Karakteristik Penderita DM dan Pengetahuan Penderita DM Tentang Kontrol Kadar Gula Darah di RSUD Gunungsitoli Periode Juni – September 2011.

(1)

KARYA TULIS ILMIAH

KARAKTERISTIK PENDERITA DM DAN PENGETAHUAN PENDERITA DM TENTANG KONTROL KADAR GULA DARAH

DI RSUD GUNUNGSITOLI PERIODE JUNI – SEPTEMBER 2011

OLEH : IRA MENDROFA

080100005

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2011


(2)

KARAKTERISTIK PENDERITA DM DAN PENGETAHUAN PENDERITA DM TENTANG KONTROL KADAR GULA DARAH

DI RSUD GUNUNGSITOLI PERIODE JUNI – SEPTEMBER 2011

KARYA TULIS ILMIAH INI DIAJUKAN SEBAGAI SALAH SATU SYARAT UNTUK MEMPEROLEH KELULUSAN

SARJANA KEDOKTERAN

OLEH : IRA MENDROFA

080100005

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2011


(3)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul : Karakteristik Penderita DM dan Pengetahuan Penderita DM Tentang Kontrol Kadar Gula Darah di RSUD Gunungsitoli Periode Juni – September 2011

Nama : Ira Mendrofa NIM : 080100005

Pembimbing, Penguji I,

NIP. 197112272005011002 dr. Deske Muhadi Rangkuti, Sp.PD

NIP. 196911071999032002 dr. Amira Permata Sari, Sp.P

Penguji II,

NIP. 197309112001022001 dr. Nuraiza Meutia, M.Biomed

Medan, Desember 2011 Dekan

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

NIP. 19540220198110101


(4)

ABSTRAK

Kontrol kadar gula darah sangatlah penting bagi penderita diabetes melitus untuk mengurangi risiko komplikasi yang berat dan membantu penderita menyesuaikan/mengatur pola makan, aktivitas fisik dan kebutuhan insulin untuk memperbaiki kadar gula darah sehari-hari.

Penelitian bersifat deskriptif dengan desain cross sectional ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik penderita diabetes melitus dan pengetahuan penderita diabetes melitus tentang kontrol kadar gula darah di RSUD

Gunungsitoli. Penelitian ini menggunakan kuesioner secara consecutive sampling.

Hasil penelitian ini berdasarkan beberapa karakteristik. Berdasarkan umur

≥45 tahun 82,4%, jenis kelamin perempuan 53,9%, pendidikan tamat

SLTA/Sederajat 50%, pekerjaan PNS 55,9%, tidak ada riwayat penyakit keluarga 74,5%. Tingkat pengetahuan menunjukkan bahwa 58,8% penderita memiliki tingkat pengetahuan cukup tentang kontrol kadar gula darah, 32,4% memiliki pengetahuan baik dan 8,8% memiliki pengetahuan kurang.

Dapat disimpulkan bahwa karakteristik responden lebih banyak yang

berusia ≥45 tahun 82,4%, jenis kelamin perempuan 53,9%, pendidikan tamat

SLTA/Sederajat 50%, pekerjaan PNS 55,9%, asal kota Gunungsitoli 85,3%, tidak ada riwayat penyakit keluarga 74,5%. Tingkat pengetahuan tentang kontrol kadar gula darah sebagian besar pasien adalah cukup sebanyak 58,8%.

Kata kunci : Penderita Diabetes Melitus, Karakteristik, Pengetahuan, Kontrol Kadar Gula Darah


(5)

ABSTRACT

Control of blood glucose level of a diabetes mellitus patient is by

managing their diet, physical activites and the injecting required insulin content to improve blood glucose level.

This research is a descriptive study that is done in cross sectional design in order to study the category of patient with diabetes mellitus and to evaluate their knowledge of the patient on how to control the blood glucose at RSUD Gunungsitoli. This research applies questioner that is determined by consecutive sampling.

The result of research based on few criteria. Based on age, patients who

are ≥ 45 years old come up to 82.4%, while females are 53.9%, for those who

have only graduated senior high school comes up to 50%, PNS jobs 55.9% and those who are civil servants are 74.5%. The results on research based on the knowledge is indicated that 58.8% of patient with diabetes mellitus has sufficient knowledge about the control of blood glucose, 32.4% has a good knowledge, and 8.8% has lack of knowledge.

It can be concluded that the characteristics of more respondents aged ≥ 45

years 82.4%, while female is 53.9%, while for those who have only graduated senior high school comes up to 50%, PNS jobs 55.9% and those who are civil servants are 74.5%. The level of knowledge about control of blood glucose levels most patient are quite as much as 58.8%.

Keywords : Patients with Diabetes Mellitus, Characteristic, Knowledge, Control of blood glucose


(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas berkat dan kasih karunia-Nya yang telah diberikan sehingga karya tulis ilmiah yang berjudul “Karakteristik Penderita DM dan Pengetahuan Penderita DM Tentang Kontrol Kadar Gula Darah di RSUD Gunungsitoli Periode Juni – September 2011“ ini dapat diselesai. Adapun karya tulis ilmiah ini disusun sebagai tugas akhir serta sebagai syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Perencanaan dan penulisan karya tulis ilmiah ini dapat terlaksana dengan baik dan lancar berkat dukungan berbagai pihak. Maka dari itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. dr. Gontar Alamsyah, Sp.PD-KGEH, selaku Dekan Fakultas

Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

2. dr. Deske Muhadi Rangkuti, Sp.PD sebagai dosen pembimbing yang telah

memberikan berbagai ide dan tinjauan sehingga karya tulis ilmiah ini bisa diselesaikan.

3. dr. Amira Permata Sari, Sp.P dan dr. Nuraiza Meutia, M.Biomed selaku

dosen penguji yang telah memberikan berbagai saran dan kritik sehingga karya tulis ilmiah ini bisa menjadi lebih baik.

4. Seluruh civitas akademika Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera

Utara, terutama kepada dosen dan staf departemen IKK serta staf Medical Education Unit (MEU)

5. Direktur RSUD Gunungsitoli, Pegawai dan para Responden yang telah

membantu penulis dalam melaksanakan penelitian ini.

6. Ayahanda tercinta Agus Hardian Mendrofa dan Ibunda tercinta Karyati

Harefa yang telah mendidik dan membesarkan penulis serta memberikan dorongan moril, spiritual dan materil kepada penulis.

7. Abang tercinta Riahardy Mendrofa, Ari Yordan Mendrofa dan Adikku


(7)

8. Arief Fredi Kurniawan Harefa, seseorang yang spesial di hati penulis yang telah memberikan semangat dan dukungan yang sangat besar selama penyusunan karya tulis ilmiah.

9. Rekan-rekan seperjuangan dan sahabat di Fakultas Kedokteran Universitas

Sumatera Utara yang setia menolong dan senantiasa bertukar pendapat : Rizki Anindita Pratiwi Matondang, Fini Meirisa Alnaz, Astinal Eka Sari, Tri Suci Handayani, Siti Aisyah Dalimunthe, Taya Rizki Arini, M. Faridz Syahrian, Alviera Yuliandra, Yuli Marlina, Hanidya Fazwat, dan Syahrul Hidayat Nasution.

10.Sahabat-sahabat yang selalu mendoakan, mendukung dan membantu

kegiatan dalam melaksanakan karya tulis ilmiah ini: Rolin Hulu, Hozani Christine Zebua, Vera Swandi, Elviati Halawa, Magdalena Sorao Daeli, dan Anggreani Telaumbanua.

11.Teman-teman kelompok karya tulis ilmiah yang selalu kompak : Ayu

Mianda Harasyid, Revathi Subramaniam, dan Bharathi Ganathipan.

12.Pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu per satu. Terima kasih

atas segala bantuan yang telah diberikan. Semoga Tuhan Yesus membalas segala kebaikan semuanya.

Penulis menyadari bahwa kaya tulis ilmiah ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan penelitian ini. Semoga penelitian ini bermanfaat bagi kita semua, memberi informasi dan manfaat dalam pengembangan ilmu kedokteran.

Medan, Mei 2011 Penulis


(8)

DAFTAR ISI

Halaman Persetujuan ... i

Abstrak ... ii

Kata Pengantar ... iv

Daftar Isi ... vi

Daftar Gambar ... viii

Daftar Tabel ... viii

Daftar Singkatan ... ix

Daftar Lampiran ... x

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 2

1.3 Tujuan Penelitian ... 2

1.4 Manfaat Penelitian ... 3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 4

2.1 Diabetes Melitus ... 4

2.1.1 Definisi ... 4

2.1.2 Faktor Risiko ... 4

2.1.3 Epidemiologi ... 4

2.1.4 Klasifikasi ... 5

2.1.5 Patofisiologi ... 9

2.1.6 Diagnosis dan Pemeriksaan ... 10

2.1.7 Penatalaksanaan ... 11

2.1.8 Penilain Hasil Terapi ... 16

2.1.9 Komplikasi ... 18

2.2 Pengaturan Kadar Gula Darah Tubuh ... 20

2.3 Kebutuhan Zat Gizi Pada Penderita Diabetes Melitus ... 22

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL ... 27

3.1 Kerangka Konsep Penelitian ... 27

3.2 Definisi Operasional ... 27

BAB 4 METODE PENELITIAN ... 30

4.1 Jenis Penelitian ... 30

4.2 Waktu dan Tempat Penelitian ... 30

4.2.1 Waktu Penelitian ... 30

4.2.2 Tempat Penelitian ... 30

4.3 Populasi dan Sampel Penelitian ... 30

4.4 Teknik Pengumpulan Data ... 32


(9)

BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 34

5.1 Hasil Penelitian ... 34

5.1.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 34

5.1.2 Karakteristik Responden ... 34

5.1.3 Hasil Analisi Data ... 35

5.1.3.1 Pengetahuan Responden Secara Umum tentang Diabetes Melitus ... 35

5.1.3.2 Distribusi Frekuensi Pengetahuan berdasarkan Umur ... 36

5.1.3.3 Distribusi Frekuensi Pengetahuan berdasarkan Pendidikan Terakhir ... 36

5.1.3.4 Distribusi Frekuensi Pengetahuan berdasarkan Pekerjaan ... 37

5.2 Pembahasan ... 37

5.2.1 Pembahasan Karakteristik Responden ... 37

5.2.2 Pengetahuan Responden ... 39

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 42

6.1 Kesimpulan ... 42

6.2 Saran ... 42

DAFTAR PUSTAKA ... 43


(10)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.1 Kerangka Konsep Penelitian ... 27

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Klasifikasi Diabetes Melitus ... 5

Tabel 2.2 Perbedaan antara DM tipe 1 dan 2 ... 7

Tabel 2.3 Kadar Glukosa Darah Sewaktu dan Puasa Sebagai

Patokan Penyaring dan Diagnosis DM (mg/dl) ... 10

Tabel 2.4 Kriteria Diagnosis DM ... 11

Tabel 2.5 Aktivitas Fisik Sehari-hari ... 14

Tabel 2.6 Mekanisme kerja, efek-samping utama dan pengaruh

terhadap penurunan A1C (Hb-glikosilat) ... 16

Tabel 2.7 Kriteria Pengendalian DM ... 17

Tabel 5.1 Distribusi Karakteristik Penderita DM

di RSUD Gunungsitoli Periode Juni-September 2011 ... 35

Tabel 5.2 Pengetahuan Responden Secara Umum tentang Diabetes Melitus pada Penderita DM di RSUD Gunungsitoli

Periode Juni-September 2011 ... 36

Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Pengetahuan mengenai kontrol KGD pada Penderita DM di RSUD Gunungsitoli berdasarkan Usia Responden Periode

Juni-September 2011 ... 37

Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Pengetahuan mengenai kontrol KGD pada Penderita DM di RSUD Gunungsitoli berdasarkan Pendidikan Terakhir Periode

Juni-September 2011 ... 37

Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi Pengetahuan mengenai kontrol KGD pada Penderita DM di RSUD Gunungsitoli


(11)

DAFTAR SINGKATAN

ADA : American Diabetes Association

BB : Berat Badan

BMI : Body Massa Index

DM : Diabetes Melitus

DMTM : Diabetes Mellitus Terkait Malnutrisi

DNA : Deoxyribonucleat Acid

HLA : Human Leukocyte Antigen

IDDM : Insulin Dependent Diabetes Mellitus

IMT : Indeks Masa Tubuh

KGD : Kadar Gula Darah

NIDDM : Non-Insulin Dependent Diabetes Mellitus

OHO : Obat Hipoglikemik Oral

PERKENI : Perkumpulan Endrokinologi Indonesia

PERSI : Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia

PGDM : Pemantauan Glukosa Darah Mandiri

PNS : Pegawai Negeri Sipil

SD : Sekolah Dasar

SLTA : Sekolah Lanjut Tingkat Atas

SMP : Sekolah Menengah Pertama

SPSS : Statistical Package for Social Sciences

TTGO : Tes Toleransi Glukosa Oral


(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Riwayat Hidup Lampiran 2 Informed Consent Lampiran 3 Kuesioner

Lampiran 4 Uji Validitas Lampiran 5 Uji Reliabilitas Lampiran 6 Data Induk Lampiran 7 Output SPSS Lampiran 8 Ethical Clearance Lampiran 9 Surat Izin Penelitian


(13)

ABSTRAK

Kontrol kadar gula darah sangatlah penting bagi penderita diabetes melitus untuk mengurangi risiko komplikasi yang berat dan membantu penderita menyesuaikan/mengatur pola makan, aktivitas fisik dan kebutuhan insulin untuk memperbaiki kadar gula darah sehari-hari.

Penelitian bersifat deskriptif dengan desain cross sectional ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik penderita diabetes melitus dan pengetahuan penderita diabetes melitus tentang kontrol kadar gula darah di RSUD

Gunungsitoli. Penelitian ini menggunakan kuesioner secara consecutive sampling.

Hasil penelitian ini berdasarkan beberapa karakteristik. Berdasarkan umur

≥45 tahun 82,4%, jenis kelamin perempuan 53,9%, pendidikan tamat

SLTA/Sederajat 50%, pekerjaan PNS 55,9%, tidak ada riwayat penyakit keluarga 74,5%. Tingkat pengetahuan menunjukkan bahwa 58,8% penderita memiliki tingkat pengetahuan cukup tentang kontrol kadar gula darah, 32,4% memiliki pengetahuan baik dan 8,8% memiliki pengetahuan kurang.

Dapat disimpulkan bahwa karakteristik responden lebih banyak yang

berusia ≥45 tahun 82,4%, jenis kelamin perempuan 53,9%, pendidikan tamat

SLTA/Sederajat 50%, pekerjaan PNS 55,9%, asal kota Gunungsitoli 85,3%, tidak ada riwayat penyakit keluarga 74,5%. Tingkat pengetahuan tentang kontrol kadar gula darah sebagian besar pasien adalah cukup sebanyak 58,8%.

Kata kunci : Penderita Diabetes Melitus, Karakteristik, Pengetahuan, Kontrol Kadar Gula Darah


(14)

ABSTRACT

Control of blood glucose level of a diabetes mellitus patient is by

managing their diet, physical activites and the injecting required insulin content to improve blood glucose level.

This research is a descriptive study that is done in cross sectional design in order to study the category of patient with diabetes mellitus and to evaluate their knowledge of the patient on how to control the blood glucose at RSUD Gunungsitoli. This research applies questioner that is determined by consecutive sampling.

The result of research based on few criteria. Based on age, patients who

are ≥ 45 years old come up to 82.4%, while females are 53.9%, for those who

have only graduated senior high school comes up to 50%, PNS jobs 55.9% and those who are civil servants are 74.5%. The results on research based on the knowledge is indicated that 58.8% of patient with diabetes mellitus has sufficient knowledge about the control of blood glucose, 32.4% has a good knowledge, and 8.8% has lack of knowledge.

It can be concluded that the characteristics of more respondents aged ≥ 45

years 82.4%, while female is 53.9%, while for those who have only graduated senior high school comes up to 50%, PNS jobs 55.9% and those who are civil servants are 74.5%. The level of knowledge about control of blood glucose levels most patient are quite as much as 58.8%.

Keywords : Patients with Diabetes Mellitus, Characteristic, Knowledge, Control of blood glucose


(15)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Masalah kesehatan adalah masalah kompleks yang merupakan hasil (dampak) dari berbagai masalah lingkungan yang bersifat alamiah maupun buatan manusia. Datangnya penyakit merupakan hal yang tidak bisa ditolak, meskipun kadang bisa dicegah atau dihindari (Notoatmodjo, 2007).

Salah satu jenis penyakit tidak menular yang ternyata menimbulkan angka kesakitan dan kematian yang tinggi adalah penyakit diabetes melitus (Maulana, 2008).

Diabetes melitus yang dikenal sebagai non communicable disease adalah

salah satu penyakit yang paling sering diderita dan penyakit kronik yang serius di Indonesia saat ini. Setengah dari jumlah kasus diabetes melitus tidak terdiagnosa karena pada umumnya diabetes tidak disertai gejala sampai terjadinya komplikasi. Penyakit tidak menular seperti diabetes melitus semakin hari semakin meningkat, dapat dilihat dari meningkatnya frekuensi kejadian penyakit tersebut di masyarakat (Suyono, 2007).

Prevalensi dan insiden penyakit ini meningkat secara drastis di negara-negara industri baru dan negara-negara sedang berkembang, termasuk Indonesia. Jumlah penderita diabetes melitus di Indonesia jumlahnya sangat luar biasa. Pada tahun 2000 jumlah penderita 8.400.000 jiwa, pada tahun 2003 jumlah penderita 13.797.470 jiwa, pada tahun 2005 jumlah penderita 24 juta jiwa, dan diperkirakan jumlah ini akan terus meningkat pada tahun yang akan datang (Suyono, 2007).

Diabetes melitus apabila tidak ditangani dengan baik akan mengakibatkan timbulnya komplikasi dengan penyakit serius lainnya, seperti penyakit serebro-vaskular, penyakit jantung koroner, stroke, disfungsi ereksi, gagal ginjal, dan kerusakan sistem syaraf (Waspadji, 2007). Untuk itu, kontrol KGD bagi penderita DM sangatlah penting karena dapat membantu menentukan penanganan medis yang tepat sehingga mengurangi risiko komplikasi yang berat dan membantu


(16)

penderita menyesuaikan/mengatur pola makanan, aktivitas fisik dan kebutuhan kadar insulin untuk memperbaiki KGD sehari-hari (Benjamin, 2010).

Studi telah membuktikan bahwa pasien diabetes melitus yang melakukan kontrol KGD secara teratur memiliki kualitas hidup yang baik dan memiliki risiko komplikasi yang lebih rendah (Mcculloch, 2009).

Kepulauan Nias adalah suatu wilayah di Provinsi Sumatera Utara yang juga diperkirakan penduduknya banyak menderita penyakit Diabetes Melitus. Hal ini didasari dengan makin meningkatnya keadaan sosio ekonomi masyarakat Nias sehingga diperkirakan tingkat kejadian penyakit diabetes melitus akan semakin meningkat. Faktor pendidikan masyarakatnya yang masih rendah juga diperkirakan mempunyai pengaruh akan terjadinya peningkatan diabetes melitus. Namun sampai saat ini penelitian tentang diabetes melitus di kepulauan Nias belum pernah dilakukan.

Atas dasar tersebut diatas, maka peneliti ingin melakukan penelitian ini. Namun oleh karena keterbatasan penulis, maka penelitian ini dibatasi hanya pada pasien-pasien diabetes melitus di RSUD Gunungsitoli.

1.2 Rumusan Masalah

Bagaimana karakteristik penderita DM pada pasien-pasien DM di RSUD Gunungsitoli dan pengetahuannya tentang kontrol kadar gula darah.

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui “Karakteristik Penderita DM dan Pengetahuan Penderita DM Tentang Kontrol Kadar Gula Darah Di RSUD Gunungsitoli”.

1.3.2 Tujuan Khusus

Yang menjadi tujuan khusus dalam penelitian ini adalah untuk :

a. Untuk mengetahui karakteristik penderita DM (umur, jenis kelamin,

pendidikan, pekerjaan, riwayat keluarga).

b. Untuk mengetahui pengetahuan penderita DM mengenai penyakit


(17)

c. Untuk mengetahui pengetahuan penderita DM mengenai gejala-gejala klinis Diabetes Mellitus.

d. Untuk mengetahui pengetahuan pasien mengenai cara-cara

pengkontrolan Diabetes Mellitus.

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai :

a. Memberikan informasi bagi institusi kesehatan dan pihak eksekutif

tentang karakteristik dan pengaruh pengetahuan pasien DM tentang pentingnya kontrol KGD.

b. Memberi informasi bagi para tenaga kesehatan dalam hal menyusun

perencanaan upaya kesehatan mengenai pentingnya kontrol KGD dan penanganan terhadap penderita DM, sehingga nantinya akan menurunkan angka morbiditas dan mortalitas.

c. Dapat dijadikan sebagai bahan kepustakaan di perpustakan Fakultas

Kedokteran Universitas Sumatera Utara (FK USU).

d. Menambah wawasan, pengetahuan dan pengalaman penulis dalam

mengaplikasikan ilmu yang telah diperoleh penulis selama kuliah di FK USU.


(18)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Diabetes Melitus

2.1.1 Definisi

Menurut American Diabetes Association (ADA) 2005, Diabetes melitus

merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya (PERKENI, 2006).

2.1.2 Faktor Risiko

Menurut Suyono (2007), DM di Indonesia akan terus meningkat disebabkan beberapa faktor antara lain :

a. Faktor keturunan (genetik)

b. Faktor kegemukan atau obesitas (IMT > 25 kg/m2)

- Perubahan gaya hidup dari tradisional ke gaya hidup barat

- Makan berlebihan

- Hidup santai, kurang gerak badan

c. Faktor demografi

- Jumlah penduduk meningkat

- Urbanisasi

- Penduduk berumur di atas 40 tahun meningkat

d. Kurang gizi

2.1.3 Epidemiologi

Sekitar 18,2 juta orang di Amerika Serikat menderita DM dan diantara pasien ini 5,2 juta orang tidak terdiagnosa. Risiko mengalami diabetes untuk bayi yang dilahirkan pada tahun 2000 diperkirakan adalah 32,8% untuk pria dan 38,5% untuk wanita. DM tipe 1 ditemukan pada 5% sampai 10% pasien dengan diabetes dan prevalensinya pada orang yang berusia kurang dari 20 tahun adalah sekitar 1 dalam 400. DM tipe 1 tidak memiliki variasi musiman dan perbedaan jenis


(19)

kelamin secara klinis tidak bermakna. DM tipe 2 dijumpai pada 90% sampai 95% dari semua pasien dengan diabetes. Prevalensinya berbeda di antara kelompok ras dan etnis yang berbeda (Afrika-Amerika 11,4%, Latino 8,2%, dan Amerika Asli 14,9%) (Cramer dan Manyon, 2007).

Menurut data organisasi Persatuan Rumah Sakit di Indonesia (PERSI) tahun 2008, Indonesia kini menempati urutan ke-4 terbesar dalam jumlah penderita diabetes mellitus di dunia.

Pada 2006, jumlah penyandang diabetes (diabetasi) di Indonesia mencapai 14 juta orang. Dari jumlah itu, baru 50% penderita yang sadar mengidap, dan sekitar 30% di antaranya melakukan pengobatan secara teratur. Menurut beberapa penelitian epidemiologi, prevalensi diabetes di Indonesia berkisar 1,5% sampai 2,3%, kecuali di Manado yang cenderung lebih tinggi, yaitu 6,1 % (PERSI, 2008)

Menurut kepala Dinas Kesehatan Kota Medan Edwin Effendi, penyakit DM di Medan, sejak September-Oktober 2009 merupakan penyakit dengan penderita terbanyak, yang terus mengalami peningkatan jumlahnya, jika dibanding dengan jumlah pasien Penyakit Jantung Koroner atau penyakit yang lainnya. Diperkirakan di Medan terdapat lebih dari 14 juta orang menderita diabetes, tetapi baru 50% yang sadar mengidapnya dan di antara mereka baru sekitar 30% yang datang berobat teratur (Waspada Online, 2009).

2.1.4 Klasifikasi

Klasifikasi Diabetes Melitus menurut PERKENI 2006 dalam dilihat dalam tabel 2.1 dibawah ini :

Tabel 2.1 Klasifikasi Diabetes Melitus

Jenis Etiologi

Tipe 1 Destruksi sel β, umumnya menjurus ke defisiensi insulin

absolut

• Autoimun

• Idiopatik

Tipe 2 Bervariasi, mulai dari resistensi insulin yang disertai


(20)

dibarengi resistensi insulin.

Tipe lain • Defek genetik fungsi sel β

• Defek genetik kerja insulin

• Penyakit eksokrin pankreas

• Endokrinopati

• Karena obat atau zat kimia

• Infeksi

• Sebab imunologi (jarang)

• Sindrom genetik lain yang berkaitan dengan DM

Diabetes Melitus gestasional

Intoleransi glukosa yang timbul atau terdeteksi pada kehamilan pertama dan gangguan toleransi glukosa setelah terminasi kehamilan.

a. DM tipe 1, insulin dependent diabetes mellitus (IDDM)

Diabetes jenis ini terjadi akibat kerusakan sel β pakreas. Dahulu, DM tipe

1 disebut juga diabetes onset-anak (atau onset-remaja) dan diabetes

rentan-ketosis (karena sering menimbulkan ketosis). Onset DM tipe 1 biasanya terjadi

sebelum usia 25-30 tahun (tetapi tidak selalu demikian karena orang dewasa dan lansia yang kurus juga dapat mengalami diabetes jenis ini). Sekresi insulin mengalami defisiensi (jumlahnya sangat rendah atau tidak ada sama sekali). Dengan demikian, tanpa pengobatan dengan insulin (pengawasan dilakukan melalui pemberian insulin bersamaan dengan adaptasi diet), pasien biasanya akan

mudah terjerumus ke dalam situasi ketoasidosis diabetik (Arisman, 2011).

Gejala biasanya muncul secara mendadak, berat dan perjalanannya sangat progresif; jika tidak diawasi, dapat berkembang menjadi ketoasidosis dan koma. Ketika diagnosa ditegakkan, pasien biasanya memiliki berat badan yang rendah.

Hasil tes deteksi antibodi islet hanya bernilai sekitar 50-80% dan KGD >140

mg/dL (Arisman, 2011).

b. DM tipe 2, non-insulin dependent diabetes mellitus (NIDDM)

DM jenis ini disebut juga diabetes onset-matur (atau onset-dewasa) dan

diabetes resistan-ketosis (istilah NIDDM sebenarnya tidak tepat karena 25%


(21)

memerlukan insulin sepanjang usia). DM tipe 2 merupakan penyakit familier yang mewakili kurang-lebih 85% kasus DM di Negara maju, dengan prevalensi sangat tinggi (35% orang dewasa) pada masyarakat yang mengubah gaya hidup tradisional menjadi modern (Arisman, 2011).

DM tipe 2 mempunyai onset pada usia pertengahan (40-an tahun), atau lebih tua, dan cenderung tidak berkembang kearah ketosis. Kebanyakan penderita memiliki berat badan yang lebih. Atas dasar ini pula, penyandang DM jenis ini

dikelompokkan menjadi dua : (1) kelompok obes dan (2) kelompok non-obes.

Kemungkinan untuk menderita DM tipe 2 akan berlipat ganda jika berat badan bertambah sebanyak 20% di atas berat badan ideal dan usia bertambah 10 tahun atau di atas 40 tahun (Arisman, 2011).

Gejala muncul perlahan-lahan dan biasanya ringan (kadang-kadang bahkan belum menampakkan gejala selama bertahun-tahun) serta progresivitas gejala berjalan lambat. Koma hiperosmolar dapat terjadi pada kasus-kasus berat. Namun, ketoasidosis jarang sekali muncul, kecuali pada kasus yang disertai stress atau infeksi. Kadar insulin menurun atau bahkan tinggi, atau mungkin juga insulin bekerja tidak efektif (Arisman, 2011).

Pengendaliannya boleh jadi hanya berupa diet dan (jika tidak ada kontraindikasi) olahraga, atau dengan pemberian obat hipoglisemik (Arisman, 2011).

Perbedaan DM tipe 1 dan 2 dapat digambarkan didalam tabel 2.2 di bawah ini:

Tabel 2.2 Perbedaan antara DM tipe 1 dan 2

DM tipe 1 DM tipe 2

Onset Anak/dewasa muda

(<25 tahun)

Biasanya setelah usia pertengahan

Proporsi <10% dari semua

penyandang DM

>90% dari semua penyandang DM

Riwayat Keluarga Tidak lazim Sangat lazim

Gejala Akut/sub-akut Lambat

Ketoasidosis Sering sekali Jarang, kecuali jika

sakit/stress

Antibodi ICA, GAD Sangat sering positif Biasanya negative


(22)

Kaitan dengan HLA tipe tertentu

Ada Tidak ada

Kaitan dengan penyakit autoimun

Kadang-kadang ada Tidak ada

C-peptida darah/urin Sangat rendah Rendah/normal/tinggi

Kegunaan insulin Penyelamat nyawa Kadang-kadang

diperlukan sebagai pengawasan gula darah

Penyebab Pankreas tidak mampu

membuat insulin

Produksi insulin masih ada, tetapi sel target tidak peka

Kegunaan diet Mengawasi gula darah

(makan/jajan harus diatur seputar pemberian insulin agar tidak terjadi

hipoglisemia)

Menurunkan BB (jadwal tidak harus ketat, kecuali kalau insulin juga

diberikan)

Kegunaan latihan fisik Merangsang sirkulasi dan

membantu tubuh dalam penggunaan insulin

Membuat tubuh menjadi lebih peka terhadap insulinnya sendiri, di samping menggunakan energi untuk mengurangi BB

(Sumber : Arisman, 2011)

c. DM tipe lain

Diabetes jenis ini dahulu kerap disebut diabetes sekunder, atau DM tipe lain. Etiologi diabetes jenis ini, meliputi : (a) penyakit pada pankreas yang

merusak sel β, seperti hemokromatosis, pankreatitis, fibrosis kistik; (b) sindrom hormonal yang mengganggu sekresi dan/atau menghambat kerja insulin, seperti akromegali, feokromositoma, dan sindrom Cushing; (c) obat-obat yang menggangu sekresi insulin (fenitoin [Dilantin]) atau menghambat kerja insulin (estrogen dan glukokortikoid); (d) kondisi tertentu yang jarang terjadi, seperti kelainan pada reseptor insulin; dan (e) sindrom genetic (Arisman, 2011).

d. Diabetes Mellitus kehamilan (DMK)

Diabetes mellitus kehamilan didefenisikan sebagai setiap intoleransi glukosa yang timbul atau terdeteksi pada kehamilan pertama, tanpa memandang derajat intoleransi serta tidak memperhatikan apakah gejala ini lenyap atau


(23)

menetap selepas melahirkan. Diabetes jenis ini biasanya muncul pada kehamilan trimester kedua dan ketiga. Kategori ini mencakup DM yang terdiagnosa ketika hamil (sebelumnya tidak diketahui). Wanita yang sebelumnya diketahui telah mengidap DM, kemudian hamil, tidak termasuk ke dalam kategori ini (Arisman, 2011).

2.1.5 Patofisiologi

Keadaan normal kadar glukosa darah berkisar antara 70-110 mg/dl, setelah makan kadar glukosa darah dapat meningkat 120-140 mg/dl dan akan menjadi normal dengan cepat. Kelebihan glukosa dalam darah disimpan sebagai glikogen

dalam hati dan sel-sel otot (glicogenesis) yang diatur oleh hormon insulin yang

bersifat anabolik. Kadar glukosa darah normal dipertahankan selama keadaan

puasa karena glukosa dilepaskan dari cadangan-cadangan tubuh (glycogenolisisi)

oleh hormon glucagon yang bersifat katabolik (Arisman, 2011)

Mekanisme regulasi kadar glukosa darah, hormon insulin merupakan satu-satunya hormon yang menurunkan glukosa darah (PERKENI, 2006).

Insulin adalah hormon protein dibuat dari dua rantai peptida (rantai A dan

rantai B) dihubungkan pada dua lokasi melalui jembatan disulfida. Dalam bentuk

ini lah insulin dilepaskan ke dalam darah dan beraksi pada sel target. Insulin

disintesa di dalam sel β di reticulum endoplasmik, sebagai rantai peptida lebih

besar yang disebut proinsulin (Mardiati, 2000).

Pada diabetes melitus defisiensi atau resistensi hormon insulin menyebabkan kadar gula darah menjadi tinggi karena menurunnya ambilan glukosa oleh jaringan otot dan adiposa serta peningkatan pengeluaran glukosa oleh hati, akibatnya otot tidak mendapatkan energi dari glukosa dan membuat alternatif dengan membakar lemak dan protein (Mardiati, 2000). Dampak lebih jauh terjadi komplikasi-komplikasi yang secara biokimia menyebabkan kerusakan jaringan atau komplikasi tersebut akibat terdapatnya : (1) Glikosilasi, kadar gula yang tinggi memudahkan ikatan glukosa pada berbagai protein yang dapat

ireversibel yang sering mengganggu fungsi protein; (2) Jalur poliol (peningkatan


(24)

lensa mata) dapat menyebabkan metabolisme kadar gula yang tinggi menjadi

sorbitol dan fructose. Produk jalur poliol ini berakumulasi dalam jaringan yang

terkena menyebabkan bengkak osmotik dan kerusakan sel (Salzler, Crawford dan Kumar, 2007).

2.1.6 Diagnosis dan Pemeriksaan

Berbagai keluhan dapat ditemukan pada penyandang DM. Kecurigaan adanya DM perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan klasik DM, antara lain (PERKENI, 2006) :

a. Keluhan klasik DM berupa : poliuria, polifagia, dan penurunan berat badan

yang tidak dijelaskan sebabnya.

b. Keluhan lain dapat berupa : lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur

dan disfungsi ereksi pada laki-laki serta pruritus vulva pada perempuan. Selain dengan keluhan, diagnosa DM harus ditegakkan berdasarkan pemeriksaan kadar glukosa darah dengan cara enzimatik dengan bahan darah

plasma vena. Penggunaan bahan darah utuh (whole blood), vena ataupun kapiler

sesuai kondisi dengan memperhatikan angka-angka kriteria diagnostik yang berbeda sesuai pembakuan WHO. Sedangkan untuk tujuan pemantauan hasil pengobatan dapat dilakukan dengan menggunakan pemeriksaan glukosa darah kapiler (Gustaviani, 2006; PERKENI, 2006).

Tabel 2.3 Kadar Glukosa Darah Sewaktu dan Puasa Sebagai Patokan Penyaring dan Diagnosis DM (mg/dl)

Bukan DM Belum pasti

DM DM

Kadar glukosa darah sewaktu (mg/dl)

Plasma vena Darah kapiler

< 100 <90

100-199 90-199

≥200 ≥200

Kadar glukosa darah Puasa (mg/dl)

Plasma vena Darah kapiler

< 100 <90

100-125 90-99

≥126 ≥100 Sumber : Konsesus Pengelolaan DM Tipe-2 di Indonesia, PERKENI 2006


(25)

Langkah-langkah untuk menegakkan diagnosa DM adalah (PERKENI, 2006) :

a. Didahului dengan adanya keluhan-keluhan khas yang dirasakan dan

dilanjutkan dengan pemeriksaan glukosa darah.

b. Pemeriksaan glukosa darah menunjukkan hasil : pemeriksaan glukosa darah

sewaktu ≥ 200 mg/dl (sudah cukup menegakkan diagnosis), pemeriksaan

glukosa darah puasa ≥ 126 mg/dl (patokan diagnosis DM).

Tabel 2.4 Kriteria Diagnosis DM

1. Gejala klasik DM + glukosa plasma sewaktu ≥ 200 mg/dl (11.1 mmol/L)

Glukosa plasma sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada suatu hari tanpa memperhatikan waktu makan terakhir.

Atau

2. Gejala klasik DM

+

Kadar glukosa plasma puasa ≥ 126 mg/dl (7.0 mmol/L)

Puasa diartikan pasien tak mendapat kalori tambahan sedikitnya 8 jam.

Atau

3. Kadar glukosa plasma 2 jam pada TTGO ≥ 200 mg/dl (11.1 mmol/L)

TTGO dilakukan dengan standart WHO, menggunakan beban glukosa yang setara dengan 75gr glukosa anhidrus yang dilarutkan ke dalam air.

Sumber : PERKENI, 2006

Untuk kelompok tanpa keluhan DM, hasil pemeriksaan glukosa darah yang baru satu kali saja abnormal, belum cukup kuat untuk menegakkan diagnosa DM. Diperlukan pemeriksaan lebih lanjut dengan mendapatkan sekali lagi angka

abnormal, baik kadar glukosa darah puasa ≥ 126 mg/dl, kadar glukosa darah

sewaktu ≥ 200 mg/dl pada hari yang lain, atau hasil tes toleransi glukosa oral

(TTGO) didapatkan kadar glukosa darah setelah pembebanan ≥ 200 mg/dl

(PERKENI, 2006).

2.1.7 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan Diabetes Melitus dapat dilakukan dengan cara pengelolaan yang baik. Tujuan penatalaksanaan secara umum menurut PERKENI (2006) adalah meningkatkan kualitas hidup penderita Diabetes.


(26)

Penatalaksanaan dikenal dengan empat pilar penatalaksanaan diabetes

melitus, yang meliputi : edukasi, terapi gizi medis, latihan jasmani dan

pengelolaan farmakologis. Pengelolaan DM dimulai dengan pengaturan makan dan latihan jasmani selama beberapa waktu (2-4 minggu). Apabila kadar glukosa darah belum mencapai sasaran, dilakukan intervensi farmakologis dengan obat hipoglikemik oral (OHO) dan atau suntikan insulin. Pada keadaan tertentu, OHO dapat segera diberikan secara tunggal atau langsung kombinasi, sesuai indikasi. Dalam keadaan dekompensasi metabolik berat, misalnya ketoasidosis, stres berat, berat badan yang menurun dengan cepat, adanya ketonuria, insulin dapat segera diberikan. Pengetahuan tentang pemantauan mandiri, tanda dan gejala hipoglikemia dan cara mengatasinya harus diberikan kepada pasien, sedangkan pemantauan kadar glukosa darah dapat dilakukan secara mandiri, setelah mendapat pelatihan khusus (PERKENI, 2006).

a. Edukasi

Diabetes Melitus umumnya terjadi pada saat pola gaya hidup dan perilaku telah terbentuk dengan kokoh. Keberhasilan pengelolaan diabetes mandiri membutuhkan partisipasi aktif penderita, keluarga dan masyarakat. Tim kesehatan harus mendampingi penderita dalam menuju perubahan perilaku. Untuk mencapai keberhasilan perubahan perilaku, dibutuhkan edukasi yang komprehensif pengembangan ketrampilan dan motivasi. Edukasi secara individual dan pendekatan berdasarkan penyelesaian masalah merupakan inti perubahan perilaku yang berhasil. Perubahan perilaku hampir sama dengan proses edukasi yang memerlukan penilaian, perencanaan, implementasi, dokumentasi dan evaluasi (PERKENI, 2006).

b. Terapi Gizi Medis

Standar yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi yang seimbang dalam hal karbohidrat, protein, lemak, sesuai dengan kecukupan gizi baik sebagai berikut (PERKENI, 2006):

• Karbohidrat : 45 – 65% total asupan energi


(27)

• Lemak : 20 – 25 % kebutuhan kalori

Jumlah kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi, umur, stres akut, dan kegiatan jasmani untuk mencapai dan mempertahankan berat badan ideal. Jumlah kalori yang diperlukan dihitung dari berat badan ideal dikali kebutuhan kalori basal (30 Kkal/kg BB untuk laki-laki dan 25 Kkal/kg BB untuk wanita). Kemudian ditambah dengan kebutuhan kalori untuk aktifitas, koreksi status gizi, dan kalori yang diperlukan untuk menghadapi stres akut sesuai dengan kebutuhan. Pada dasarnya kebutuhan kalori pada diabetes tidak berbeda dengan non diabetes yaitu harus dapat memenuhi kebutuhan untuk aktifitas baik fisik maupun psikis dan untuk mempertahankan berat badan supaya mendekati ideal (PERKENI, 2006).

c. Latihan Jasmani

Kegiatan jasmani sehari-hari dan latihan jasmani secara teratur (3-4 kali seminggu selama kurang lebih 30 menit), merupakan salah satu pilar dalam pengelolaan DM tipe 2. Kegiatan sehari-hari seperti berjalan kaki ke pasar, menggunakan tangga, berkebun harus tetap dilakukan Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia 2006. Latihan jasmani selain untuk menjaga kebugaran juga dapat menurunkan berat badan dan memperbaiki sensitivitas insulin, sehingga akan memperbaiki kendali glukosa darah. Latihan jasmani yang dianjurkan berupa latihan jasmani yang bersifat aerobik seperti :

jalan kaki, bersepeda santai, jogging, dan berenang. Latihan jasmani sebaiknya

disesuaikan dengan umur dan status kesegaran jasmani. Untuk mereka yang relatif sehat, intensitas latihan jasmani bisa ditingkatkan, sementara yang sudah mendapat komplikasi DM dapat dikurangi. Hindarkan kebiasaan hidup yang kurang gerak atau bermalas-malasan (PERKENI, 2006).


(28)

Tabel 2.5 Aktivitas Fisik Sehari-hari Kurangi Aktivitas

Hindari aktivitas sedenter

Misalnya : menonton televisi, menggunakan

internet, main game komputer

Persering Aktivitas

Mengikuti olahraga rekreasi dan beraktivitas fisik tinggi pada waktu liburan

Misalnya : jalan cepat, golf, olah otot, bersepeda, sepak bola

Aktivitas Harian

Kebiasaan bergaya hidup sehat

Misalnya : berjalan kaki ke pasar (tidak menggunakan mobil), menggunakan tangga (tidak menggunakan lift), menemui rekan kerja (tidak hanya melalui telepon internal), jalan dari tempat parkir

Sumber : Konsesus Pengelolaan DM Tipe-2 di Indonesia, PERKENI 2006

d. Pengelolaan Farmakologis

Sarana pengelolaan farmakologis diabetes mellitus dapat berupa Obat Hipoglikemik Oral (OHO). Berdasarkan cara kerjanya, OHO dibagi menjadi 4 golongan, antara lain (Soegondo,2007) :

A. Pemicu sekresi insulin (insulin secretagogue) : sulfonilurea dan glinid 1. Sulfonilurea

Obat golongan ini mempunyai efek utama meningkatkan sekresi insulin oleh sel beta pankreas, dan merupakan pilihan utama untuk pasien dengan berat badan normal dan kurang, namun masih boleh diberikan kepada pasien dengan berat badan lebih. Untuk menghindari hipoglikemia berkepanjangan pada berbagai keadaaan seperti orang tua, gangguan faal ginjal dan hati, kurang nutrisi serta penyakit kardiovaskular, tidak dianjurkan penggunaan sulfonilurea kerja panjang.

2. Glinid

Glinid merupakan obat yang cara kerjanya sama dengan sulfonilurea, dengan penekanan pada meningkatkan sekresi insulin fase pertama. Golongan ini terdiri dari 2 macam obat yaitu: Repaglinid (derivat asam benzoat) dan Nateglinid (derivat fenilalanin). Obat ini diabsorpsi


(29)

dengan cepat setelah pemberian secara oral dan diekskresi secara cepat melalui hati.

B. Penambah sensitivitas terhadap insulin : metformin, tiazolidindion Tiazolidindion

Tiazolidindion (rosiglitazon dan pioglitazon) berikatan pada Peroxisome

Proliferator Activated Receptor Gamma (PPAR-γ), suatu reseptor inti di

sel otot dan sel lemak. Golongan ini mempunyai efek menurunkan resistensi insulin dengan meningkatkan jumlah protein pengangkut glukosa, sehingga meningkatkan ambilan glukosa di perifer. Tiazolidindion dikontraindikasikan pada pasien dengan gagal jantung klas I-IV karena dapat memperberat edema/retensi cairan dan juga pada gangguan faal hati. Pada pasien yang menggunakan tiazolidindion perlu dilakukan pemantauan faal hati secara berkala.

C. Penghambat glukoneogenesis (metformin) Metformin

Obat ini mempunyai efek utama mengurangi produksi glukosa hati (glukoneogenesis), di samping juga memperbaiki ambilan glukosa perifer. Terutama dipakai pada penyandang diabetes gemuk. Metformin dikontraindikasikan pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal (serum kreatinin > 1,5 mg/dL) dan hati, serta pasien-pasien dengan kecenderungan hipoksemia (misalnya penyakit serebro- vaskular, sepsis, renjatan, gagal jantung). Metformin dapat memberikan efek samping mual. Untuk mengurangi keluhan tersebut dapat diberikan pada saat atau sesudah makan.

D. Penghambat absorpsi glukosa : penghambat glukosidase alfa

Obat ini bekerja dengan mengurangi absorpsi glukosa di usus halus, sehingga mempunyai efek menurunkan kadar glukosa darah sesudah


(30)

makan. Acarbose tidak menimbulkan efek samping hipoglikemia. Efek samping yang paling sering ditemukan ialah kembung dan flatulens.

Mekanisme kerja OHO, efek samping utama, serta pengaruh obat terhadap penurunan A1C dapat dilihat pada tabel 2.6 (Soegondo, 2007).

Tabel 2.6 Mekanisme kerja, efek-samping utama dan pengaruh terhadap penurunan A1C (Hb-glikosilat)

Cara kerja utama Efek samping utama

Penurunan A1C

Sulfonilurea Meningkatkan sekresi

insulin

BB naik,

Hipoglikemia 1,5-2%

Glinid Meningkatkan sekresi

insulin

BB naik,

Hipoglikemia ?

Metformin Menekan produksi

glukosa hati dan menambah sensitivitas terhadap insulin

Diare, dispepsia,

asidosis laktat 1,5-2%

Penghambat glukosidase Alfa

Menghambat absorpsi glukosa

Flatulens, tinja

lembek 0,5-1,0%

Tiazolidindion Menambah sensitivitas

terhadap insulin Edema 1,3%

Sumber : Buku Penatalaksanaan Diabetes Mellitus Terpadu, 2007

2.1.8 Penilaian Hasil Terapi

Dalam praktek sehari-hari, hasil pengobatan DM harus dipantau secara terencana dengan melakukan anamnesis, pemeriksaan jasmani dan pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan yang dapat dilakukan adalah (PERKENI, 2006).

a. Pemeriksaan kadar glukosa darah

Tujuan pemeriksaan glukosa darah :

- Untuk mengetahui apakah sasaran terapi telah tercapai

- Untuk melakukan penyesuaian dosis obat, bila belum tercapai

sasaran terapi.

Untuk mencapai tujuan tersebut perlu dilakukan pemeriksaan kadar glukosa darah puasa dan glukosa 2 jam posprandial secara berkala sesuai dengan kebutuhan.


(31)

b. Pemeriksaan A1C

Tes hemoglobin terglikosilasi, yang disebut juga sebagai glikohemoglobin, atau hemoglobin glikosilasi disingkat sebagai A1C, merupakan cara yang digunakan untuk menilai efek perubahan terapi 8-12 minggu sebelumnya. Tes ini tidak dapat digunakan untuk menilai hasil pengobatan jangka pendek. Pemeriksaan A1C dianjurkan dilakukan minimal 2 kali dalam setahun.

c. Pemantauan Glukosa Darah Mandiri (PGDM)

Untuk memantau kadar glukosa darah dapat dipakai darah kapiler. Saat ini banyak dipasarkan alat pengukur kadar glukosa darah cara reagen kering yang umumnya sederhana dan mudah dipakai. Hasil pemeriksaan kadar glukosa darah memakai alat-alat tersebut dapat dipercaya sejauh kalibrasi dilakukan dengan baik dan cara pemeriksaan dilakukan sesuai dengan cara standar yang dianjurkan. Secara berkala, hasil pemantauan dengan cara reagen kering perlu dibandingkan dengan cara konvensional.

PGDM dianjurkan bagi pasien dengan pengobatan insulin atau pemicu sekresi insulin. Waktu pemeriksaan PGDM bervariasi, tergantung pada terapi. Waktu yang dianjurkan, pada saat sebelum makan, 2 jam setelah makan (menilai ekskursi maksimal glukosa), menjelang waktu tidur (untuk menilai risiko hipoglikemia), dan di antara siklus tidur (untuk menilai adanya hipoglikemia nokturnal yang kadang tanpa gejala, atau ketika

mengalami gejala seperti hypoglicemic spells. Prosedur PGDM dapat

dilihat pada tabel 2.7.

Tabel 2.7 Kriteria Pengendalian DM

Baik Sedang Buruk

Glukosa darah puasa (mg/dl) Glukosa darah 2 jam (mg/dl) A1C (%)

Kolesterol Total (mg/dl) Kolesterol LDL (mg/dl)

80-<100 80-144

<6,5 <200 <100

100-125 145-179 6,5-8 200-239 100-129

≥126 ≥180

>8 >240


(32)

Kolesterol HDL (mg/dl)

Trigeliserida (mg/dl)

IMT (kg/m2)

Tekanan darah (mmHg)

Pria: > 40 Wanita: >50

<150 18,5-<23

≤130/80

150-199 23-25 >130-140/

>80-90

≥200

>25 >140/90

Sumber : PERKENI, 2006

2.1.9 Komplikasi Diabetes Melitus

Komplikasi akut pada diabetes mellitus antara lain (Boedisantoso R, 2007):

a. Hipoglikemia

Hipoglikemia adalah keadaan klinik gangguan saraf yang disebabkan penurunan glukosa darah < 60 mg/dl. Gejala hipoglikemia terdiri dari

gejala adrinergic (berdebar, banyak keringat, gemetar, rasa lapar) dan

gejala neuroglikopenik (pusing, gelisah, kesadaran menurun sampai koma). Penyebab tersering hipoglikemia adalah akibat obat hipoglikemia oral golongan sulfonilurea, khususnya klorpropamida dan glibenklamida. Penyebab tersering lainnya antara lain : makan kurang dari aturan yang ditentukan, berat badan turun, sesudah olahraga, sesudah melahirkan dan lain-lain.

b. Ketoasidosis Diabetik

ketoasidosis diabetik (KAD) merupakan defisiensi insulin berat dan akut dari suatu perjalanan penyakit DM yang ditandai dengan trias hiperglikemia, asidosi dan ketosis. Timbulnya KAD merupakan ancaman kematian pada pasien DM.

c. Hiperglikemia Non Ketotik

Hiperosmolar Hiperglikemik Non Ketotik ditandai dengan hiperglikemia, hiperosmolar tanpa disertai adanya ketosis. Gejala klinis utama adalah dehidrasi berat, hiperglikemia berat dan sering kali gangguan neurologis dengan atau tanpa adanya ketosis.


(33)

Akibat kadar gula darah yang tidak terkontrol dan meninggi terus menerus yang dikarenakan tidak dikelola dengan baik mengakibatkan adanya pertumbuhan sel dan juga kematian sel yang tidak normal. Perubahan dasar itu terjadi pada endotel pembuluh darah, sel otot pembuluh darah maupun pada sel masingeal ginjal, semuanya menyebabkan perubahan pada pertumbuhan dan kematian sel yang akhirnya akan menjadi komplikasi vaskular DM. Struktur pembuluh darah, saraf dan struktur lainnya akan menjadi rusak. Zat kompleks yang terdiri dari gula di dalam dinding pembuluh darah menyebabkan pembuluh darah menebal dan mengalami kebocoran. Akibat penebalan ini maka aliran darah akan berkurang, terutama menuju kulit dan saraf. Akibat mekanisme di atas akan menyebabkan beberapa komplikasi antara lain (Waspadji, 2006) :

a. Retinopati

Terjadinya gangguan aliran pembuluh darah sehingga mengakibatkan terjadi penyumbatan kapiler. Semua kelainan tersebut akan menyebabkan kelainan mikrovaskular. Selanjutnya sel retina akan berespon dengan meningkatnya ekspresi faktor pertumbuhan endotel vaskular yang selanjutnya akan terbentuk neovaskularisasi pembuluh darah yang menyebabkan glaukoma. Hal inilah yang menyebabkan kebutaan.

b. Nefropati

Hal-hal yang dapat terjadi antara lain : peningkatan tekanan glomerular dan disertai dengan meningkatnya matriks ektraseluler akan menyebabkan terjadinya penebalan membran basal yang akan menyebabkan berkurangnya area filtrasi dan kemudian terjadi perubahan selanjutnya yang mengarah terjadinya glomerulosklerosis. Gejala-gejala yang akan timbul dimulai dengan mikroalbuminuria dna kemudian berkembang menjadi proteinuria secara klinis selanjutnya akan terjadi penurunan fungsi laju filtrasi glomerular dan berakhir dengan gagal ginjal.

c. Neuropati

Yang paling sering dan paling penting gejala yang timbul berupa hilangnya sensasi distal atau seperti kaki terasa terbakar dan bergetar sendiri dan lebih terasa sakit dimalam hari.


(34)

d. Penyakit jantung koroner

Kadar gula darah yang tidak terkontrol juga cenderung menyebabkan kadar zat berlemak dalam darah meningkat, sehingga mempercepat

aterosklerosis (penimbunan plak lemak di dalam pembuluh darah).

Aterosklerosis ini 2-6 kali lebih sering terjadi pada penderita DM. Akibat

aterosklerosis akan menyebabkan penyumbatan dan kemudian menjadi

penyakit jantung koroner.

e. Penyakit pembuluh darah kapiler

Mengenali dan mengelola berbagai faktor risiko terkait terjadinya kaki diabetes dan ulkus diabetes merupakan hal yang paling sering pada penyakit pembuluh darah perifer yang dikarenakan penurunan suplai darah di kaki.

2.2 Pengaturan Kadar Gula Darah Tubuh

Yang berperan penting dalam fisiologi pengaturan kadar glukosa darah adalah hepar, pankreas, adenohipofise dan kelenjar adrenal. Pengaruh lain berasal dari : kelenjar tiroid, kerja fisik, serta faktor imunologi dan herediter.

a. Hepar

Setelah absorbsi makanan oleh usus, glukosa dialirkan kehepar melalui vena porta. Sebagian dari glukosa tersebut disimpan sebagai glikogen. Pada saat itu kadar glukosa dalam vena porta lebih tinggi daripada vena hepatik. Setelah absorbsi selesai, glikogen dalam hepar dipecah lagi menjadi glukosa. Pada saat ini kadar glukosa dalam vena hepatik lebih tinggi daripada dalam vena porta. Jadi jelaslah bahwa hepar dalam hal ini berperan sebagai glukostat.

Dalam keadaan biasa, persediaan glikogen dalam hepar cukup untuk mempertahankan kadar glukosa darah selama beberapa jam.

b. Pankreas

Sekresi insulin kedalam darah diatur oleh berbagai faktor yaitu :

• Jumlah makanan yang masuk


(35)

• Hormon susunan saraf (baik susunan saraf otonom maupun susunan saraf pusat)

Berbagai zat dalam makanan dapat merangsang sekresi insulin. Pada manusia glukosa merupakan stimulus terkuat, dimana pemberian oral lebih kuat merangsang sekresi insulin daripada pemberian intra vena. Perangsangan sekresi insulin ini dengan perantaraan hormon intestinal. Yang dimaksud hormon intestinal adalah sekretin, gastrin, pankreozimin, dan glukagon intestinal.

Selain insulin, hormon pankreas yang juga penting ikut mengatur metabolisme karbohidrat adalah glukagon. Glukagon menyebabkan glikogenolisis dengan jalan merangsang adenilsiklase, suatu enzim yang penting untuk mengaktifkan enzim fosforilase. Penurunan cadangan glikogen dalam hepar menyebabkan bertambahnya deaminasi dan transaminasi asam amino, sehingga glukoneogenesis menjadi lebih aktif.

c. Sistem adrenergik (Kelenjar adenohipofise dan kelenjar adrenal)

Kerja zat adrenergik/simpatik/simpatomimetik terhadap metabolisme adalah :

• Meningkatkan glikogenolisis dihepar dan otot rangka

• Meningkatkan lipolisis dan pelepasan asam lemak bebas dari

jaringan lemak

Hepar mempunyai Glukosa 6 Phosfatase, tetapi otot rangka tidak mempunyai, sehingga hepar melepas glukosa sedangkan otot rangka melepas asam laktat.

Zat adrenergik juga menyebabkan penghambatan sekresi insulin.

Diketahui bahwa sekresi insulin distimulasi oleh aktifitas reseptor β (beta) adrenergik. Tetapi dalam pengaruhnya, reseptor α (alpha) adrenergik lebih dominan dan ini menghambat aktifitas reseptor β sehingga sekresi insulin dihambat.

Epinefrin juga menyebabkan berkurangnya ambilan (uptake) glukosa oleh jaringan perifer, akibatnya peningkatan kadar glukosa darah dan laktat darah, serta penurunan glikogen dalam hepar dan otot rangka.


(36)

Epinefrin meningkatkan aktifitas enzim lipase trigliserida dalam jaringan lemak sehingga mempercepat pemecahan trigliserida menjadi asam lemak bebas

(free fatty acid = FFA) dan gliserol. Akibatnya kadar asam lemak bebas dalam

darah menintgkat. Aktifitas enzim lipase trigliserida tersebut terjadi karena

aktifitas reseptor β yang berakibat terbentuknya siklik AMP.

Pentingnya pengaturan glukosa darah adalah karena secara normal glukosa merupakan satu-satunya bahan makanan yang dapat digunakan oleh otak, retina, epitel germinal gonad dalam jumlah yang cukup untuk menyuplai jaringan tersebut secara optimal sesuai dengan energi yang dibutuhkannya. Oleh karena itu, konsentrasi glukosa darah harus dipertahankan pada kadar normal. Konsentrasi glukosa darah juga perlu dijaga agar tidak meningkat terlalu tinggi karena empat alasan berikut : (1) glukosa dapat menimbulkan sejumlah besar tekanan osmotik dalam cairan ekstrasel, dan bila konsentrasi glukosa meningkat sangat berlebihan, akan dapat mengakibatkan timbulnya dehidrasi sel; (2) tingginya konsentrasi glukosa darah menyebabkan keluarnya glukosa dalam air seni; (3) Hilangnya glukosa melalui urin juga menimbulkan diuresis osmotik oleh ginjal, yang dapat mengurangi jumlah cairan tubuh dan elektrolit; (4) peningkatan jangka panjang glukosa darah dapat menyebabkan kerusakan pada banyak jaringan, terutama pembuluh darah. Kerusakan vaskular, akibat diabetes melitus yang tidak terkontrol, akan berakibat pada peningkatan risiko terkena serangan jantung, stroke, penyakit ginjal stadium akhir dan kebutaan (Guyton, 2008).

2.3 Kebutuhan Zat Gizi Pada Penderita Diabetes Melitus

Perencanaan makan hendaknya dengan kandungan zat gizi yang cukup dan disertai pengurangan total lemak terutama lemak jenuh. Pengetahuan porsi makanan sedemikian rupa sehingga supan zat gizi tersebar sepanjang hari. Penurunan berat badan ringan atau sedang (5 – 10 kg), sudah terbukti dapat meningkatkan kontrol diabetes, walaupun berat badan idaman tidak dicapai (Hiswani, 2007).

Penurunan berat badan dapat diusahakan dicapai dengan baik dengan penurunan asupan energi yang moderat dan peningkatan pengeluaran energi.


(37)

Dianjurkan pembatasan kalori sedang yaitu 250-500 Kkal lebih rendah dari asupan rata-rata sehari (Hiswani).

Kebutuhan zat gizi dapat diuraikan dibawah ini (Hiswani, 2007) :

1. Protein

Hanya sedikit data ilmiah untuk membuat rekomendasi yang kuat tentang asupan protein orang dengan diabetes. ADA pada saat ini menganjurkan mengkonsumsi 10% sampai 20% energi dari protein total. Menurut konsensus pengelolaan diabetes di Indonesia kebutuhan protein untuk orang dengan diabetes adalah 10 – 15% energi. Perlu penurunan asupan protein menjadi 0,8 g/kg perhari atau 10% dari kebutuhan energi dengan timbulnya nefropati pada orang dewasa dan 65% hendaknya bernilai biologi tinggi.

2. Total Lemak.

Asupan lemak dianjurkan < 10% energi dari lemak jenuh dan tidak lebih 10% energi dari lemak tidak jenuh ganda, sedangkan selebihnya yaitu 60 – 70% total energi dari lemak tidak jenuh tunggak dan karbohidrat. Distribusi energi dari lemak dan karbohidrat dapat berbeda-beda setiap individu berdasarkan pengkajia gizi dan tujuan pengobatan. Anjuran persentase energi dari lemak tergantung dari hasil pemeriksaan glukosa, lipid, dan berat badan yang diinginkan.

Untuk individu yang mempunyai kadar lipid normal dan dapat mempertahankan berat badan yang memadai (dan untuk pertumbuhan dan perkembangan normal pada anak dan remaja) dapat dianjurkan tidak lebih dari 30% asupan energi dari lemak total dan < 10% energi dari lemak jenuh. Dalam hal ini anjuran asupan lemak di Indonesia adalah 20 – 25% energi.

Apabila peningkatan LDL merupakan masalah utama, dapat diikuti anjuran diet dislipidemia tahap II yaitu < 7% energi total dari lemaj jenuh, tidak lebih dari 30% energi dari lemak total dan kandungan kolesterol 200 mg/hari.

Apabila peningkatan trigliserida dan VLDL merupakan masalah utama, pendekatan yang mungkin menguntungkan selain menurunkan berat badan dan peningkatan aktivitas adalah peningkatan sedang asupan lemak tidak jenuh tunggal 20% energi dengan < 10% masing energi masing-masing dari lemak


(38)

jenuh dan tidak jenuh ganda sedangkan asupan karbohidrat lebih rendah. Perencanaan makan tinggi lemak tidak jenuh tunggal dapat dilakukan antara lain dengan penggunaan nuts, alpukat dan minyak zaitun. Namun demikian pada individu yang kegemukan peningkatan asupan lemak dapat memperburuk kegemukannya. Pasien dengan kadar trigliserida > 1000 mg/dl mungkin perlu penurunan semua tipe lemak makanan untuk menurunkan kadar lemak plasma dalam bentuk kilomikron.

3. Lemak Jenuh dan Kolesterol.

Tujuan utama pengurangan konsumsi lemak jenuh dan kolestrol adalah untuk menurunkan resiko penyakit kardiovaskuler. Oleh karena itu < 10% asupan energi sehari seharusnya dari lemak jenuh dan asupan makanan kolesterol makanan hendaknya dibatasi tidak lebih dari 300 mg perhari. Namun demikian rekomendasi ini harus disesuaikan dengan latar belakang budaya dan etnik.

4. Karbohidrat dan Pemanis

Rekomendasi tahun 1994 lebih menfokuskan pada jumlah total karbohidrat dari pada jenisnya. Rekomendasi untuk sukrosa lebih liberal, menilai kembali fruktosa dan lebih konservatif untuk serat. Buah dan susu sudah terbukti mempunyai respon glikemik menyerupai roti, nasi dan kentang. Walaupun berbagai tepung-tepungan mempunyai respon glikemik yang berbeda, prioritas hendaknya lebih pada jumlah total karbohidrat yang dikonsumsi dari pada sumber karbohidrat. Anjuran konsumsi karbohidrat untuk orang dengan diabetes di Indonesia adalah 60 – 70% energi.

5. Sukrosa

Bukti ilmiah menunjukkan bahwa penggunaan sukrosa sebagai bagian dari perencanaan makan tidak memperburuk kontrol glukosa darah pada individu dengan diabetes tipe 1 dan 2. Sukrosa dan makanan yang mengandung sukrosa harus diperhitungkan sebagai pengganti karbohidrat makanan lain dan tidak hanya dengan menambahkannya pada perencanaan makan. Dalam melakukan substitusi


(39)

ini kandungan zat gizi dari makanan-makanan manis yang pekat dan kandungan zat gizi makanan yang mengandung sukrosa harus dipertimbangkan, demikian juga adanya zat gizi-zat gizi lain pada makanan tersebut seperti lemak yang sering dimakan bersama sukrosa. Mengkonsumsi makanan yang bervariasi memberikan lebih banyak zat gizi dari pada makanan dengan sukrosa sebagai satu-satunya zat gizi.

6. Pemanis

a. Fruktosa menaikkan glukosa plasma lebih kecil dari pada sukrosa dan kebanyakannya karbohidrat jenis tepung-tepungan. Dalam hal ini fruktosa dapat memberikan keuntungan sebagai bahan pemanis pada diet diabetes. Namun demikian, karena pengaruh penggunaan dalam jumlah besar (20% energi) yang potensial merugikan pada kolesterol dan LDL, fruktosa tidak seluruhnya menguntungkan sebagai bahan pemanis untuk orang dengan diabetes. Penderita dislipidemia hendaknya menghindari mengkonsumsi fruktosa dalam jumlah besar, namun tidak ada alasan untuk menghindari makanan seperti buah dan sayuran yang mengnadung fruktosa alami ataupun konsumsi sejumlah sedang makanan yang mengandung pemanis fruktosa.

b. Sorbitol, mannitol dan xylitol adalah gula alkohol biasa (polyols) yang menghasilkan respon glikemik lebih rendah dari pada sukrosa dan karbohidrat lain. Penggunaan pemanis tersebut secra berlebihan dapat mempunyai pengaruh laxatif.

c. Sakarin, aspartam, acesulfame adalah pemanis tak bergizi yang dapat diterima sebagai pemanis pada semua penderita DM.

7. Serat

Rekomendasi asupan serat untuk orang dengan diabetes sama dengan untuk orang yang tidak diabetes. Dianjurkan mengkonsumsi 20 – 35 g serat


(40)

makanan dari berbagai sumber bahan makanan. Di Indonesia anjurannya adalah kira-kira 25 g/hari dengan mengutamakan serat larut.

8. Natrium

Anjuran asupan untuk orang dengan diabetes sama dengan penduduk biasa yaitu tidak lebih dari 3000 mg, sedangkan bagi yang menderita hipertensi ringan sampai sedang, dianjurkan 2400 mg natrium perhari.


(41)

BAB 3

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL 3.1 Kerangka Konsep Penelitian

z

Gambar 3.1 Kerangka Konsep Penelitian 3.2 Definisi Operasional

3.2.1 Penderita DM adalah semua penderita yang dinyatakan menderita DM yang di rawat inap dan rawat jalan di RSUD Gunungsitoli.

3.2.2 Karakteristik dibedakan atas :

a. Umur adalah usia penderita DM sesuai dengan yang tercatat pada kartu status pasien yang dikategorikan :

1. < 45 tahun

2. ≥ 45 tahun

b. Jenis kelamin adalah ciri khas tertentu yang dimiliki penderita DM sesuai dengan yang tercatat pada kartu status, yang dibedakan atas :

1. Laki-laki

2. Perempuan

d. Pendidikan adalah pendidikan formal tertinggi yang pernah ditempuh

dan berhasil diselesaikan oleh penderita DM yang tercatat dalam kartu status, yang dibedakan atas :

Karakteristik :

- Umur

- Jenis Kelamin

- Pendidikan

- Pekerjaan

- Riwayat Keluarga

Pengetahuan :

- Penyakit DM secara

umum

- Cara-cara

pemantauan kadar gula darah

- Gejala-gejala klinis

DM

- Pengkontrolan KGD


(42)

1. Tidak sekolah

2. SD

3. SMP

4. SLTA/Sederajat

5. Akademi/Perguruan Tinggi

e. Pekerjaan adalah suatu kegiatan yang dilakukan penderita DM sesuai

dengan yang tercatat dalam kartu status, dikelompokkan atas :

1. Tidak Bekerja

2. Pegawai Negri Sipil (PNS/TNI/POLRI)

3. Pensiunan

4. Wiraswasta/pedagang

5. Ibu Rumah Tangga

f. Riwayat Keluarga adalah ada tidaknya anggota keluarga yang

menderita DM sesuai dengan yang tercatat pada kartu status, yang dibedakan atas :

1. Ada

2. Tidak ada

3.2.3 Pengetahuan

a. Definisi pengetahuan adalah segala informasi yang diketahui pasien DM tentang kontrol KGD.

b. Cara ukur : Metode angket

Metode angket ini dilakukan dengan mengedarkan suatu daftar pertanyaan yang berupa formulir-formulir, diajukan secara tertulis kepada sejumlah subjek untuk mendapatkan tanggapan, informasi, jawaban, dan sebagainya (Notoatmodjo, 2010).

c. Alat ukur : kuesioner, pertanyaan yang diajukan sebanyak 25

pertanyaan. Dengan penilaian :

• Penderita DM yang menjawab benar diberi skor 2

• Penderita DM yang menjawab salah/tidak tahu diberi skor 0

d. Kategori :


(43)

• Baik, bila jawaban responden benar 76-100% dari total nilai angket pengetahuan.

• Cukup, bila jawaban responden benar 60-75% dari total nilai

angket pengetahuan.

• Kurang, bila jawaban responden benar < 60% dari total nilai angket

pengetahuan.


(44)

BAB 4

METODE PENELITIAN 4.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan desain penelitian

cross sectional, artinya peneliti melakukan proses pengambilan data dalam satu

kali pengamatan, dimana akan dilakukan pengambilan data dari kuesioner yang akan dibagikan kepada pasien DM untuk mengetahui karakteristik dan pengetahuan pasien tentang kontrol kadar gula darah pada saat yang bersamaan (Sastroasmoro, 2006).

4.2 Waktu dan Tempat Penelitian 4.2.1 Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan selama 4 bulan yaitu pada bulan Juni - September 2011.

4.2.2 Tempat Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan di RSUD Gunungsitoli dengan pertimbangan bahwa RSUD Gunungsitoli terdapat kasus DM, tersedianya data mengenai DM dan penelitian sejenis ini belum pernah dilakukan.

4.3 Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi terjangkau dari penelitian adalah seluruh pasien DM rawat inap dan rawat jalan di RSUD Gunungsitoli pada Juni – September 2011. Dari populasi

terjangkau ini dipilih sampel dengan menggunakan teknik consecutive sampling

dimana semua subjek yang datang ke RSUD Gunungsitoli dan memenuhi kriteria inklusi maupun eksklusi yang akan dimasukkan dalam penelitian sampai jumlah subjek yang diperlukan terpenuhi (Sastroasmoro, 2008).

Adapun kriteria inklusi dalam penelitian ini, yaitu : pasien DM rawat inap, rawat jalan, dan semua umur; dan kriteria eksklusi adalah pasien yang menolak untuk berpartisipasi.


(45)

Besar sampel penelitian ini dihitung dengan perhitungan besar sampel data

nominal Simple Random Sampling yaitu sampel tunggal untuk estimasi proporsi

suatu populasi (Madiyono dan Sastroasmoro, 2008) dengan rumus :

n =Z α

2PQ

�2 Keterangan :

n = Besar Sampel

Zα = Deviasi baku alfa

P = Proporsi kategori

Q = 1 – P

d = kesalahan (absolut) yang dapat ditolerir

Pada penelitian ini, tingkat kepercayaan yang dikehendaki sebesar 95 %

sehingga untuk Z dua arah diperoleh nilai Zα = 1,96. Nilai P yang ditetapkan

adalah 50% (0,50) karena peneliti belum mengetahui proporsi sebelumnya, selain itu karena penggunaan P = 0,50 mempunyai nilai P x (1 – P) paling besar sehingga dihasilkan besar sampel paling banyak. Kesalahan absolute atau ketetapan relatif yang diinginkan adalah sebesar 10%. Berdasarkan rumus tersebut maka besar sampel dapat dihitung sebagai berikut :

Diketahui :

Zα = 1,96

P = 0,50

Q = (1 – 0,50)

d = 0,10

maka n adalah :

n = Zα

2PQ

�2

n = (1,96)

2 x 0,5 x (10,5)

(0,1)2 n = 0,9604


(46)

n = 96,04 = 97

Dari perhitungan diperoleh jumlah minimal responden 97 orang.

4.4 Teknik Pengumpulan Data

Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer, yaitu data yang diperoleh dari penyebaran kuesioner. Pengumpulan data dimulai setelah peneliti memperoleh surat izin pelaksanaan penelitian dari Fakultas Kedokteran USU dan Direktur RSUD Gunungsitoli. Pada saat pengumpulan data penelitian menjelaskan waktu, tujuan, manfaat, dan prosedur pelaksanaan penelitian kepada calon responden dan yang bersedia berpartisipasi diminta untuk menandatangani lembar persetujuan. Responden yang bersedia diberi lembar kuesioner dan diberi kesempatan bertanya apabila ada pertanyaan yang tidak dipahami. Responden yang tidak mampu mengisi sendiri dibantu oleh peneliti dengan cara membacakan kuesioner. Selanjutnya data yang telah terkumpul dianalisa oleh peneliti.

4.5. Pengelolaan Data dan Analisa Data

Pengeloaan data adalah suatu proses dalam memperoleh dara ringkasan atau angka ringkasan dengan menggunakaan cara-cara tertentu. Adapun rencana pengelolaan data terdiri dari (Notoatmodjo, 2010; Wahyuni, 2006) :

a. Editing

Editing dilakukan untuk memeriksa ketepatan dan kelengkapan data. Apabila data belum lengkap atau terdapat kesalahan, maka data akan dilengkapi kembali dengan penyebaran kuesioner kembali kepada responden, bila tidak memungkinkan maka angket tersebut dikeluarkan

(drop out)

b. Coding

Data yang telah terkumpul dan dikoreksi ketepatan dan kelengkapannya kemudian diberi kode oleh peneliti secara manual sebelum diolah dengan program komputer.


(47)

Data yang telah dibersihkan kemudian dimasukkan ke dalam program komputer. Program komputer yang rencananya akan dipakai adalah SPSS.

d. Cleaning data

Data-data yang telah dientri diperiksa kembali untuk menghindari terjadinya kesalahan dalam pemasukan data.

e. Saving

Data-data yang telah melewati tahapan yang di atas akan disimpan untuk keperluan analisa data selanjutnya.

f. Analisa data

• Data karakteristik yang telah terkumpul diolah dan dianalisa dengan

bantuan komputer melalui program SPSS, selanjutnya dalam bentuk tabel distribusi proporsi, diagram pie dan diagram bar.

• Variabel pengetahuan yang berupa data kuantitaf (skor hasil pengisian

kuesioner) diubah menjadi data kualitatif (baik, cukup dan kurang baik) dengan analisa kualitatif yaitu proses berpikir induktif dimulai dari keputusan-keputusan khusus (data yang terkumpul) kemudian diambil kesimpulan secara umum. Data yang telah dianalisis disajikan dalam bentuk narasi dan tabel distribusi frekuensi.


(48)

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1 Hasil Penelitian

5.1.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian

RSUD Gunungsitoli adalah rumah sakit kelas C yang merupakan satu-satunya pusat rujukan kesehatan bagi wilayah Kabupaten Nias bahkan seluruh Kepulauan Nias dan sekitarnya. Dengan keberadaan yang sangat penting maka RSUD Gunungsitoli telah berupaya melaksanakan berbagai macam pelayanan kesehatan yang dibutuhkan masyarakat. Rumah sakit ini memiliki instalasi pelayanan rawat jalan (poliklinik) dan pelayanan rawat inap. Kedua lokasi ini merupakan tempat pengambilan data dalam penelitian ini.

5.1.2 Karakteristik Responden

Karakteristik responden dalam penelitian ini dikategorikan berdasarkan umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, daerah asal dan riwayat keluarga. Hasil penelitian terhadap 102 responden berdasarkan karakteristik dapat dilihat pada tabel 5.1.

Tabel 5.1

Distribusi Karakteristik Penderita Diabetes Melitus di RSUD Gunungsitoli Periode Juni – September 2011

Karakteristik Frekuensi (n) Persentase (%) Usia

< 45 tahun

≥ 45 tahun 18 84

17,6 82,4 Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan 47 55 46,1 53,9 Pendidikan Tidak Sekolah SD SMP SLTA/Sederajat Akademik/Perguruan Tinggi 6 10 3 51 32 5,9 9,8 2,9 50 31,4 Pekerjaan


(49)

PNS Pensiunan Wiraswasta/Pedagang

Ibu Rumah Tangga

57 10 6 25

55,9 9,8 5,9 24,5

Riwayat Penyakit Keluarga

Ada Tidak Ada

26 76

25,5 74,5

Berdasarkan tabel 5.1 diatas dapat dilihat distribusi karakteristik penderita

DM di RSUD Gunungsitoli adalah : menurut kelompok umur ≥ 45 tahun ya itu

84 orang (82,4%) dan kelompok umur < 45 tahun sebanyak 18 orang (17,6%). Kelompok jenis kelamin terbesar adalah kelompok perempuan sebanyak 55 orang (53,9%) dan terendah adalah kelompok laki-laki sebanyak 47 orang (46,1%). Pendidikan terakhir pada penderita DM terbesar adalah SLTA/Sederajat sebanyak 51 orang (50%). Pekerjaan pada penderita DM terbesar adalah PNS sebanyak 57 orang (55,9%). Riwayat keluarga terbanyak adalah yang tidak mempunyai riwayat DM dalam keluarga yaitu sebanyak 76 orang (74,5%).

5.1.3 Hasil Analisis Data

5.1.3.1 Pengetahuan Responden Secara Umum tentang Diabetes Melitus Tabel 5.2

Pengetahuan Responden tentang Kontrol Kadar Gula Darah pada Penderita Diabetes Melitus di RSUD Gunungsitoli Periode Juni – September 2011

Pengetahuan Frekuensi (n) Persentase (%)

Baik 33 32,4

Cukup 60 58,8

Kurang 9 8,8

Total 102 100

Pengetahuan responden dinilai berdasarkan 25 pertanyaan yang mencakup informasi yang diketahui responden mengenai diabetes melitus, antara lain pengertian, penyebab dan faktor risiko, gejala klinis, dan cara kontrol kadar gula darah. Berdasarkan tabel 5.2 dapat dilihat bahwa mayoritas pengetahuan responden tentang diabetes melitus adalah cukup yaitu sebanyak 60 orang


(50)

(58,8%), kemudian sebanyak 33 orang (32,4%) berpengetahuan baik dan didapatkan sebanyak 9 orang (8,8%) yang berpengetahuan kurang.

5.1.3.2 Distribusi Frekuensi Pengetahuan berdasarkan Umur Tabel 5.3

Distribusi Frekuensi Pengetahuan mengenai kontrol KGD pada Penderita Diabetes Melitus di RSUD Gunungsitoli berdasarkan Usia Responden

Periode Juni - September

Kelompok

Tingkat Pengetahuan

Total

Baik Cukup Kurang

Umur

f % f % f % f %

< 45 tahun 9 8,8 8 7,9 1 0,9 18 17,6

≥ 45 tahun 24 23,7 52 51 8 7,7 84 82,4

Total 33 32,5 60 58,9 9 8,6 102 100

Berdasarkan tabel 5.3 dapat dilihat bahwa responden dengan pengetahuan cukup sebanyak 52 orang (51%), kemudian pengetahuan baik sebanyak 24 orang

(23,7%) dan kurang 8 orang (7,7%) mayoritas berusia ≥ 45 tahun.

5.1.3.3 Distribusi Frekuensi Pengetahuan berdasarkan Pendidikan Terakhir Tabel 5.4

Distribusi Frekuensi Pengetahuan mengenai kontrol KGD pada Penderita Diabetes Melitus di RSUD Gunungsitoli berdasarkan Pendidikan Terakhir

Periode Juni – September 2011

Pendidikan

Tingkat Pengetahuan

Total

Baik Cukup Kurang

Terakhir

f % f % f % f %

Tidak Sekolah 0 0 4 3,9 2 1,9 6 5,8

SD 0 0 4 3,9 6 5,8 10 9,7

SMP 0 0 3 2,9 0 0 3 2,9

SLTA/Sederajat 13 12,8 37 36,4 1 0,9 51 50,1

Akademik/Perguruan

20 19,7 12 11,8 0 0 32 31,5

Tinggi


(51)

Berdasarkan tabel 5.4 dapat dilihat bahwa responden dengan pengetahuan baik mayoritas adalah Akademik/Perguruan Tinggi sebanyak 20 orang (19,7%). Responden dengan pengetahuan cukup yaitu SLTA/Sederajat sebanyak 37 orang (36,4%). Responden dengan pengetahuan kurang mayoritas SD, yaitu sebanyak 6 orang (5,8%).

5.1.3.4 Distribusi Frekuensi Pengetahuan berdasarkan Pekerjaan Tabel 5.5

Distribusi Frekuensi Pengetahuan mengenai kontrol KGD pada Penderita Diabetes Melitus di RSUD Gunungsitoli berdasarkan Pekerjaan

Periode Juni - September

Pendidikan

Tingkat Pengetahuan

Total

Baik Cukup Kurang

Terakhir

f % f % f % f %

Tidak Bekerja 0 0 2 1,9 2 1,9 4 3,8

PNS 23 22,8 34 33,4 0 0 57 56,2

Pensiunan 3 2,9 7 6,8 0 0 10 9,7

Wiraswasta/Pedagang 5 4,9 1 0,9 0 0 6 5,8

Ibu Rumah Tangga 2 1,9 16 15,9 7 6,7 25 24,5

Total 33 32,5 58,9 58,9 9 8,6 102 100

Berdasarkan tabel 5.5 dapat dilihat bahwa responden dengan kelompok pekerjaan PNS yaitu sebanyak 34 orang (33,4%) memiliki pengetahuan yang baik. Responden dengan kelompok pekerjaan PNS juga mempunyai pengetahuan yang cukup yaitu sebanyak 23 orang (22,8%).

5.2 Pembahasan

5.2.1 Pembahasan Karakteristik Responden

Hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan adanya variasi kerakteristik responden berdasarkan usia, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, daerah asal, dan riwayat penyakit keluarga. Usia terbanyak responden adalah kelompok usia

≥45 tahun (82,6%). Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Junita (2006) di Rumah


(52)

kelompok usia ≥45 tahun yaitu 81,79% dan <45 tahun 19,21%. Penelitian Siboro (2010) di RSUP Haji Adam Malik, mayoritas umur terbesar berada pada

kelompok usia ≥45 tahun yaitu 80,2% dan <45 tahun 19,8%. Penelitian Sibuea

(2010) di RSUP Haji Adam Malik, mayoritas umur terbesar berada pada

kelompok usia ≥45 tahun yaitu 94,2% dan <45 tahun 5,8%. Hal ini sesuai dengan

teori DM bahwa usia ≥45 tahun merupakan faktor risiko untuk terjadinya DM

(Suyono, 2007).

Jenis kelamin responden yang berjenis kelamin perempuan 53,9% lebih besar dibandingkan laki-laki 46,1%. Perbedaan proporsi antara laki-laki dan perempuan tidak jauh berbeda. Penelitian Junita (2006) mendapatkan proporsi penderita DM jenis kelamin laki-laki (54,24%) dan jenis kelamin perempuan (45,76%). Penelitian Erwina (2010) mendapatkan proporsi penderita DM jenis kelamin laki-laki (17,5%) dan jenis kelamin perempuan (82,5%). Penelitian Sibuea (2010) mendapatkan proporsi penderita DM jenis kelamin laki-laki (49,6%) dan jenis kelamin perempuan (50,4%). Menurut kelompok studi WHO tidak ada perbedaan kejadian DM antara laki-laki dan perempuan, setiap negara angka-angkanya berbeda (Johnson, 2002). Perbedaan yang didapati pada hasil penelitian ini kemungkinan disebabkan karena pada saat melakukan penelitian kebanyakan responden peneliti adalah perempuan.

Pendidikan terakhir responden terbanyak adalah tamat SLTA/Sederajat (50%) kemudian Akademik/Perguruan Tinggi (31,4%). Penelitian Sibuea (2010) mendapatkan proporsi penderita DM terbesar adalah tamat SLTA/Sederajat (40,9%). Penelitian Junita (2006) mendapatkan proporsi penderita DM terbesar adalah tamat SLTA/Sederajat yaitu sebesar 47,46%. Disini terlihat bahwa latar belakang pendidikan penderita bervariasi. Pendidikan merupakan salah satu faktor yang memungkinkan terjadinya pengetahuan. Sebagian besar pengetahuan diperoleh melalui pendidikan formal maupun nonformal dan semakin tinggi pendidikan maka semakin luas pengetahuan ( Notoadmojo, 2007)

Pekerjaan responden terbanyak adalah PNS yaitu sebanyak 55,9% dan terkecil adalah tidak bekerja sebanyak 3,9%. Penelitian Junita (2006) mendapatkan pekerjaan terbanyak adalah PNS (39,55%) dan terkecil ibu rumah


(53)

tangga (14,12%). Penelitian Sibuea (2010) mendapatkan pekerjaan terbanyak adalah ibu rumah tangga (31,4%) dan terkecil adalah pensiunan (5,1%). Penelitian Palanimuthu (2010) mendapatkan pekerjaan terbanyak adalah SMP (31%) dan SMA (31%) dan terkecil adalah tidak bekerja (6%). Dari hasil penelitian ini dapat dilihat bahwa proporsi jenis pekerjaan terbesar bervariasi seperti halnya pendidikan. Peranan pekerjaan tidak dapat diabaikan karena pekerjaan merupakan salah satu komponen yang mempengaruhi peningkatan serta pembentukan sikap seseorang (Kosasih, 1997).

Status riwayat penyakit keluarga terbanyak yang tidak memiliki riwayat penyakit diabetes melitus dalam keluarganya adalah sebanyak 76 orang (74,5%). Penelitian Junita (2006) juga mendapatkan riwayat penyakit terbanyak yang tidak memiliki riwayat penyakit diabetes melitus dalam keluargannya (98,31%). Hal ini sesuai dengan pendapat Arisman (2011) bahwa diabetes melitus bukan hanya disebabkan oleh genetik tetapi dipengaruhi oleh faktor lain seperti gaya hidup dan aktivitas fisik. Hal ini juga bisa terjadi kemungkinan disebabkan karena pada saat melakukan penelitian kebanyakan responden yang menderita diabetes melitus tidak memiliki riwayat penyakit diabetes melitus dalam keluarganya.

5.2.2 Pengetahuan Responden

Dari hasil penelitian ini diperoleh gambaran pengetahuan pada penderita DM yang mencakup informasi mengenai diabetes melitus, antara lain pengertian, penyebab dan faktor risiko, gejala klinis, dan cara kontrol kadar gula darah di RSUD Gunungsitoli yang terbesar adalah kategori pengetahuan cukup sebanyak 60 orang (58,8%), diikuti dengan kategori pengetahuan baik sebanyak 33 orang (32,4%) dan yang terendah dengan kategori pengetahuan kurang sebanyak 9 orang (8,8%). Penelitian Hoong (2010) di RSUP Haji Adam Malik Medan mendapatkan kategori pengetahuan tentang diabetes melitus pada tingkat pengetahuan cukup (48%). Melalui data tersebut, dapat di lihat bahwa mayoritas penderita DM memiliki pengetahuan yang cukup secara umum tentang diabetes melitus. Menurut Notoatmodjo (2003) pengetahuan kesehatan akan berpengaruh kepada


(54)

Beberapa penelitian tentang tingkat pengetahuan penderita tentang diabetes juga dilakukan di negara yang lain seperti di Nepal Barat, Kenya, Turkey dan Amerika Serikat. Dari hasil penelitian Julie D. West (2002) di Amerika Serikat, sebanyak 31% pasien berpengetahuan baik, 33% berpengetahuan sedang, dan 36% berpengetahuan kurang. Ini menunjukkan tingkat pengetahuan penderita di Amerika Serikat dan penderita pada penelitian ini tidak jauh berbeda.

Selain itu faktor usia juga berpengaruh terhadap para penderita tentang diabetes melitus yang dapat dilihat pada tabel 5.3 dimana dengan kelompok usia

≥ 45 tahun sebanyak 24 orang (23,7%) memiliki pengetahuan yang baik terhadap

diabetes melitus. Dari hasil penelitian juga didapati bahwa pengetahuan cukup

dan kurang juga berada pada kelompok usia ≥ 45 tahun yaitu 52 orang (51%) dan

8 orang (7,7%) secara berurutan. Hal ini bisa disebabkan karena usia produktif (≥ 45 tahun) memiliki pengetahuan yang baik dari segi pengalaman dan ketajaman berpikir selain itu mungkin saja disebabkan karena banyaknya jumlah sampel

pada kelompok usia ≥ 45 tahun sehingga mempengaruhi hasil penelitian. Menurut

Notoatmodjo (2003), umur mempengaruhi pengetahuan, karena semakin tua usia maka pengetahuan semakin bertambah juga.

Hal ini mungkin ada kaitannya dengan faktor pendidikan terakhir responden. Melalui tabel 5.4 dapat diketahui bahwa responden dengan pengetahuan baik mayoritas mengemban pendidikan Akademik/Perguruan tinggi yaitu 20 orang (19,7%). Pendapat ini juga didukung oleh Koenraadt (2006) melalui hasil penelitiannya yang menyatakan bahwa seseorang dengan pendidikan lebih tinggi berpeluang untuk memanfatkan lebih banyak sarana informasi untuk meningkat pengetahuannya. Tingkat pendidikan termasuk salah satu faktor yang dapat mempengaruhi pengetahuan secara umum. Seseorang yang berpendidikan lebih tinggi akan mempunyai pengetahuan lebih luas dibandingkan dengan seseorang yang tingkat pendidikannya lebih rendah. Tingkat pendidikan sangat berpengaruh terhadap peningkatan kualitas sumber daya manusia. Dengan tingkat pendidikan yang tinggi maka seseorang akan dapat lebih mudah mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan menyerap kemajuan teknologi (Notoatmodjo, 2007)


(55)

Peranan pekerjaan ataupun aktivitas responden merupakan hal yang tidak dapat diabaikan, yang dapat dilihat pada tabel 5.5 dimana responden yang memiliki pengetahuan baik adalah penderita yang bekerja PNS sebanyak 23 orang (22,8%) dan sementara responden yang memiliki pengetahuan yang kurang adalah penderita yang tidak bekerja. Jadi dapat dilihat bahwa responden yang bekerja memiliki pengetahuan yang lebih baik daripada responden yang tidak bekerja. Sama halnya dengan usia dan tingkat pendidikan, pekerjaan juga merupakan salah satu komponen yang mempengaruhi peningkatan pengetahuan serta pembentukan sikap seseorang. Jika seseorang memiliki pekerjaan maka diyakini akan terjadi peningkatan pengetahuan serta pembetukan sikap positif pada diri seseorang (Kosasih, 1997).


(56)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan

Dari hasil penelitian dan uraian dari pembahasan, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :

1. Karakteristik Diabetes Mellitus berdasarkan sosiodemografi dengan

proporsi terbesar adalah sebagai berikut : kelompok umur ≥ 45 tahun

sebanyak 82,4%, jenis kelamin perempuan sebanyak 53,9%, pendidikan SLTA/Sederajat sebanyak 50%, pekerjaan PNS sebanyak 55,9%, tidak dijumpai riwayat penyakit dalam keluarga sebanyak 74,5%.

2. Berdasarkan pengetahuan, mayoritas sampel penderita Diabetes

Mellitus dilokasi penelitian adalah kelompok dengan kategori pengetahuan cukup yaitu sebanyak 58,8%.

3. Faktor umur, pendidikan dan pekerjaan sangat berperan penting dalam

pengetahuan para penderita Diabetes Mellitus tentang kontrol KGD agar memiliki kualitas hidup yang baik dan memiliki risiko komplikasi yang lebih rendah.

6.2 Saran

1. Untuk Dinas Kesehatan Setempat dapat mengambil kebijakan lebih lanjut untuk meningkatkan pengetahuan dan tindakan penderita Diabetes Mellitus terhadap pentingnya kontrol KGD. Kebijakan tersebut bisa dalam bentuk seminar atau penyuluhan.

2. Untuk dokter atau perawat yang menangani pasien Diabetes agar dapat menjelaskan dan memberikan informasi tentang pentingnya kontrol KGD.

3. Untuk penelitian selanjutnya, diharapkan dapat mencari faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan dan tindakan penderita Diabetes Mellitus terhadap pentingnya kontrol KGD dengan skala penelitian yang lebih luas agar mendapatkan hasil penelitian yang lebih akurat.


(1)

pertanyaan 5

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Benar 87 85.3 85.3 85.3

Salah 15 14.7 14.7 100.0

Total 102 100.0 100.0

pertanyaan 6

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Benar 82 80.4 80.4 80.4

Salah 20 19.6 19.6 100.0

Total 102 100.0 100.0

pertanyaan 7

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Benar 70 68.6 68.6 68.6

Salah 32 31.4 31.4 100.0

Total 102 100.0 100.0

pertanyaan 8

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Benar 81 79.4 79.4 79.4


(2)

pertanyaan 9

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Benar 78 76.5 76.5 76.5

Salah 24 23.5 23.5 100.0

Total 102 100.0 100.0

pertanyaan 10

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Benar 71 69.6 69.6 69.6

Salah 31 30.4 30.4 100.0

Total 102 100.0 100.0

pertanyaan 11

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Benar 76 74.5 74.5 74.5

Salah 26 25.5 25.5 100.0

Total 102 100.0 100.0

pertanyaan 12

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Benar 58 56.9 56.9 56.9


(3)

pertanyaan 13

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Benar 77 75.5 75.5 75.5

Salah 25 24.5 24.5 100.0

Total 102 100.0 100.0

pertanyaan 14

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Benar 85 83.3 83.3 83.3

Salah 17 16.7 16.7 100.0

Total 102 100.0 100.0

pertanyaan 15

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Benar 76 74.5 74.5 74.5

Salah 26 25.5 25.5 100.0

Total 102 100.0 100.0

pertanyaan 16

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Benar 74 72.5 72.5 72.5


(4)

pertanyaan 17

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Benar 70 68.6 68.6 68.6

Salah 32 31.4 31.4 100.0

Total 102 100.0 100.0

pertanyaan 18

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Benar 73 71.6 71.6 71.6

Salah 29 28.4 28.4 100.0

Total 102 100.0 100.0

pertanyaan 19

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Benar 76 74.5 74.5 74.5

Salah 26 25.5 25.5 100.0

Total 102 100.0 100.0

pertanyaan 20

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Benar 74 72.5 72.5 72.5


(5)

pertanyaan 21

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Benar 77 75.5 75.5 75.5

Salah 25 24.5 24.5 100.0

Total 102 100.0 100.0

pertanyaan 22

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Benar 80 78.4 78.4 78.4

Salah 22 21.6 21.6 100.0

Total 102 100.0 100.0

pertanyaan 23

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Benar 82 80.4 80.4 80.4

Salah 20 19.6 19.6 100.0

Total 102 100.0 100.0

pertanyaan 24

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Benar 80 78.4 78.4 78.4


(6)

pertanyaan 25

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Benar 46 45.1 45.1 45.1

Salah 56 54.9 54.9 100.0