Latar Belakang Penerapan Standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotek Di Kota Medan Tahun 2008

Adelina Br Ginting : Penerapan Standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotek Di Kota Medan Tahun 2008, 2009. USU Repository © 2009 BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pelayanan kefarmasian Pharmaceutical care merupakan salah satu sub sistem pelayanan kesehatan yang berorientasi pada pasien. Pelayanan kefarmasian ini mengarahkan pasien tentang kebiasaanpola hidup yang mendukung tercapainya keberhasilan pengobatan, memberi informasi tentang program pengobatan yang harus dijalani pasien, memonitor hasil pengobatan dan bekerja sama dengan profesi lainnya untuk mencapai kualitas hidup yang optimal bagi pasien. Untuk menjamin mutu pelayanan kefarmasian kepada masyarakat, maka pemerintah mengeluarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1027 tahun 2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek dengan salah satu tujuan utama adalah untuk melindungi masyarakat dari pelayanan yang tidak profesional Menkes RI, 2004. Untuk itu, semua tenaga kefarmasian dalam melaksanakan tugas profesinya harus mengacu pada standar yang telah ditetapkan ini. Pelayanan kefarmasian selama ini dinilai oleh banyak pengamat masih berada dibawah standar. Sebagaimana dikemukakan oleh Kuncahyo 2004 bahwa Apoteker yang seharusnya mempunyai peran sentral dan bertanggung jawab penuh dalam memberikan informasi obat kepada masyarakat ternyata masih belum dilaksanakan dengan baik. Menurut M. Jamil, seorang pemerhati kesehatan Adelina Br Ginting : Penerapan Standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotek Di Kota Medan Tahun 2008, 2009. USU Repository © 2009 masyarakat menyatakan bahwa apotek telah berubah menjadi semacam toko yang berisi semua golongan obat baik obat bebas, obat keras, psikotropika dan narkotika dengan pelayanan yang tidak mengacu pada kaidah-kaidah profesi, karena tidak dilakukan oleh apoteker Wiryanto, 2005. Pada kesempatan lain, pelayanan kefarmasian di bawah standar tersebut secara nyata diungkapkan oleh Ketua Pengurus Daerah Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia ISFI Sumatera Utara, Drs. H. Siskandri, Apt., bahwa 70 persen apoteker tidak berada di apotek sehingga pelayanan farmasi yang seharusnya dilakukan oleh apoteker digantikan oleh asisten apoteker Anonim, 2008. Pernyataan ini selaras dengan pendapat yang dikemukakan oleh Ahaditomo bahwa apoteker pada akhirnya hanya sebagai prasyarat berdirinya suatu apotek Anonim, 2004. Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti tertarik melakukan penelitian tentang penerapan standar pelayanan kefarmasian di apotek saat ini.

1.2 Perumusan Masalah