Tabel 5.12 Distribusi Responden Berdasarkan Ditemukantidaknya Jalan Keluar Menyelesaikan
Kesulitan Ekonomi Keluarga No
Ditemukan atau Tidak Jumlah
Persentase
1 2
Ditemukan Tidak Ditemukan
11 6
64,7 35,3
Jumlah 17
100 Sumber: Hasil Kuesioner 2015
Dari 17 keluarga yang membicarakn masalah kesulitan ekonomi dalam keluarga tersebut, ternyata mayoritas mengaku menemukan penyelesaian atas masalah ekonomi
keluarga. Hal ini berarti, bahwa keluarga sebagai kelompok primer masih cukup handal dalam menyelesaikan masalah keluarga. Paling tidak, diskusi keluarga menemukan jalan
keluar, sehingga diskusi yang dilakukan mengakibatkan kelegaan secara psikologis. Hal ini berarti mereka benar-benar berhasil keluar dari kesulitan ekonomi, karena jalan keluar yang
mereka temukan dalam pemikiran secara fakta belun tentu efektif berfungsi sebagai jalan keluar dalam memecahkan masalah kesulitan ekonomi keluarga, karena konsep yang mereka
temukan akan berhadapab dengan berbagai rintangan secara fakta.
5.3 Starategi Dlam Mempertahankan Hidup Keluarga
Strategi keluarga buruh dalam mempertahankan hidup keluarga tentu beranjak dari kondisi ekonomi yang demikian sulit yang dihadapi keluarga. Dalam situasi upah yang
tergolong rendah, sementara harga berbagai kebutuhan cenderung mengalami kenaikan sehingga upah yang diterima tidak mampu memenuhi kebutuhan hidup keluarga. Artinya,
Universitas Sumatera Utara
dengan bermodalkan upah yang diterima sebagi buruh, keluarga buruh tidak mampu mewujudkan hidup keluarga yang layak dari segi kemanusiaan. Dalam kondisi seperti ini,
keuarga buruh dituntut menerapkan strategi atau upaya tertentu agar kebutuhan keluarga tetap terpenuhi sehingga mereka dapat hidup secara wajar. Dalam upaya mencapai kebutuhan yang
layak tersebut, sebagaimana telah dikemukakan dalam defenisi operasional, keluarga buruh menerapkan strategi tertentu, yang dalam penelitian ini merupakan variable bebas, yang
terdiri dari 3 tiga jenis yang dalam penelitian ini merupakan sub-sub variable bebas, yaitu strategi produksi atau pendapatan keluarga, strategi konsumsi, dan strategi jaringan atau
relasi. Oleh karena itu uraian ini adalah analisis tentang penerapan jennis-jenis strategi tersebut, yang akan dikaji secara berturut-turut.
5.3.1 Strategi ProduksiPendapatan Keluarga Tabel 5.13
Distribusi Responden Berdasarkan Upaya Utama yang Dilakukan Keluarga Dalam Mengatasi Kesulitan Ekonomi Keluarga
No Upaya Utama
Jumlah Persentase
1 2
3 4
Menambah Jam Kerja Membuka Usaha Di Rumah
Mengikutsertakan Istri bekerja Mengikutsertakan Anak Bekerja
9 4
5 2
45 20
25 10
Jumlah 20
100 Sumber: Hasil Kuesioner 2015
Universitas Sumatera Utara
Harus diakui, keluarga sebagai kelompok primer mungkin saja menerapkan lebih dari satu strategi atau upaya dalam rangka menambah pendapatan keluarga sebagai cara
mengatasi kesulitan ekonomi, khususnya rendahnya upah yang diterima dengan menjalankan pekerjaan sebagai buruh bangunan. Dalam penelitian ini data yang berhasil diperoleh
hanyalah strategi atau upaya “utama”. Data yang diperoleh menunjukkan bahwa menambah jam kerja atau lembur merupakan upaya utama yang diterapkan mayoritas buruh untuk
menambah pendapatan keluarga. Sedangkan upaya lainnya adalah membuka usaha di rumah, mengikutsertakan istri bekerja dan mengikutsertakan anak bekerja. Hal ini menunjukkan
bahwa menambah jam kerja adalah jalan pintas atau yang mudah di jalankan dalam menambah pendapatan keluarga. Kondisi ini menunjukkan, sebagai kelompok yang tidak
berdaya, keluarga buruh senantiasa mencoba cara sederhana. Menambah jam kerja di tempat kerja tentu tidak menuntut modal, tidak pula menuntut keterampilan baru. Terlrpas dari tinggi
rendahnya atau signifikan tidaknya peningkatan pendapatan yang diperoleh, yang pasti upaya menambah jam kerja adalah cara paling sederhana menambah pendapatan. Upaya ini tidak
mengandung resiko rugi seperti : yang mungkin saja terjadi jika membuka usaha di rumah. Sedikitnya keluarga menerapkan upaya mengikutsertakan anak dalam bekerja menunjukkan
keluarga buruh pada umumnya tidak menggangap anak sebagai sesuatu yang bernilai ekonomi.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 5.14 Distribusi Responden Berdasarkan Alasan Tidak Menambah Jam Kerja Dalam
Mengatasi Kesulitan Ekonomi Keluarga No
Alasan Jumlah
Persentase
1 2
Perusahaan tidak memberikan kesmpatan lembur Kecapekan dan Kesehatan
4 7
36.36 63.63
Jumlah 11
100 Sumber: Hasil Kuesioner 2015
Bekerja lembur atau menambah jumlah jam kerja merupakan konsep yang populer di dunia kerja. Oleh karena itu adalah sangat menarik untuk mendalami apa alasan sebagian
buruh yang menjadi responden dalam penelitian ini tidak menerapkannya. Data yang diperoleh menunjukkan bahwa minoritas responden tidak menambah jam kerja karena
memang perusahaan tidak memberikan kesempatan lebur. Artinya, kecenderungan tidak menerapkan strategi menambah jam kerja bersumber dari faktor internal yang mana
kecapekan dan kesehatan menjadi faktor utama.
Universitas Sumatera Utara
5.3.2 Strategi KonsumsiKeluarga Tabel 5.15
Distribusi Responden Berdasarkan Ada Tidaknya Anak Usia Sekolah Tetapi Tidak Sedang Sekolah
No Ada atau Tidak Ada
Jumlah Persentase
1 2
Ada Tidak Ada
4 16
20 80
Jumlah 20
100 Sumber: Hasil Kuesioner 2015
Pendidikan merupakan faktor penting dalam perkembangan dan masa depan anak. Apakah anak akan mampu memenangkan persaingan yang senantiasa makin ketat, adalah
sangat tergantung pada pendidikan yang diterima, baik ditinjau dari segi tingkat pendidikan maupun kualitas pendidikan yang dijalani. Bahkan proses pemberdayaan massyarakat pun,
senantiasa tidak terlepas dari pendidikan. Oleh karena itu, memperoleh pendidikan merupakan kebutuhan yang harus dipenuhi dalam proses pertumbuhan anak, sehingga tidak
hanya tumbuh secara fisik, melainkan juga tumbuh secara intelektual. Hal ini berarti, jika anak masih dalam usia sekolah, semsetinya mereka benar-benar bersekolah. Namun data
yang diperoleh menunjukkan adanya anak yang berada pada usia sekolah tetapi tidak sedang bersekolah. Dengan demikian, masalah pendidikan anak yang cukup fatal dihadapi 2 keluarga
responden. Hal ini berarti, proses pendidikan dalam rangka menumbuhkembangkan intelektual anak mengalami stagnasi. Kondisi mana sangat berpengaruh dalam menentukan
arah masa depan anak.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 5.16 Distribusi Responden Berdasarkan Pada Tingkat Pendidikan Mana Anak Berhenti
Sekolah No
Tingkat Pendidikan Jumlah
Persentase
1 2
3 Tamat SMP
Kelas 1 SMA Kelas 2 SMA
1 2
1 25
50 25
Jumlah 4
100 Sumber: Hasil Kuesioner 2015
Stagnasi pendidikan yang dialami anak pada 4 keluarga responden sangat menarik untuk lebih didalami. Jika putus sekolah sebagai suatu masalah, maka kita perlu mencari pada
tingkat mana proses pendidikan tersebut mengalami stagnasi. Selain jumlah anak yang mengalami putus sekolah, parah tidaknya masalah pendidikan anak juga dapat dilihat dari
aspek pada tingkat pendidikan mana anak berhenti sekolah atau mengalami putus sekolah. Data yang diperoleh menunjukkan bahwa keluarga buruh menganggap pendidikan itu sampai
tingkat SMA saja dan tidak melanjut keperguruan tinggi bukan berarti putus sekolah. Sehingga mereka merasa tidak perlu melanjutkan pendidikan anak nya ke tingkat perguruan
tinggi. Jika kita kaitkan fakta ini dengan program wajib belajar 9 sembilan tahun sebagai hak dasar anak, maka kewajiban tersebut tidak terlaksana pada 1 satu keluarga responden,
dimana anak tidak tamak SMA. Pasal 17 Ayat 2 UU R.I. No. 20 Tahun 2003 tentang sismtem pendidikan nasional menegaskan :”Pendidikan dasar bentuk Sekolah Dasar SD dan
Madrassah Ibtidaiyah MI atau bentuk lain yang sederajat serta Sekolah Menengah Pertama
Universitas Sumatera Utara
SMP dan Madrasah Tsanawiyah MTs atau bentuk lain yang sederajat”. Inilah yang melandasi penetapan kebijakan wajib belajar 9 sembilan tahun. Tentu sangat tidak wajar
jika pun tidak menjalani pendidikan hingga tuntas.
Tabel 5.17 Distribusi Responden Berdasarkan Alasan Anak Berhenti Sekolah
No Alasan
Jumlah Persentase
1 2
Ketidakmampuan Ekonomi keluarga Anak Tidak mau sekolah
1 1
50 50
Jumlah 2
100 Sumber: Hasil Kuesioner 2015
Drop Out atau meninggalkan bangku sekolah merupakan masalah keluarga dan masalah bangsa. Setia anak mestinya mendapatkan haknya untuk sekolah atau mendapatkan
pendidikan. Sebagai suatu masalah, tentu perlu dicari akar masalahnya, yang dalam hal ini adalah penyebab anak putus sekolah. Data yang diperoleh dalam penelitian ini menunjukkan
bahwa anak mereka mengalami putus sekolah dikarenakan 1 anak tidak mau sekolah dan 1 anak lagi di karenakan ketidakmampuan ekonomi keluarganya bukan karena kemauan pribadi
tetapi disebabkan oleh sesuatu dari luar diri sendiri. Dalam kondisi ekonomi keluarga yang demikian sulit, keluarga melakukan rasionalisasi konsumsi. Dengan demikian, Drop out anak
dari sekolah dilakukan dalam rangka menekan biaya pengeluaran, sebagai bagian dari strategi mempertahankan hidup. Kondisi anak seperti ini tentu sangat mengkhawatirkan, karena
persaingan meraih sukses dalam hidup justru menuntut pendidikan yang makin tinggi.
Universitas Sumatera Utara
Kondisi ini dapat mengakibatkan lingkaran kemiskinan dalam keluarga buruh secara generatif sulit untuk diputus.
Tabel 5.18 Distribusi Responden Berdasarkan Berpengaruh Tidaknya Kesulitan Ekonomi
Terhadap PembelianPengadaan Pakaian Keluarga No
Berpengaruh atau Tidak Jumlah
Persentase
1 2
Berpengaruh Tidak Berpengaruh
16 4
80 20
Jumlah 20
100 Sumber: Hasil Kuesioner 2015
Teori ekonomi menegaskan bahwa pendapatan = konsumsi + tabungan. Artinya , aktivitas pemenuhan kebutuhan keluarga secara umum dinamakan dengan konsumsi memang
bersumber dari pendapatan keluarga. Oleh karena itu. Besar kecilnya maupun perubahan pendapatan dan perubahan harga berbagai kebutuhan keluarga akan mempengaruhi
pemenuhan kebutuhan, khususnya dalam hal ini adalah pemenuhan pakaian anggota keluarga. Sehubungan dengan kondisi pendapatan keluarga buruh, ternyata mempengaruhi
mayoritas keluarga buruh dalam menyediakan pakaian bagi keluarga. Hal ini sekaligus berarti bahwa kesulitan ekonomi telah menggaalkan keinginan tertentu, termasuk di dalamnya selera
yang berhubungan dengan pakaian dari anggota keluarga.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 5.19 Distribusi Responden Berdasarkan Strategi Utama Pengadaan Pakaian Keluarga
No Strategi Utama
Jumlah Persentase
1 2
3 Berupaya mendapatkan paiakan bekas dari keluarga
Cenderung membeli pakaian bekas Jarang beli pakaian
3 7
6 18.75
43.75 37.5
Jumlah 16
100 Sumber: Hasil Kuesioner 2015
Adanya pengaruh yang demikian signifikan dari kessulitan ekonomi terhadap pengadaan pakaian tentu memaksa keluarga mencari upaya yang harus diterapkan dalam
pemenuhan kebutuhan pakaian keluarga, meskipun tentu tidak akan sepenuhnya terpenuhi. Data yang diperoleh dalam penelitian ini menunjukkan bahwa strategi atau upaya yang
diterapkan paling banyak oleh keluarga responden adalah cenderung membeli pakaian bekas, yang diikuti oleh pengurangan frekuensi membeli pakaian. Hanya sedikit keluarga buruh
yang menerapkan strategi dalam bentuk upaya mendapatkan pakaian bekas dari keluarga. Artinya, kerabat sebagai salah satu komunitas sosial cenderung tidak dipandang sebagai
safety net seperti yang dinyatakan Cook. Penulis tertarik lebih mendalami fakta ini, dan diperoleh informasi bahwa kecenderungan itu ditempuh karena jarangnya keluarga dekat
yang memiliki sosial ekonomi yang baik dan makin longgarnya kekerabatan dalam keluarga, dimana keluarga luas makin terkikis perannya, dalam arti segalanya makin terfokus pada
keluarga inti. Dalam kondisi peranan keluarga luas makin sedikit dan keluarga initi dituntut mampu menyelesaikan sendiri masalah keluarga masing-masing.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 5.20 Distribusi Responden Berdasarkan Berpengaruh Tidaknya Kesulitan Ekonomi
terhadap Pemenuhan Susu Anak No
Berpengaruh atau Tidak Jumlah
Persentase
1 2
Berpengaruh Tidak berpengaruh
16 4
80 20
Jumlah 20
100 Sumber: Hasil Kuesioner 2015
Sebagai orang yang masih dalam proses pertumbuhan, anak sangat membutuhkan minum susu. Namun kondisi dimana harga susu yang cenderung naik sedangkan pendapatan
keluarga buruh adalah rendah tentu mempengaruhi pemenuhan susu bagi anak. Kondisi seperti ini berlaku pada mayoritass keluarga buruh yang merupakan responden pebelitian ini.
Dengan demikian kesulitan ekonomi memenuhi memaksa keluarga mencari strategi atau upaya bagaimana agar tetap mampu memenuhi kebutuhan susu anak atau justru tidak
memenuhi kebutuhan tersebut. Hal ini berarti perlu dilakukan perubahab dalam pola pemenuhan kebutuhan susu anak, karena kenaikan harga susu di pasar tidak diikuti oleh
gerak kenaikan pendapatan keluarga yang signifikan. Bagaimabapun juga, kebutuhan keluarga bukan hanya susu bagi anak, masih banyak lagi kebutuhan lain yang menuntut
dipenuhi meskipun pendapatan tidak mengalami kenaikan yang signifikan, sebagai mana terjadi dalam harga berbagai kebutuhan.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 5.21 Distribusi Responden Berdasarkan Strategi Utama Pengadaan Susu Anak
No Usia Tahun
Jumlah Persentase
1 2
3 Tidak minum susu lagi
Makin jarang minum susu Membeli susu yang lebih murah
4 7
9 20
35 45
Jumlah 20
100 Sumber: Hasil Kuesioner 2015
Strategi nyata yang dilakukan dalam menghadapi kesulitan ekonomi keluarga dalam kaitannya dengan pemenuhan kebutuhan susu anak oleh keluarga buruh adalah dengan cara
membeli susu yang lebih murah. Artinya, kebutuhan susu anak tetep terprnuhi dengan frekuensi yang normal, hanya saja dilakukan pergantian merek agar harganya tetap
terjangkau keluarga. Strategi ini diikuti oleh upaya yang cukup banyak yang menerapkannya, yakni dengan mengurangi anak minum susu. Strategi terakhir ini tentu berpengaruh sangat
negatif terhadap perkembangan anak. Patut dicatat, keluarga buruh pada umumnya menyadari bahwa susu sangat penting bagi anak mereka, sehingga mayoritas keluarga masih tetap
memenuhinya, pergantian merek dan pengurangan frekuensi minum susu adalah bentuk rasionalisasi keluarga buruh dalam konsumsi.
Universitas Sumatera Utara
5.3.3 Strategi JaringanRelasi Tabel 5.22
Distribusi Responden Berdasarkan Pernah Tidaknya MenceritakanMengeluh Kesulitan Ekonomi Keluarga Kepada Kerabat
No Pernah atau Tidak Pernah
Jumlah Persentase
1 2
Pernah Tidak pernah
5 15
25 75
Jumlah 20
100 Sumber: Hasil Kuesioner 2015
Idelanya kerabat merupakan pihak yang berperan dalam pemecahan kesulitan ekonomi keluarga. Artinya, dalam daftar relasi keluarga semestinyalah kesulitan ekonomi
keluarga diceritakan, diinformasukan dan didiskusikan dengan kerabat atau keluarga luas. Namun data penelitian ini menunjukkan sedikitnya keluarga buruh yang pernah menceritakan
kesulitan ekonomi yang dihadapi keluarga kepada kerabat. Berbagai alasan responden untuk tidak menceritakan kesulitan ekonomi pada kerabat antara lain adalah, bahwa kerabat mereka
sangat sedikit yang memiliki ekonomi yang baik, merasa malu, dan sudah lama tidak memiliki hubungan yang erat, merasa malu. Dari beberapa alasan yang ada dapat kita tarik
kesimpulan, adanya gejala semakin melonggarnya kekerabatan dalam keluarga luas extended family, sehingga segala permasalahan cenderung menjadi urusan keluarga inti nucleo
family. Dengan kata lain, seiring dengan perjalanan waktu, ternyata kohesi sosial atau ikatan sosial di antara kerabat semakin menipis.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 5.23 Distribusi Responden Berdasarkan Kepada Pihak Mana Yang Utama Paling Sering
Minta Bantuan Saat Keluarga Membutuhkan Bantuan No
Pihak yang menjadi sumber bantuan Jumlah
Persentase
1 2
3 4
Teman kerja Koperasi lembaga profit
Kerabat Tetangga
8 7
3 2
40 35
15 10
Jumlah 20
100 Sumber: Hasil Kuesioner 2015
Buruh dan keluarganya tentu mengetahui pihak mana yang paling pantas mereka jadikan tempat mendapat bantuan saat mereka menghadapi kesulitan ekonomi yang demikian
parah sehingga membutuhkan bantuan orang lain. Seleksi ini tentu merupakan hasil interaksi sosial yang mereka jalani selami ini. Data yang diperoleh dalam penelitian ini menunjukkan
bahwa teman kerja menjadi pihak yang paling sering membantu keluarga ketika mengalami kesulitan ekonomi dan membutuhkan bantuan lainnya. Artinya, teman kerja sebagai tujuan
utama meminta bantuan adalah karena menurut buruh, merekalah yang paling mengerti tentang keadaan mereka. Selain itu aktivitas bersama bekerja telah menjalin hubungan yang
harmonis di antara mereka. Peranan teman bekerja ini diikuti oleh kerabat dan tetangga. Alasan utama merkea jarang meminta bantuan pada tetangga adalah rasa malu jika tetangga
harus mengetahui kondisi nyata keluarga. Memang harus diakui, bentuk interaksi di antara keluarga yang bertetangga justru sering lebih dominan aspek kompetisinya dibandingkan
Universitas Sumatera Utara
dengan kerja samanya. Sedangkan keengganan meminta bantuan kerabat disebabkan pada umumnya kerabat juga miskin dan makin tipisnya kohesi sosial ikatan sosial dengan sesama
kerabat.
Tabel 5.24 Distribusi Responden Berdasarkan Berupaya atau Tidak Memperoleh Raskin
No Berupaya atau Tidak
Jumlah Persentase
1 2
Berupaya Tidak Berupaya
8 12
40 60
Jumlah 20
100 Sumber: Hasil Kuesioner 2015
Secara kosntitusional, masyarakat miskin berhak atas dukungan hidup dari negara yang dalam hal ini diwakili oleh Pemerintah, karena memang fakir miskin semsetinya
dipelihara oleh negara Pasal 34 UUD 1945. Mungkin keuangan negara belum memadai untuk menanggung hidup orang miskin. Dalam kondisi seperti ini, setidaknya masyarakat
miskin mendapat sentuhan intervensi sosial dari Pemerintah melalui berbagai program pemberdayaan maupun pelayanan sosial. Salah satu program Pemerintah dalam rangka
mengatasi kemiskinan adalah dengan program beras untuk keluarga miskin RASKIN. Secara teoritis, program ini langsung menyentuh kebutuhan pokok, dan sangat tepat bagi
keluarga miskin. Namun hanya 8 keluarga responden yang berupaya mendapatkan akses pada program RASKIN ini. Alasan utama mayoritas keluarga responden tidak berupaya
mendapatkan RASKIN adalah rasa pesimis, karena banyak yang berupaya mendapatkannya
Universitas Sumatera Utara
tetapi belum tentu berhasil. Alasan lainnya adalah bahwa di lingkungan mereka masih banyak keluarga lain yang sosial ekonominya lebih memprihatinkan. Sedangkan alasan utama
mereka berupaya mendapatkan RASKIN adalah bahwa sebagai masyarakat miskin mereka berhak mendapat beras subsidi Pemerintah.
Tabel 5.25 Distribusi Responden Berdasarkan Pernah Tidaknya Memperoleh Raskin
No Pernah atau Tidak Pernah
Jumlah Persentase
1 2
Pernah Tidak Pernah
6 14
30 70
Jumlah 20
100 Sumber: Hasil Kuesioner 2015
Erat kaitannya dengan kuantitas keluarga responden yang berupaya mendapatkan RASKIN adalah jumlah keluarga responden yang pernah mendapatkan RASKIN, yang dalam
hal ini hanya 6 keluarga. Hal ini menunjukkan bahwa tidak samua keluarga responden yang berupaya mendapatkan RASKIN nyata-nyata atau berhasil memperoleh RASKIN Lihat tabel
5.24. hal ini menunjukkan bahwa masih sedikitnya keluarga miskin mendapatkan akses pada program Pemerintah yang cukup populer ini.
Berdasarkan data yang diperoleh melalui kuesioner diketahui bahwa semua responden 6 keluarga yang mendapatkan RASKIN merasa terbantu atas adanya program RASKIN
tersebut. Dengan mendapatkan jatah RASKIN mereka memperoleh beras dengan harga yang lebih murah dibandingkan dengan harga di pasar. Hal ini menunjukkan bahwa program
Universitas Sumatera Utara
raskin sangat tepat atau sesuai dengan kebutuhan masyarakat, khususnya masyarakat yang tergolong kedalam kategori miskin.
Tabel 5.26 Distribusi Responden Berdasarkan Upaya Memperoleh Program Keluarga Harapan
PKH No
Upaya Jumlah
Persentase
1 2
Berupaya Tidak Berupaya
9 11
45 55
Jumlah 20
100 Sumber: Hasil Kuesioner 2015
PKH adalah program Pemerintah yang ditujukan bagi keluarga miskin yang mana program ini dimaksudkan untuk memutuskan tali kemiskinan keluarga-keluarga miskin. Dari
data yang diperoleh dalam penelitian ini menunjukkan tidak sampai setengah jumlah keluarga responden yang berupaya mendapatkan PKH. Adapaun alasan mereka tidak berupaya
mendapatkan PKH adalah rasa pesimis, karena banyak yang berupaya mendapatkannya tetapi belum tentu berhasil. Disamping itu menurut mereka masih banyak keluarga lain yang sosial
ekonominya lebih memprihatinkan, yang mereka sadari lebih berhak mendapatkan PKH. Namun demikian jumlah keluarga responden yang berupaya mendapatkan PKH lebih banyak
dari mereka yang berupaya mendapatkan RASKIN. Hal ini berarti, masyarakat miskin lebih menyukai bantuan dalam bentuk uang tunai dibanding barang kebutuhan keluarga. Mereka
yang berupaya mendapatkan PKH menganggap bahwa sebagai keluarga yang serba kekurangan, mereka berhak mendapatkan bantuan dari Pemerintah dalam bentuk PKH.
Universitas Sumatera Utara
Dengan mendapatkan uang tunai, keluarga memiliki kebebasan untuk menggunakan uang tersebut untuk memenuhi kebutuhan yang oaling urgensial. Tentu kebebasan atau keleluasaan
ini tidak terdapat pada keluarga responden yang mendapatkan RASKIN.
Tabel 5.27 Distribusi Responden Berdasarkan Pernah Tidaknya Memperoleh Program Keluarga
Harapan PKH No
Pernah Tidaknya Jumlah
Persentase
1 2
Pernah Tidak Pernah
7 13
35 65
Jumlah 20
100 Sumber: Hasil Kuesioner 2015
Harus diakui, bahwa jumlah keluarga responden yang mendapatkan PKH lebih banyak dibandingkan mereka yang mendapatkan RASKIN. Namun, jumlah tersebut masih
sangat jauh dari jumlah yang berupaya mendapatkannya. Hal ini berarti bahwa masih banyak masyarakat yang merasa membutuhkan dan berhak mendapatkan PKH namun tidak
mendapatkannya. Namun demikian, setidaknya keluarga buruh menegtahui perkembangan yang berkenaan dengan program Pemerintah dan berupaya memperoleh akses ke sana.
Universitas Sumatera Utara
5.4 Pemenuhan Kebutuhan Keluarga