C. Kualitas Matan Tentang Asyhur al-Hurum
1. Pengertian dan Metodologi Kritik Matan
Menurut bahasa, kata matan berasal dari bahasa Arab ﻦﺘ artinya
punggung jalanan muka jalan
54
, tanah yang keras dan tinggi. Matan menurut ilmu hadis adalah penghujung sanad, yakni sabda Nabi Muhammad Saw., yang di
sebut sesudah habis disebutkan sanad.
55
Matan hadis adalah isi hadis. Matan hadis materi berita yang disandarkan oleh Nabi Muhammad Saw. baik perkataan,
perbuatan, maupun perbuatan sahabat yang tidak disanggah oleh Nabi.
56
Kritik matan hadis termasuk kajian yang jarang dilakukan oleh muhadditsîn
, jika dibandingkan dengan kegiatan mereka terhadap kritik sanad hadis. Menurut mereka bagaimana mungkin dapat dikatakan hadis Nabi Saw.
kalau tidak ada silsilah yang menghubungkan kita sampai kepada sumber hadis Nabi Muhammad Saw.. Belum dapat dikatakan sebagai hadis, apabila tidak
ditemukan rangkaian perawi sampai kepada Rasulullah Saw. Sebaliknya, tidaklah bernilai
sanad hadis yang baik, kalau matan-nya tidak dapat
dipertanggungjawabkan keabsahannya.
57
Jadi, Untuk mengetahui sahîh atau tidaknya suatu matan diperlukan suatu penelitian matan yang bisa disebut kritik matan naqd al-matan. Kritik matan ini
adalah upaya mengkritisi materi atau pembicaraan yang disampaikan oleh sanad yang terakhir untuk diketahui kesahihan matan tersebut.
54
Mahmud Yunus, Kamus Arab-Indonesia, Jakarta : Hidakarya Agung, 1990, h. 410.
70
55
Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadis, Semarang : Pustaka Rizki Putra, 1997, h. 168
56
Fathurrahman, Ikhtisar Musthalahul Hadits, h. 23.
57
Bustamin dan M. Isa, Metodologi Kritik Hadis, h. 5.
Perlunya kritik matan hadis tidak hanya karena keadaan matan itu tidak dapat dilepaskan dari pengaruh keadaan sanad saja, tetapi juga karena ada
permasalahan di dalam metode periwayatannya. Adanya periwayatan secara makna menyebabkan penelitian matan tersebut terlebih dahulu telah beredar pada
sejumlah periwayat yang berbeda generasi dan tidak jarang juga berbeda latar belakang budaya dan kecerdasan, sehingga menyebabkan timbulnya perbedaan
penggunaan dan pemahaman dalam suatu kata ataupun istilah. Penggunaan pendekatan bahasa dalam penelitian matan sangatlah
diperlukan. Karena sangat membantu kegiatan penelitian yang berhubungan dengan kandungan petunjuk dari matan hadis yang bersangkutan. Untuk meneliti
matan hadis dari segi kandungannya, seringkali diperlukan penggunaan
pendekatan rasio, sejarah dan prinsip pokok ajaran Islam. Penelitian matan dengan beberapa macam pendekatan tersebut ternyata memang masih tidak
mudah dilakukan, apalagi terhadap kandungan matan hadis yang berhubungan dengan masalah keyakinan tentang hal-hal yang gaib dan petunjuk agama yang
bersifat ta’abudi. Dengan begitu, penelitian matan hadis memang membutuhkan kecerdasan si peneliti dalam menggunakan cara pendekatan yang relevan dengan
masalah yang diteliti. Kesulitan penelitian matan juga disebabkan masih sangat sedikitnya kitab-kitab yang secara khusus membahas kritik matan.
58
Dalam memahami matan sebuah hadis diperlukan juga sebuah penafsiran situasionalkontekstual. Menurut Fazlul Rahman, bahwa pemahaman beberapa
doktrin pokok harus dimodifikasi dan ditegaskan kembali. Harus ditafsirkan
58
Muhammad Syuhudi Ismail, Metodologi Penelitian Hadis Nabi, Jakarta: Bulan Bintang, 1992, h. 27-28.
menurut presfektif historisnya yang tepat dan menurut fungsinya yang tepat dalam konteks kesejarahan. Harus dikemukakan secara tegas bahwa suatu relevansi
terhadap aneka ragam unsur dalam hadis dan reinterpretasi yang sempurna selaras dengan perubahan dengan perubahan-perubahan kondisi sosial moral dewasa ini
mesti dilakukan.
59
Sementara itu, kesahihan matan hadis menurut ulama hadis tampaknya beragam, seperti yang dikemukakan oleh Khatîb al-Bagdâdî W. 463 H1072 M
bahwa suatu matan hadis dapat dinyatakan maqbul diterima sebagai matan hadis yang sahîh apabila memenuhi beberapa syarat, yaitu: 1 Tidak bertentangan
dengan akal sehat. 2 Tidak bertentangan dengan al-Quran. 3 Tidak bertentangan dengan hadis mutawâtir. 4 Tidak bertentangan dengan kesepakatan ulama masa
lalu salaf. 5 Tidak bertentangan dengan dalil yang telah pasti. 6 Tidak bertentangan dengan hadis ahâd yang kualitasnya lebih kuat.
60
Tolak ukur yang dikemukakan di atas, hendaknya tidak satupun matan hadis yang bertentangan dengannya. Sekiranya ada, maka matan hadis tersebut
tidak dapat dikatakan matan hadis yang sahih. Ibn al-Jauzî W. 597 H memberikan kaedah kesahihan matan secara
singkat, yaitu setiap hadis yang bertentangan dengan akal sehat ataupun berlawanan dengan ketentuan pokok agama, pasti hadis tersebut tergolong hadis
59
Taufik Adnan Amal, Islam dan Tantangan Modernitas Studi Atas Pemikiran Fazlul Rahman
, Bandung: Mizan, 1995, h. 73.
60
Salah al-Dîn bin Ahmad al-Adlabî, Manhaj Naqd al-Matan, Beirut: Dâr al-Afaq al- Jadidah, 1403 H1983 M, h. 126.
maudû ,
61
karena Nabi Saw., tidak mungkin menetapkan sesuatu yang bertentangan dengan akal sehat, demikian pula terhadap ketentuan pokok agama,
seperti menyangkut aqidah dan ibadah. Kemudian Salah al-Dîn al-Adlabî di dalam kitabnya Manhaj Naqd al-
Matan , beliau mengambil jalan tengah dari dua pendapat di atas, ia mengatakan
bahwa kriteria kesahihan matan ada empat : 1 Tidak bertentangan dengan petunjuk al-Quran. 2 Tidak bertentangan dengan hadis yang lebih kuat. 3 Tidak
bertentangan dengan akal sehat, indera, sejarah. 4 Susunan pernyataannya menunjukan ciri-ciri sabda kenabian.
62
Dalam melakukan penelitian terhadap matan ini, penulis menggunakan beberapa pendekatan, seperti pendekatan dengan membandingkan hadis lain yang
masyhur dan juga dengan pendekatan al-Qur’an.
2. Kritik Matan Hadis Tentang Asyhur al-Hurum