Zuraidah Hafni : Piagam Madinah Dari Perspektif Kebudayaan, 2009
. BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Dalam tradisi keilmuan Islam, ilmu sejarah dianggap sebagai ilmu-ilmu keagamaan ‘ulum an-naqliyyah karena pada awalnya terkait erat dengan ilmu
hadis. Seperti diketahui, pada masa pra Islam bangsa Arab tidak mencatat sejarah mereka. Mereka menyimpan catatan itu dalam bentuk hafalan, karena tradisi lisan
hafalan lebih diutamakan daripada tradisi tulisan Abdullah, 2004: 1. Namun ketika bangsa Arab mulai menjauh dan menyebar ke berbagai
wilayah untuk membuka wilayah-wilayah non-Arab, ketajaman hafalan mereka mulai melemah dan muncul kebutuhan untuk melakukan pencatatan. Jadi, tradisi
penulisan sejarah belum berkembang hingga bangsa-bangsa wilayah taklukan menganut Islam dan mempelajari bahasa Arab Abdullah, 2004: 1.
Setelah tradisi tulisan berkembang dan ilmu sejarah telah mapan, para sejarawan Muslim tidak lagi hanya sebagai informan yang hanya menguasai
informasi tetapi berusaha melakukan pengkajian untuk mengungkapkan fakta secara utuh. Maka metode historiografi Islam lebih mandiri dan berkembang
Abdullah, 2004: 3. Perubahan sejarah dari sekedar kodifikasi peristiwa ke arah penelitian
peristiwa itu sendiri juga diikuti oleh perubahan corak historiografi. Jika pada mulanya catatan sejarah lebih banyak berbentuk syair yang relatif lebih mudah
dihapal, kini beralih ke bentuk prosa bebas yang lebih ekspresif dan tidak terikat oleh kaidah-kaidah puisi Abdullah, 2004: 4.
Historiografi Islam yang banyak diteliti oleh para sejarawan salah satu diantaranya adalah sejarah kehidupan Muhammad SAW. Muhammad adalah
putera A bdullah dan Siti Aminah. Kakeknya bernama Abdul Mu alib, pengurus
Kakbah yang berasal dari suku Quraisy. Suku Quraisy merupakan suku terbesar
Zuraidah Hafni : Piagam Madinah Dari Perspektif Kebudayaan, 2009
. dan berhasil dari waktu ke waktu menguasai bangsa Arab. Muhammad lahir pada
12 Rabi’ul Awwal 571 M dalam keadaan yatim. Ayahnya meninggal dalam perjalanan pulang berdagang dari Syiria. Ketika Muhammad berusia enam tahun,
ibunya meninggal dalam perjalanan pulang dari ziarah kubur ayahnya di Abwa, sebuah desa dekat Madinah. Muhammad telah menjadi yatim piatu sejak dia
masih kecil. Selanjutnya, Muhammad diasuh oleh kakeknya, Abdul Mu alib, tak
lebih dari dua tahun, dan sang kakek pun meninggal dunia. Setelah sang kakek wafat, Muhamad diasuh oleh
keluarga pamannya, Abu alib hinga usia remaja. Sejak kecil, Muhammad dikenal sebagai orang yang jujur sehingga oleh
masyarakat dia diberi gelar al-amin yang terpercaya. Muhammad menjadi rasul pada usia ke 40 tahun. Ketika beliau uzlah di
Gua Hira, Allah menurunkan wahyu-Nya yang pertama, surat al-‘Alaq ayat 1-5, yang memerintahkan Muhammad untuk membaca dengan nama Allah. Selang
beberapa waktu kemudian beliau menerima perintah untuk mendakwahkan agama Allah kepada semua manusia.
Dakwah Islamiyah di masa hidup Nabi Muhammad SAW sejak bi’ ah
diutus hingga wafatnya menempuh empat tahapan. 1.
Tahapan pertama : dakwah secara rahasia selama tiga tahun. 2.
Tahapan kedua : dakwah secara terang-terangan dengan menggunakan lisan saja tanpa perang sampai hijrah.
3. Tahapan ketiga : dakwah secara terang-terangan dengan memerangi
orang-orang yang menyerang dan memulai peperangan atau memulai kejahatan. Tahapan ini berlangsung sampai tahun Perdamaian Hudaibiyah.
4. Tahapan keempat: dakwah secara terang-terangan dengan memerangi
setiap orang yang menghalangi jalannya dakwah atau yang menghalangi orang yang masuk Islam – setelah masa dakwah dan pemberitahuan- dari
kaum musyrik, anti agama, atau penyembah berhala. Pada tahapan ini syariat Islam dan huku m jihad dalam Islam mencapai kemapanan.
Dari keempat tahapan di atas, tahapan setelah hijrah ke Madinah termasuk dalam tahapan ketiga. Penyebab hijrahnya Muhammad SAW
Zuraidah Hafni : Piagam Madinah Dari Perspektif Kebudayaan, 2009
. diantaranya adalah karena kaum musyrikin Mekkah mengingkari risalah
Muhammad SAW, bahkan mereka mengancam kaum beriman dengan berbagai macam penyiksaan agar mereka mau berpaling dari Allah.
Kaum muslimin yang telah beriman selalu menerima berbagai penyiksaan dari kaum musyrikin Mekkah. Setelah ada perintah hijrah dari Allah,
maka kaum muslimin hijrah ke Madinah secara sembunyi-sembunyi agar tidak diketahui oleh kaum musyrikin.
Muhammad SAW memilih tempat hijrah kaum muslimin ke Madinah, karena masyarakat Madinah telah banyak yang masuk Islam. Setiap musim haji,
Muhammad SAW menyeru setiap kabilah yang datang ke Mekkah untuk memeluk Islam. Ketika di Aqabah, Muhammad SAW bertemu dengan beberapa
orang dari suku Aus yang berasal dari Madinah dan mengajak mereka untuk memeluk Islam. Mereka menerima ajakan Muhammad SAW, karena sebelumnya
mereka telah sering mendengar dari orang-orang Yahudi akan datangnya seseorang yang akan mengadakan perubahan dalam masyarakat Madinah yang
selama ini selalu bertikai antara sesama mereka. Mereka berjanji setia pada Muhammad SAW. Musim haji tahun berikutnya 620 M, datang beberapa
rombongan lagi yang berjanji setia pada Muhammad SAW. Sehingga makin banyak orang Madinah yang beragama Islam.
Pada saat masyarakat Madinah mengetahui bahwa Muhammad SAW akan berhijrah ke Madinah 622 M, maka mereka berbondong-bondong
menyaksikan kedatangan Muhammad SAW. Sejak kedatangan Muhammad SAW ke Madinah, terjadi perubahan besar di Madinah, baik dari segi pemerintahan,
hukum dan keseharian masyarakat Madinah. Salah satu perubahan yang dilakukan oleh Muhammad SAW adalah
mengadakan perjanjian perdamaian antara kaum Muhajirin dan Anşar dengan kaum Yahudi tentang aturan hidup bersama di Madinah.
Pada awal dimulainya periode Madinah, Muhammad SAW mengadakan perjanjian dengan masyarakat Madinah dari semua golongan dan
Zuraidah Hafni : Piagam Madinah Dari Perspektif Kebudayaan, 2009
. semua agama yang disebut dengan Piagam Madinah
aş-şah fah. Banyak sejarawan dan pakar Islam menyebutkan bahwa Piagam Madinah
aş- şah fah merupakan konstitusi pertama yang memperhatikan kebebasan
masyarakatnya seperti kebebasan beragama. Hal ini yang menarik perhatian peneliti untuk menganalisa peran Piagam Madinah
aş-şah fah terhadap masyarakat Madinah dari perspektif kebudayaan. Di samping itu, penelitian
tentang Piagam Madinah juga belum pernah dilakukan di Jurusan Sastra Arab, Universitas Sumatera Utara, Medan.
1.2. Perumusan Masalah