Health Belief Model TINJAUAN PUSTAKA

29 a. Kepercayaan yang berhubungan dengan kesiapan untuk melakukan tindakan. b. Kepercayaan yang berhubungan dengan modifikasi faktor-faktor yang mendukung atau mempengaruhi tindakan. Dalam HBM seseorang akan melakukan tindakan untuk mencegah penyakit tergantung pada persepsi individu bahwa: a. Secara pribadi merasa rentan terhadap kondisi yang dirasakan, b. Konsekuensi dari kondisi tersebut dapat menjadi serius, c. Tindakan yang efektif untuk mencegah kondisi tersebut, d. Manfaat yang diambil untuk mengatasi ancaman dilihat dari biaya yang diambil Redding et. al, 2000 2. Teori Health Belief Model HBM merupakan model kepercayaan kesehatan yang merupakan hasil penjabaran dari model sosiopsikologi. HBM dikenal sebagai model pengharapan suatu nilai, yang intinya mengacu pada asumsi bahwa orang akan melibatkan diri dalam perilaku sehat bila mereka menilai hasil menjadi sehat terkait perilakunya dan mereka pikir bahwa perilaku tersebut sepertinya dapat memberikan hasil Edberg, 2007. Teori HBM ini mengacu pada Rosenstock 1966 yaitu perceived threat yaitu penilaian individu akan ancaman yang akan terjadi akibat masalah kesehatan yang mungkin akan beresiko terhadap penyakitnya. Terletak pada aspek perceived susceptibility dan perceived severity. Serta perceived effectiveness, yaitu penilaian akan keuntungan dan kerugian yang didapatkan dari tingkah laku kesehatan yang 30 dilakukan untuk menanggulangi masalah kesehatanya. Terdiri dari perceived benefits dan perceived barriers Smet, 1994. a. Perceived Susceptibility adalah persepsi ancaman atau kerentanan yang dirasakan terhadap resiko yang akan muncul terhadap penyakitnya. Individu bervariasi dalam menilai kemungkinan tersebut walaupun kondisi kesehatan mereka sama. Semakin tinggi perceived susceptibility, semakin besar ancaman yang dirasakan, dan semakin besar kemungkinan individu untuk mengambil tindakan guna mengatasi masalah yang mungkin muncul Sarafino, 2008. Kerentanan-kerentanan yang dirasakan perceived susceptibility bagi masalah kesehatan mencerminkan kalau individu percaya bahwa kurang lebih mereka menderita hasil kesehatanya negatif atau positif. Namun individu sering mengabaikan kemungkinan dirinya tentang ancaman terhadap penyakitnya, sehingga tidak jarang individu tidak mengambil tindakan untuk mengatasi masalah kesehatan yang mengancam dirinya Smet, 1994. b. Perceived Severity adalah persepsi menyangkut perasaan akan keseriusan penyakit tersebut apabila mereka membiarkan penyakitnya tidak ditangani, termasuk konsekuensi dari masalah kesehatan seperti konsekuensi medis kematian, cacat, dan rasa sakit, konsekuensi psikologis depresi, cemas dan takut, dan konsekuensi sosial dampak terhadap pekerjaan, kehidupan keluarga dan hubungan sosial.Semakin banyak konsekuensi yang dipercaya akan terjadi, semakin besar persepsi bahwa masalah tersebut merupakan ancaman, sehingga mengambil tindakan. c. Perceived Effectiveness adalah penilaian individu tentang efektifitas dari tingkah laku kesehatan yang dapat dilakukan untuk menanggulangi masalah 31 kesehatan yang dialaminya. Penilaian ini dihasilkan melalui perbandingan antara penilaian akan keuntungan perceived benefits dan penilaian akan kerugian perceived barriers dari tingkah laku tersebut. Hasil perbandingan ini menentukan arah dari tindakan kesehatan individu untuk melakukan atau tidak melakukan tindakan tersebut. Aspek negatif yang dipersepsikan meliputi biaya, bahaya, ketidaknyamanan,emosi dan waktu yang diluangkan untuk tindakan tersebut. d. Cues To Action adalah sumber darimana individu mendapatkan informasi tentang masalah kesehatan yang mungkin terjadi kepadanya. Informasi tersebut memberi isyarat kepada individu untuk melakukan tingkah laku kesehatan. Sumber informasi bisa bersifat internal contohnya suasana hati maupun eksternal, seperti media massa, kampanye, nasehat orang lain, penyakit anggota keluarga atau teman, dan artikel dari Koran AlberyMarcus,2011 dalam Purijayanti,2012. Kekurangan dari teori HBM sebagai teori perilaku kesehatan tertua juga memilikinya. Berikut adalah beberapa kritiknya: a. HBM difokuskan terutama pada keputusan individu dan tidak menangani faktor sosial dan lingkungan. b. HBM mengasumsikan bahwa setiap orang memiliki akses yang setara dan tingkat yang yang sama terhadap informasi untuk membuat perhitungan yang rasional Edberg, 2007 dalam Pratama,2010. 3. Perilaku Mencari Pengobatan Pengambilan keputusan adalah seperangkat langkah yang diambil individu atau kelompok dalam memecahkan masalah. Pengambilan keputusan 32 terjadi sebagi reaksi terhadap suatu masalah. Masalah adalah adanya suatu penyimpangan antara suatu keadaan saat ini dengan suatu keadaan yang diinginkan. Pengambilan keputusan menuntut penafsiran dan evaluasi terhadap informasi Rivai, 2003. Seseorang dalam membuat keputusan sehubungan dengan pencarian atau pemecahan masalah perawatan kesehatan pada umumnya akan melalui lima tahapan keputusan Schuman, 1965 dalam Notoatmodjo, 2007. a. Tahap pengenalan gejala the symptom experience, pada tahap inimembuat keputusan bahwa didalam dirinya ada suatu gejala penyakit. Gejala tersebut dirasakan sebagai ancaman bagi hidupnya. b. Tahap asumsi peranan sakit the assumption of the sick role, dalam hal ini individu membuat keputusan bahwa ia sakit dan memerlukan pengobatan. Kemudian berusaha mencari pengobatan dengan usahanya sendiri. Disamping itu ia berusaha mencari informasi dari anggota keluarga lain, tetangga, atau teman. c. Tahap kontak dengan pelayan kesehatan the medical care contact, pada tahap ini individu mulai kontak dengan pelayanan kesehatan sesuai dengan pengalaman, pengetahuan, dan informasi yang diperoleh. d. Tahap ketergantungan pasien the dependent patient stage, pada tahap ini individu memutuskan dirinya berperan sebagai pasien. Untuk sehat kembali ia harus bergantung pada fasilitas pengobatan dan mematuhi segala nasehat yang diberikan. 33 e. Tahap penyembuhan atau rehabilitasi the recovery of rehabilitation, pada tahap ini individu melepaskan dirinyan dari perannya sebagai pasien. Dalam tahap ini dapat terjadi dua kemungkinan, pertama ia sembuh, kedua ia cacat yang berarti ia tidak sempurna menjalankan fungsinya seperti sebelumnya. Kelima tahap tersebut sekaligus merupakan proses urutan dari perilaku sakit meskipun pada kenyataan kelima tahap ini tidak selalu ada. Pada saat orang sakit ada beberapa tindakan atau perilaku yang muncul. Tindakan atau kegiatan seseorang yang sakit dan atau terkena masalah kesehatan pada dirinya atau keluarganya, untuk mencari penyembuhan, atau untuk mengatasi masalah kesehatan hal ini disebut illness behavior, tindakan yang dapat muncul antara lain: a. Didiamkan saja no action, artinya sakit tersebut diabaikan, dan tetap menjalankan kegiatan sehari-hari. b. Mengambil tindakan dengan melakukan pengobatan sendiri self treatment atau self medication. Pengobatan sendiri ini ada dua cara, yakni: cara tradisional kerokan, minum jamu, obat gosok, dan sebagainya, dan cara modern, misalnya minum obat yang dibeli dari warung, toko obat atau apotek. c. Mencari penyembuhan atau pengobatan keluar yakni ke fasilitas pelayanan kesehatan, yang dibeadakan menjadi dua, yakni: fasilitas pelayanan kesehatan tradisional dukun, sinshe, dan paranormal, dan fasilitas pelayanan kesehatan modern atau professional 34 Puskesmas, poliklinik, dokter atau bidan praktik swasta, rumah sakit dan sebaginya Notoatmodjo, 2005. 4. Motivasi Berperilaku Sehat Menurut Quinn 1995 dalam Notoatmodjo 2005, motivasi berasal dari bahasa latin yang berarti to move. Secara umum mengacu pada adanya kekuatan dorongan yang menggerakan kita untuk berperilaku tertentu. Oleh kerena itu, dalam mempelajari motivasi kita akan berhubungan dengan hasrat, keinginan, dorongan, dan tujuan. Lanjutnya, John Elder et. al. 1994 mendefinisikan motivasi sebagai interaksi antara pelaku dan lingkungan sehingga dapat meningkatkan, menurunkan, atau mempertahankan perilaku. John P Elder et. al. 1994 dalam Notoatmodjo 2005, untuk berperilaku sehat diperlukan tiga hal yaitu: pengetahuan yang tepat, motivasi, dan ketrampilann untuk berperilaku sehat. Jika seseorang tidak memiliki keterampilan untuk berperilaku sehat skill deficit, untuk meningkatkannya dapat melalui pelatihan. Jika seseorang memiliki pengetahuan dan ketrampilan tapi tidak memiliki motivasi performance deficit, untuk meningkatkannya dengan menggunakan pendekatan modifikasi perilaku dari aliran behavioristik. Pemberian penguat reinforcement untuk meningkatkan perilaku, pemberian sanksi atau hukuman untuk menurunkan frekuensi perilaku. Masalah lain yang menyebabkan seseorang sulit termotivasi untuk berperilaku sehat, karena perubahan perilaku dari yang tidak sehat menjadi sehat tidak menimbulkan dampak langsung secara cepat, bahkan mungkin 35 tidak berdampak apa-apa terhadap penyakitnya, namun hanya mencegah untuk tidak menjadi lebih buruk lagi. Faktor lingkungan pun dapat mempengaruhi motivasi seseorang untuk berperilaku hidup sehat jika lingkungan keluarga tidak mendukung perilaku tersebut Notoatmodjo, 2005. Pengambilan keputusan pada orang sakit tidak selalu obyektif, karena dipengaruhi iklan. Minat masyarakat dalam mencari informasi melalui media ausio visual ataupun media masa masih kurang, hal ini disebabkan minat baca masih kurang sehingga penyuluhan dari petugas Puskesmas dianggap paling efektif Ekawati, 2002. 5. Pelayanan Kesehatan Pelayanan kesehatan didirikan berdasarkan asumsi bahwa masyarakat membutuhkannya. Namun, kenyataannya masyarakat baru mau mencari pengobatan pelayanan kesehatan setelah benar-benar tidak dapat berbuat apa-apa. Hal ini pun bukan berarti mereka akan mencari pengobatan ke pelayanan kesehatan modern puskesmas dan sebagainya, tetapi juga ke fasilitas pengobatan tradisional Notoatmodjo, 2007. Djekky 2001 dalam Dumatubum 2002, Pandangan orang tentang kriteria tubuh sehat dan sakit sifatnya selalu tidak obyektif, bahkan lebih banyak unsur subyektifitas dalam menentukan kondisi tubuh seseorang. Persepsi masyarakat tentang sehat dan sakit ini sangatlah dipengaruhi oleh unsur-unsur pengalaman masa lalu, disamping unsur sosial-budaya. Sebaliknya para medis yang menilai secara obyektif 36 berdasarkan simpton yang tampak guna mendiagnosa kondisi fisik seorang individu. Perbedaan kedua kelompok ini yang sering menimbulkan masalah dalam melaksanakan program kesehatan. Kadang-kadang orang tidak pergi berobat atau menggunakan sarana kesehatan yang tersedia sebab ia tidak merasa mengidap penyakit atau si individu merasa bahwa penyakitnya itu disebabkan ol eh mahluk halus, atau “gunaguna”, maka ia akan memilih untuk berobat kepada dukun, shaman atau orang pandai yang dianggap mampu mengusir mahluk halus tersebut atau guna-guna orang tersebut dari tubuhnya sehingga penyakitnya itu akan hilang Dumatubum, 2002. Untuk memilih suatu pelayanan kesehatan sesorang memerlukan banyak pertimbangan yang perlu diperhitungkan, diantaranya adalah: a. Pendapatan Keluarga Pendapatan berhubungan dengan penggunaan pelayanan kesehatan. Pendapatan seseorang merupakan salah satu hal yang memberikan motivasi pada suatu perilaku. Sebagaimana diungkapkan Azwar 1983 dalam Hasan 2008 yang menyebutkan bahwa penghasilan seseorang merupakan salah satu hal yang berpengaruh terhadap pembentukan perilaku. Tingkat pendapatan dapat mempengaruhi motivasi seseorang dalam pemeliharaan kesehatan karena seseorang dengan pendapatan yang tinggi dapat melancarkan kegiatan pemeliharaan kesehatan Pratiwi, 2008 dalam Arinta 2010. Hal ini berarti 37 dengan tingkat penghasilan yang tinggi maka seseorang akan mencari pengobatan ke pelayanan kesehatan yang lebih baik. Sesungguhnya pendapatan yang diperoleh seseorang merupakan sebuah ujian, apakah harta yang didapatkannya akan dimanfaatkan ke jalan yang baik atau yang buruk. b. Biaya Pelayanan Biaya pelayanan merupakan ongkos yang dikeluarkan oleh pengguna pelayanan kesehatan mencakup biaya perjalanan dan pelayanan itu sendiri. Biaya yang lebih cenderung menghambat pemanfaatan pelayanan kesehatan oleh orang-orang miskin Sulastri, 2002. Bagi masyarakat dengan pendapatan rendah, pengobatan menjadi pertimbangan utama dalam mencari pengobatan, biaya pengobatan ini menjadi sangat penting sehingga mereka akan cenderung mencari pertolongan kesehatan disesuaikan dengan kemampuan keuangannya. Bukan tidak mustahil, apabila mereka tidak memilki keterbatasan dalam keuangan maka mereka akan menggunakan pelayanan yang lebih berkualitas Hendarwan, 2003. c. Jarak ke pelayanan Beberapa faktor yang terkait dengan ketersediaan fasilitas pelayanan kesehatan adalah kedekatan jarak dan kemudahan dalam menjangkau pelayanan tersebut, semakin jauh jarak rumah ke tempat pelayanan kesehatan semakin sedikit penggunaan fasilitas 38 pelayanan kesehatan tersebut Hendarwan, 2003. Jarak dari tempat tinggak ke fasilitas pelayanan kesehatan merupakan penentu untuk pelayanan kesehatan. Jarak dapat membatasi kemampuan dan keinginan wanita terutama ibu bila terbatasnya sarana transportasi Sulastri, 2002. 39

D. Kerangka Teori

Gambar. 2. 1 Health Beliefe Model. dari Becker MH, Haefner DP, Kasl SV, dkk. Model psikososial dan korelasi yang dipilih berhubungan dengan perilaku dan kesehatan individu. Med Care. 1977;15:27-46 dalam Pender, 1996 Variabel dmografi umur, jenis kelamin, ras, dll. Sariabel sosiopsikologi kepribadian, kelas sosial,tekanan kelompok, dll. Variabel strukturalpengetahuan tentang penyakit, lama kontak dengan penyakit, dll Peresepsi kerentanan terhadap penyakit hipertensi. Persepsi keseriusan keparahan dari penyakit hipertensi Persepsi manfaat dari tindakan preventif dikurang Persepsi hambatan dari tindakan preventif Persepsi ancaman dari penyakit hipertensi Kemungkinan mengambil tindakan preventif yang dianjurkan Dorongan untuk bertindak  Media masa  Saran dari yang lain  Postcard  Penyakit dari anggota keluarga atau teman  Artikel koran atau majalah 40 BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

A. Kerangka Konsep

Konsep merupakan abstraksi yang terbentuk oleh generalisasi dari hal-hal khusus. Oleh karena konsep merupakan abstraksi maka konsep tidak dapat langsung diamati atau di ukur. Kerangka konsep penelitian pada dasarnya adalah kerangka hubungan antara konsep-konsep yang ingin diamati atau diukur melalui penelitian-penelitian yang akan dilakukan Notoatmodjo,2005. Berdasarkan teori health belief model HBM, ada empat hal yang menjadi kunci dalam menganalisis perilaku merokok pada pasien hipertensi. Kerentanan yang dirasakan perceived susceptibility, keseriusan yang dirasakan perceived seriousness, persepsi manfaat dan hambatan perceived benefit and barriers, dan dorongan bertindak cues to action Notoatmodjo, 2007. Untuk faktor demografi, sosiopsikologi dan faktor stuktural, tidak diteliti karena menurut Becker dalam Mechanic, faktor-faktor ini dipercaya hanya melalui efeknya pada motivasi individu dan persepsi subjektif, ketimbang fungsinya sebagai penyebab langsung dari perilaku kesehatan Hendrawan dalam Pratama, 2010. Berdasarkan kerangka teori tersebut maka disusunlah suatu kerangka konsep penelitian yang akan menjadi acuan dalam penelitian seperti dibawah ini: 41 Gambar 3.1 Kerangka Konsep Manfaat yang dirasakan dari tindakan pencegahan. Hambatan yang dirasakan dari tindakan pencegahan. Persepsi kerentanan terhadap penyakit hipertensi. Persepsi keseriusan keparahan penyakit hipertensi. Persepsi ancaman penyakit hipertensi. Kemungkinan mengambil tindakan pencegahan kesehatan yang dianjurkan. Dorongan untuk bertindak. Keterangan: = Tidak diuji signifikasi hubungan

Dokumen yang terkait

Perilaku Merokok Pasien Penyakit Jantung Koroner (PJK) di Klinik Bambu Dua Medan

8 72 93

Gambaran perilaku siswa SMAN 1 Pintupohan Kecamatan Pintupohan Meranti Kabupaten Toba Samosir tentang seksual Pra nikah Tahun 2011

3 63 91

Hubungan Antara Pola Konsumsi, Penyakit Infeksi Dan Pantang Makanan Terhadap Risiko Kurang Energi Kronis (Kek) Pada Ibu Hamil Di Puskesmas Ciputat Kota Tangerang Selatan Tahun 2011

2 14 169

Gambaran Pengetahuan dan Perilaku Tentang Penatalaksanaan DM pada Pasien DM di Puskesmas Ciputat Timur

9 88 112

HUBUNGAN ANTARA PERILAKU OLAHRAGA DAN MEROKOK DENGAN KEJADIANHIPERTENSI DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS Hubungan Antara Perilaku Olahraga Dan Merokok Dengan Kejadian Hipertensi Di Wilayah Kerja Puskesmas Kartasura Kabupaten Sukoharjo.

0 3 14

HUBUNGAN ANTARA PERILAKU OLAHRAGA DAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN HIPERTENSI DI WILAYAH KERJA Hubungan Antara Perilaku Olahraga Dan Merokok Dengan Kejadian Hipertensi Di Wilayah Kerja Puskesmas Kartasura Kabupaten Sukoharjo.

0 3 16

Pendidikan kesehatan ttg hipertensi dan pengaruhnya terhadap perubahan perilaku pada pasien hipertensi.

0 0 13

Pendidikan Kesehatan tentang Hipertensi dan Pengaruhnya terhadap Perubahan Perilaku Beresiko pada Pasien Hipertensi Halaman Awal

0 0 13

Pendidikan Kesehatan tentang Hipertensi dan Pengaruhnya terhadap Perubahan Perilaku Beresiko pada Pasien Hipertensi JURNAL PENELITIAN

0 2 15

KORELASI PERILAKU MEROKOK DENGAN DERAJAT HIPERTENSI PADA PENDERITA HIPERTENSI DI PUSKESMAS WILAYAH KERJA DINAS KESEHATAN BANJARBARU

0 0 6