Analisis Perubahan Perilaku Merokok Pada Pasien Hipertensi di Puskesmas Ciputat Tanggerang Selatan

(1)

GAMBARAN PELUANG PERUBAHAN PERILAKU

PEROKOK DENGAN HEALTH BELIEF MODEL PADA

PASIEN HIPERTENSI DI PUSKESMAS CIPUTAT

TANGERANG SELATAN

Skripsi diajukan sebagai tugas akhir strata-1 (S-1) pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan untuk memenuhi persyaratan gelar Sarjana Keperawatan

Oleh:

MARATUSH SHOLIHAH 108104000020

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1435 H/ 2014 M


(2)

(3)

(4)

RIWAYAT HIDUP

Nama : Maratush Sholihah

Tempat Tanggal Lahir : B.Lampung, 20 Maret 1991

Agama : Islam

Status : Belum Menikah

Alamat : Jl. S Alibasya Gg. Pembangunan H No. 89 Waydadi, Sukarame, Bandar Lampung

Telepon/Hp : 0721-788551 / 085379766900 E-mail : maratushsolihah@yahoo.com Riwayat Pendidikan :

1. TK Aisiyah

2. SD N 6 CIPADANG (1996-2002)

3. MTS N 2 B.LAMPUNG (2002-2005)

4. SMA N 9 B.LAMPUNG (2005-2008)

Pengalaman Seminar dan Pelatihan :

1. Seminar “The Power of Herbal” pada tahun 2009

2. Pelatihan Sirkumsisi “Menumbuhkan Insan Cita Yang Terampil Dan Peduli Masyarakat” pada tahun 2009

3. Seminar “Cultural Approach In Holistic Nursing Care In Globalization Era” pada tahun 2009

4. Seminar Kesehatan “Perawatan Pasien Hipertensi dan Diabetes di Rumah” pada tahun 2010

5. Seminar Profesi Kesehatan Masyarakat “Sudah Amankah Anda Berkendara?” pada tahun 2011


(5)

6. Seminar Nasional “Peningkatan Peran dan Fungsi Pemuda Dalam Rangka Mewujudkan

Masyarakat Adil Makmur di Tengah Era Globalisasi” pada tahun 2011

7. Seminar Nasional “ Combat Antimicrobial Drugs Resistance” pada tahun 2011

8. Pelatihan Latihan Kader Kesehatan Nasional (LK-Kes Nas) Badan Koordinasi Nasional Lembaga Kesehatan Mahasiswa Islam Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam

(BAKORNAS LKMI PB HMI) “Membedah Sistem Kesehatan, Mempertegas Positioning

LKMI; Upaya Mendorong Terwujudnya Indonesia Sehat Yang Berkeadilan” pada tahun

2011 di Makasar

9. Diskusi Publik “Profesionalisme Kepemimpinan Mahasiswa Kesehatan Islam dalam

Pencapaian Millenium Development Goals (MDGs) 2015” pada tahun 2012

10. Seminar Nasional “Sinergi LKMI Untuk Bangsa yang Sehat” pada tahun 2012

11. Seminar Nasional “Uji Kompetensi Nasional Perawat: Meningkatkan Peran dan Mutu Profesi Keperawatan dalam Menghadapi Tantangan Global” pada tahun 2012

12. Diskusi Publik “Forum Komunikasi Sistem Jaminan Sosial Nasional” pada tahun 2012 13. Pelatihan Insan Cita Rescue pada tahun 2012

14. Seminar “Sosialisasi Otoritas Jasa Keuangan” pada 2013

15. Seminar Nasional “Kesiapan SDM Kesehatan (Dokter, Perawat, Apoteker) Menyongsong

Era BPJS” pada tahun 2013

Riwayat Organisasi:

1. Pengurus Asrama Putri UIN SH 2008-2009

2. Staf ahli bidang Kesor BEM FKIK 2009-2011 3. Ketua Bidang Kesenian dan Olahraga Himpunan Mahasiswa Lampung 2011-2012 4. Direktur Bidang Kewirausahaan Lembaga Kesehatan Mahasiswa

Islam Himpunan Mahasiswa Islam (LKMI-HMI) 2011-2012 5. Anggota tim tanggap bencana Insan Cita Rescue 2012

6. Ketua bidang P3A KOMFAKDIK HMI 2012

7. Direktur Lembaga Kesehatan Mahasiswa Islam


(6)

Penghargaan :

1. Sukarelawan Tim Medis Bakti Sosial Gema Damai “Sehat Indonesiaku, Damai Negriku” pada tahun 2011

2. Tim Medis Sirkumsisi “Bakti Sosial Pharmacy Expo” pada tahun 2012

3. Narasumber Diskusi Akbar “KOHATI Sadar Kesehatan Reproduksi” pada tahun 2012 4. Relawan Program Penanganan Kemiskinan di Daerah Khusus Ibukota Jakarta (P2K-DKI)

pada tahun 2012

5. Pemateri Latihan Kader 1 Komisariat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

(KOMFAKDIK) HMI Cabang Ciputat “Profesional dan Berintegritas untuk Umat dan Bangsa” pada tahun 2013

6. Moderator Seminar Nasional “Kesiapan SDM Kesehatan (Dokter, Perawat, Apoteker)


(7)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

Skripsi, Januari 2014

Maratush Sholihah, NIM : 108104000020

Analisis Perubahan Perilaku Merokok Pada Pasien Hipertensi di Puskesmas Ciputat Tanggerang Selatan

xv + 74 halaman, 7 tabel, 2 gambar.

ABSTRAK

Sebuah pendekatan psikososial diperlukan untuk menerangkan perilaku yang berhubungan dengan kesehatan. Keyakinan yang dimiliki seorang individu dapat mempengaruhi perilaku sehatnya. Teori health belief model ini mengorganisasikan info tentang kesehatan dan faktor yang mempengaruhi individu dalam mengubah tingkah laku sehatnya. Sebuah penelitian diketahui bahwa distribusi perilaku merokok pada pasien hipertensi di Puskesmas Ciputat Tangerang selatan, yang berperilaku merokok memiliki persentase 73,6%.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat gambaran umum mengenai perubahan perilaku merokok pada pasien hipertensi dengan menggunakan teori

health belief model di Puskesmas Ciputat Tangerang Selatan tahun 2014. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif deskriptif dengan menggunakan desain studi cross sectional dengan data yang diambil melalui kuesioner. Populasi penelitian ini adalah 32 pasien hipertensi dan merokok dilingkungan puskesmas Ciputat tahun 2014. Peneliti menggunakan analisis deskriptif.

Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa persepsi kerentanan terhadap penyakit hipertensi responden menyatakan kerentanan tinggi (53,1%), persepsi keseriusan (keparahan) penyakit hipertensi responden menyatakan keparahan tinggi (53,1%), melihat dorongan bertindak responden sebagian besar menyatakan bahwa ada dorongan dari keluarga dan petugas kesehatan (59,4%), persepsi ancaman penyakit responden menyatakan bahwa sebagian besar responden menyatakan ancaman yang dirasakan responden lebih besar (53,1%), persepsi manfaat dan hambatan dari tindakan pencegahan responden yang memiliki persepsi ada manfaat dari tindakan pencegahan (65,6%) lebih besar dibandingkan persepsi ada hambatan yang dirasakan dari tindakan pencegahan (50%), dan melihat kemungkinan mengambil tindakan kesehatan yang dianjurkan sebagian besar responden menunjukkan ada tindakan kesehatan yang diambil (71,9%). Diharapkan pada pasien hipertensi yang merokok terdorong untuk mengambil langkah sehat dalam rangka mengurangi resiko sakit dan berharap serangkaian tindakan yang dilakukan menguntungkan dalam mengurangi resiko sakit atau keparahan penyakit selama keuntungan yang diperoleh melebihi hambatan yang ditemui ketika melakukan perilaku sehat.


(8)

THE STUDY PROGRAM OF NURSING SCIENCES FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCES

STATE ISLAMIC UNIVERSITY SYARIF HIDAYATULLAH OF JAKARTA

Under graduated thesis, January 2014 Maratush Sholihah

The Analysis Of Smoking Behavior Changes On Patients Of Hypertension In Puskesmas Ciputat South Tangerang

xv + 74 pages, 7 tables, 2 pictures

ABSTRACT

A psychosocial approach is needed to explain behavior which is dealing with health. Belief that owned an individual can influence healthy behaviors. Theories of health belief model to organize information about health and the factors that influence the individual in changing unhealthy behavior. A research note that the distribution of smoking behavior in hypertensive patients in Puskesmas Ciputat South Tangerang, which has a percentage of smoking behavior 73.6%.

The purpose of this research was to see a general overview about the smoking behavior changes in patients of hypertension using the theory of health belief model in Puskesmas Ciputat Tangerang by 2014. This research is a descriptive quantitative research study design by using cross sectional data captured through the questionnaire. This research population is 32 patients of hypertension and smoking surroundings of Puskesmas Ciputat in 2014. Researchers used descriptive analysis.

Based on the results of the study found that the perception of susceptibility to disease of hypertension respondents said high vulnerability (53.1%), perception of the seriousness of the hypertensive disease (severity) of respondents expressed high severity (53.1%), seeing encouragement Act most respondents stated that there is encouragement from family and a health worker (59,4%), the perception of the threat of disease respondents said that most of the respondents said the perceived threat of respondents bigger (53.1%), perception of the benefits and obstacles of the respondents have a precaution there is perception of the benefits of preventive action (65,6%) greater than the perceived barriers are perceptions of precautionary measures (50%), and looking at the possibility of taking the recommended health action most respondents indicate there are health actions taken (71.9%).

Expected to the patients of hypertension who smoke compelled to take healthy risks in order to reduce pain and wish a series of actions that are undertaken lucrative in reducing the risk of illness or severity of the disease as long as profits exceed the obstacles encountered when doing healthy behavior.


(9)

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim

Assalamualaikum warohmatullahi wabarokatuh

Puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan limpahan kenikmatan kepada penulis, terutama kesehatan yang selalu dijaga-Nya sehingga penulis mampu menyelesaikan penulisan skripsi ini.

Solawat dan salam disampaikan kepada Muhammad SAW, penyampai pesan ke-islaman dan menjadi inspirasi penulis untuk selalu terus melaksanakan kewajiban yang diemban ini.

Manusia sebagai insan sosialis, yang sangat memerlukan manusia lainnya dalam beraktivitas. Begitupula penulis sebagai insan yang selalu dibantu dalam menyelesaikan penulisan ini mengucapkan terimakasih kepada berbagai pihak diantaranya:

1. Terkhusus ucapan terimakasih kepada Abi tercinta Ansori dan Umi tercinta Laila Umar yang telah memberikan kasih sayangnya dan dukungan secara total kepada penulis serta Adik tercinta Zakiyah yang sealalu setia mendengarkan keluh kesah dan memberikan semanagat untuk menyelesaikan penulisan skripsi ini.

2. Prof. dr.Dr (hc) M.K Tadjudin, Sp.And selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta 3. Pak Waras Budiutomo, S.Kep, MKM selaku Ketua Program Studi Ilmu

Keperawatan.

4. Ibu Eni Nuraeni Agustini S.Kep. M.Sc selaku Sekretaris Program Studi Ilmu Keperawatan


(10)

5. Ibu Ns. Uswatun Khasanah, S.Kep. MNS dan Ibu Yuli Amran S.KM, MKM selaku Pembimbing yang tidak pernah bosan memberikan arahan dan motivasi untuk menyelesaikan penulisan ini.

6. Ibu Ita Yuanita, S.Kp, M.Kep serta Ibu Maftuhah, Ph.D. selaku penguji yang memberikan masukan dan sarannya untuk menyempurnakan penulisan ini. 7. Keluarga besar Dosen Progam Studi Ilmu Keperawatan Universitas Islam

Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan ilmu yang bermanfaat dan motivasi selama proses perkuliahan hingga penyusunan tugas akhir skripsi.

8. Ketua Dinas Kesehatan Tangerang Selatan Pak Dadang, M. Epid, Kepala Puskesmas UPT Ciputat yang memberikan izin untuk membantu mempermudah proses pengambilan data dalam penulisan ini.

9. Masyarakat Kecamatan Ciputat yang telah berpartisipasi dalam penelitian. 10. Segenap Staf bidang Akademik FKIK dan Program Studi Ilmu Keperawatan. 11. Kawan-kawan, adik-adik dan Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Ciputat, Lembaga Kesehatan Mahasiswa Islam (LKMI) dan Komisariat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, yunda kiki, yunda mahmudah, yunda nunung, yunda mala, kanda hariri, kanda fajar, kanda

asy’ari, kanda Adi Hasan, S.Si, Udin, Risma, Ica, Mayang, Dewi, Desi,

Titi,Imam, Aan, Ihsan, Arum, Erwin, Fahrur, Nanur, Ayu, Chalila, Tharlis dan lainya lagi yang tidak bisa disebutkan satu-persatu namun tidak mengurangi kecintaan dan persahabatan penulis kepada kalian yang selalu bersama berjuang di kampus tercinta untuk mengabdi membangun masyarakat serta menyemangati penulis dalam menyelesaikan penulisan ini.


(11)

12. Sahabat-sahabat tersayang Ubud, Iconk, Nope, Jupe, Cica yang memberikan motivasi terus kepada penulis dan mengingatkan untuk segera menyelesaikan penulisan ini.

13. Saudara-saudara seperantauan neng Ima, among, ade, ipeh, rini yang telah memberikan keceriaan serta semangat kepada penulis dalam menyelesaikan penulisan ini.

14. Teman – teman seperjuangan Angkatan 2008 yang telah memberikan dukungan dan motivasi selama proses perkuliahan hingga penyusunan tugas akhir Skripsi.

Layaknya sebuah pepatah ” Tiada Gading Yang Tak Retak ”, Penulis pun

menyadari bahwa proses penyusunan skripsi ini tak lepas dari kekurangan, karena sesungguhnya kesempurnaan hanyalah milik Allah. Semoga kekurangan yang ada dalam skripsi ini dapat dijadikan motivasi bagi adik – adik dari disiplin ilmu Keperawatan untuk mengembangkan kembali penelitian yang dilakukan dan kelebihan yang ada pada skripsi ini semoga dapat memberikan manfaat bagi segenap jajaran institusi pendidikan di Bidang Keperawatan.

Billahi taufiq walhidayah Wassalamu’alaikum Wr.Wb

Jakarta, Januari 2014


(12)

DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN ... i

RIWAYAT HIDUP ... iii

ABSTRAK ... vi

ABSTRACT ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xivi

DAFTAR GAMBAR ... xvi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 7

C. Tujuan Penelitian. 1. Tujuan Umum ... 8

2. Tujuan Khusus ... 8

D. Manfaat Penelitian ... 9


(13)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Hipertensi

1. Pengertian hipertensi ... 11

2. Kasifikasi Hipertensi ... 11

3. Faktor Risiko Hipertensi ... 13

4. Gejala Klinis Hipertensi ... 16

5. Komplikasi Hipertensi ... 17

6. Diagnosis Hipertensi ... 17

7. Penatalaksanaan Hipertensi ... 18

B. Perilaku Merokok 1. Pengertian Merokok ... 19

2. Jenis-jenis Rokok ... 22

3. Kandungan Rokok ... 23

4. Bahaya Rokok Bagi Kesehatan ... 26

C. Health Belief Model 1. Pengantar Health Belief Model ... 27

2. Teori Health Belief Model ... 29

3. Perilaku Mencari Pengobatan ... 31

4. Motivasi Berperilaku Sehat ... 34

5. Pelayanan Kesehatan ... 35

D. Kerangka Teori ... 39

BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL A. Kerangka Konsep ... 40


(14)

B. Definisi Operasional ... 42

BAB IV METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 44

B. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 44

C. Populasi, Sampel dan Teknik Sampling ... 45

D. Metode Pengumpulan Data ... 46

E. Uji validitas dan reabilitas ... 47

F. Pengolahan Data ... 48

G. Teknik Analisa Data ... 49

H. Etika Penelitian ... 49

BAB V HASIL PENELITIAN A. Gambaran Tempat Penelitian ... 52

B. Analisis Univariat 1. Gambaran persepsi kerentanan terhadap penyakit hipertensi (perceived susceptibility to disease hypertension) ... 54

2. Gambaran persepsi keseriusan (keparahan) penyakit hipertensi (perceived seriousness (severity) of disease hypertension) ... 54

3. Gambaran dorongan bertindak (cues to action) ... 55

4. Gambaran ancaman penyakit (perceived threat of disease) ... 56

5. Gambaran persepsi manfaat dan hambatan dari tindakan pencegahan (perceived benefits and barriers of preventive action) ... 57

6. Gambaran kemungkinan mengambil tindakan kesehatan yang dianjurkan (likehood of taking recommended preventive health action) ... 58


(15)

BAB VI PEMBAHASAN

A. Pembahasan Analisis Univariat

1. Gambaran persepsi kerentanan terhadap penyakit hipertensi (perceived susceptibility to disease hypertension) ... 59 2. Gambaran persepsi keseriusan (keparahan) penyakit hipertensi (perceived

seriousness (severity) of disease hypertension) ... 61 3. Gambaran dorongan bertindak (cues to action) ... 62 4. Gambaran ancaman penyakit (perceived threat of disease) ... 64 5. Gambaran persepsi manfaat dan hambatan dari tindakan pencegahan

(perceived benefits and barriers of preventive action) ... 64 6. Gambaran kemungkinan mengambil tindakan kesehatan yang dianjurkan

(likehood of taking recommended preventive health action) ... 66

7. Keterbatasan Penelitian ... 67

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ... 69

B. Saran ... 70

DAFTAR PUSTAKA ... 72


(16)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Definisi Operasional

Tabel 5.1 Distribusi Responden Menurut Persepsi Kerentanan di Puskesmas Ciputat Tangerang Selatan

Tabel 5.2 Distribusi Responden Menurut Persepsi Keparahan di Puskesmas Ciputat Tangerang Selatan

Tabel 5.3 Distribusi Responden Berdasarkan Dorongan bertindak di Puskesmas Ciputat Tangerang Selatan

Tabel 5.4 Distribusi Responden Berdasarkan Ancaman yang dirasakan di Puskesmas Ciputat Tangerang Selatan

Tabel 5.5 Distribusi Responden Menurut Persepsi Manfaat Pencegahan di Puskesmas Puskesmas Ciputat Tangerang Selatan

Tabel 5.6 Distribusi Responden Menurut Persepsi Hambatan dalam

Pencegahan di Puskesmas Puskesmas Ciputat Tangerang Selatan Tabel 5.7 Distribusi Responden Berdasarkan Kemungkinan dalam

Mengambil Tindakan di Puskesmas Puskesmas Ciputat Tangerang Selatan


(17)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Kerangka Teori ... 39 Gambar 3.1 Kerangka Konsep ... 41


(18)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Merokok merupakan kebiasaan yang tidak baik, namun dalam kenyataanya merokok banyak ditemukan dalam kehidupan sehari-hari. Penyakit-penyakit yang disebabkan oleh rokok merupakan bagian dari bentuk kelalaian atau kesalahan yang disengaja, maka dari itu merokok identik dengan bunuh diri. Pandang agama Islam mengenai tindakan yang merugikan diri sendiri atau orang lain tidak akan diridhoi oleh Allah SWT yang Maha Bijaksana (Fitriyani, 2010). Sebagai mana dikatakan dalam Al-Qur’an surat (Al Baqoroh:195)

Yang artinya: “Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan

Janganlah kalian menjatuhkan diri kamu sendiri dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.”.

Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization - WHO) mengatakan bahwa terdapat 1,2 miliar perokok di dunia saat ini. Kebiasaan merokok berhubungan dengan terjadinya 25 jenis penyakit di tubuh manusia. Separuh dari para perokok akan meninggal oleh berbagai penyakit akibat rokok. WHO memperkirakan tiap tahun terdapat 4 juta orang meninggal akibat penyakit karena merokok dan pada tahun 2020 diperkirakan jumlah


(19)

kematian akibat rokok di Indonesia menduduki peringkat ketiga di dunia setelah China dan India, dengan bertambahnya angka orang meninggal karena merokok menjadi 8,4 juta per tahun (Aditama, 2009).

Secara nasional prevalensi penduduk umur 15 tahun ke atas yang merokok tiap hari sebesar 28,2 %. Rata-rata umur mulai merokok adalah 17,6 tahun. Perilaku merokok dalam rumah ketika bersama anggota rumah tangga lain, cenderung meningkat dengan semakin meningkatnya umur. Prevalensi perokok dalam rumah lebih banyak pada laki-laki, berstatus kawin, tinggal di perdesaan, dengan pendidikan rendah yaitu tidak tamat dan tamat SD. Menurut pekerjaan, prevalensi perokok dalam rumah ketika bersama anggota keluarga lebih banyak yang bekerja sebagai petani/nelayan/buruh diikuti wiraswasta dan yang tidak bekerja, dan cenderung meningkat dengan meningkatnya status ekonomi (Riskesdas, 2010)

Rokok mengandung kurang lebih 4.000 jenis bahan kimia, dengan 40 jenis diantaranya bersifat karsinogenik, dan setidaknya 200 diantaranya berbahaya bagi kesehatan (David, 2003). Asap rokok akan mengakibatkan vasokonstriksi pembuluh darah perifer dan pembuluh di ginjal sehingga terjadi peningkatan tekanan darah. Menghisap sebatang rokok akan mempunyai pengaruh besar terhadap kenaikan tekanan darah, hal ini disebabkan oleh zat-zat yang terkandung dalam asap rokok. Beberapa zat yang terkandung dalam asap rokok beracun dan dapat menyebabkan pembuluh darah kram, sehingga tekanan darah naik, dinding pembuluh darah dapat robek (Suheni, 2007).

Sebuah penelitian menyimpulkan terdapat hubungan antara jumlah rokok yang dihisap dan jenis rokok dengan kejadian hipertensi (Nurcahyani dkk,


(20)

2011). Hipertensi atau penyakit tekanan darah tinggi sebenarnya adalah suatu gangguan pada pembuluh darah yang mengakibatkan suplai oksigen dan nutrisi, yang dibawa oleh darah terhambat sampai ke jaringan tubuh yang membutuhkannya. Hipertensi sering kali disebut sebagai pembunuh gelap (silent killer), karena termasuk penyakit yang mematikan, tanpa disertai dengan gejala-gejalanya lebih dahulu (Vitahealth, 2006).

Menurut WHO dan the International Society of Hypertension (ISH), saat ini terdapat 600 juta pasien hipertensi di seluruh dunia, dan 3 juta di antaranya meninggal setiap tahunnya. Tujuh dari setiap 10 pasien tersebut tidak mendapatkan pengobatan secara adekuat (Rahajeng dan Tuminah, 2009). Prevalensi hipertensi di Indonesia lebih tinggi jika dibandingkan dengan Singapura yang mencapai 27,3 %, Thailand dengan 22,7 % dan Malaysia mencapai 20 % (Riskesdas, 2007).

Hasil Riskesdas tahun 2007 di Indonesia prevalensi hipertensi 32,2%, sedangakan menurut kelompok umur hipertensi umur > 18 tahun adalah 29,8%. Selain itu hasil Riskesdas juga menunjukkan hipertensi menduduki peringkat ketiga penyebab kematian utama untuk semua kelompok umur di Indonesia dengan Case Fatality Rate (CFR) 6,8%. Indonesian Society of Hypertension (InaSH) menegaskan hipertensi sudah menjadi permasalahan dunia (Riskesdas, 2007).

Berdasarkan data riskesdas Provinsi Banten 2007 bahwa prevalensi hipertensi di Provinsi Banten 27.6% lebih rendah dari angka nasional (31.7%), namun berdasarkan diagnosis oleh tenaga kesehatan adalah 8.7% lebih tinggi dari angka nasional (7.2%), demikian pula berdasarkan riwayat minum obat


(21)

hipertensi adalah 9.4% lebih tinggi dari angka nasional (7.6%). Menurut kabupaten/kota, prevalensi hipertensi berdasarkan tekanan darah berkisar antara 23.2% - 36.1%, dan prevalensi tertinggi ditemukan di Kabupaten Tangerang, sedangkan terendah di Kota Tangerang.

Hipertensi masih tetap menjadi masalah, karena meningkatnya prevalensi hipertensi, masih banyaknya pasien hipertensi yang belum mendapat pengobatan maupun yang sudah diobati tetapi tekanan darahnya belum mencapai target, serta adanya penyakit penyerta dan komplikasi yang dapat meningkatkan morbiditas dan mortalitas (Yogiantoro, 2007). Angka kematian karena serangan jantung dan stroke yang disebabkan oleh hipertensi mengalami penurunan dalam kurun 20 tahun terakhir. Akan tetapi, dua efek hipertensi lainnya yaitu gagal jantung dan penyakit ginjal kronis justru meningkat (Pickering dalam Anggraini 2010). Dalam penelitian Anggraini (2010), dari hasil uji dengan sampel 85 diperoleh adanya hubungan yang signifikan secara statistik antara kejadian hipertrofi ventrikel kiri dengan riwayat hipertensi pada pasien gagal jantung kongestif.

Dalam penelitian terkait oleh Jode (2010), hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas pasien-pasien hipertensi yang datang berobat ke Bagian Penyakit Dalam RSUP H.Adam Malik Medan mempunyai kebiasaan merokok, yaitu sebanyak 41 orang dari 43 responden. Data yang didapatkan dari kebiasaan merokok tersebut adalah menghisap rokok >20 batang setiap hari ada sebanyak 26 orang (63,4%), menghisap rokok secara dalam ada sebanyak 27 orang (65,8%), menghisap rokok selama > 10 tahun ada


(22)

sebanyak 36 orang (87,8%), dan mengkonsumsi rokok nonfilter ada sebanyak 27 orang (65,9%).

Kebiasan merokok pada pasien hipertensi seperti dijelaskan pada penelitian sebelumnya berkaitan dengan perilaku kesehatan. Telah menjadi pemahaman umum, perilaku merupakan diterminan kesehatan yang menjadi sasaran dari promosi atau pendidikan kesehatan. Perubahan perilaku kesehatan merupakan tujuan dari promosi kesehatan atau pendidikan kesehatan.

Banyak teori yang menjelaskan mengenai perubahan perilaku kesehatan. Teori stimulus organisme menjelaskan bahwa penyebab perubahan perilaku tergantung pada kualitas rangsangan (stimulus) yang berkomunikasi dengan organisme, artinya kualitas dari sumber komunikasi yang sangat menentukan keberhasilan perubahan perilaku. Teori fungsi menjelaskan bahwa perubahan perilaku individu tergantung pada kebutuhan (Notoatmojo, 2010). Dan masih banyak lagi teori-teori mengenai perubahan perilaku kesehatan. Namun di sini peneliti tertarik menggunakan teori Health Belief Model, teori ini menjelaskan tentang bagaimana keyakinan individu mempengaruhi seseorang untuk memilih perilaku yang lebih sehat (Pender, 1996).

Health Belief Model merupakan salah satu pendekatan psikososial yang paling banyak digunakan untuk menerangkan perilaku yang berhubungan dengan kesehatan. Faktor utama teori ini adalah macam-macam keyakinan (belief) yang dimiliki seorang individu mempengaruhi perilaku sehatnya. Dengan memfokuskan pada keyakinan atau penilaian individu tentang kesehatannya, teori ini mengorganisasikan info tentang kesehatannya dan


(23)

faktor yang mempengaruhi individu dalam mengubah tingkah laku sehatnya (Taylor, 2006).

Teori ini mengasumsikan bahwa agar seseorang termotivasi untuk mengambil langkah sehat ia perlu diyakinkan secara pribadi bahwa kesehatannya rentan terhadap penyakit (perceived susceptibility, dan penyakit tersebut tergolong serius (perceived severity). Selain itu keuntungan yang diperoleh individu (perceived benefits) lebih besar dibanding aspek negatif

(perceived barriers) yang diperoleh ketika melalukan perilaku sehat. Kempat jenis beliefs dari HBM ini mempengaruhi keputusan individu apabila akan mengambil langkah-langkah untuk berperilaku sehat atau tidak (Taylor, 2006). Dalam sebuah peneliatian disimpulkan bahwa penggunaan health belief model (HBM) berpengaruh signifikan dalam memprediksi perilaku diet pada pasien diabetes mellitus type II. Dari lima variabel HBM yang diukur faktor yang berpengaruh positif secara signifikan terhadap perilaku diet yaitu

perceived benefits. Dan untuk faktor lainnya yang berpengaruh secara positif terhadap perilaku diet tetapi tidak signifikan adalah variabel perceived severity, sedangkan yang berpengaruh secara negatif terhadap perilaku diet tetapi tidak signifikan adalah perceived susceptibility, perceived barriers, dan

cues to action (Purijayanti, 2012).

Berdasarkan hasil penelitian, distribusi perilaku merokok pada pasien hipertensi di Puskesmas Ciputat Tangerang selatan, yang berperilaku merokok memiliki persentase sebanyak 73,6% (Ikhwan, 2013). Dari hasil studi pendahuluan di Puskesmas Ciputat kami telah mewawancarai 10 orang pasien hipertensi, ada 7 orang yang aktif merokok. Beberapa dari mereka mengaku


(24)

mengetahui bahwa merokok itu tidak baik bagi penyakit yang diderita dan dapat menambah komplikasi dari hipertensi yang diderita, namun mereka masih tetap saja merokok.

Faktor yang menyebabkan seseorang cenderung untuk merokok tidak bisa dipastikan. Kesemuanya itu secara tidak langsung mengindikasikan lemahnya kesadaran dalam diri tiap individu dan rendahnya pola pikir yang dimilikinya, hingga tanpa pikir panjang mereka terjerumus dalam kebisaaan merokok (Aiman, 2006).

Kebanyakan alasan mereka masih merokok karena merokok sudah menjadi kebiasaan dan merokok sudah menjadi rutinitas sejak lama. Pemilihan lokasi ini berdasarkan atas pertimbangan bahwa belum pernah dilakukannya penelitian mengenai analisis perubahan perilaku merokok pada pasien hipertensi di wilayah kerja Puskesmas Ciputat Tangerang Selatan. Berdasarkan pemaparan di atas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang Analisis Perubahan Perilaku Merokok Pada Pasien Hipertensi Di Puskesmas Ciputat Tanggerang Selatan.

B. Rumusan masalah

Berdasarkan hasil penelitian, distribusi perilaku merokok pada pasien hipertensi di Puskesmas Ciputat Tangerang selatan, yang berperilaku merokok memiliki persentase 73,6% (Ikhwan, 2013). Sebuah pendekatan psikososial diperlukan untuk menerangkan perilaku yang berhubungan dengan kesehatan. Keyakinan (belief) yang dimiliki seorang individu dapat mempengaruhi perilaku sehatnya. Teori HBM ini mengorganisasikan info tentang


(25)

kesehatannya dan faktor yang mempengaruhi individu dalam mengubah tingkah laku sehatnya (Taylor, 2006)

Dari hasil studi pendahuluan yang telah dilakukan di Puskesmas Ciputat kami telah mewawancarai 10 orang pasien hipertensi, ada 7 orang yang aktif merokok. Oleh karena itu melalui penelitian ini, peneliti ingin mengetahui tentang Analisis Perubahan Perilaku Merokok Pada Pasien Hipertensi Di Puskesmas Ciputat Tanggerang Selatan.

C. Tujuan

1. Tujuan Umum

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk melihat gambaran umum mengenai perubahan perilaku merokok pada pasien hipertensi dengan menggunakan teori health belief model di Puskesmas Ciputat Tangerang Selatan tahun 2014.

2. Tujuan Khusus

a. Diketahuinya gambaran perceived susceptibility to disease hypertension (persepsi kerentanan terhadap penyakit hipertensi) pada pasien hipertensi yang merokok di Puskesmas Ciputat Tangerang Selatan.

b. Diketahuinya gambaran perceived seriousness (severity) of disease hypertension (persepsi keseriusan (keparahan) penyakit hipertensi) pada pasien hipertensi yang merokok di Puskesmas Ciputat Tangerang Selatan.


(26)

c. Diketahuinya gambaran cues to action (isyarat/dorongan untuk bertindak) pada pasien hipertensi yang merokok di Puskesmas Ciputat Tangerang Selatan.

d. Diketahuinya gambaran perceived threat of disease hypertension

(persepsi ancaman penyakit hipertensi) pada pasien hipertensi yang merokok di Puskesmas Ciputat Tangerang Selatan.

e. Diketahuinya gambaran perceived benefits and barriers of preventive action (manfaat dan hambatan yang dirasakan dari tindakan pencegahan) pada pasien hipertensi yang merokok di Puskesmas Ciputat Tangerang Selatan.

f. Diketahuinya gambaran likehood of taking recommended preventive health action (kemungkinan mengambil tindakan pencegahan kesehatan yang dianjurkan) pada pasien hipertensi yang merokok di Puskesmas Ciputat Tangerang Selatan.

D. Manfaat penelitian

1. Bagi peneliti

a. Menambah pengetahuan peneliti mengenani penerapan teori health belief model pada pasien hipertensi yang merokok.

b. Menambah pengetahuan, pengalaman dalam merancang dan melaksanakan penelitian, dan dapat menerapkan pengetahuan yang telah diperoleh.

c. Sebagai bahan atau dasar bagi peneliti selanjutnya khususnya mengenai perubahan perilaku merokok pada pasien hipertensi.


(27)

2. Bagi pelayanan kesehatan

Hasil penelitian ini dapat dipergunakan sebagai masukan guna meningkatkan mutu pelayanan sehingga para petugas kesehatan bisa memberikan informasi tentang hipertensi dan bahaya merokok.

3. Bagi Institusi pendidikan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan bahan pustaka mengenai perubahan perilaku merokok pada pasien hipertensi.

E. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini menggambarkan hasil analisa mengenai perubahan perilaku merokok pada pasien hipertensi dengan menggunakan teori health belief model. Populasi penelitian ini adalah pasien hipertensi dan merokok dilingkungan puskesmas Ciputat tahun 2014. Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif deskriptif dengan menggunakan desain studi cross sectional dengan data yang diambil melalui kuesioner. Data yang dikumpulkan merupakan data primer yang diperoleh dengan cara mengajukan pertanyaan tertutup melalui kuesioner.


(28)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Hipertensi

1. Pengertian

Tekanan darah ditentukan oleh curah jantung dan tahanan vaskuler perifer. Peningkatan curah jantung dan atau resistensi vaskuler perifer menyebabkan peningkatan tekanan darah. Jika jantung meningkat sementara resistensi vaskuler perifer menurun dan sebaliknya, maka tekanan darah akan meninggi (Ganong, 2002). Definisi tekanan darah

tinggi atau hipertensi adalah tekanan darah sistolik ≥140 mmHg dan tekanan darah diastolik ≥ 90 mmHg, atau bila pasien memakai obat anti

hipertensi (Mansjoer, 2001).

Hipertensi dapat didefinisikan sebagai tekanan darah tinggi persisten dimana tekanan sistoliknya diatas 140 mmHg dan tekanan diastolik di atas 90 mmHg. Pada populasi manula, hipertensi didefinisikan sebagai tekanan sistolik 160 mmHg dan tekanan diastolik 90 mmHg (Brunner & Suddarth, 2001). Hipertensi merupakan tekanan darah tinggi yang bersifat abnormal dan diukur paling tidak pada tiga kesempatan yang berbeda (dilakukan 4 jam sekali). Dianggap mengalami hipertensi apabila tekanan darahnya lebih tinggi dari 140 mmHg sistolik atau 90 mmHg diastolik (Corwin, 2000).

2. Klasifikasi Hipertensi


(29)

Berdasarkan penyebabnya hipertensi dibagi menjadi 2 golongan, yaitu: hipertensi esensial atau hipertensi primer dan hipertensi sekunder atau hipertensi renal.

1) Hipertensi esensial

Hipertensi esensial atau hipertensi primer yang tidak diketahui penyebabnya, disebut juga hipertensi idiopatik. Terdapat sekitar 95% kasus. Banyak faktor yang mempengaruhinya seperti genetik, lingkungan, hiperaktifitas sistem saraf simpatis, sistem renin angiotensin, defek dalam ekskresi Na, peningkatan Na dan Ca intraseluler dan faktor-faktor yang meningkatkan risiko seperti obesitas, alkohol, merokok, serta polisitemia. Hipertensi primer biasanya timbul pada umur 30 – 50 tahun (Schrier, 2000).

2) Hipertensi sekunder

Hipertensi sekunder atau hipertensi renal terdapat sekitar 5 % kasus. Penyebab spesifik diketahui, seperti penggunaan estrogen, penyakit ginjal, hipertensi vaskular renal, hiperaldosteronisme primer, dan sindrom cushing, feokromositoma, koarktasio aorta, hipertensi yang berhubungan dengan kehamilan, dan lain – lain (Schrier, 2000).

b. Berdasarkan Derajat Tekanan Darah

Menurut Join Nation Committee On prevention detection, evaluation, and treatment of high pressure VII (JNC-VII) tahun 2003 mengklasifikasikan hipertensi untuk melihat faktor risiko dalam pengobatannya sebagai berikut:


(30)

1) Normal yaitu tekanan darah sistolik ≤ 120 mmHg dan tekanan

darah diastolik ≤ 80 mmHg.

2) Prehipertensi yaitu tekanan darah sistolik 120 – 139 mmHg dan tekanan darah diastolik 80 – 90 mmHg.

3) Hipertensi Derajat 1 yaitu tekanan darah sistolik 140 – 159 mmHg dan tekanan darah diastolik 90 – 99 mmHg

4) Hipertensi Derajat 2 yaitu tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg dan tekanan darah diastolik ≥ 100 mmHg.

3. Faktor Risiko Hipertensi

a. Umur

Hipertensi terjadi pada segala usia, tetapi paling sering menyerang orang dewasa yang berusia 35 tahun atau lebih. Terjadi peningkatan tekanan darah seiring dengan bertambahnya usia. Hal ini disebabkan adanya perubahan alami pada jantung, pembuluh darah, dan hormon. Insidensi hipertensi meningkat dengan bertambahnya usia. Prevalensi hipertensi ringan sebesar 2% pada usia 25 tahun atau kurang, meningkat menjadi 25% pada usia 50 tahun dan 50% pada usia 70 tahun (Kumar dkk, 2005).

b. Jenis Kelamin

Hipertensi baik primer dan sekunder, keduanya menimbulkan masalah. Perkiraan baru-baru ini menunjukkan satu dari tiga orang dewasa menderita hipertensi. Pria lebih cenderung untuk menderita hipertensi daripada wanita hingga usia 55 tahun, setelah usia tersebut proporsi pasien hipertensi wanita melebihi pria (Kumar dkk, 2005).


(31)

c. Riwayat Keluarga

Kejadian hipertensi dapat dilihat dari riwayat keluarga. Sekitar 70-80 % pasien hipertensi esensial ditemukan riwayat hipertensi di dalam keluarga. Apabila riwayat hipertensi didapatkan pada kedua orang tua maka dugaan hipertensi esensial lebih besar (Dalimartha dkk, 2008).

d. Ras atau Suku Bangsa

Berdasarkan penelitian, rata-rata orang dari ras Afrika Amerika (Black American) memiliki level tekanan darah yang cukup tinggi dibandingkan dengan ras kulit putih (Caucasian). Hipertensi lebih banyak terjadi pada orang berkulit hitam dari pada yang berkulit putih. Sampai saat ini, belum diketahui secara pasti penyebabnya. Namun pada orang kulit hitam ditemukan kadar renin yang lebih rendah dan sensitivitas terhadap vasopresin lebih besar (Kumar dkk, 2005).

e. Konsumsi Garam

Garam berhubungan erat dengan terjadinya hipertensi. Gangguan pembuluh darah ini hampir tidak ditemui pada suku pedalaman yang asupan garamnya rendah. Jika asupan garam kurang dari 3 gram sehari, prevalensi hipertensi presentasenya rendah, tetapi jika asupan garam 5-15 gram per hari akan meningkatkan prevalensi menjadi 5-15-20 % (Hayens, 2001).

f. Obesitas

Obesitas adalah keadaan berat badan lebih, kelainan ini dapat diukur dengan body mass index (BMI) atau index massa tubuh (IMT).


(32)

Berdasarkan WHO (2000) dikatakan obesitas jika BMI ≥ 30 kg/m2.

Obesitas adalah meningkatnya massa tubuh karena jaringan lemak yang berlebihan sehingga meningkatkan kebutuhan metabolik dan konsumsi oksigen secara menyeluruh, akibat curah jantung bertambah. Walaupun belum diketahui secara pasti hubungan antara hipertensi dan obesitas, namun terbukti bahwa daya pompa jantung dan sirkulasi volume darah pasien obesitas dengan hipertensi lebih tinggi daripada pasien hipertensi dengan berat badan normal (Arief, 2008).

g. Hiperlipidemia/Dislipidemia

Hiperlipidemia atau dislipidemia atau kadar lemak di dalam darah meningkat di atas normal. Lemak yang mengalami peningkatan ini meliputi kolesterol, trigliserida, atau kombinasi keduanya. Jika kolesterol dalam tubuh jumlahnya berlebih akan menimbulkan sumbatan-sumbatan pada saluran darah. Kondisi ini menyebabkan terganggunya aliran darah, akibatnya tekanan darah meningkat (hipertensi). Komplikasi hipertensi akan bertambah parah dengan tingginya kadar lemak (Arief, 2008).

h. Merokok

Merokok dapat meningkatkan tekanan darah secara temporer yaitu tekanan darah sistolik yang naik sekitar 8 mmHg. Kenaikan tekanan darah terjadi saat sedang merokok dan sesaat setelah selesai. Bila seseorang perokok menderita hipertensi maka resiko peluang terkena penyakit jantung dan stroke semakin besar, dibandingkan bila hanya memiliki satu faktor resiko (Hayens, 2001). Menurut hasil


(33)

penelitian, diungkapkan bahwa rokok dapat menaikkan tekanan darah. Nikotin yang terdapat dalam rokok sangat membahayakan kesehatan. Selain dapat meningkatkan penggumpalan darah dalam pembuluh darah, nikotin juga dapat menyebabkan pengapuran pada dinding pembuluh darah. Hasil Riskesdas yang dilaksanakan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Depkes RI pada tahun 2007 menunjukkan secara nasional, persentase nasional merokok setiap hari pada penduduk umur > 10 Tahun adalah 23,7%.

i. Kurangnya olahraga

Olahraga isotonik, seperti bersepeda, jogging, dan aerobik yang teratur dapat memperlancar peredaran darah sehingga dapat menurunkan tekanan darah (Dalimartha dkk, 2008).

4. Gejala Klinis

Meningkatnya tekanan darah seringkali merupakan satu-satunya gejala pada hipertensi esensial. Gejala-gejala seperti sakit kepala, mimisan, pusing, atau migren sering ditemukan sebagai gejala klinis hipertensi. Pada umumnya sebagian besar pasien hipertensi tanpa keluhan dan tidak mengetahui bahwa dirinya menderita hipertensi. Kadang-kadang hipertensi esensial berjalan tanpa gejala dan baru timbul gejala setelah terjadi komplikasi pada organ sasaran seperti pada ginjal, mata, otak dan jantung. Atau bila terbukti dari hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa tekanan darahnya tinggi dan sudah cukup lama diderita (Dalimartha dkk, 2008).


(34)

5. Komplikasi Hipertensi

Komplikasi hipertensi berhubungan dengan tekanan darah yang sudah meningkat sebelumnya dengan konsekuensi perubahan dalam pembuluh darah dan jantung, maupun dengan aterosklerosis yang menyertai dan dipercepat oleh hipertensi yang sudah lama diderita. Tekanan darah yang naik turun atau tidak stabil ini berkaitan dengan kerusakan organ target. Seperti gangguan pada otak, gangguan pada sistem Kardiovaskuler, gangguan pada ginjal, gangguan pada mata (Dalimartha dkk, 2008).

6. Diagnosis Hipertensi

Seperti penyakit lain, hipertensi esensial ditegakkan berdasarkan anamnesis (konsultasi dokter), pemeriksaan jasmani, pemeriksaan laboratorium, maupun pemeriksaan penunjang. Adapun hal-hal yang perlu diberitahukan pada saat konsultasi dengan dokter adalah riwayat hipertensi orang tuanya, pengobatan yang sedang dijalaninya saat itu dan data penyakit yang diderita seperti diabetes mellitus, penyakit ginjal, serta faktor risiko terjadinya hipertensi, misalnya rokok, alkohol, stres, berat badan (Mansjoer dkk, 2001).

Pada perempuan, keterangan mengenai hipertensi kehamilan, riwayat eklampsia, riwayat persalinan, dan penggunaan pil kontrasepsi perlu juga diberitahukan ke dokter. Agar akurat, sebaiknya pengukuran dilakukan setelah pasien beristirahat dengan cukup. Minimal setelah 5 menit berbaring. Pengukuran dilakukan pada posisi berbaring, duduk, dan


(35)

berdiri sebanyak 3-4 kali pemeriksaan dengan interval waktu antara 5-10 menit (Mansjoer dkk, 2001).

7. Penatalaksanaan hipertensi

Tujuan tiap program penanganan bagi pasien hipertensi adalah mencegah terjadinya morbilitas dan mortalitas dengan mencapai dan mempertahankan tekanan darah dibawah 140/90 mmHg (Brunner & Suddarth, 2002). Penatalaksanaan untuk menurunkan tekanan darah pada pasien hipertensi dapat dilakukan dengan dua jenis yaitu penatalaksanaan farmakologis atau dan penatalaksanaan non farmakologis. Pengobatan hipertensi juga dapat dilakukan dengan terapi herbal.

Penatalaksanaan farmakologis adalah penatalaksanaan hipertensi dengan menggunakan obat-obatan kimiawi, seperti jenis obat anti hipertensi. Ada berbagai macam jenis obat anti hipertensi pada penatalaksanaan farmakologis, yaitu:

1) Diuretik Thiazide : Chlorthalidone (Hygroton), Quine thazone (Hydromox), Chlorothiazide (Diuric).

2) Diuretik LOOP : Furosemide (lasix).

3) Diuretik pengganti kalium : Spironolactone (Aldoctone), Triamterence (Dyrenium).

4) Inhibitor Adrenergik : Reserpine, Methyldopa (Aldomet), Propanolol (Inderal), Prazosin hydrochloride (minipress), Clonidine Hydrocloride (Catapress), Metaprolol (Iopressor), Nodolol (Corgard), Guanetidine (ismelin).


(36)

6) Vasodilator : Captopril, Nitropruside, Hidrolaziri, Diasid.

Menurut Dalimartha, et al (2008), upaya pengobatan hipertensi dapat dilakukan dengan pengobatan non farmakologis, termasuk mengubah gaya hidup yang tidak sehat. Pasien hipertensi membutuhkan perubahan gaya hidup yang sulit dilakukan dalam jangka pendek. Adapun beberapa upaya pengobatan non-farmakologis untuk hipertensi, yaitu: 1) Menurunkan berat badan ideal.

2) Menghindari asupan makanan tinggigaram, lemak berlebihan.

3) Konsumsi makanan yang mengandung cukup kalsium sesuai kebutuhan.

4) Olag raga secara teratur.

5) Menghindari lingkungan stress, merokok dan alkohol.

B. Perilaku merokok

1. Pengertian merokok

Merokok adalah menghisap asap tembakau yang dibakar ke dalam tubuh kemudian menghembuskan kembali keluar (Armstrong, 2000). Pendapat lain menyatakan bahwa perilaku merokok adalah sesuatu yang dilakukan seseorang berupa membakar dan menghisapnya serta dapat menimbulkan asap yang dapat terhisap oleh orang – orang disekitarnya (Levy,2004). Subanada (2004) menyatakan merokok adalah sebuah kebiasaan yang dapat memberikan kenikmatan bagi si perokok, namun dilain pihak dapat menimbulkan dampak buruk baik bagi si perokok itu sendiri maupun orang-orang disekitarnya.


(37)

Menurut Sitepoe (1997) membagi perokok menjadi dua kategori perokok berdasarkan asap yang dihisapnya, yaitu :

a. Perokok Pasif

Perokok pasif adalah orang-orang yang disekitar perokok aktif yang menghisap rokok yang terbentuk pada ujung rokok yang terbakar serta asap rokok yang dihembuskan ke udara oleh perokok aktif (asap sidestream). Sama halnya yang diungkapkan dengan sitepoe, menurut Bustan (2000) perokok pasif adalah asap rokok yang di hirup oleh seseorang yang tidak merokok (Pasive Smoker). Asap rokok merupakan polutan bagi manusia dan lingkungan sekitarnya. Asap rokok lebih berbahaya terhadap perokok pasif daripada perokok aktif. Asap rokok sigaret kemungkinan besar berbahaya terhadap mereka yang bukan perokok, terutama di tempat tertutup. Asap rokok yang dihembusan oleh perokok aktif dan terhirup oleh perokok pasif, lima kali lebih banyak mengandung karbon monoksida, empat kali lebih banyak mengandung tar dan nikotin.

b. Perokok Aktif

Perokok aktif adalah perokok yang menghisap asap rokok melalui mulut langsung dari rokok yang dibakar (asap mainstream). Sedangkan menurut Bustan (2000) perokok aktif adalah asap rokok yang berasal dari isapan perokok atau asap utama pada rokok yang dihisap (mainstream). Dari pendapat diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa perokok aktif adalah orang yang merokok dan langsung


(38)

menghisap rokok serta bisa mengakibatkan bahaya bagi kesehatan diri sendiri maupun lingkungan sekitar.

Rokok adalah hasil olahan tembakau terbungkus, termasuk cerutu atau bentuk lainnya yang dihasilkan dari tanaman Nicotiana Tabacum, Nicotiana Rostica dan spesies lainnya atau sintesisnya yang mengandung nikotin dan tar dengan atau tanpa tambahan (Pemerintah RI, 2003 dalam Sukendro, 2007). Rokok berisi daun – daun tembakau yang telah dicacah, ditambah sedikit racikan seperti ngkeh, saus rokok, serta racikan lainnya. Untuk menikmati sebatang rokok perlu dilakukan pembakaran pada salah satu ujungnya agar asapnya dapat dihirup lewat mulut pada ujung yang lain (Triswanto, 2007).

Perilaku merokok ada 4 tahap sehingga mencapai tahap perokok, antara lain:

a. Tahap Prepatory, seseorang mendapat gambaran yang menyenangkan dengan cara mendengar, melihat, dan membaca, sehingga menimbulkan minat untuk merokok.

b. Tahap Innitation, tahapan dimana seseorang mulai merintis atau mencoba untuk merokok dan apakah akan melanjutkan perilku merokoknya.

c. Tahap Becoming a Smoker, apabila seseorang mulai merokok sebanyak empat batang sehari, maka dia mempunyai kecenderungan untuk menjadi perokok.

d. Tahap Maintenance of Smoking, pada tahap ini merokok sudah menjadi salah satu pengaturan diri ( self regulating). Dan merokok


(39)

dilakukan untuk memperolrh efek psikologis yang menyenangkan (Clearly, 2000).

Tipe perokok dapat diklasifikasikan menjadi 3 berdasarkan jumlah rokok yang dihisap, antara lain:

a. Perokok berat merokok lebih dari 20 batang dalam sehari. b. Perokok sedang merokok 10-20 batang dalam sehari.

c. Perokok ringan merokok kurang dari 10 batang dalam sehari (Bustan, 2007).

Ada beberapa alasan yang dikemukakan oleh para ahli untuk menjawab mengapa seseorang merokok. Setiap individu mempunyai kebiasaan merokok yang berbeda dan biasanya disesuaikan dengan tujuan mereka merokok. Pendapat tersebut diperkuat dangan pernyataan bahwa seseorang merokok karena factor sosio cultural seperti kebiasaan budaya, kelas social, gengsi, dan tingkat pendidikan (Levy, 2004).

Menurut Lewin perilaku merokok merupakan fungsi lingkungan dan individu. Artinya perilaku merokok selain disebabkan faktor – factor dari dalam diri juga disebabkan oleh lingkungan. Disebutkan juga bahwa merokok pada tahap awal dilakuakan dengan teman – teman (46%), seorang anggota keluarga bukan orang tua (23%), dan orang tua (14%) (Komasari, 2008).

2. Jenis-jenis rokok

Rokok dibedakan menjadi beberapa jenis. Pembedaan ini didasarkan atas bahan pembungkus rokok, bahan baku atau isi rokok, proses pembuatan rokok, dan penggunaan filter pada rokok.


(40)

Dalam peraturan (PP) Nomor 19 tahun 2003 tentang pengamanan rokok bagi kesehatan, pemerintah tidak menentukan kandungan kadar nikotin sebesar 1,5 mg dan kandungan kadar tar serbesar 20 mg pada rokok kretek. Dan rokok kretek menggunakan tembakau rakyat. Tetapi menurut Direktur Agro Departemen Perindustrian dan Perdagangan (Deperindag) Yamin Rahman menyatakan kandungan kadar nikotin pada rokok kretek melebihi 1,5 mg yaitu 2,5 mg dan kandungan kadar tar pada rokok kretek melebihi 20 mg yaitu 40 mg. Rokok kretek mengandung 60–70% tembakau, sisanya 30%–40% cengkeh dan ramuan lain (Pdpersi, 2003).

Menurut Siahaan (2008) ada beberapa jenis rokok yang dapat diketahui, diantaranya : Rokok, Bidis, Cigar, Kretek. Seperti kita ketahui rokok adalah buatan pabrik dengan ratusan bahan kimia yang mengandung 4.000 racun, biasanya menggunakan filter di ujungnya. Bidis adalah tembakau yang digulung dengan daun temburni kering dan diikat dengan benang, tar dan karbon monoksidanya lebih tinggi daripada rokok buatan pabrik. Cigar adalah dari fermentasi tembakau yang diasapi, digulung dengan daun tembakau. Kretek adalah campuran tembakau dengan cengkeh atau aroma cengkeh.

3. Kandungan rokok

Pada saat rokok dihisap komposisi rokok yang dipecah menjadi komponen lainnya, misalnya komponen yang cepat menguap akan menjadi asap bersama-sama dengan komponen lainnya terkondensasi. Dengan demikian komponen asap rokok yang dihisap oleh perokok terdiri dari bagian gas (85%) dan bagian partikel (15%).


(41)

Rokok mengandung kurang lebih 4.000 jenis bahan kimia, dengan 40 jenis di antaranya bersifat karsinogenik (dapat menyebabkan kanker), dan setidaknya 200 diantaranya berbahaya bagi kesehatan. Racun utama pada rokok adalah tar, nikotin, dan karbon monoksida (CO). Selain itu, dalam sebatang rokok juga mengandung bahan-bahan kimia lain yang tak kalah beracunnya (David, 2003). Zat-zat beracun yang terdapat dalam rokok antara lain adalah sebagai berikut :

a. Nikotin

Komponen ini paling banyak dijumpai di dalam rokok. Nikotin yang terkandung di dalam asap rokok antara 0.5-3 ng, dan semuanya diserap, sehingga di dalam cairan darah atau plasma antara 40-50 ng/ml. Nikotin merupakan alkaloid yang bersifat stimulan dan pada dosis tinggi bersifat racun. Zat ini hanya ada dalam tembakau, sangat aktif dan mempengaruhi otak atau susunan saraf pusat. Nikotin juga memiliki karakteristik efek adiktif dan psikoaktif. Dalam jangka panjang, nikotin akan menekan kemampuan otak untuk mengalami kenikmatan, sehingga perokok akan selalu membutuhkan kadar nikotin yang semakin tinggi untuk mencapai tingkat kepuasan dan ketagihannya. Sifat nikotin yang adiktif ini dibuktikan dengan adanya jurang antara jumlah perokok yang ingin berhenti merokok dan jumlah yang berhasil berhenti (Pdpersi, 2006).

Nikotin yaitu zat atau bahan senyawa porillidin yang terdapat dalam Nicotoana Tabacum, Nicotiana Rustica dan spesies lainnya yang sintesisnya bersifat adiktif dapat mengakibatkan


(42)

ketergantungan. Nikotin ini dapat meracuni saraf tubuh, meningkatkan tekanan darah, menyempitkan pembuluh perifer dan menyebabkan ketagihan serta ketergantungan pada pemakainya. b. Karbon Monoksida (CO)

Gas karbon monoksida (CO) adalah sejenis gas yang tidak memiliki bau. Unsur ini dihasilkan oleh pembakaran yang tidak sempurna dari unsur zat arang atau karbon. Gas karbon monoksida bersifat toksis yang bertentangan dengan oksigen dalam transpor maupun penggunaannya. Gas CO yang dihasilkan sebatang rokok dapat mencapai 3-6%, sedangkan CO yang dihisap oleh perokok paling rendah sejumlah 400 ppm (parts per million) sudah dapat meningkatkan kadar karboksi haemoglobin dalam darah sejumlah 2-16% (Sitepoe, 1997).

c. Tar

Tar merupakan bagian partikel rokok sesudah kandungan nikotin dan uap air diasingkan. Tar adalah senyawa polinuklin hidrokarbon aromatika yang bersifat karsinogenik. Pada saat rokok dihisap, tar masuk kedalam rongga mulut sebagai uap padat asap rokok. Setelah dingin akan menjadi padat dan membentuk endapan berwarna coklat pada permukaan gigi, saluran pernafasan dan paru-paru. Pengendapan ini bervariasi antara 3-40 mg per batang rokok, sementara kadar dalam rokok berkisar 24-45 mg. Sedangkan bagi rokok yang menggunakan filter dapat mengalami penurunan 5-15 mg. Walaupun rokok diberi filter, efek karsinogenik tetap bisa


(43)

masuk dalam paru-paru, ketika pada saat merokok hirupannya dalam-dalam, menghisap berkali-kali dan jumlah rokok yang digunakan bertambah banyak (Sitepoe, 1997).

d. Timah Hitam (Pb)

Timah Hitam (Pb) yang dihasilkan oleh sebatang rokok sebanyak 0,5 ug. Sebungkus rokok (isi 20 batang) yang habis dihisap dalam satu hari akan menghasilkan 10 ug. Sementara ambang batas bahaya timah hitam yang masuk ke dalam tubuh adalah 20 ug per hari (Sitepoe, 1997).

Pengaruh Pb dalam tubuh belum diketahui benar tetapi perlu waspada terhadap pemajanan jangka panjang. Gangguan kesehatan yang diakibatkan bereaksinya Pb dengan gugusan sulfhidril dari protein yang menyebabkan pengendapan protein dan menghambat pembuatan hemoglobin. Gejala keracunan akut didapati bila tertekan dalam jumlah besar yang dapat menimbulkan sakit perut muntah atau diare akut. Gejala keracunan kronis bisa menyebabkan hilang nafsu makan. Konstipasi, lelah, sakit kepala, anemia, kelumpuhan anggota badan, kejang dan gangguan penglihatan (Depkes, 2010). 4. Bahaya rokok bagi kesehatan

Di Amerika Serikat, diperkirakan 500.000 perokok pertahunnya meninggal disebabkan serangan jantung: yakni sekitar 75% dari jumlah pasien yang meninggal karena serangan jantung padaumumnya. Bahaya terbesar yang diakibatkan oleh kebiasaan merokok adalah rentannya jantung dan pembuluh darah perokok dalam mengalami gangguan yang


(44)

umumnya menyebabkan kematian. Nikotin yang dihisap seorang perokok mampu mengeluarkan catecholamines dari tubuh, yakni kumpulan zat kimiawi yang sangat dibutuhkan tubuh. Diantaranya adalah hormon adrenalin. Keluarnya adrenalin dalam jumlah besar ini mampu mempengaruhi kerja darah: diantaranya menyebabkan denyut jantung berdetak lebih cepat sekitar 15-20 kali lipat per menitnya dan berdampak pada meningkatnya tekanan darah (hipertensi) (Husaini, 2007).

C. Health Belief Model

1. Pengantar Health Belief Model

Becker (1979) dalam Notoatmodjo (2007) menyebutkan bahwa seseorang secara sukarela memilih terlibat dengan aktifitas yang berkaitan dengan kesehatan didasarkan pada tiga alasan utama yakni:

b. Perilaku kesehatan (health behavior), yaitu hal-hal berkaitan dengan tindakan atau kegiatan seseorang dalam memelihara dan meningkatkan kesehatannya. Termasuk juga untuk mencegah sakit atau mendeteksi penyakit, kebersihan perorangan, memilih makanan, sanitasi, dan sebagainya.

c. Perilaku sakit (illness behavior), yakni segala tindakan atau kegiatan yang dilakukan oleh individu yang merasakan sakit, untuk merasakan dan mengenal keadaan kesehtannya atau rasa sakit, termasuk pengetahuan mengidentifikasi penyakit, penyebab penyakit, dan pencegahan penyakit.

d. Perilaku peran sakit (sick role behavior), yakni segala tindakan yang dilakukan oleh individu yang sedang sakit untuk memperoleh


(45)

kesembuhan. Perilaku ini disamping berpengaruh terhadap kesehatannya sendiri, juga berpengaruh terhadap orang lain, terutama pada anak-anak yang belum mempunyai kesadaran dan tanggung jawab terhadap kesehatannya.

Health Belief Model (HBM) pertama kali diperkenalkan pada tahun 1950-an oleh kelompok psikolog y1950-ang bekerja di US Public Health Service. Mereka fokus dengan bagaimana meningkatkan penggunaan pelayanan preventif yang digalangkan oleh pemerintah, seperti vaksinasi influenza. Mengasumsikan bahwa tiap orang beresiko untuk terkena penyakit. Maka terdoronglah untuk mengambil langkah-langkah sehat dalam rangka untuk mengurangi resiko sakit (perceived threat) dan berharap serangkaian tindakan yang akan dilakukan menguntungkan dalam mengurangi resiko sakit atau keparahan penyakit selama keuntungan yang diperoleh melebihi hambatan yang ditemui ketika melakukan perilaku sehat. HBM diformulasikan untuk memprediksi kemungkinan individu akan melibatkan diri dalam perilaku sehat atau tidak. HBM telah banyak diaplikasikan pada penelitian-penelitian tentang berbagai macam perilaku kesehatan (Rosenstock,1966 dalam Purijayanti,2012).

Menurut Nejad et. al. (2005) dalam Pratama (2010), HBM digunakan untuk memprediksi tindakan seseorang, memilih tindakan kesehatan untuk mengurangi atau mencegah penyakit atau kematian dini. Berdasarkan HBM ada 2 tipe kepercayaan yang mempengaruhi seseorang untuk melakukan tindakan pencegahan:


(46)

a. Kepercayaan yang berhubungan dengan kesiapan untuk melakukan tindakan.

b. Kepercayaan yang berhubungan dengan modifikasi faktor-faktor yang mendukung atau mempengaruhi tindakan.

Dalam HBM seseorang akan melakukan tindakan untuk mencegah penyakit tergantung pada persepsi individu bahwa:

a. Secara pribadi merasa rentan terhadap kondisi yang dirasakan, b. Konsekuensi dari kondisi tersebut dapat menjadi serius, c. Tindakan yang efektif untuk mencegah kondisi tersebut,

d. Manfaat yang diambil untuk mengatasi ancaman dilihat dari biaya yang diambil (Redding et. al, 2000)

2. Teori Health Belief Model

HBM merupakan model kepercayaan kesehatan yang merupakan hasil penjabaran dari model sosiopsikologi. HBM dikenal sebagai model pengharapan suatu nilai, yang intinya mengacu pada asumsi bahwa orang akan melibatkan diri dalam perilaku sehat bila mereka menilai hasil (menjadi sehat) terkait perilakunya dan mereka pikir bahwa perilaku tersebut sepertinya dapat memberikan hasil (Edberg, 2007).

Teori HBM ini mengacu pada Rosenstock (1966) yaitu perceived threat

yaitu penilaian individu akan ancaman yang akan terjadi akibat masalah kesehatan yang mungkin akan beresiko terhadap penyakitnya. Terletak pada aspek perceived susceptibility dan perceived severity. Serta perceived effectiveness, yaitu penilaian akan keuntungan dan kerugian yang didapatkan dari tingkah laku kesehatan yang


(47)

dilakukan untuk menanggulangi masalah kesehatanya. Terdiri dari perceived benefits dan perceived barriers (Smet, 1994).

a. Perceived Susceptibility adalah persepsi ancaman atau kerentanan yang dirasakan terhadap resiko yang akan muncul terhadap penyakitnya. Individu bervariasi dalam menilai kemungkinan tersebut walaupun kondisi kesehatan mereka sama. Semakin tinggi perceived susceptibility, semakin besar ancaman yang dirasakan, dan semakin besar kemungkinan individu untuk mengambil tindakan guna mengatasi masalah yang mungkin muncul (Sarafino, 2008). Kerentanan-kerentanan yang dirasakan (perceived susceptibility) bagi masalah kesehatan mencerminkan kalau individu percaya bahwa kurang lebih mereka menderita hasil kesehatanya negatif atau positif. Namun individu sering mengabaikan kemungkinan dirinya tentang ancaman terhadap penyakitnya, sehingga tidak jarang individu tidak mengambil tindakan untuk mengatasi masalah kesehatan yang mengancam dirinya (Smet, 1994).

b. Perceived Severity adalah persepsi menyangkut perasaan akan keseriusan penyakit tersebut apabila mereka membiarkan penyakitnya tidak ditangani, termasuk konsekuensi dari masalah kesehatan seperti konsekuensi medis (kematian, cacat, dan rasa sakit), konsekuensi psikologis (depresi, cemas dan takut), dan konsekuensi sosial (dampak terhadap pekerjaan, kehidupan keluarga dan hubungan sosial).Semakin banyak konsekuensi yang dipercaya akan terjadi, semakin besar persepsi bahwa masalah tersebut merupakan ancaman, sehingga mengambil tindakan.

c. Perceived Effectiveness adalah penilaian individu tentang efektifitas dari tingkah laku kesehatan yang dapat dilakukan untuk menanggulangi masalah


(48)

kesehatan yang dialaminya. Penilaian ini dihasilkan melalui perbandingan antara penilaian akan keuntungan (perceived benefits) dan penilaian akan kerugian (perceived barriers) dari tingkah laku tersebut. Hasil perbandingan ini menentukan arah dari tindakan kesehatan individu untuk melakukan atau tidak melakukan tindakan tersebut. Aspek negatif yang dipersepsikan meliputi biaya, bahaya, ketidaknyamanan,emosi dan waktu yang diluangkan untuk tindakan tersebut.

d. Cues To Action adalah sumber darimana individu mendapatkan informasi tentang masalah kesehatan yang mungkin terjadi kepadanya. Informasi tersebut memberi isyarat kepada individu untuk melakukan tingkah laku kesehatan. Sumber informasi bisa bersifat internal (contohnya suasana hati) maupun eksternal, seperti media massa, kampanye, nasehat orang lain, penyakit anggota keluarga atau teman, dan artikel dari Koran (Albery&Marcus,2011 dalam Purijayanti,2012).

Kekurangan dari teori HBM sebagai teori perilaku kesehatan tertua juga memilikinya. Berikut adalah beberapa kritiknya:

a. HBM difokuskan terutama pada keputusan individu dan tidak menangani faktor sosial dan lingkungan.

b. HBM mengasumsikan bahwa setiap orang memiliki akses yang setara dan tingkat yang yang sama terhadap informasi untuk membuat perhitungan yang rasional (Edberg, 2007 dalam Pratama,2010).

3. Perilaku Mencari Pengobatan

Pengambilan keputusan adalah seperangkat langkah yang diambil individu atau kelompok dalam memecahkan masalah. Pengambilan keputusan


(49)

terjadi sebagi reaksi terhadap suatu masalah. Masalah adalah adanya suatu penyimpangan antara suatu keadaan saat ini dengan suatu keadaan yang diinginkan. Pengambilan keputusan menuntut penafsiran dan evaluasi terhadap informasi (Rivai, 2003). Seseorang dalam membuat keputusan sehubungan dengan pencarian atau pemecahan masalah perawatan kesehatan pada umumnya akan melalui lima tahapan keputusan (Schuman, 1965 dalam Notoatmodjo, 2007).

a. Tahap pengenalan gejala (the symptom experience), pada tahap inimembuat keputusan bahwa didalam dirinya ada suatu gejala penyakit. Gejala tersebut dirasakan sebagai ancaman bagi hidupnya. b. Tahap asumsi peranan sakit (the assumption of the sick role), dalam

hal ini individu membuat keputusan bahwa ia sakit dan memerlukan pengobatan. Kemudian berusaha mencari pengobatan dengan usahanya sendiri. Disamping itu ia berusaha mencari informasi dari anggota keluarga lain, tetangga, atau teman.

c. Tahap kontak dengan pelayan kesehatan (the medical care contact), pada tahap ini individu mulai kontak dengan pelayanan kesehatan sesuai dengan pengalaman, pengetahuan, dan informasi yang diperoleh.

d. Tahap ketergantungan pasien (the dependent patient stage), pada tahap ini individu memutuskan dirinya berperan sebagai pasien. Untuk sehat kembali ia harus bergantung pada fasilitas pengobatan dan mematuhi segala nasehat yang diberikan.


(50)

e. Tahap penyembuhan atau rehabilitasi (the recovery of rehabilitation), pada tahap ini individu melepaskan dirinyan dari perannya sebagai pasien. Dalam tahap ini dapat terjadi dua kemungkinan, pertama ia sembuh, kedua ia cacat yang berarti ia tidak sempurna menjalankan fungsinya seperti sebelumnya.

Kelima tahap tersebut sekaligus merupakan proses urutan dari perilaku sakit meskipun pada kenyataan kelima tahap ini tidak selalu ada.

Pada saat orang sakit ada beberapa tindakan atau perilaku yang muncul. Tindakan atau kegiatan seseorang yang sakit dan/ atau terkena masalah kesehatan pada dirinya atau keluarganya, untuk mencari penyembuhan, atau untuk mengatasi masalah kesehatan hal ini disebut

illnessbehavior, tindakan yang dapat muncul antara lain:

a. Didiamkan saja (no action), artinya sakit tersebut diabaikan, dan tetap menjalankan kegiatan sehari-hari.

b. Mengambil tindakan dengan melakukan pengobatan sendiri (self treatment atau self medication). Pengobatan sendiri ini ada dua cara, yakni: cara tradisional (kerokan, minum jamu, obat gosok, dan sebagainya), dan cara modern, misalnya minum obat yang dibeli dari warung, toko obat atau apotek.

c. Mencari penyembuhan atau pengobatan keluar yakni ke fasilitas pelayanan kesehatan, yang dibeadakan menjadi dua, yakni: fasilitas pelayanan kesehatan tradisional (dukun, sinshe, dan paranormal), dan fasilitas pelayanan kesehatan modern atau professional


(51)

(Puskesmas, poliklinik, dokter atau bidan praktik swasta, rumah sakit dan sebaginya) (Notoatmodjo, 2005).

4. Motivasi Berperilaku Sehat

Menurut Quinn (1995) dalam Notoatmodjo (2005), motivasi berasal dari bahasa latin yang berarti to move. Secara umum mengacu pada adanya kekuatan dorongan yang menggerakan kita untuk berperilaku tertentu. Oleh kerena itu, dalam mempelajari motivasi kita akan berhubungan dengan hasrat, keinginan, dorongan, dan tujuan. Lanjutnya, John Elder (et. al. 1994) mendefinisikan motivasi sebagai interaksi antara pelaku dan lingkungan sehingga dapat meningkatkan, menurunkan, atau mempertahankan perilaku.

John P Elder (et. al. 1994) dalam Notoatmodjo (2005), untuk berperilaku sehat diperlukan tiga hal yaitu: pengetahuan yang tepat, motivasi, dan ketrampilann untuk berperilaku sehat. Jika seseorang tidak memiliki keterampilan untuk berperilaku sehat (skill deficit), untuk meningkatkannya dapat melalui pelatihan. Jika seseorang memiliki pengetahuan dan ketrampilan tapi tidak memiliki motivasi (performance deficit), untuk meningkatkannya dengan menggunakan pendekatan modifikasi perilaku dari aliran behavioristik. Pemberian penguat (reinforcement) untuk meningkatkan perilaku, pemberian sanksi atau hukuman untuk menurunkan frekuensi perilaku.

Masalah lain yang menyebabkan seseorang sulit termotivasi untuk berperilaku sehat, karena perubahan perilaku dari yang tidak sehat menjadi sehat tidak menimbulkan dampak langsung secara cepat, bahkan mungkin


(52)

tidak berdampak apa-apa terhadap penyakitnya, namun hanya mencegah untuk tidak menjadi lebih buruk lagi. Faktor lingkungan pun dapat mempengaruhi motivasi seseorang untuk berperilaku hidup sehat jika lingkungan keluarga tidak mendukung perilaku tersebut (Notoatmodjo, 2005).

Pengambilan keputusan pada orang sakit tidak selalu obyektif, karena dipengaruhi iklan. Minat masyarakat dalam mencari informasi melalui media ausio visual ataupun media masa masih kurang, hal ini disebabkan minat baca masih kurang sehingga penyuluhan dari petugas Puskesmas dianggap paling efektif (Ekawati, 2002).

5. Pelayanan Kesehatan

Pelayanan kesehatan didirikan berdasarkan asumsi bahwa masyarakat membutuhkannya. Namun, kenyataannya masyarakat baru mau mencari pengobatan (pelayanan kesehatan) setelah benar-benar tidak dapat berbuat apa-apa. Hal ini pun bukan berarti mereka akan mencari pengobatan ke pelayanan kesehatan modern (puskesmas dan sebagainya), tetapi juga ke fasilitas pengobatan tradisional (Notoatmodjo, 2007).

Djekky (2001) dalam Dumatubum (2002), Pandangan orang tentang kriteria tubuh sehat dan sakit sifatnya selalu tidak obyektif, bahkan lebih banyak unsur subyektifitas dalam menentukan kondisi tubuh seseorang. Persepsi masyarakat tentang sehat dan sakit ini sangatlah dipengaruhi oleh unsur-unsur pengalaman masa lalu, disamping unsur sosial-budaya. Sebaliknya para medis yang menilai secara obyektif


(53)

berdasarkan simpton yang tampak guna mendiagnosa kondisi fisik seorang individu.

Perbedaan kedua kelompok ini yang sering menimbulkan masalah dalam melaksanakan program kesehatan. Kadang-kadang orang tidak pergi berobat atau menggunakan sarana kesehatan yang tersedia sebab ia tidak merasa mengidap penyakit atau si individu merasa bahwa penyakitnya itu disebabkan oleh mahluk halus, atau “gunaguna”, maka ia akan memilih untuk berobat kepada dukun, shaman atau orang pandai yang dianggap mampu mengusir mahluk halus tersebut atau guna-guna orang tersebut dari tubuhnya sehingga penyakitnya itu akan hilang (Dumatubum, 2002).

Untuk memilih suatu pelayanan kesehatan sesorang memerlukan banyak pertimbangan yang perlu diperhitungkan, diantaranya adalah:

a. Pendapatan Keluarga

Pendapatan berhubungan dengan penggunaan pelayanan kesehatan. Pendapatan seseorang merupakan salah satu hal yang memberikan motivasi pada suatu perilaku. Sebagaimana diungkapkan Azwar (1983) dalam Hasan (2008) yang menyebutkan bahwa penghasilan seseorang merupakan salah satu hal yang berpengaruh terhadap pembentukan perilaku.

Tingkat pendapatan dapat mempengaruhi motivasi seseorang dalam pemeliharaan kesehatan karena seseorang dengan pendapatan yang tinggi dapat melancarkan kegiatan pemeliharaan kesehatan (Pratiwi, (2008) dalam Arinta (2010). Hal ini berarti


(54)

dengan tingkat penghasilan yang tinggi maka seseorang akan mencari pengobatan ke pelayanan kesehatan yang lebih baik. Sesungguhnya pendapatan yang diperoleh seseorang merupakan sebuah ujian, apakah harta yang didapatkannya akan dimanfaatkan ke jalan yang baik atau yang buruk.

b. Biaya Pelayanan

Biaya pelayanan merupakan ongkos yang dikeluarkan oleh pengguna pelayanan kesehatan mencakup biaya perjalanan dan pelayanan itu sendiri. Biaya yang lebih cenderung menghambat pemanfaatan pelayanan kesehatan oleh orang-orang miskin (Sulastri, 2002).

Bagi masyarakat dengan pendapatan rendah, pengobatan menjadi pertimbangan utama dalam mencari pengobatan, biaya pengobatan ini menjadi sangat penting sehingga mereka akan cenderung mencari pertolongan kesehatan disesuaikan dengan kemampuan keuangannya. Bukan tidak mustahil, apabila mereka tidak memilki keterbatasan dalam keuangan maka mereka akan menggunakan pelayanan yang lebih berkualitas (Hendarwan, 2003).

c. Jarak ke pelayanan

Beberapa faktor yang terkait dengan ketersediaan fasilitas pelayanan kesehatan adalah kedekatan jarak dan kemudahan dalam menjangkau pelayanan tersebut, semakin jauh jarak rumah ke tempat pelayanan kesehatan semakin sedikit penggunaan fasilitas


(55)

pelayanan kesehatan tersebut (Hendarwan, 2003). Jarak dari tempat tinggak ke fasilitas pelayanan kesehatan merupakan penentu untuk pelayanan kesehatan. Jarak dapat membatasi kemampuan dan keinginan wanita terutama ibu bila terbatasnya sarana transportasi (Sulastri, 2002).


(56)

D. Kerangka Teori

Gambar. 2. 1

Health Beliefe Model. (dari Becker MH, Haefner DP, Kasl SV, dkk. Model psikososial dan korelasi yang dipilih berhubungan dengan perilaku dan kesehatan

individu. Med Care. 1977;15:27-46 dalam Pender, 1996) Variabel dmografi (umur, jenis

kelamin, ras, dll). Sariabel sosiopsikologi

(kepribadian, kelas sosial,tekanan kelompok, dll).

Variabel struktural(pengetahuan tentang penyakit, lama kontak dengan penyakit, dll)

Peresepsi kerentanan terhadap penyakit hipertensi. Persepsi keseriusan (keparahan) dari penyakit hipertensi

Persepsi manfaat dari tindakan preventif dikurang

Persepsi hambatan dari tindakan preventif

Persepsi ancaman dari penyakit hipertensi

Kemungkinan mengambil tindakan preventif yang dianjurkan

Dorongan untuk bertindak Media masa

Saran dari yang lain Postcard

Penyakit dari anggota keluarga atau teman


(57)

BAB III

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

A. Kerangka Konsep

Konsep merupakan abstraksi yang terbentuk oleh generalisasi dari hal-hal khusus. Oleh karena konsep merupakan abstraksi maka konsep tidak dapat langsung diamati atau di ukur. Kerangka konsep penelitian pada dasarnya adalah kerangka hubungan antara konsep-konsep yang ingin diamati atau diukur melalui penelitian-penelitian yang akan dilakukan (Notoatmodjo,2005).

Berdasarkan teori health belief model (HBM), ada empat hal yang menjadi kunci dalam menganalisis perilaku merokok pada pasien hipertensi. Kerentanan yang dirasakan (perceived susceptibility), keseriusan yang dirasakan (perceived seriousness), persepsi manfaat dan hambatan (perceived benefit and barriers), dan dorongan bertindak (cues to action) (Notoatmodjo, 2007).

Untuk faktor demografi, sosiopsikologi dan faktor stuktural, tidak diteliti karena menurut Becker dalam Mechanic, faktor-faktor ini dipercaya hanya melalui efeknya pada motivasi individu dan persepsi subjektif, ketimbang fungsinya sebagai penyebab langsung dari perilaku kesehatan (Hendrawan dalam Pratama, 2010).

Berdasarkan kerangka teori tersebut maka disusunlah suatu kerangka konsep penelitian yang akan menjadi acuan dalam penelitian seperti dibawah ini:


(58)

Gambar 3.1

Kerangka Konsep

Manfaat yang dirasakan dari tindakan pencegahan. Hambatan yang dirasakan dari tindakan pencegahan.

Persepsi kerentanan terhadap penyakit hipertensi.

Persepsi keseriusan (keparahan) penyakit hipertensi.

Persepsi ancaman penyakit hipertensi.

Kemungkinan mengambil tindakan pencegahan kesehatan yang dianjurkan.

Dorongan untuk bertindak.

Keterangan:

= Tidak diuji signifikasi hubungan


(59)

B. Definisi Operasional

No Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Hasil Ukur Skala

1. Peresepsi kerentanan

Persepsi orang yang merokok semakin rentan terhadap hipertensi.

Kuesioner 1 rentan bila > mean 22,38

2 tidak rentan ≤ mean

22,38

Ordinal

2. Persepsi keseriusan (keparahan)

Persepsi orang yang merokok semakin memperparah hipertensi.

Kuesioner 1 semakin parah bila > mean 21,75

2 tidak parah ≤ mean

21,75

Ordinal

3. Dorongan untuk bertindak

Peristiwa atau sesuatu yang dapat memitivasi seseorang untuk bertindak.

Kuesioner 1 ada dorongan > median 22

2 tidak ada dorongan ≤ median 22

Ordinal

4. Persepsi ancaman Ancaman terhadap kesehatan/penyakit hipertensi.

Kuesioner 1 mengancam > median 17

2 tidak mengancam ≤ median 17

Ordinal

5. Persepsi manfaat Manfaat yang dipercaya jika seseorang

melakukan tindakan pencegahan.

Kuesioner 1 ada manfaat > median 22

2 tidak ada manfaat ≤ median 22

Ordinal

6. PersepsiHambatan Hambatan yang membuat seseorang

mengurangi/berhenti merokok.

Kuesioner 1 ada hambatan bila mean > 21,84

2 tidak ada hambatan

bila mean ≤ 21,84


(60)

7. Kemungkinan mengambil tindakan pencegahan kesehatan yang dianjurkan.

Kepercayaan seseorang akan kemampuannya dalam mengambil suatu tindakan

Kuesioner 1 ada tindakan > median 23

2 tidak ada tindakan ≤ median 23


(61)

BAB IV

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Metode penelitian merupakan strategi pembuktian atau pengujian atas variabel dilingkup penelitian (Hidayat, 2008). Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif deskriptif dengan menggunakan desain studi cross sectional dengan data yang diambil melalui kuesioner. Penelitian ini bertujuan untuk melihat gambaran atau analisis perubahan perilaku merokok pada pasien hipertensi menggunakan teori health belief model di Puskesmas Ciputat.

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Tangerang Selatan. Pemilihan lokasi ini berdasarkan atas pertimbangan bahwa belum pernah dilakukannya penelitian tentang analisis perubahan perilaku merokok pada pasien hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Tangerang Selatan.

2. Waktu Penelitian

Penelitian dimulai dengan melakukan penelusuran pustaka, survei awal, mempersiapkan proposal penelitian, dan dilanjutkan dengan pelaksanaan penelitian sampai penyusunan laporan akhir. Penelitian ini dilaksanakan bulan Desember 2013 sampai dengan Januari 2014.


(62)

C. Populasi, sampel dan teknik sampling

1. Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek atau subjek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Hidayat, 2008). Populasi penelitian ini adalah pasien hipertensi yang telah terdaftar dalam laporan administrasi Puskesmas Ciputat Tangerang Selatan.

2. Sampel

Sampel penelitian adalah sebagian objek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi (Notoatmojo, 2010). Sampel pada penelitian ini adalah sampel yang memenuhi kriteria inklusi sebagai berikut :

a. Penderita hipertensi laki-laki yang ada di wilayah Puskesmas Ciputat b. Penderita hipertensi yang merokok di wilayah Puskesmas Ciputat c. Pasien hipertensi yang datang berobat ke Puskesmas Ciputat d. Bersedia menjadi responden penelitian

Pemilihan sampel pada penelitian ini berkaitan dengan penerapan distribusi normal untuk variabel normal (Univariat) dengan jumlah sampel 32 responden.

3. Teknik Sampling

Pengambilan sampel pada penelitian ini dilakukan dengan teknik

purposive sampling dengan cara memilih sampel diantara populasi sesuai dengan kriteria inklusi yang sudah ditentukan, sehingga sampel tersebut dapat mewakili karakteristik populasi yang telah dikenal sebelumnya. Pada


(63)

cara ini dihitung terlebih dahulu jumlah subyek dalam populasi yang akan dipilih sebagai sampel, kemudian peneliti mengambil responden yang sesuai dengan kriteria inklusi yang telah ditentukan dalan penelitian ini (Nursalam, 2008).

D. Metode Pengumpulan Data

Data primer dikumpulkan dengan wawancara menggunakan kuesioner. Sedangkan data sekunder diperoleh dari pencatatan dan laporan administrasi Puskesmas Ciputat Tangerang Selatan Tahun 2013-2014.

Proses–proses dalam pengumpulan data pada penelitian melalui beberapa tahap yaitu:

a. Menyelesaikan kelengkapan administrasi seperti surat izin penelitian dari Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan surat izin dari kepala Dinas Kesehatan Kota Tanggerang Selatan. b. Melakukan pengambilan sampel berdasarkan teknik purposive sampling

di Puskesmas Ciputat.

c. Menjelaskan tujuan dan manfaat penelitian.

d. Memberikan lembar persetujuan (informed consent) untuk ditandatangani oleh calon responden apabila setuju menjadi subjek penelitian.

e. Memberikan penjelasan kepada responden tentang cara pengisian kuesioner.

f. Memberikan kesempatan kepada responden untuk bertanya kepada peneliti apabila ada yang tidak jelas dengan kuesioner. Memberikan waktu kepada responden untuk mengisi kuesioner.


(1)

74

Notoatmodjo, S.

Promosi kesehatn dan ilmu perilaku. Jakarta : Rineka Cipta.

2007

Notoatmodjo, S. Ilmu perilaku kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta. 2010

Pender, Nola J. Health Promotion in Nursing Practice. Michigan: The University

of Michigan. 1996

Nursalam, Efendi, Fery.

Pendidikan dalam Keperawatan.

Jakarta: Salemba

Medika. 2008

Purijayanti, R.

Penggunaan Health Belief Model Dalam Memprediksi Perilaku

Diet Pada Penderita Diabetes Mellitus Type II.

Tangerang Selatan :

Sripsi. 2012

Pdparsi. Ada Apa Dengan Rokok. 2003

Rahajeng E dan Tuminah S.

Prevalensi Hipertensi dan Determinannya di

Indonesia.

Jakarta : Pusat Penelitian Biomedis dan Farmasi Badan

Penelitian Kesehatan Departemen Kesehatan RI. 2009

Redding, Collen. A, et al. 2000.

Health Behavior Model. The International

Electronic Journal of Health Education: University of Rhodes Island

Suheni, Y.

Hubungan Antara Kebiasan Merokok Dengan Kejadian Hipertensi

Pada Laki-laki Usia 40 Tahun Keatas Di Badan Rumah Sakit Cepu.

Semarang : Skripsi. 2007

Schrier, R.W.

Manual of Nephrology.

ed 5rd. USA: Lippincott Williams &

Wilkins. 2000


(2)

75

Sitepoe, M. Usaha Mencegah Bahaya Merokok. Jakarta: Gramedia. 1997

Smeltzer, S. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner Suddarth. Volume 2

Edisi 8. Jakarta : EGC. 2001

Smet, B. Psikologi Kesehatan. Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia. 1994

Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung : Alfabeta.

2009

Taylor, S. E. (2006).

Health Psychologi Sixth Edition. Los Angeles: University

California

Vitahealth. Hipertensi. Jakarta: Gramedia. 2006

Yogiantoro, Mohammad.

Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam: Hipertensi Esensial.

Edisi Revisi. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2007.


(3)

(4)

Frequencies

[DataSet1] C:\Users\Asphire One\Documents\HASIL\hasil 1.sav

Statistics Kategori_k erentanan kategori_ke parahan kategori_do rongan_bert indak kategori_an caman kategori_ma nfaat kategori_ha mbatan kategori_me ngambil_tin dakan

N Valid 32 32 32 32 32 32 32

Missing 0 0 0 0 0 0 0

Frequency Table

Kategori_kerentanan

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid rentan 17 53.1 53.1 53.1

tidak rentan 15 46.9 46.9 100.0

Total 32 100.0 100.0

kategori_keparahan

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid semakin parah 17 53.1 53.1 53.1

tidak parah 15 46.9 46.9 100.0


(5)

kategori_dorongan_bertindak

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid ada dorongan 19 59.4 59.4 59.4

tidak ada dorongan 13 40.6 40.6 100.0

Total 32 100.0 100.0

kategori_ancaman

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid mengancam 17 53.1 53.1 53.1

tidak mengancam 15 46.9 46.9 100.0

Total 32 100.0 100.0

kategori_manfaat

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid ada manfaat 21 65.6 65.6 65.6

tidak ada manfaat 11 34.4 34.4 100.0

Total 32 100.0 100.0

kategori_hambatan

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid ada hambatan 16 50.0 50.0 50.0

tidak ada hambatan 16 50.0 50.0 100.0


(6)

kategori_mengambil_tindakan

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid ada tindakan 23 71.9 71.9 71.9

tidak ada tindakan 9 28.1 28.1 100.0

Total 32 100.0 100.0

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

Susceptibility .121 32 .200* .973 32 .579

Seriousness .153 32 .053 .966 32 .393

Cues_to_action .155 32 .049 .927 32 .033

Threat_of_disease .229 32 .000 .911 32 .012

benefits .158 32 .042 .959 32 .265

barrier .131 32 .173 .964 32 .349

Taking_recommended .177 32 .012 .962 32 .303

a. Lilliefors Significance Correction


Dokumen yang terkait

Perilaku Merokok Pasien Penyakit Jantung Koroner (PJK) di Klinik Bambu Dua Medan

8 72 93

Gambaran perilaku siswa SMAN 1 Pintupohan Kecamatan Pintupohan Meranti Kabupaten Toba Samosir tentang seksual Pra nikah Tahun 2011

3 63 91

Hubungan Antara Pola Konsumsi, Penyakit Infeksi Dan Pantang Makanan Terhadap Risiko Kurang Energi Kronis (Kek) Pada Ibu Hamil Di Puskesmas Ciputat Kota Tangerang Selatan Tahun 2011

2 14 169

Gambaran Pengetahuan dan Perilaku Tentang Penatalaksanaan DM pada Pasien DM di Puskesmas Ciputat Timur

9 88 112

HUBUNGAN ANTARA PERILAKU OLAHRAGA DAN MEROKOK DENGAN KEJADIANHIPERTENSI DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS Hubungan Antara Perilaku Olahraga Dan Merokok Dengan Kejadian Hipertensi Di Wilayah Kerja Puskesmas Kartasura Kabupaten Sukoharjo.

0 3 14

HUBUNGAN ANTARA PERILAKU OLAHRAGA DAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN HIPERTENSI DI WILAYAH KERJA Hubungan Antara Perilaku Olahraga Dan Merokok Dengan Kejadian Hipertensi Di Wilayah Kerja Puskesmas Kartasura Kabupaten Sukoharjo.

0 3 16

Pendidikan kesehatan ttg hipertensi dan pengaruhnya terhadap perubahan perilaku pada pasien hipertensi.

0 0 13

Pendidikan Kesehatan tentang Hipertensi dan Pengaruhnya terhadap Perubahan Perilaku Beresiko pada Pasien Hipertensi Halaman Awal

0 0 13

Pendidikan Kesehatan tentang Hipertensi dan Pengaruhnya terhadap Perubahan Perilaku Beresiko pada Pasien Hipertensi JURNAL PENELITIAN

0 2 15

KORELASI PERILAKU MEROKOK DENGAN DERAJAT HIPERTENSI PADA PENDERITA HIPERTENSI DI PUSKESMAS WILAYAH KERJA DINAS KESEHATAN BANJARBARU

0 0 6