Wujud Kebudayaan Menurut J.J. Hoenigmann dalam

Zuraidah Hafni : Piagam Madinah Dari Perspektif Kebudayaan, 2009 . telinga. Sebagai makhluk yang mempunyai cita rasa tinggi, manusia menghasilkan corak kesenian mulai dari yang sederhana hingga perwujudan kesenian yang kompleks http:id.wikipedia.orgwikibudaya . Setiap kebudayaan memiliki ekspresi-ekspresi artistik Maran, 2000: 46. Itu tidak berarti bahwa semua bentuk seni dikembangkan dalam setiap kebudayaan. Kebutuhan akan ekspresi estetis berkaitan dengan karakteristik- karakteristik dasar masing-masing masyarakat. Tidak ada masyarakat-bangsa yang memiliki karakteristik-karakteristik dasar yang sama. Karena itu, setiap bangsa memiliki ekspresi-ekspresi estetis yang khas. Universalitas seni tidak terletak pada corak dan bentuk ekspresi seni, melainkan pada kenyataan bahwa ekspresi seni itu terdapat di setiap kebudayaan. Melalui karya-karya seni, seperti seni sastra, musik, tari, lukis, dan drama, manusia mengekspresikan ide-ide, nilai-nilai, cita-cita. serta perasaan- perasaannya Maran, 2000. Banyak hal yang tidak dapat terungkapkan dengan bahasa rasional, hanya dapat diungkapkan dengan bahasa simbolik, yaitu melalui seni. Karya-karya seni ini mengungkapkan makna-makna hakiki yang hanya dapat ditangkap dengan kepekaan perasaan estetis yang tinggi. Selain itu, karya-karya seni juga merupakan media komunikasi. Melalui suatu karya seni, seorang seniman mengkomunikasikan suatu permasalahan atau dapat juga mengkomunikasikan kebenaran kepada orang lain. Dengan demikian, melalui karya-karya estetis tersebut, orang tidak saja menikmati keindahan, tetapi juga menemukan kebenaran yang menghibur dan menguatkan langkahnya Maran, 2000: 46.

2.4. Wujud Kebudayaan Menurut J.J. Hoenigmann dalam

http:id.wikipedia.orgwikibudaya , wujud kebudayaan dibedakan menjadi tiga: gagasan, aktivitas, dan artefak. Zuraidah Hafni : Piagam Madinah Dari Perspektif Kebudayaan, 2009 . 2.4.1. Gagasan Wujud Ideal Wujud ideal kebudayaan adalah kebudayaan yang berbentuk kumpulan ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan, dan sebagainya yang sifatnya abstrak; tidak dapat diraba atau disentuh. Wujud kebudayaan ini terletak dalam kepala-kepala atau di alam pemikiran warga masyarakat. Jika masyarakat tersebut menyatakan gagasan mereka itu dalam bentuk tulisan, maka lokasi dari kebudayaan ideal itu berada dalam karangan dan buku-buku hasil karya para penulis warga masyarakat tersebut. Menurut Koentjaraningrat, wujud ideal kebudayaan disebut juga adat tata-kelakuan atau dalam bentuk jamaknya adat-istiadat. Disebut tata kelakuan, karena fungsinya sebagai pengatur, pengendali, dan pemberi arah bagi kelakuan perbuatan manusia dalam masyarakat. Adat mempunyai beberapa lapisan, yakni sistem nilai budaya, norma-norma, sistem hukum, dan peraturan-peraturan khusus. Sistem nilai budaya merupakan tingkat paling abstrak dari adat. Yang dimaksud dengan sistem nilai budaya adalah konsepsi-konsepsi yang hidup dalam alam pikiran sebagian besar masyarakat mengenai nilai-nilai yang mereka anggap amat bernilai dalam hidup. Sistem nilai budaya berfungsi sebagai pedoman tertinggi bagi kelakuan manusia. Lapisan kedua, yaitu sistem norma-norma. Sifatnya lebih konkret dibandingkan dengan sistem nilai budaya. Dan sistem hukum yang berdasarkan norma-norma sifatnya lebih konkret lagi. Sedangkan peraturan-peraturan khusus mengenai berbagai aktivitas sehari-hari dalam kehidupan masyarakat, seperti aturan sopan santun, merupakan lapisan adat-istiadat yang paling konkret tapi terbatas ruang lingkupnya.

2.4.2. Aktivitas Tindakan

Zuraidah Hafni : Piagam Madinah Dari Perspektif Kebudayaan, 2009 . Aktivitas adalah wujud kebudayaan sebagai suatu tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat itu. Wujud ini sering pula disebut dengan sistem sosial. Sistem sosial ini terdiri dari aktivitas-aktivitas manusia yang saling berinteraksi, mengadakan kontak, serta bergaul dengan manusia lainnya menurut pola-pola tertentu yang berdasarkan adat tata kelakuan. Sifatnya konkret, terjadi dalam kehidupan sehari-hari, dan dapat diamati dan didokumentasikan.

2.4.3. Artefak Karya

Artefak adalah wujud kebudayaan fisik yang berupa hasil dari aktivitas, perbuatan, dan karya semua manusia dalam masyarakat berupa benda-benda atau hal-hal yang dapat diraba, dilihat, dan didokumentasikan. Sifatnya paling konkret diantara ketiga wujud kebudayaan. Dalam kenyataan kehidupan bermasyarakat, antara wujud kebudayaan yang satu tidak bisa dipisahkan dari wujud kebudayaan yang lain. Sebagai contoh: wujud kebudayaan ideal mengatur dan memberi arah kepada tindakan aktivitas dan karya artefak manusia. Berdasarkan wujudnya tersebut, kebudayaan dapat digolongkan atas dua komponen utama: • Kebudayaan Material Kebudayaan material mengacu pada semua ciptaan masyarakat yang nyata, konkret. Termasuk dalam kebudayaan material ini adalah temuan-temuan yang dihasilkan dari suatu penggalian arkeologi: mangkuk tanah liat, perhisalan, senjata, dan seterusnya. Kebudayaan material juga Zuraidah Hafni : Piagam Madinah Dari Perspektif Kebudayaan, 2009 . mencakup barang-barang, seperti televisi, pesawat terbang, stadion olahraga, pakaian, gedung pencakar langit, dan mesin cuci. • Kebudayaan Nonmaterial Kebudayaan nonmaterial adalah ciptaan-ciptaan abstrak yang diwariskan dari generasi ke generasi, misalnya berupa dongeng, cerita rakyat, dan lagu atau tarian tradisional. Dalam Maran 2000: 28 kebudayaan nonmaterial terdiri dari pengetahuan dan kepercayaan komponen kognitif, norma dan nilai komponen normatif, tanda dan bahasa komponen simbolik. Komponen Kognitif Kebudayaan menolong kita untuk mengembangkan pengetahuan dan kepercayaan tertentu tentang berbagai peristiwa di sekitar kita. Pengetahuan ialah suatu koleksi ide dan fakta tentang dunia fisik dan social yang relatif objektif, dapat diandalkan dan dapat diverifikasi. Pengetahuan dapat diterjemahkan menjadi teknologi, yang dapat dipakai untuk mengontrol lingkungan alam dan dapat juga dipakai untuk memecahkan problem-problem sosial. Sedangkan kepercayaan adalah ide- ide yang lebih subjektif, dan tidak dapat diverifikasi. Termasuk dalam kepercayaan adalah ide bahwa Tuhan mengendalikan hidup. Contoh yang paling jelas dari kepercayaan adalah agama. Komponen Normatif Setiap kebudayaan memiliki idenya sendiri tidak hanya tentang apa yang penting di dunia tetapi juga bagaimana manusia seharusnya bertindak. Komponen normatif terdiri dari norma-norma dan nilai-nilai. Nilai adalah ide tentang sesuatu yang baik, yang diharapkan, atau yang penting. Ide-ide tersebut merupakan basis pembentukan norma-norma sosial, yakni peraturan-peraturan tentang bagaimana hendaknya Zuraidah Hafni : Piagam Madinah Dari Perspektif Kebudayaan, 2009 . berperilaku. Jadi nilai-nilai adalah ide-ide umum yang mendukung norma- norma. Komponen Simbolik Pengetahuan dan kepercayaan, norma-norma dan nilai-nilai tak dapat ada tanpa adanya simbol-simbol. Simbol berupa bahasa, gerak- isyarat, bisa juga berupa bunyi, atau apa saja yang mempunyai arti. Simbol-simbol memungkinkan kita untuk menciptakan, mengkomunikasikan dan mengambil bagian serta mengalihkan komponen- komponen kebudayaan kepada generasi berikutnya. Dunia ini penuh dengan simbol-simbol. Simbol-simbol hanya berarti kalau orang sepakat akan arti dari symbol-simbol termaksud. Berhasil atau gagalnya komunikasi tergantung dari kesepakatan atau ketidaksepakatan tentang arti kata-kata atau tanda-tanda yang digunakan dalam masyarakat. 2.5. Aspek-aspek Kebudayaan Kebudayaan dapat kita bagid alam tiga aspek yang besar, yaitu: 1. Aspek-aspek materiil dari kebudayaan, di mana termasuk di dalamnya hal-hal seperti: ekonomi dan teknologi. a. Teknologi dan kebudayaan meteril. Yang dimaksud dengan teknologi adalah jumlah keseluruhan dari tehnik- tehnik yang dimiliki oleh anggota-anggota sesuatu masyarakat, yaitu keseluruhan dari cara bertindak dan cara berbuatnya dalam hubungannya dengan pengumpulan bahan-bahan mentah dari lingkungannya, mengadakan processing dari bahan-bahan itu untuk dibuat menjadi alat kerja, alat-alat untuk menyimpan, makanan, pakaian, perumahan, alat-alat ttanspor dan kebutuhan lain yang berupa benda materil. Zuraidah Hafni : Piagam Madinah Dari Perspektif Kebudayaan, 2009 . Unsur-unsur kebudayaan materil seperti: 1 Alat-alat kerja 2 Wadah, tempat penyimpanan 3 Makanan 4 Pakaian 5 Perumahan 6 Alat-alat transport b. Sistem ekonomi dan mata pencaharian hidup Mata pencaharian hidup yang terdapat pada masyarakat yang sederhana dapat dibagi dalam dua kategori: 1 Mata pencaharian hidup yang intinya bersifat mengumpulkan bahan- bahan makanan yang sudah disediakan oleh alam. 2 Mata pencaharian hidup yang inyinya adalah menghaslkan produksi, artinya masyarakat mengolah alam sebagaimana adanya dan menghasilkan kebutuhan untuk hidup. Bentuk-bentuk mata pencaharian hidup itu adalah: a Berburu, menangkap ikan, dan meramu. System mata pencaharian hidup ini biasanya erat bersangkut paut. Suku-suku banga yang berburu biasanya melakukan pengumpulan terhadap tumbuh-tumbuhan dan akar-akaran yang bisa dimakan. Malahan biasanya ditambah lagi dengan mata pencaharian menangkap ikan. Antropologi menyebut ketiga-tiganya dengan ekonomi pengumpulan pangan food gathering economics. Suku-suku bangsa berburu itu dapat dilihat dalam dua bentuk dasar: 1. Patrilineal hunting band; yaitu kelompok suku-suku bangsa berburu yang hidup di daerah-daerah dengan binatang-binatang yang terpencar-pencar. Kelompok ini biasanya terdiri dari kira- kira 50 individu, keanggotaan kelompok ditetapkan menurut Zuraidah Hafni : Piagam Madinah Dari Perspektif Kebudayaan, 2009 . garis ayah patrilinial sedangkan adat perkawinan mewajibkan orang kawin di luar kelompoknya. Pada suatu patrilineal hunting band pengawasan kelompok atas wilayahnya bersifat penguasaan secara hak ulayat, artinya kelompok menguasai wilayah beserta isinya guna pemakaian oleh anggota-anggotanya. Masing-masing anggota kelompok mempunyai hak yang sama untuk mencari tumbuh-tmbuhan dan berburu dalam wilayah tersebut. 2. Composite hunting band; yaitu suku-suku bangsa yang memburu binatang-binatang yang hidup dalam kawanan yang mengembara menurut musim. Kelompok-kelompok berburu ini biasanya lebih besar kira-kira 100 orang, keanggotaan kelompok tidak lagi tegas patrineal, sedangkan perkawinan tidak lagi exogam. Dalam composite hunting band kesadaran hak milik telah lebih jauh berkembang, jika dibandingkan dengan keadaan dalam ptrilineal hunting abnd. Karena keanggotaan kelompok sudah tercampur dan seseorang dapt keluar masuk kelompok dan pindah secara mudah maka sukar untuk bertahannya suatu hak ulayat. b Bercocok tanam di ladang. Bercocok tanam di ladang ataudengan singkat disebut berladang dilakukan dengan membakar hutan-hutan untuk ditanami dan berpindah-pindah. Tanah yang dipakai berladang tadi seringkali belum merupakan milik individu. Tanah itu biasanya kepunyaan kelompok. c Bercocok tanam menetap. Adanya bercocok tanam menetap dalam berbagai lingkungan alam, disebabkan karena di sini tekhnik manusia sudah mencapai taraf sedemikian rupa, sehingga manusia dapat mengatasi Zuraidah Hafni : Piagam Madinah Dari Perspektif Kebudayaan, 2009 . rintangan-rintangan alam. Berdasarkan kepada sistem peralatan yang dipakai maka bentuk bercocok tanam ini dapat dibagi atas: a. Bercocok tanam tanpa bajak. Ini sering juga disebut hand- agriculture atau hoe-agriculture, dalam dalam sistem ini petani mengolah tanah sebelum sitanami dengan menggunakan cangkul atau hoe. Dalam hand-agriculture, hoe-agriculture ini tentu termasuk pula bercocok tanam di ladang, karena berladang biasanya dilakukan dengan tongkat cocok tanah atau cangkul saja. b. Bercocok tanam dengan bajak plough-agriculture. Dalam system ini petani mengolah tanah dengan bajak yang ditarik oleh binatang atau manusia. Dengan tehnik ini manusia bisa bekerja dengan lebih efisien dan lebih intensif daripada dengan cangkul. Hanya saja, cara ini memerlukan pemeliharaan ternak atau tenaga buruh untuk menarik bajak. 2. Aspek-aspek sosial dari kebudayaan, dimana termasuk ke dalamnya hal-hal seperti: organisasi sosial, system kekerabatan, perkawinan, struktur politik. a. Organisasi sosialstruktur sosial. Organisasi sosial adalah segi dari kebudayaan yang meliputi hubungan antar manusia yang demikian. Organisasi sosial atau social organization adalah istilah yang paling banyak dipakai di dalam karangan-karangan antropologi untuk mencakup masalah-masalah kemasyarakatan, misalnya: hal perkawinan, percaraian, mas kawin, hukum waris, system kekerabatan, kelompok kekerabatan, upacara-upacara inisiasi, perkumpulan rahasia, pelapisan sosial, pimpinan, masyarakat, system hak milik, hukum adat, hukum tanah, dan sebagainya, segala gejala dan masalah yang ada dalam masyarakat pedesaan dan yang biasanya dibicarakan secara anthropological approach. Zuraidah Hafni : Piagam Madinah Dari Perspektif Kebudayaan, 2009 . Kerabat adalah orang-orang yang mempinyai pertalian kepada seseorang karena hubungan darah atau perkawinan. Kekerabatan adal;ah hal-hal yang berhubungan dengan kerabat atau disebut juga kinship. Kelompok-kelompok kekerabatan Seorang sarjana antropologi G.P. Murdock 30 membedakan tiga kategori kelompok kekerabatan, yaitu: 1. Kelompok kekerabatan berkorporasi corporate kingroups. Klen-kecil, merupakan suatu kelompok kekerabatan yang terdiri dari beberapa keluarga yang luas yang merasa berasal dari seorang nenek moyang yang satu sama lain terikat melalui garis keturunan laki-laki saja garis patrilineal ataupun garis keturunan perempuan saja matrilineal. 2. Kelompok kekerabatan kadang kala occassional kingroups. Kelompok kekerabatan ini hanya bergaul kadang-kadang saja ocassional, sifatnya besar dengan banyak anggota, biasanya tidak mempunyai unsure f, seperti yang tersebut pada corporate kingroup tadi. 3. Kelompok kekerabatan menurut adat circumscriptive kingroups. Kelompok ini sedemikian besarnya hingga tidak saling kenal mengenal. Para anggota sering hanya tahu tanda-tanda adat saja. Rasa kepribadian kelompok biasanya juga hanya ditentukan oleh tanda- tanda adat saja. b. Pengawasan sosialsocial control. Dalam pembicaraan mengenai penghidupan ekonomis dan organisasi sosial, kita telah melihat bahwa kenyataan-kenyataan fisik dan biologis, kebutuhan-kebutuhan akan bahan makanan, perhubungan darah, persamaan dalam usia dan tempat tinggal yang sama memberikan dasar untuk persekutuan-persekutuan sosial dan menghubungkan manusia dalam kelompok-kelompok. Zuraidah Hafni : Piagam Madinah Dari Perspektif Kebudayaan, 2009 . Ada tiga proses sosial yang dapat mengakibatkan ketegangan- ketegangan dalam masyarakat, yaitu: a. Ketegangan-ketegangan sosial antara adat-istiadat dan kebutuhan individu. b. Ketegangan-ketegangan sosial yang terjadi karena perbedaan- perbedaan kebutuhan antara golongan-golongan khusus. c. Ketegangan-ketegangan sosial yang terjadi karena adanya individu- individu deviants yang dengan sengaja menentang adat-istiadat. Ketiga proses sosial ini memerlukan pengawasan dan pengendalian. Sistem-sistem yang dengan segala macam cara berusaha untuk mengendalikan ketegangan-ketegangan sosial tadi disebut sistem pengendalian sosial, atau pengawasan sosialsocial control. Pengendalian sosial social control atau sering disebut pula sebagai kontrol sosial merupakan kekuatan yang mendorong individu untuk bertingkah laku dengan cara yang diakui tata karma sebagaimana ditentukan oleh kebudayaan. Dengan kata lain dapat dinyatakan bahwa kontrol sosial adalah kekuatan yang bertujuan mengajak, mendidik, mengarahkan bahkan memaksa individu atau masyarakat agar mematuhi norma dan nilai yang telah berlaku dalam dan diakui masyarakat. Norma-norma Sosial Kontrol sosial terlaksana melalui norma-norma sosial. Setiap anggota masyarakat menyatakan nilai-nilainya melalui sistem norma sosial social normative system. Norma-norma tersebut memberikan petunjuk kepada individu anggotanya tentang tingkah laku yang seharusnya mereka lakukan. Tanpa norma sosial tidak ada masyarakat. Kalaupun terdapat masyarakat tanpa norma sosial anomi, maka masyarakat tersebut merupakan masyarakat yang anarkis, yaitu suatu masyarakat yang kacau tanpa organisasi sosial yang efektif. Norma so s ial menetapkan tingkah Zuraidah Hafni : Piagam Madinah Dari Perspektif Kebudayaan, 2009 . laku yang pada umumnya diharapkan oleh sejumlah orang, dibutuhkan oleh orang lain yang secara tetap dilakukan oleh mereka di dalam menanggapi situasi tertentu. Tingkah laku individu ditetapkan oleh norma sosial yang mungkin dianggap penting atau remeh tatapi selalu disertai oleh elemen keharusan imperatif. Kebanyakan tingkah laku sosial diatur oleh norma-norma sosial. Hasil semacam ini khususnya kebanyakan pada masyarakat yang kompleks, di mana berbagai macam aktivitas yang diizinkan terbuka bagi anggota masyarakat. Kumpulan norma-norma sosial membentuk tatanan yang dikenal sebagai si stem normatif dari masyarakat social normative system. Setiap masyarakat manusia memiliki si stem normatif yang terdiri dari kompleks norma-norma sosial yang saling berhubungan, yang berfungsi memberikan petunjuk bagi para anggotanya. Norma sosial terbagi tiga kategori: 1. Kebiasaan folkways. 2. Adat mores Adat mores adalah kepercayaan terhadap kebenaran dan kesalahan dari tindakan-tindakan perbuatan kelompok masyarakat. Adat bukanlah sesuatu yang didapatkan dengan pertimbangan atau pemikiran seseorang secara individual atau dapat dilaksanakan oleh karena seseorang memutuskan bahwa hal itu akan menjadi pemikiran yang baik dan benar good and true ideas. Adat berangsur-angsur timbul dari kebiasaan praktis dari orang. Secara kolektif tanpa pilih secara sadar atau terencana. Adat timbul dari kelompok, yang memandang perbuatan tertentu tampak berbahaya dan harus dilarang. Dengan demikian, sebenarnya adat merupakan pertimbangan praktis kelompok terhadap kesejahteraan kelompoknya. 3. Hukum Kelompok utama dari norma sosial adalah norma hukum. Hukum berisikan perlakuan legislatif atau dengan kata lain aturan tingkah laku Zuraidah Hafni : Piagam Madinah Dari Perspektif Kebudayaan, 2009 . yang dinyatakan dan digambarkan secara formal, didukung oleh organisasi pemerintahan, yang membentuk sanksi, ataupun hukuman yang negatif bagi para pelanggarnya. 3. Aspek-aspek rohani dari kebudayaan. Religi adalah suatu sistem kepercayaan dan upacara-upacaranya yang terdapat dalam setiap kebudayaan manusia. Magic adalah segala sisrem perbuatan dan sikap manusia untuk mencapai suatu maksud dengan menguasai dan mempergunakan kekuatan- kekuatan gaib yang ada di alam. Sedangkan religi adalah segala sistem perbuatan manusia untuk mencapai suatu maksud dengan cara menyandarkan diri pada kemauan dan kekuasan makhluk-makhluk halus ruh, dewa-dewa yang menempati alam. Unsur-unsur pokok dari religi: 1. Emosi keagamaan atau getaran jiwa yang menyebabkan manusia berlaku serba religi. 2. Sistem kepercayaan atau bayangan-bayangan manusia tentang bentuk dunia, alam gaib, hidup, maut dan sebagainya. 3. Sistem upacara keagamaan yang bertujuan mencari hubungan dengan dunia gaib berdasarkan atas sistem kepercayaan tersebut. 4. Kelompok-kelompok keagamaan atau kesatuan-kesatuan sosial yang mengkonsepsikan dan mengaktifkan religi serta sistem upacara-upacara keagamaannya.

2.6. Perbedaan Kebudayaan dan Peradaban