Adelina Br Ginting : Penerapan Standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotek Di Kota Medan Tahun 2008, 2009. USU Repository © 2009
Dari hasil di atas, Apoteker Pengelola Apotek di kota Medan lebih rajin melakukan pelayanannya di apotek bila dibandingkan dengan Apoteker Pengelola
Apotek di kota Jakarta dari penelitian Supardi 2004, yang menyatakan bahwa semua apotek di Jakarta yang disurvei, kegiatan skrining keabsahan dan
kelengkapan resep seluruhnya dilakukan oleh AA, dan untuk tinjauan kerasionalan resep 75 dilakukan oleh AA.
4.9 Distribusi Responden Berdasarkan Penyiapan Obat
Distribusi responden berdasarkan penyiapan obat, yaitu perbandingan peran Apoteker Pengelola Apotek dengan Asisten Apoteker dalam melaksanakan
pelayanan pada pasien yang mencakup dari mulai peracikan, pengemasan, penyerahan, pelayanan informasi obat, konseling, sampai kepada pelayanan
residensial dapat dilihat pada tabel 4.7 berikut ini.
Adelina Br Ginting : Penerapan Standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotek Di Kota Medan Tahun 2008, 2009. USU Repository © 2009
Tabel 4.7 Distribusi Responden Berdasarkan Penyiapan Obat
Kegiatan Terkait Penyiapan Obat
PNS Depkes n=17
PNS Non Depkes
n=17 Pegawai
Swasta n=17
Lain-lain n=17
APA APA
APA APA
Peracikan 17,65
41,17 35,29
64,71 Penulisan etiket
lengkap 17,65
23,53 41,18
64,71 Pengemasan
17,65 29,41
41,18 58,82
Penyerahan obat dengan
pemeriksaan ulang 41,18
41,18 58,82
64,71 Informasi obat yang
diberikan pada pasien
43,14 44,12
57,84 71,57
Pelayanan informasi obat
64,71 58,82
70,59 82,35
Melakukan konseling
41,18 29,41
29,41 52,94
Melakukan monitoring
penggunaan obat
Melakukan edukasi tentang
swamedikasi 17,65
29,41 41,18
58,82 Melakukan home
care Rata-rata
27,85 32,06
39,31 55,98
Berdasarkan Tabel 4.7 diperoleh bahwa kegiatan peracikan menimbang, mencampur, mengemas, dan memberi etiket pada wadah 61,76, penulisan
etiket 59,05, pengemasan obat dengan rapi 59,56, dan penyerahan obat 58,08 merupakan kegiatan yang paling banyak dilakukan di apotek dengan
keseluruhan proses tersebut dilaksanakan oleh AA. Pada kegiatan informasi obat yang diberikan kepada pasien hanya
dilakukan penyerahan obat tanpa pemberian informasi atau dilakukan jika pasien sendiri berinisiatif untuk bertanya. Dimana informasi obat lebih banyak dilakukan
Adelina Br Ginting : Penerapan Standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotek Di Kota Medan Tahun 2008, 2009. USU Repository © 2009
oleh APA sebesar 54,17. Informasi yang diberikan meliputi cara pemakaian, cara penyimpanan, jangka waktu pengobatan, dan efek samping obat.
Pemberian informasi obat merupakan kewajiban apoteker yang telah diatur dalam peraturan perundang-undangan yakni UU No. 23 tahun 1992 tentang
kesehatan pada penjelasan pasal 53, UU No. 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen pasal 7, dan Permenkes No. 992 tahun 1993 pasal 15 ayat 4 Hartini,
2008. Secara umum, pelayanan informasi obat yang dilakukan di apotek oleh
APA mencapai persentase sebesar 69,12. Pelayanan informasi obat ini dibagi menjadi dua kegiatan yaitu pelayanan informasi obat yang diberikan langsung
kepada pasien dan yang kedua adalah pelayanan secara tidak langsung melalui pemberian brosur, bulletin. Kebanyakan brosur atau bulletin tersebut tidak
ditawarkan atau diberikan oleh AA atau APA tetapi hanya diletakkan di atas display dan dibiarkan sendiri pasien yang mengambil dan membacanya.
Pelayanan informasi obat pada pasien lebih banyak dilakukan oleh APA. Seluruh apotek yang disurvei ikut aktif dalam promosi kesehatan nasional dalam bentuk
pemasangan poster, spanduk tentang bahaya merokok, program KB atau tema lain yang dapat dibaca pasien. Perhitungan rata – rata dapat dilihat pada lampiran 5.
Farmasis dapat ikut serta dalam pelayanan kesehatan melalui promosi kesehatan baik lokal maupun nasional melalui topik-topik kesehatan lainnya
Supardi,2003. Berdasarkan tabel 4.7 menunjukkan kegiatan konseling 38,23, kegiatan
edukasi tentang swamedikasi pada masyarakat 36,76 merupakan kegiatan
Adelina Br Ginting : Penerapan Standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotek Di Kota Medan Tahun 2008, 2009. USU Repository © 2009
yang paling sedikit dilakukan di apotek dan lebih dari 50 tidak melaksanakan sama sekali kegiatan tersebut. Dari seluruh apotek yang disurvei belum ada yang
melaksanakan pelayanan Home care dan monitoring penggunaan obat.
Gambar 4.6a Grafik Distribusi Responden Berdasarkan Penyiapan Obat
Dari Gambar di atas menunjukkan bahwa kegiatan penyiapan obat masih sangat rendah dilaksanakan di apotek. Dimana, persentase tertinggi hanya sebesar
55,98 untuk APA berprofesi Lain-lain sedangkan persentase terendah sebesar 27,85 untuk APA PNS Depkes
Gambar 4.6b Grafik Distribusi Peran Apoteker Pengelola Apotek Pada
Pelayanan Penyiapan Obat di Apotek Jika Berada di Apotek
Adelina Br Ginting : Penerapan Standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotek Di Kota Medan Tahun 2008, 2009. USU Repository © 2009
Pada Gambar 4.6b menunjukkan bahwa kegiatan penyiapan obat di apotek oleh APA yang berprofesi Lain-lain memiliki persentase sebesar 57,75
kemudian diikuti oleh APA yang berprofesi pegawai swasta sedangkan untuk APA PNS Depkes hanya sebesar 28,43 dan Non Depkes sebesar 32,65
Gambar 4.6c Grafik Distribusi Perbandingan Pelayanan Apoteker Pengelola
Apotek dengan Asisten Apoteker pada Penyiapan Obat Ditinjau dari Frekuensi Kehadiran
Tetapi, jika ditinjau dari total frekuensi kehadiran APA di apotek diperoleh pelayanan penyiapan obat paling banyak dilakukan oleh AA dengan
persentase sebesar 86,76 sedangkan APA hanya sebesar 13,24. Pada penyiapan obat fungsi apoteker hampir tidak banyak hal ini dapat dilihat dari data
bahwa kegiatan konseling, pemberian informasi obat ketika menyerahkan pada pasien tidak dapat dilaksanakan dengan sempurna dan kegiatan edukasi pada
pasien swamedikasi masih kurang. Kenyataan ini disebabkan karena apoteker tidak ada di tempat pada saat apotek buka sehingga pasien lebih banyak bertatap
muka dan meminta nasehat dari asisten apoteker. Perhitungan rata – rata dapat dilihat pada lampiran 5.
Adelina Br Ginting : Penerapan Standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotek Di Kota Medan Tahun 2008, 2009. USU Repository © 2009
4.10 Distribusi Apotek Berdasarkan Evaluasi Mutu Pelayanan