komunitas-komunitas yang terdiri dari kerabat, teman dan tetangga serta organisasi non-pemerintah dan organisasi pemerintah.
4. Penilaian terhadap pengaruh impact, yaitu penilaian yang mencakup dampak yang ditimbulkan dari pelaksanaan suatu strategi.
Semua konsep ruang lingkup strategi dan mekanisme bertahan yang telah dipaparkan diatas bertujuan untuk menghadapi kesulitan ekonomi buruh di
Indonesia.
2.7. Peranan Pemerintah dalam Mengatur Ketenagakerjaan Pemerintah
Pemerintah turut
berperan dalam
mengatur masalah
PerburuanKetenagakerjaan. Mahalan peran itu sedemikian besar yang dilakukan oleh Departemen Tenaga Kerja.
Peran itu meliputi : 1.
Pengawas Ketenagakerjaan Bidang Pengawas Ketenagakerjaan bertugas untuk mengawasi kemungkinan
terjadinya pelanggaran ketentuan-ketentuan normative, peraturan Ketenagakerjaan. Oleh karena itu bidang ini sekaligus menjadi atas terjadinya pelanggaran-
pelanggaran tersebut yang berdimensi pidana. 2.
Syarat-syarat dalam hubungan kerja Kementrian Tenaga kerja dan Transmigrasi juga berperan menentukan syarat-syarat
kerja dan hubungan kerja antara pekerja dan pengusaha. Untuk itu Kementrian Tenag Kerja dan Transmigrasi bertugas mengawasi perjanjian kerja, perjanjian perburuhan,
peraturan perusahaan yang dibuat, dan lain-lain. 3.
Penyediaan dan penggunaan Tenaga Kerja
Universitas Sumatera Utara
Kementrian Tenaga Kerja dan Transmigrasi juga berfungsi untuk menyediakan Tenaga Kerja yang diperlukan oelh suatu perusahaan.
4. Pengembangan dan perluasan kerja
5. Pembinaan keahlian dan kejuruan Tenaga Kerja
Misalnya dilakukan melalui pelatihan-pelatihan yang dilakukan oleh Balai Latihan Kerja
6. Pembinaan norma-norma Kesehatan Kerja
7. Penyelesaian perselisihan perburuhan
8. PengusutanPenyidikan atas pelanggaran peraturan ketenagakerjaan
Kementrian Tenaga Kerja dan Transmigrasi
2.7.1. Pengaturan Waktu Kerja
Undang-undang No. 1219 tahun 1984 mengatur waktu kerja bagi para buruh selama tujuh 7 jam sehari atau sekitar 40 dalam satu minggu. Dalam hal pekerjaan
itu berbahaya bagi kesehatannya atau keselamatan buruh,maka waktu kerja itu tidak boleh lebih dari enam 6 jam sehari atau 35 jam dalam seminggu. Akan tetapi dalam
prakteknya ketentuan ini belum berjalan sebagaimana mestinya, karena masih ada perusahaan yang mempekerjakan buruhpekerjanya lebih dari tujuh 7 jam sehari.
Undang-undang No. 12 tahun 1984 juga mengatur, bahwa setelah menjalankan pekerjaan selama empat 4 jam terus menerus, kepada buruh harus
diadakan waktu istirahat sedikit-sedikitnya setengah jam lamanya. Waktu istirahat ini tidak termasuk jam kerja. Dan dalam satu 1 minggu buruh maksimum hanya
bekerja selama enam 6 hari kerja. Dalam prakteknya adakalanya pengaturan waktu istirahat ini diatur secara bergilir, sehingga jalannya perusahaan dapat berlangsung
terus.
Universitas Sumatera Utara
2.7.2. Outsoursing
Outsoursing berasal dari kata out yang berarti keluar dan source yang berarti sumber. Dari pengertian-pengertian di atas maka dapat ditarik suatu definisi operasional
mengenai outsoursing yaitu suatu bentuk perjanjian kerja antara perusahaan A sebagai pengguna jasa dengan perusahaan B sebagai penyedia jasa, dimana
perusahaan A meminta kepada perusahaan B untuk menyediakan tenaga kerja yang diperlukan untuk bekerja di perusahaan A dengan membayar sejumlah uang dan
upah atau gaji tetap dibayarkan oleh perusahaan B. Pola perjanjian kerja dalam bentuk outsoursing secara umum adalah ada beberapa
pekerjaan kemudian diserahkan ke perusahaan lain yang telah berdandan hukum, dimana perusahaan yang satu tidak berhubungan secara langsung dengan pekerja
tetapi hanya kepada perusahaan penyalur atau pengerah tenaga kerja. Pendapat lain menyebutkan bahwa outsoursing adalah pemberian pekerjaan dari satu
pihak kepada pihak lainnya dalam 2 dua bentuk, yaitu : 1. Mengerahkan dalam bentuk pekerjaan.
Misalnya : PT. Panamas sebagai pemberi kerja, menyerahkan pekerjaannya kepada PT. Putra untuk melaksanakan pekerjaan pengantongan pupuk.
2. Pemberian pekerjaan oleh pihak I dalam bentuk jasa tenaga kerja. Misalnya : PT. Sampoerna yang menyediakan jasa tenaga kerja yang ahli untuk dapat
bekerja di PT. Musim Mas. Model outsoursing dapat dibandingkan dengan bentuk perjanjian
pemborongan bangunan
walaupun sesungguhnya tidak
sama. Perjanjian
pemborongan bangunan dapat disamakan dengan sistem kontrak biasa sedangkan outsoursing sendiri bukanlah suatu kontrak. Buruh dalam perjanjian pemborongan
Universitas Sumatera Utara
bangunan dapat disamakan dengan pekerja harian lepas seperti yang diatur dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja NR : PER. 06MEN1985 tentang Perlindungan
Pekerja Harian Lepas adalah pekerja yang bekerja pada pengusaha untuk melakukan suatu pekerjaan tertentu dan dapat berubah-ubah dalam hal waktu maupun volume
pekerjaan dengan menerima upah yang didasarkan atas kehadiran pekerja secara harian.
Perjanjian pemborongan bangunan akan berakhir anatara pengusaha dengan pekerja apabila obyek perjanjian telah selesai dikerjakan. Misalnya pembangunan
jembatan, dalam hal jembatan telah selesai maka masa bekerjanya pun menjadi berakhir kecuali jembatan tersebut belum selesai dikerjakan. Sedangkan dalam
outsoursing masa bekerja akan berakhir sesuai dengan waktu yang telah ditentukan antara pengusaha dengan perusahaan penyediaan jasa tenaga kerja.
Upah yang diperoleh oleh pekerja outsoursing biasanya dalam bentuk Upah Minimum Provinsi UMP. Walaupun ada kenaikan upah setiap tahun, hal tersebut
dikarenakan adanya perubahan peraturan daerah tentang UMP untuk penyesesuain saja.
Kehendak untuk mendapatkan upah yang layak, jauh dari harapan pekerja outsoursing. Untuk pekerja tetap saja belum tentu mendapat upah yang layak. Namun
paling tidak ada kreteria dalam penentuan skal upah, misalnya melalui penjenjangan upah.
Demikian juga terhadap tabungan pensiuan tidak mungkin akan didapatkan oleh pekerja outsoursing, walaupun mereka selalu memperpanjang perjanjian dari
waktu ke waktu. Oleh karena itu perlu ada ketegasan dalam peraturan perundang- undangan bahwa setelah kontrak pertama atau kedua berakhir, pekerja outsoursing
harus diangkat menjadi pekerja tetap pada perusahaan tersebut.
Universitas Sumatera Utara
2.8. Kerangka Pemikiran