DM tipe lain Edukasi Terapi Gizi Medis

Kaitan dengan HLA tipe tertentu Ada Tidak ada Kaitan dengan penyakit autoimun Kadang-kadang ada Tidak ada C-peptida darahurin Sangat rendah Rendahnormaltinggi Kegunaan insulin Penyelamat nyawa Kadang-kadang diperlukan sebagai pengawasan gula darah Penyebab Pankreas tidak mampu membuat insulin Produksi insulin masih ada, tetapi sel target tidak peka Kegunaan diet Mengawasi gula darah makanjajan harus diatur seputar pemberian insulin agar tidak terjadi hipoglisemia Menurunkan BB jadwal tidak harus ketat, kecuali kalau insulin juga diberikan Kegunaan latihan fisik Merangsang sirkulasi dan membantu tubuh dalam penggunaan insulin Membuat tubuh menjadi lebih peka terhadap insulinnya sendiri, di samping menggunakan energi untuk mengurangi BB Sumber : Arisman, 2011

c. DM tipe lain

Diabetes jenis ini dahulu kerap disebut diabetes sekunder, atau DM tipe lain. Etiologi diabetes jenis ini, meliputi : a penyakit pada pankreas yang merusak sel β, seperti hemokromatosis, pankreatitis, fibrosis kistik; b sindrom hormonal yang mengganggu sekresi danatau menghambat kerja insulin, seperti akromegali, feokromositoma, dan sindrom Cushing; c obat-obat yang menggangu sekresi insulin fenitoin [Dilantin] atau menghambat kerja insulin estrogen dan glukokortikoid; d kondisi tertentu yang jarang terjadi, seperti kelainan pada reseptor insulin; dan e sindrom genetic Arisman, 2011.

d. Diabetes Mellitus kehamilan DMK

Diabetes mellitus kehamilan didefenisikan sebagai setiap intoleransi glukosa yang timbul atau terdeteksi pada kehamilan pertama, tanpa memandang derajat intoleransi serta tidak memperhatikan apakah gejala ini lenyap atau Universitas Sumatera Utara menetap selepas melahirkan. Diabetes jenis ini biasanya muncul pada kehamilan trimester kedua dan ketiga. Kategori ini mencakup DM yang terdiagnosa ketika hamil sebelumnya tidak diketahui. Wanita yang sebelumnya diketahui telah mengidap DM, kemudian hamil, tidak termasuk ke dalam kategori ini Arisman, 2011.

2.1.5 Patofisiologi

Keadaan normal kadar glukosa darah berkisar antara 70-110 mgdl, setelah makan kadar glukosa darah dapat meningkat 120-140 mgdl dan akan menjadi normal dengan cepat. Kelebihan glukosa dalam darah disimpan sebagai glikogen dalam hati dan sel-sel otot glicogenesis yang diatur oleh hormon insulin yang bersifat anabolik. Kadar glukosa darah normal dipertahankan selama keadaan puasa karena glukosa dilepaskan dari cadangan-cadangan tubuh glycogenolisisi oleh hormon glucagon yang bersifat katabolik Arisman, 2011 Mekanisme regulasi kadar glukosa darah, hormon insulin merupakan satu- satunya hormon yang menurunkan glukosa darah PERKENI, 2006. Insulin adalah hormon protein dibuat dari dua rantai peptida rantai A dan rantai B dihubungkan pada dua lokasi melalui jembatan disulfida. Dalam bentuk ini lah insulin dilepaskan ke dalam darah dan beraksi pada sel target. Insulin disintesa di dalam sel β di reticulum endoplasmik, sebagai rantai peptida lebih besar yang disebut proinsulin Mardiati, 2000. Pada diabetes melitus defisiensi atau resistensi hormon insulin menyebabkan kadar gula darah menjadi tinggi karena menurunnya ambilan glukosa oleh jaringan otot dan adiposa serta peningkatan pengeluaran glukosa oleh hati, akibatnya otot tidak mendapatkan energi dari glukosa dan membuat alternatif dengan membakar lemak dan protein Mardiati, 2000. Dampak lebih jauh terjadi komplikasi-komplikasi yang secara biokimia menyebabkan kerusakan jaringan atau komplikasi tersebut akibat terdapatnya : 1 Glikosilasi, kadar gula yang tinggi memudahkan ikatan glukosa pada berbagai protein yang dapat ireversibel yang sering mengganggu fungsi protein; 2 Jalur poliol peningkatan aktifitas aldose reductase, jaringan mengandung aldose reductase saraf, ginjal, Universitas Sumatera Utara lensa mata dapat menyebabkan metabolisme kadar gula yang tinggi menjadi sorbitol dan fructose. Produk jalur poliol ini berakumulasi dalam jaringan yang terkena menyebabkan bengkak osmotik dan kerusakan sel Salzler, Crawford dan Kumar, 2007.

2.1.6 Diagnosis dan Pemeriksaan

Berbagai keluhan dapat ditemukan pada penyandang DM. Kecurigaan adanya DM perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan klasik DM, antara lain PERKENI, 2006 : a. Keluhan klasik DM berupa : poliuria, polifagia, dan penurunan berat badan yang tidak dijelaskan sebabnya. b. Keluhan lain dapat berupa : lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur dan disfungsi ereksi pada laki-laki serta pruritus vulva pada perempuan. Selain dengan keluhan, diagnosa DM harus ditegakkan berdasarkan pemeriksaan kadar glukosa darah dengan cara enzimatik dengan bahan darah plasma vena. Penggunaan bahan darah utuh whole blood, vena ataupun kapiler sesuai kondisi dengan memperhatikan angka-angka kriteria diagnostik yang berbeda sesuai pembakuan WHO. Sedangkan untuk tujuan pemantauan hasil pengobatan dapat dilakukan dengan menggunakan pemeriksaan glukosa darah kapiler Gustaviani, 2006; PERKENI, 2006. Tabel 2.3 Kadar Glukosa Darah Sewaktu dan Puasa Sebagai Patokan Penyaring dan Diagnosis DM mgdl Bukan DM Belum pasti DM DM Kadar glukosa darah sewaktu mgdl Plasma vena Darah kapiler 100 90 100-199 90-199 ≥200 ≥200 Kadar glukosa darah Puasa mgdl Plasma vena Darah kapiler 100 90 100-125 90-99 ≥126 ≥100 Sumber : Konsesus Pengelolaan DM Tipe-2 di Indonesia, PERKENI 2006 Universitas Sumatera Utara Langkah-langkah untuk menegakkan diagnosa DM adalah PERKENI, 2006 : a. Didahului dengan adanya keluhan-keluhan khas yang dirasakan dan dilanjutkan dengan pemeriksaan glukosa darah. b. Pemeriksaan glukosa darah menunjukkan hasil : pemeriksaan glukosa darah sewaktu ≥ 200 mgdl sudah cukup menegakkan diagnosis, pemeriksaan glukosa darah puasa ≥ 126 mgdl patokan diagnosis DM. Tabel 2.4 Kriteria Diagnosis DM 1. Gejala klasik DM + glukosa plasma sewaktu ≥ 200 mgdl 11.1 mmolL Glukosa plasma sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada suatu hari tanpa memperhatikan waktu makan terakhir. Atau 2. Gejala klasik DM + Kadar glukosa plasma puasa ≥ 126 mgdl 7.0 mmolL Puasa diartikan pasien tak mendapat kalori tambahan sedikitnya 8 jam. Atau 3. Kadar glukosa plasma 2 jam pada TTGO ≥ 200 mgdl 11.1 mmolL TTGO dilakukan dengan standart WHO, menggunakan beban glukosa yang setara dengan 75gr glukosa anhidrus yang dilarutkan ke dalam air. Sumber : PERKENI, 2006 Untuk kelompok tanpa keluhan DM, hasil pemeriksaan glukosa darah yang baru satu kali saja abnormal, belum cukup kuat untuk menegakkan diagnosa DM. Diperlukan pemeriksaan lebih lanjut dengan mendapatkan sekali lagi angka abnormal, baik kadar glukosa darah puasa ≥ 126 mgdl, kadar glukosa darah sewaktu ≥ 200 mgdl pada hari yang lain, atau hasil tes toleransi glukosa oral TTGO didapatkan kadar glukosa darah setelah pembebanan ≥ 200 mgdl PERKENI, 2006.

2.1.7 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan Diabetes Melitus dapat dilakukan dengan cara pengelolaan yang baik. Tujuan penatalaksanaan secara umum menurut PERKENI 2006 adalah meningkatkan kualitas hidup penderita Diabetes. Universitas Sumatera Utara Penatalaksanaan dikenal dengan empat pilar penatalaksanaan diabetes melitus, yang meliputi : edukasi, terapi gizi medis, latihan jasmani dan pengelolaan farmakologis. Pengelolaan DM dimulai dengan pengaturan makan dan latihan jasmani selama beberapa waktu 2-4 minggu. Apabila kadar glukosa darah belum mencapai sasaran, dilakukan intervensi farmakologis dengan obat hipoglikemik oral OHO dan atau suntikan insulin. Pada keadaan tertentu, OHO dapat segera diberikan secara tunggal atau langsung kombinasi, sesuai indikasi. Dalam keadaan dekompensasi metabolik berat, misalnya ketoasidosis, stres berat, berat badan yang menurun dengan cepat, adanya ketonuria, insulin dapat segera diberikan. Pengetahuan tentang pemantauan mandiri, tanda dan gejala hipoglikemia dan cara mengatasinya harus diberikan kepada pasien, sedangkan pemantauan kadar glukosa darah dapat dilakukan secara mandiri, setelah mendapat pelatihan khusus PERKENI, 2006.

a. Edukasi

Diabetes Melitus umumnya terjadi pada saat pola gaya hidup dan perilaku telah terbentuk dengan kokoh. Keberhasilan pengelolaan diabetes mandiri membutuhkan partisipasi aktif penderita, keluarga dan masyarakat. Tim kesehatan harus mendampingi penderita dalam menuju perubahan perilaku. Untuk mencapai keberhasilan perubahan perilaku, dibutuhkan edukasi yang komprehensif pengembangan ketrampilan dan motivasi. Edukasi secara individual dan pendekatan berdasarkan penyelesaian masalah merupakan inti perubahan perilaku yang berhasil. Perubahan perilaku hampir sama dengan proses edukasi yang memerlukan penilaian, perencanaan, implementasi, dokumentasi dan evaluasi PERKENI, 2006.

b. Terapi Gizi Medis

Standar yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi yang seimbang dalam hal karbohidrat, protein, lemak, sesuai dengan kecukupan gizi baik sebagai berikut PERKENI, 2006: • Karbohidrat : 45 – 65 total asupan energi • Protein : 10 – 20 total asupan energi Universitas Sumatera Utara • Lemak : 20 – 25 kebutuhan kalori Jumlah kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi, umur, stres akut, dan kegiatan jasmani untuk mencapai dan mempertahankan berat badan ideal. Jumlah kalori yang diperlukan dihitung dari berat badan ideal dikali kebutuhan kalori basal 30 Kkalkg BB untuk laki-laki dan 25 Kkalkg BB untuk wanita. Kemudian ditambah dengan kebutuhan kalori untuk aktifitas, koreksi status gizi, dan kalori yang diperlukan untuk menghadapi stres akut sesuai dengan kebutuhan. Pada dasarnya kebutuhan kalori pada diabetes tidak berbeda dengan non diabetes yaitu harus dapat memenuhi kebutuhan untuk aktifitas baik fisik maupun psikis dan untuk mempertahankan berat badan supaya mendekati ideal PERKENI, 2006.

c. Latihan Jasmani