Pelayanan Kefarmasian Pharmaceutical Care Waktu dan Tempat Penelitian Populasi dan Sampel Penelitian Teknik Pengumpulan Sampel

Adelina Br Ginting : Penerapan Standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotek Di Kota Medan Tahun 2008, 2009. USU Repository © 2009 c. Tuntutan masyarakat untuk pelayanan medis dan farmasi yang bermutu disertai tuntutan pertanggungjawaban peran para dokter dan Apoteker, sampai gugatan atas setiap kesalahan pengobatan. Kecenderungan-kecenderungan tersebut berimplikasi pada perubahan peran Apoteker yang semakin sempit sehingga mendorong profesi Apoteker untuk mencari peran baru yang berhubungan dengan penggunaan obat yang aman dalam masyarakat maka, lahirlah farmasi klinis. 3. Periode Pharmaceutical Care Dalam periode ini terjadi perubahan praktek pelayanan profesi Apoteker yang lebih berorientasi kepada pasien Anonim, 2008.

2.2 Pelayanan Kefarmasian Pharmaceutical Care

Pelayanan kefarmasian adalah bentuk pelayanan dan tanggung jawab langsung profesi Apoteker dalam pekerjaan kefarmasian untuk meningkatkan kualitas hidup pasien Menkes RI, 2004. Pelayanan kefarmasian merupakan proses kolaboratif yang bertujuan untuk mengidentifikasi, mencegah dan menyelesaikan masalah obat dan masalah yang berhubungan dengan kesehatan Situmorang, 2000. Dalam memberikan perlindungan terhadap pasien, pelayanan kefarmasian berfungsi sebagai: 1. Menyediakan informasi tentang obat-obatan kepada tenaga kesehatan lainnya, tujuan yang ingin dicapai mencakup mengidentifikasikan hasil pengobatan dan tujuan akhir pengobatan, agar pengobatan dapat diterima Adelina Br Ginting : Penerapan Standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotek Di Kota Medan Tahun 2008, 2009. USU Repository © 2009 untuk terapi, agar diterapkan penggunaan secara rasional, memantau efek samping obat, dan menentukan metode penggunaan obat. 2. Mendapatkan rekam medis untuk digunakan pemilihan obat yang tepat 3. Memantau penggunaan obat apakah efektif, tidak efektif, reaksi yang berlawanan, keracunan dan jika perlu memberikan saran untuk memodifikasi pengobatan. 4. Menyediakan bimbingan dan konseling dalam rangka pendidikan kepada pasien 5. Menyediakan dan memelihara serta memfasilitasi pengujian pengobatan bagi pasien penyakit kronis. 6. Berpartisipasi dalam pengelolaan obat-obatan untuk pelayanan gawat darurat. 7. Pembinaan pelayanan informasi dan pendidikan bagi masyarakat. 8. Partisipasi dalam penilaian penggunaan obat dan audit kesehatan. 9. Menyediakan pendidikan mengenai obat-obatan untuk tenaga kesehatan Bahfen, 2006

2.3 Standar Pelayanan Kefarmasian

Pelayanan Kefarmasian di apotek saat ini telah mempunyai standar dengan diterbitkannya Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1027MenkesSKIX2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek. Tujuan diterbitkannya Surat Keputusan ini adalah sebagai pedoman praktek Apoteker dalam menjalankan profesi, melindungi masyarakat dari pelayanan yang tidak profesional, dan melindungi profesi dalam praktek kefarmasian di apotek Adelina Br Ginting : Penerapan Standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotek Di Kota Medan Tahun 2008, 2009. USU Repository © 2009 sehingga diharapkan pelayanan kefarmasian yang diselenggarakan dapat meningkatkan kualitas hidup pasien. 2.3.1 Sumber Daya Manusia 2.3.1.1 Apoteker Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus dan telah mengucapkan sumpah jabatan Apoteker yang berdasarkan perundang-undangan yang berlaku berhak melakukan pekerjaan kefarmasian di Indonesia sebagai Apoteker. Dalam pengelolaan apotek, Apoteker harus memiliki kemampuan menyediakan dan memberikan pelayanan yang baik, mengambil keputusan yang tepat, kemampuan berkomunikasi antar profesi, menempatkan diri sebagai pimpinan dalam situasi multidisipliner, kemampuan mengelola SDM secara efektif, selalu belajar sepanjang karier, dan membantu memberi pendidikan dan memberi peluang untuk meningkatkan pengetahuan Menkes RI, 2004

2.3.1.2 Asisten Apoteker

Dalam pengelolaan apotek, Asisten Apoteker memiliki tugas dan fungsi, yaitu: 1. Fungsi Pembelian meliputi: mendata kebutuhan barang, membuat kebutuhan pareto barang, mendata pemasok, merencanakan dan melakukan pembelian sesuai dengan yang dibutuhkan, kecuali ada ketentuan lain dari APA, dan memeriksa harga. 2. Fungsi Gudang meliputi: menerima dan mengeluarkan berdasarkan fisik barang, menata, merawat dan menjaga keamanan barang. Adelina Br Ginting : Penerapan Standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotek Di Kota Medan Tahun 2008, 2009. USU Repository © 2009 3. Fungsi Pelayanan meliputi: melakukan penjualan dengan harga yang telah ditetapkan, menjaga kenyamanan ruang tunggu, melayani konsumen dengan ramah, dan membina hubungan baik dengan pelanggan Umar, 2005.

2.3.2 Sarana dan Prasarana

Apotek adalah tempat tertentu, tempat dilakukannya pekerjaan kefarmasian sedangkan prasarana apotek meliputi perlengkapan, peralatan dan fasilitas apotek yang memadai untuk mendukung pelayanan kefarmasian yang berkualitas. Apotek berlokasi pada daerah yang dengan mudah dikenali oleh masyarakat. Perabotan apotek harus tertata rapi, lengkap dengan rak-rak penyimpanan obat dan barang-barang lain, terlindung dari debu, kelembaban dan cahaya yang berlebihan Menkes RI, 2004. Sarana dan prasarana yang harus dimiliki oleh apotek untuk meningkatkan kualitas pelayanan adalah: 1. Papan nama apotek yang dapat terlihat dengan jelas, memuat nama apotek, nama Apoteker Pengelola Apotek, nomor izin apotek dan alamat apotek. 2. Ruang tunggu yang nyaman bagi pasien yaitu bersih, ventilasi yang memadai, cahaya yang cukup, tersedia tempat duduk dan ada tempat sampah. 3. Tersedianya tempat untuk mendisplai obat bebas dan obat bebas terbatas serta informasi bagi pasien berupa brosur, leaflet, poster atau majalah kesehatan. 4. Ruang untuk memberikan konseling bagi pasien. Adelina Br Ginting : Penerapan Standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotek Di Kota Medan Tahun 2008, 2009. USU Repository © 2009 5. Ruang peracikan. 6. Ruangtempat penyimpanan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan lainnya. 7. Ruangtempat penyerahan obat. 8. Tempat pencucian alat. 9. Peralatan penunjang kebersihan apotek Menkes RI, 2004.

2.3.3 Pengelolaan Sediaan Farmasi dan Perbekalan Kesehatan Lainnya

Suatu proses yang merupakan suatu siklus kegiatan, yang dimulai dari perencanaan, pengadaan, penerimaan, produksi, penyimpanan, pendistribusian, pengawasan, pemeliharaan, penghapusan, pemantauan, administrasi dan pelaporan yang diperlukan bagi kegiatan pelayanan Situmorang, 2000. Menurut Menkes RI No. 1027 tahun 2004, pengelolaan persediaan farmasi dan perbekalan kesehatan lainnya meliputi: 1. Perencanaan Merupakan proses kegiatan dalam pemilihan jenis, jumlah dan harga perbekalan farmasi dalam rangka pengadaan, dengan tujuan untuk mendapatkan jenis dan jumlah yang sesuai dengan kebutuhan dan anggaran, serta menghindari kekosongan obat. 2. Pengadaan Merupakan suatu proses kegiatan yang bertujuan agar tersedianya sediaan farmasi dengan jumlah dan jenis yang cukup sesuai dengan kebutuhan pelayanan. Kriteria yang harus dipenuhi dalam pengadaan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan adalah: Adelina Br Ginting : Penerapan Standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotek Di Kota Medan Tahun 2008, 2009. USU Repository © 2009 a. Apotek hanya membeli sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan yang telah memiliki izin edar atau nomor regristrasi b. Mutu sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan dapat dipertanggungjawabkan c. Pengadaan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan dari jalur resmi, yaitu pedagang besar farmasi, industri farmasi, dan apotek lain. d. Dilengkapi dengan persyaratan administrasi seperti faktur 3. Penyimpanan Adalah kegiatan menyimpan dan memelihara dengan cara menempatkan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan yang diterima pada tempat yang aman dan dapat menjamin mutunya. Hal-hal yang harus dilakukan dalam penyimpanan adalah: a. Pemeriksaan organoleptis. b. Pemeriksaan kesesuaian antara surat pesanan dan faktur. c. Kegiatan administrasi penyimpanan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan. d. Menyimpan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan pada tempat yang dapat menjamin mutu. Prosedur tetap penyimpanan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan: a. Memeriksa kesesuaian nama dan jumlah sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan yang tertera pada faktur, kondisi fisik serta tanggal kadaluarsa. b. Memberi paraf dan stempel pada faktur penerimaan barang. c. Menulis tanggal kadaluarsa sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan pada kartu stok. Adelina Br Ginting : Penerapan Standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotek Di Kota Medan Tahun 2008, 2009. USU Repository © 2009 d. Menyimpan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan pada rak yang sesuai, secara alfabetis menurut bentuk sediaan dan memperhatikan sistem FIFO maupun FEFO. e. Memasukkan bahan baku obat ke dalam wadah yang sesuai, memberi etiket yang memuat nama obat, nomor batch dan tanggal kadaluarsa. f. Menyimpan bahan obat pada kondisi yang sesuai, layak dan menjamin stabilitasnya pada rak secara alfabetis. g. Mengisi kartu stok setiap penambahan dan pengambilan. h. Menjumlahkan setiap penerimaan dan pengeluaran pada akhir bulan. i. Menyimpan secara terpisah dan mendokumentasikan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan yang rusakkadaluarsa untuk ditindaklanjuti.

2.3.4 Administrasi

Merupakan proses pencatatan seluruh kegiatan teknis yang dilakukan oleh suatu perusahaan. Menurut Anief 2005 administrasi yang biasa dilakukan apotek meliputi: 1. Administrasi pembukuan yaitu pencatatan uang masuk dan uang yang keluar. 2. Administrasi penjualan yaitu pencatatan pelayanan resep, penjualan bebas dan penjualan secara tunai dan kredit. 3. Administrasi pergudangan yaitu pencatatan penerimaan dan pengeluaran barang. 4. Administrasi pembelian yaitu pencatatan pembelian harian secara tunai atau kredit, nota-notanya dikumpulkan secara tunai. Adelina Br Ginting : Penerapan Standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotek Di Kota Medan Tahun 2008, 2009. USU Repository © 2009 5. Administrasi piutang yaitu pencatatan penjualan kredit, pelunasan piutang dan penghasilan sisa piutang. 6. Administrasi kepegawaian yaitu pencatatan absensi karyawan dan gaji.

2.3.5 Pelayanan Resep

Adalah suatu proses pelayanan terhadap permintaan tertulis dokter, dokter gigi, dan dokter hewan kepada Apoteker untuk menyediakan dan menyerahkan obat bagi pasien sesuai peraturan perundangan yang berlaku. Prosedur tetap pelayanan resep: A. Skrining Resep 1. Melakukan pemeriksaan kelengkapan dan keabsahan resep yaitu nama dokter, nomor izin praktek, alamat, tanggal penulisan resep, tanda tangan atau paraf dokter serta nama, alamat, umur, jenis kelamin dan berat badan pasien. 2. Melakukan pemeriksaan kesesuaian farmasetik yaitu: bentuk sediaan, dosis, frekuensi, kekuatan, stabilitas, inkompatibilitas, cara dan lama pemberian obat. 3. Mengkaji aspek klinis yaitu: adanya alergi, efek samping, interaksi kesesuaian dosis, durasi, jumlah obat dan kondisi khusus lainnya. Membuatkan kartu pengobatan pasien medication record. 4. Mengkonsultasikan ke dokter tentang masalah resep apabila diperlukan. Adelina Br Ginting : Penerapan Standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotek Di Kota Medan Tahun 2008, 2009. USU Repository © 2009 B. Penyiapan Sediaan Farmasi dan Perbekalan Kesehatan 1. Menyiapkan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan sesuai dengan permintaan pada resep. 2. Menghitung kesesuaian dosis dan tidak melebihi dosis maksimum. 3. Mengambil obat dengan menggunakan sarung tanganalatspatulasendok. 4. Menutup kembali wadah obat setelah pengambilan dan mengembalikan ke tempat semula. 5. Meracik obat timbang, campur, kemas. 6. Mengencerkan sirup kering sesuai takaran dengan air yang layak minum. 7. Menyiapkan etiket. 8. Menulis nama dan cara pemakaian obat pada etiket sesuai dengan permintaan pada resep. C. Penyerahan Sediaan Farmasi dan Perbekalan Kesehatan 1. Melakukan pemeriksaan akhir sebelum dilakukan penyerahan. 2. Memanggil nama dan nomor tunggu pasien. 3. Memeriksa ulang identitas dan alamat pasien. 4. Menyerahkan obat yang disertai pemberian informasi obat. 5. Membuat salinan resep sesuai dengan resep asli dan diparaf oleh Apoteker 6. Menyiapkan resep pada tempatnya dan mendokumentasikan. Adelina Br Ginting : Penerapan Standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotek Di Kota Medan Tahun 2008, 2009. USU Repository © 2009

2.3.6 Pelayanan Komunikasi, Informasi dan Edukasi KIE

Apoteker hendaknya mampu menggalang komunikasi dengan tenaga kesehatan lainnya, termasuk kepada dokter.

2.3.6.1 Pelayanan Informasi Obat

Kegiatan pelayanan obat yang dilakukan oleh apoteker untuk memberikan informasi dan konsultasi secara akurat, tidak bias, faktual, terkini, mudah dimengerti, etis dan bijaksana. Prosedur tetap pelayanan informasi obat: 1. Memberikan informasi obat kepada pasien berdasarkan resep atau kartu pengobatan pasien medication record atau kondisi kesehatan pasien baik lisan maupun tertulis 2. Melakukan penelusuran literatur bila diperlukan, secara sistematis untuk memberikan informasi 3. Menjawab pertanyaan pasien dengan jelas dan mudah dimengerti, tidak bias, etis dan bijaksana baik secara lisan maupun tertulis 4. Mendisplai brosur, leaflet, poster atau majalah kesehatan untuk informasi pasien 5. Mendokumentasikan setiap kegiatan pelayanan informasi obat

2.3.6.2 Promosi dan Edukasi

Promosi adalah kegiatan pemberdayaan masyarakat dengan memberikan inspirasi kepada masyarakat sehingga termotivasi untuk meningkatkan derajat kesehatannya secara mandiri. Adelina Br Ginting : Penerapan Standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotek Di Kota Medan Tahun 2008, 2009. USU Repository © 2009 Edukasi adalah kegiatan pemberdayaan masyarakat dengan memberikan pengetahuan tentang obat dan pengobatan serta mengambil keputusan bersama pasien setelah mendapat informasi, untuk tercapainya hasil pengobatan yang optimal Menkes RI, 2004. Prosedur tetap swamedikasi: 1. Mendengarkan keluhan penyakit pasien yang ingin melakukan swamedikasi. 2. Mengga li informasi dari pasien meliput i: a. Tempat timbulnya gejala penyakit b. Seperti apa rasanya gejala penyakit c. Kapan mulai timbul gejala dan apa yang menjadi pencetusnya d. Sudah berapa lama gejala dirasakan e. Ada tidaknya gejala penyerta f. Pengobatan yang sebelumnya sudah dilakukan 3. Memilihkan obat yang sesuai dengan kerasionalan dan kemampuan ekonomi pasien dengan menggunakan obat bebas, obat bebas terbatas dan obat wajib apotek. 4. Memberikan informasi tentang obat yang diberikan kepada pasien meliputi: nama obat, tujuan pengobatan, cara pakai, lamanya pengobatan, efek samping yang mungkin terjadi, serta hal-hal yang harus dilakukan maupun yang harus dihindari oleh pasien dalam menunjang pengobatan. Bila sakit berlanjutlebih dari 3 hari hubungi dokter. Adelina Br Ginting : Penerapan Standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotek Di Kota Medan Tahun 2008, 2009. USU Repository © 2009 5. Mendokumentasikan data pelayanan swamedikasi yang telah dilakukan.

2.3.7 Konseling

Sherzer Stone 1974 mendefenisikan konseling adalah suatu proses yang terjadi dalam hubungan tatap muka antara seorang individu yang terganggu oleh karena masalah-masalah yang tidak dapat diatasinya sendiri dengan seorang pekerja profesional, yaitu orang yang terlatih dan berpengalaman membantu orang lain mengenai pemecahan-pemecahan terhadap berbagai jenis kesulitan pribadi. Bahwa konseling adalah pemberian nasihat atau penasihatan kepada orang lain secara individual yang dilakukan secara berhadapan dari seorang yang mempunyai kemahiran konselor kepada seseorang yang mempunyai masalah klien. Adapun tujuan dari konseling pasien adalah mengoptimalkan hasil terapi obat dan tujuan medis dari obat dapat tercapai, membina hubungan dengan pasien dan menimbulkan kepercayaan pasien, menunjukkan perhatian kita kepada pasien, membantu pasien dalam menangani obat-obatan yang digunakan, membantu pasien dalam mengatasi kesulitan yang berkaitan dengan penyakitnya, mencegah dan mengurangi efek samping, toksisitas, resistensi antibiotika, dan ketidakpatuhan pasien Muliawan, 2008. Konseling dapat dilakukan kepada: 1. Pasien dengan penyakit kronik seperti: diabetes, TB dan asma. 2. Pasien dengan sejarah ketidakpatuhan dalam pengobatan. Adelina Br Ginting : Penerapan Standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotek Di Kota Medan Tahun 2008, 2009. USU Repository © 2009 3. Pasien yang menerima obat dengan indeks terapi sempit yang memerlukan pemantauan. 4. Pasien dengan multiregimen obat. 5. Pasien lansia. 6. Pasien pediatrik melalui orang tua dan pengasuhnya. 7. Pasien yang mengalami Drug Related Problems. Prosedur tetap konseling 1. Melakukan konseling sesuai dengan kondisi penyakit pasien 2. Membuka komunikasi antara Apoteker dengan pasienkeluarga pasien 3. Menanyakan tiga pertanyaan kunci menyangkut obat yang dikatakan dokter kepada pasien dengan metode open-ended question: a. Apa yang telah dokter katakan mengenai obat ini b. Cara pemakaian, bagaimana dokter menerangkan cara pemakaian c. Apa yang diharapkan dalam pemakaian ini 4. Memperagakan dan menjelaskan mengenai pemakaian obat-obatan tertentu inhaler, supostoria, dll. 5. Melakukan verifikasi akhir meliputi: a. Mengecek pemahaman pasien b. Mengidentifikasi dan menyelesaikan masalah yang berhubungan dengan cara penggunaan obat untuk mengoptimalkan tujuan terapi 6. Melakukan pencatatan konseling yang dilakukan pada kartu pengobatan. Adelina Br Ginting : Penerapan Standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotek Di Kota Medan Tahun 2008, 2009. USU Repository © 2009

2.3.8 Pelayanan Residensial home care

Pelayanan kefarmasian yang diberikan kepada pasien yang dilakukan di rumah khususnya untuk kelompok lanjut usia dan pasien penyakit kronis, serta pasien dengan pengobatan paliatif. Jenis layanan home care: 1. Informasi penggunaan obat 2. Konseling pasien 3. Memantau kondisi pasien pada saat menggunakan obat dan kondisinya setelah menggunakan obat serta kepatuhan pasien dalam meminum obat. Home care dapat dilakukan dengan 2 cara: 1. Dengan kunjungan langsung ke rumah 2. Melalui telepon Untuk aktifitas ini Apoteker harus membuat catatan pengobatan medication record Prosedur tetap pelayanan residensial home care 1. Menyeleksi pasien melalui kartu pengobatan. 2. Menawarkan pelayanan residensial. 3. Mempelajari riwayat pengobatan pasien. 4. Menyepakati jadwal kunjungan. 5. Melakukan kunjungan ke rumah pasien. Adelina Br Ginting : Penerapan Standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotek Di Kota Medan Tahun 2008, 2009. USU Repository © 2009 6. Melakukan tindak lanjut dengan memanfaatkan sarana komunikasi yang ada atau kunjungan berikutnya, secara berkesinambungan. 7. Melakukan pencatatan dan evaluasi pengobatan.

2.3.9 Evaluasi Mutu Pelayanan

Merupakan proses penilaian kinerja pelayanan kefarmasian di apotek yang meliputi penilaian terhadap sumber daya manusia SDM, pengelolaan perbekalan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan, dan pelayanan kefarmasian kepada pasien. Indikator mutu pelayanan di apotek antara lain: kepuasan pasien, kebutuhan pasien dan keberhasilan pengobatan. Tujuan evaluasi mutu pelayanan adalah untuk mengevaluasi seluruh rangkaian kegiatan pelayanan kefarmasian di apotek dan sebagai dasar perbaikan pelayanan kefarmasian selanjutnya. Untuk mengetahui mutu pelayanan kefarmasian, salah satu indikator yang mudah dilakukan adalah dengan mengukur kepuasan pasien dengan cara angket Menkes RI, 2004. Adelina Br Ginting : Penerapan Standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotek Di Kota Medan Tahun 2008, 2009. USU Repository © 2009 BAB III METODOLOGI PENELITIAN Penelitian dilakukan dengan metode deskriptif Singarimbun, 1989 dan memakai jenis penelitian survei Ginting, 2006, serta bersifat cross-sectional Amirin, 1990.

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli – November 2008 di kota Medan dengan alasan adalah: 1. Belum pernah dilakukan penelitian tentang penerapan standar pelayanan kefarmasian di apotek di kota Medan 2. Populasi Apoteker Pengelola Apotek APA di kota Medan cukup banyak sehingga memudahkan untuk dilakukan penelitian ini

3.2 Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi penelitian adalah seluruh apoteker berstatus sebagai APA di kota Medan, sedangkan sampel penelitian adalah responden sebanyak 68 apoteker yang diambil dari populasi. Jumlah sampel dihitung berdasarkan rumus sebagai berikut Lwanga, 1991: Adelina Br Ginting : Penerapan Standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotek Di Kota Medan Tahun 2008, 2009. USU Repository © 2009 n = Z 2 1- 2 P1 – Pd 2 n = jumlah sampel Z = derajat kemaknaan P = proporsi terjadinya ketidaksesuaian pelaksanaan dengan standar d = presisi

3.3 Teknik Pengumpulan Sampel

Responden diambil dengan menggunakan metode sampling berdasarkan stratifikasi stratified sampling Kuncoro, 2003 dengan membagi populasi dalam empat kelompok berdasarkan pekerjaan dari APA, yakni: APA berprofesi PNS Depkes, APA berprofesi PNS Non Depkes, APA berprofesi Pegawai Swasta, dan APA berprofesi Lain-lain. Dari masing-masing kelompok diambil 17 responden secara quota sampling sehingga jumlah total adalah 68 responden. 3.4 Teknik Pengumpulan Data