• Lemak : 20 – 25 kebutuhan kalori Jumlah kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi, umur, stres
akut, dan kegiatan jasmani untuk mencapai dan mempertahankan berat badan ideal. Jumlah kalori yang diperlukan dihitung dari berat badan ideal dikali
kebutuhan kalori basal 30 Kkalkg BB untuk laki-laki dan 25 Kkalkg BB untuk wanita. Kemudian ditambah dengan kebutuhan kalori untuk aktifitas, koreksi
status gizi, dan kalori yang diperlukan untuk menghadapi stres akut sesuai dengan kebutuhan. Pada dasarnya kebutuhan kalori pada diabetes tidak berbeda dengan
non diabetes yaitu harus dapat memenuhi kebutuhan untuk aktifitas baik fisik maupun psikis dan untuk mempertahankan berat badan supaya mendekati ideal
PERKENI, 2006.
c. Latihan Jasmani
Kegiatan jasmani sehari-hari dan latihan jasmani secara teratur 3-4 kali seminggu selama kurang lebih 30 menit, merupakan salah satu pilar dalam
pengelolaan DM tipe 2. Kegiatan sehari-hari seperti berjalan kaki ke pasar, menggunakan tangga, berkebun harus tetap dilakukan Konsensus Pengelolaan dan
Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia 2006. Latihan jasmani selain untuk menjaga kebugaran juga dapat menurunkan berat badan dan memperbaiki
sensitivitas insulin, sehingga akan memperbaiki kendali glukosa darah. Latihan jasmani yang dianjurkan berupa latihan jasmani yang bersifat aerobik seperti :
jalan kaki, bersepeda santai, jogging, dan berenang. Latihan jasmani sebaiknya disesuaikan dengan umur dan status kesegaran jasmani. Untuk mereka yang relatif
sehat, intensitas latihan jasmani bisa ditingkatkan, sementara yang sudah mendapat komplikasi DM dapat dikurangi. Hindarkan kebiasaan hidup yang
kurang gerak atau bermalas-malasan PERKENI, 2006.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.5 Aktivitas Fisik Sehari-hari Kurangi Aktivitas
Hindari aktivitas sedenter Misalnya : menonton televisi, menggunakan
internet, main game komputer Persering Aktivitas
Mengikuti olahraga rekreasi dan beraktivitas
fisik tinggi pada waktu liburan
Misalnya : jalan cepat, golf, olah otot, bersepeda, sepak bola
Aktivitas Harian Kebiasaan bergaya hidup
sehat
Misalnya : berjalan kaki ke pasar tidak menggunakan mobil, menggunakan tangga tidak
menggunakan lift, menemui rekan kerja tidak hanya melalui telepon internal, jalan dari tempat
parkir
Sumber : Konsesus Pengelolaan DM Tipe-2 di Indonesia, PERKENI 2006
d. Pengelolaan Farmakologis
Sarana pengelolaan farmakologis diabetes mellitus dapat berupa Obat Hipoglikemik Oral OHO. Berdasarkan cara kerjanya, OHO dibagi menjadi 4
golongan, antara lain Soegondo,2007 :
A. Pemicu sekresi insulin insulin secretagogue : sulfonilurea dan glinid
1. Sulfonilurea
Obat golongan ini mempunyai efek utama meningkatkan sekresi insulin oleh sel beta pankreas, dan merupakan pilihan utama untuk
pasien dengan berat badan normal dan kurang, namun masih boleh diberikan kepada pasien dengan berat badan lebih. Untuk menghindari
hipoglikemia berkepanjangan pada berbagai keadaaan seperti orang tua, gangguan faal ginjal dan hati, kurang nutrisi serta penyakit
kardiovaskular, tidak dianjurkan penggunaan sulfonilurea kerja panjang.
2. Glinid
Glinid merupakan obat yang cara kerjanya sama dengan sulfonilurea, dengan penekanan pada meningkatkan sekresi insulin fase pertama.
Golongan ini terdiri dari 2 macam obat yaitu: Repaglinid derivat asam benzoat dan Nateglinid derivat fenilalanin. Obat ini diabsorpsi
Universitas Sumatera Utara
dengan cepat setelah pemberian secara oral dan diekskresi secara cepat melalui hati.
B. Penambah sensitivitas terhadap insulin : metformin, tiazolidindion Tiazolidindion
Tiazolidindion rosiglitazon dan pioglitazon berikatan pada Peroxisome Proliferator Activated Receptor Gamma PPAR-
γ, suatu reseptor inti di sel otot dan sel lemak. Golongan ini mempunyai efek menurunkan
resistensi insulin dengan meningkatkan jumlah protein pengangkut glukosa, sehingga meningkatkan ambilan glukosa di perifer.
Tiazolidindion dikontraindikasikan pada pasien dengan gagal jantung klas I-IV karena dapat memperberat edemaretensi cairan dan juga pada
gangguan faal hati. Pada pasien yang menggunakan tiazolidindion perlu dilakukan pemantauan faal hati secara berkala.
C. Penghambat glukoneogenesis metformin Metformin
Obat ini mempunyai efek utama mengurangi produksi glukosa hati glukoneogenesis, di samping juga memperbaiki ambilan glukosa perifer.
Terutama dipakai pada penyandang diabetes gemuk. Metformin dikontraindikasikan pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal serum
kreatinin 1,5 mgdL dan hati, serta pasien-pasien dengan kecenderungan hipoksemia misalnya penyakit serebro- vaskular, sepsis, renjatan, gagal
jantung. Metformin dapat memberikan efek samping mual. Untuk mengurangi keluhan tersebut dapat diberikan pada saat atau sesudah
makan.
D. Penghambat absorpsi glukosa : penghambat glukosidase alfa
Obat ini bekerja dengan mengurangi absorpsi glukosa di usus halus, sehingga mempunyai efek menurunkan kadar glukosa darah sesudah
Universitas Sumatera Utara
makan. Acarbose tidak menimbulkan efek samping hipoglikemia. Efek samping yang paling sering ditemukan ialah kembung dan flatulens.
Mekanisme kerja OHO, efek samping utama, serta pengaruh obat terhadap penurunan A1C dapat dilihat pada tabel 2.6 Soegondo, 2007.
Tabel 2.6 Mekanisme kerja, efek-samping utama dan pengaruh terhadap penurunan A1C Hb-glikosilat
Cara kerja utama Efek samping
utama Penurunan
A1C Sulfonilurea
Meningkatkan sekresi insulin
BB naik, Hipoglikemia
1,5-2
Glinid Meningkatkan sekresi
insulin BB naik,
Hipoglikemia ?
Metformin Menekan produksi
glukosa hati dan menambah sensitivitas
terhadap insulin Diare, dispepsia,
asidosis laktat 1,5-2
Penghambat glukosidase
Alfa
Menghambat absorpsi glukosa
Flatulens, tinja lembek
0,5-1,0
Tiazolidindion Menambah sensitivitas
terhadap insulin Edema
1,3
Sumber : Buku Penatalaksanaan Diabetes Mellitus Terpadu, 2007
2.1.8 Penilaian Hasil Terapi
Dalam praktek sehari-hari, hasil pengobatan DM harus dipantau secara terencana dengan melakukan anamnesis, pemeriksaan jasmani dan pemeriksaan
penunjang. Pemeriksaan yang dapat dilakukan adalah PERKENI, 2006. a. Pemeriksaan kadar glukosa darah
Tujuan pemeriksaan glukosa darah : - Untuk mengetahui apakah sasaran terapi telah tercapai
- Untuk melakukan penyesuaian dosis obat, bila belum tercapai sasaran terapi.
Untuk mencapai tujuan tersebut perlu dilakukan pemeriksaan kadar glukosa darah puasa dan glukosa 2 jam posprandial secara berkala sesuai
dengan kebutuhan.
Universitas Sumatera Utara
b. Pemeriksaan A1C Tes hemoglobin terglikosilasi, yang disebut juga sebagai glikohemoglobin,
atau hemoglobin glikosilasi disingkat sebagai A1C, merupakan cara yang digunakan untuk menilai efek perubahan terapi 8-12 minggu sebelumnya.
Tes ini tidak dapat digunakan untuk menilai hasil pengobatan jangka pendek. Pemeriksaan A1C dianjurkan dilakukan minimal 2 kali dalam
setahun. c. Pemantauan Glukosa Darah Mandiri PGDM
Untuk memantau kadar glukosa darah dapat dipakai darah kapiler. Saat ini banyak dipasarkan alat pengukur kadar glukosa darah cara reagen kering
yang umumnya sederhana dan mudah dipakai. Hasil pemeriksaan kadar glukosa darah memakai alat-alat tersebut dapat dipercaya sejauh kalibrasi
dilakukan dengan baik dan cara pemeriksaan dilakukan sesuai dengan cara standar yang dianjurkan. Secara berkala, hasil pemantauan dengan cara
reagen kering perlu dibandingkan dengan cara konvensional. PGDM dianjurkan bagi pasien dengan pengobatan insulin atau pemicu
sekresi insulin. Waktu pemeriksaan PGDM bervariasi, tergantung pada terapi. Waktu yang dianjurkan, pada saat sebelum makan, 2 jam setelah
makan menilai ekskursi maksimal glukosa, menjelang waktu tidur untuk menilai risiko hipoglikemia, dan di antara siklus tidur untuk menilai
adanya hipoglikemia nokturnal yang kadang tanpa gejala, atau ketika mengalami gejala seperti hypoglicemic spells. Prosedur PGDM dapat
dilihat pada tabel 2.7.
Tabel 2.7 Kriteria Pengendalian DM
Baik Sedang
Buruk Glukosa darah puasa mgdl
Glukosa darah 2 jam mgdl A1C
Kolesterol Total mgdl Kolesterol LDL mgdl
80-100 80-144
6,5 200
100 100-125
145-179 6,5-8
200-239 100-129
≥126 ≥180
8 240
≥130
Universitas Sumatera Utara
Kolesterol HDL mgdl Trigeliserida mgdl
IMT kgm
2
Tekanan darah mmHg Pria: 40
Wanita: 50 150
18,5-23 ≤13080
150-199 23-25
130-140 80-90
≥200 25
14090
Sumber : PERKENI, 2006
2.1.9 Komplikasi Diabetes Melitus
Komplikasi akut pada diabetes mellitus antara lain Boedisantoso R, 2007:
a. Hipoglikemia Hipoglikemia adalah keadaan klinik gangguan saraf yang disebabkan
penurunan glukosa darah 60 mgdl. Gejala hipoglikemia terdiri dari gejala adrinergic berdebar, banyak keringat, gemetar, rasa lapar dan
gejala neuroglikopenik pusing, gelisah, kesadaran menurun sampai koma. Penyebab tersering hipoglikemia adalah akibat obat hipoglikemia
oral golongan sulfonilurea, khususnya klorpropamida dan glibenklamida. Penyebab tersering lainnya antara lain : makan kurang dari aturan yang
ditentukan, berat badan turun, sesudah olahraga, sesudah melahirkan dan lain-lain.
b. Ketoasidosis Diabetik ketoasidosis diabetik KAD merupakan defisiensi insulin berat dan akut
dari suatu perjalanan penyakit DM yang ditandai dengan trias hiperglikemia, asidosi dan ketosis. Timbulnya KAD merupakan ancaman
kematian pada pasien DM. c. Hiperglikemia Non Ketotik
Hiperosmolar Hiperglikemik Non Ketotik ditandai dengan hiperglikemia, hiperosmolar tanpa disertai adanya ketosis. Gejala klinis utama adalah
dehidrasi berat, hiperglikemia berat dan sering kali gangguan neurologis dengan atau tanpa adanya ketosis.
Universitas Sumatera Utara
Akibat kadar gula darah yang tidak terkontrol dan meninggi terus menerus yang dikarenakan tidak dikelola dengan baik mengakibatkan adanya pertumbuhan
sel dan juga kematian sel yang tidak normal. Perubahan dasar itu terjadi pada endotel pembuluh darah, sel otot pembuluh darah maupun pada sel masingeal
ginjal, semuanya menyebabkan perubahan pada pertumbuhan dan kematian sel yang akhirnya akan menjadi komplikasi vaskular DM. Struktur pembuluh darah,
saraf dan struktur lainnya akan menjadi rusak. Zat kompleks yang terdiri dari gula di dalam dinding pembuluh darah menyebabkan pembuluh darah menebal dan
mengalami kebocoran. Akibat penebalan ini maka aliran darah akan berkurang, terutama menuju kulit dan saraf. Akibat mekanisme di atas akan menyebabkan
beberapa komplikasi antara lain Waspadji, 2006 : a. Retinopati
Terjadinya gangguan aliran pembuluh darah sehingga mengakibatkan terjadi penyumbatan kapiler. Semua kelainan tersebut akan menyebabkan
kelainan mikrovaskular. Selanjutnya sel retina akan berespon dengan meningkatnya ekspresi faktor pertumbuhan endotel vaskular yang
selanjutnya akan terbentuk neovaskularisasi pembuluh darah yang menyebabkan glaukoma. Hal inilah yang menyebabkan kebutaan.
b. Nefropati Hal-hal yang dapat terjadi antara lain : peningkatan tekanan glomerular
dan disertai dengan meningkatnya matriks ektraseluler akan menyebabkan terjadinya penebalan membran basal yang akan menyebabkan
berkurangnya area filtrasi dan kemudian terjadi perubahan selanjutnya yang mengarah terjadinya glomerulosklerosis. Gejala-gejala yang akan
timbul dimulai dengan mikroalbuminuria dna kemudian berkembang menjadi proteinuria secara klinis selanjutnya akan terjadi penurunan fungsi
laju filtrasi glomerular dan berakhir dengan gagal ginjal. c. Neuropati
Yang paling sering dan paling penting gejala yang timbul berupa hilangnya sensasi distal atau seperti kaki terasa terbakar dan bergetar
sendiri dan lebih terasa sakit dimalam hari.
Universitas Sumatera Utara
d. Penyakit jantung koroner Kadar gula darah yang tidak terkontrol juga cenderung menyebabkan
kadar zat berlemak dalam darah meningkat, sehingga mempercepat aterosklerosis penimbunan plak lemak di dalam pembuluh darah.
Aterosklerosis ini 2-6 kali lebih sering terjadi pada penderita DM. Akibat aterosklerosis akan menyebabkan penyumbatan dan kemudian menjadi
penyakit jantung koroner. e. Penyakit pembuluh darah kapiler
Mengenali dan mengelola berbagai faktor risiko terkait terjadinya kaki diabetes dan ulkus diabetes merupakan hal yang paling sering pada
penyakit pembuluh darah perifer yang dikarenakan penurunan suplai darah di kaki.
2.2 Pengaturan Kadar Gula Darah Tubuh
Yang berperan penting dalam fisiologi pengaturan kadar glukosa darah adalah hepar, pankreas, adenohipofise dan kelenjar adrenal. Pengaruh lain berasal
dari : kelenjar tiroid, kerja fisik, serta faktor imunologi dan herediter.
a. Hepar
Setelah absorbsi makanan oleh usus, glukosa dialirkan kehepar melalui vena porta. Sebagian dari glukosa tersebut disimpan sebagai glikogen. Pada saat
itu kadar glukosa dalam vena porta lebih tinggi daripada vena hepatik. Setelah absorbsi selesai, glikogen dalam hepar dipecah lagi menjadi glukosa. Pada saat ini
kadar glukosa dalam vena hepatik lebih tinggi daripada dalam vena porta. Jadi jelaslah bahwa hepar dalam hal ini berperan sebagai glukostat.
Dalam keadaan biasa, persediaan glikogen dalam hepar cukup untuk mempertahankan kadar glukosa darah selama beberapa jam.
b. Pankreas