliserida, atau kombinasi keduanya. Jika
kolesterol dalam tubuh jumlahnya berlebih akan menimbulkan sumbatan-sumbatan pada saluran darah. Kondisi ini menyebabkan
terganggunya aliran darah, akibatnya tekanan darah meningkat hipertensi. Komplikasi hipertensi akan bertambah parah dengan
tingginya kadar lemak Arief, 2008. h. Merokok
Merokok dapat meningkatkan tekanan darah secara temporer yaitu tekanan darah sistolik yang naik sekitar 8 mmHg. Kenaikan
tekanan darah terjadi saat sedang merokok dan sesaat setelah selesai. Bila seseorang perokok menderita hipertensi maka resiko peluang
terkena penyakit jantung dan stroke semakin besar, dibandingkan bila hanya memiliki satu faktor resiko Hayens, 2001. Menurut hasil
16
penelitian, diungkapkan bahwa rokok dapat menaikkan tekanan darah. Nikotin yang terdapat dalam rokok sangat membahayakan kesehatan.
Selain dapat meningkatkan penggumpalan darah dalam pembuluh darah, nikotin juga dapat menyebabkan pengapuran pada dinding
pembuluh darah. Hasil Riskesdas yang dilaksanakan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Depkes RI pada tahun 2007
menunjukkan secara nasional, persentase nasional merokok setiap hari pada penduduk umur 10 Tahun adalah 23,7.
i. Kurangnya olahraga Olahraga isotonik, seperti bersepeda, jogging, dan aerobik yang
teratur dapat memperlancar peredaran darah sehingga dapat menurunkan tekanan darah Dalimartha dkk, 2008.
4. Gejala Klinis Meningkatnya tekanan darah seringkali merupakan satu-satunya
gejala pada hipertensi esensial. Gejala-gejala seperti sakit kepala, mimisan, pusing, atau migren sering ditemukan sebagai gejala klinis hipertensi. Pada
umumnya sebagian besar pasien hipertensi tanpa keluhan dan tidak mengetahui bahwa dirinya menderita hipertensi. Kadang-kadang hipertensi
esensial berjalan tanpa gejala dan baru timbul gejala setelah terjadi komplikasi pada organ sasaran seperti pada ginjal, mata, otak dan jantung.
Atau bila terbukti dari hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa tekanan darahnya tinggi dan sudah cukup lama diderita Dalimartha dkk, 2008.
17
5. Komplikasi Hipertensi
Komplikasi hipertensi berhubungan dengan tekanan darah yang sudah meningkat sebelumnya dengan konsekuensi perubahan dalam
pembuluh darah dan jantung, maupun dengan aterosklerosis yang menyertai dan dipercepat oleh hipertensi yang sudah lama diderita.
Tekanan darah yang naik turun atau tidak stabil ini berkaitan dengan kerusakan organ target. Seperti gangguan pada otak, gangguan pada sistem
Kardiovaskuler, gangguan pada ginjal, gangguan pada mata Dalimartha dkk, 2008.
6. Diagnosis Hipertensi Seperti penyakit lain, hipertensi esensial ditegakkan berdasarkan
anamnesis konsultasi dokter, pemeriksaan jasmani, pemeriksaan laboratorium, maupun pemeriksaan penunjang. Adapun hal-hal yang perlu
diberitahukan pada saat konsultasi dengan dokter adalah riwayat hipertensi orang tuanya, pengobatan yang sedang dijalaninya saat itu dan data
penyakit yang diderita seperti diabetes mellitus, penyakit ginjal, serta faktor risiko terjadinya hipertensi, misalnya rokok, alkohol, stres, berat
badan Mansjoer dkk, 2001. Pada perempuan, keterangan mengenai hipertensi kehamilan,
riwayat eklampsia, riwayat persalinan, dan penggunaan pil kontrasepsi perlu juga diberitahukan ke dokter. Agar akurat, sebaiknya pengukuran
dilakukan setelah pasien beristirahat dengan cukup. Minimal setelah 5 menit berbaring. Pengukuran dilakukan pada posisi berbaring, duduk, dan
18
berdiri sebanyak 3-4 kali pemeriksaan dengan interval waktu antara 5-10 menit Mansjoer dkk, 2001.
7. Penatalaksanaan hipertensi Tujuan tiap program penanganan bagi pasien hipertensi adalah
mencegah terjadinya morbilitas dan mortalitas dengan mencapai dan mempertahankan tekanan darah dibawah 14090 mmHg Brunner
Suddarth, 2002. Penatalaksanaan untuk menurunkan tekanan darah pada pasien hipertensi dapat dilakukan dengan dua jenis yaitu penatalaksanaan
farmakologis atau dan penatalaksanaan non farmakologis. Pengobatan hipertensi juga dapat dilakukan dengan terapi herbal.
Penatalaksanaan farmakologis adalah penatalaksanaan hipertensi dengan menggunakan obat-obatan kimiawi, seperti jenis obat anti
hipertensi. Ada berbagai macam jenis obat anti hipertensi pada penatalaksanaan farmakologis, yaitu:
1 Diuretik Thiazide : Chlorthalidone Hygroton, Quine thazone Hydromox, Chlorothiazide Diuric.
2 Diuretik LOOP : Furosemide lasix. 3 Diuretik pengganti kalium : Spironolactone Aldoctone, Triamterence
Dyrenium. 4 Inhibitor Adrenergik : Reserpine, Methyldopa Aldomet, Propanolol
Inderal, Prazosin hydrochloride minipress, Clonidine Hydrocloride Catapress, Metaprolol Iopressor, Nodolol Corgard, Guanetidine
ismelin. 5 Ca Antagonis : Nifedifine Adalat.
19
6 Vasodilator : Captopril, Nitropruside, Hidrolaziri, Diasid. Menurut Dalimartha, et al 2008, upaya pengobatan hipertensi
dapat dilakukan dengan pengobatan non farmakologis, termasuk mengubah gaya hidup yang tidak sehat. Pasien hipertensi membutuhkan
perubahan gaya hidup yang sulit dilakukan dalam jangka pendek. Adapun beberapa upaya pengobatan non-farmakologis untuk hipertensi, yaitu:
1 Menurunkan berat badan ideal. 2 Menghindari asupan makanan tinggigaram, lemak berlebihan.
3 Konsumsi makanan yang mengandung cukup kalsium sesuai kebutuhan.
4 Olag raga secara teratur. 5 Menghindari lingkungan stress, merokok dan alkohol.
B. Perilaku merokok
1. Pengertian merokok Merokok adalah menghisap asap tembakau yang dibakar ke dalam
tubuh kemudian menghembuskan kembali keluar Armstrong, 2000. Pendapat lain menyatakan bahwa perilaku merokok adalah sesuatu yang
dilakukan seseorang berupa membakar dan menghisapnya serta dapat menimbulkan asap yang dapat terhisap oleh orang
– orang disekitarnya Levy,2004. Subanada 2004 menyatakan merokok adalah sebuah
kebiasaan yang dapat memberikan kenikmatan bagi si perokok, namun dilain pihak dapat menimbulkan dampak buruk baik bagi si perokok itu
sendiri maupun orang-orang disekitarnya.