Bertanggung Jawab Dalam Surat An-Nisâ 4 Ayat 34
60
perempuan. Begitu pula tugas menafkahi keluarga. Peperangan merupakan suatu urusan melindungi bangsa dan negara. Inilah yang menjadi dasar, mengapa kaum
lelaki memperoleh bagian yang lebih banyak dalam harta warisan. Derajat yang dimiliki lelaki adalah mengepalai memimpin dan mengurus
mengelola rumah tangga. Isteri mengurus rumah tangga dengan bebas, asal dalam batas-batas yang ditetapkan
syara’ dan di ridhai disetujui oleh suami. Isteri memelihara rumah, mengendalikannya, dan memelihara serta mendidik
anak-anak, termasuk membelanjakan nafkah keluarga sesuai dengan kemampuan. Di bawah naungan suami, isteri bisa menjalankan tugasnya, mengandung,
melahirkan dan menyusui bayinya.
Perempuan-perempuan saleh adalah mereka yang menaati suaminya, yang memelihara merahasiakan segala apa yang terjadi antara suami dan isteri
berdasar perintah Allah.
Perempuan-perempuan yang saleh adalah mereka yang menaati suami, merahasiakan segala apa yang terjadi di antara keduanya, tidak diceritakan atau
diberi tahukan kepada siapapun, termasuk kepada kerabat. Mereka melakukan hal itu disebabkan janji yang telah diberikan oleh Allah, yaitu memperoleh pahala
yang besar karena memelihara yang ghaib rahasia dan karena ancaman Allah terhadap orang yang membuka rahasia orang lain.
2
Ayat ini mengandung pelajaran yang besar bagi kaum perempuan yang suka menceritakan segala apa yang terjadi di antara dia dan suaminya, terutama
2
Teungku Muhammad Hasby ash-Shiddieqy, Tafsir al-Qurânul Majid al-Nûr, jil ke1, h.844.
61
yang di dalam ranjang. Selain itu, ayat ini menghendaki agar isteri memelihara harta suaminya.
Dan terhadap perempuan yang kamu khawatir akan berbuat durhaka kepadamu, maka berilah nasehat, jangan tidur seranjang dengannya, dan
pukullah mereka. Jika kamu melihat ada indikasi tanda-tanda bahwa isterimu tidak akan
menjalankan kewajiban-kewajiban durhaka yang harus dilaksanakan, maka berikut ini beberapa tindakan edukatif bersifat mendidik yang bisa dilakukan
3
: 1.
Berilah nasehat atau pendapat yang bisa mendorong isteri merasa takut kepada Allah dan menginsafi bahwa kesalahan-kesalahan yang dilakukannya akan
memperoleh siksa dari Allah pada hari kiamat kelak. 2.
Jauhilah dia, misalnya, dengan tidak tidur seranjang bersamanya. 3.
Pukullah dengan kadar pukulan yang tidak menyakiti dirinya. Hal ini boleh dilakukan apabila keadaan memaksa. Yakni, ketika si isteri sudah tidak lagi
bisa dinasehati dan diinsafkan dengan ajaran-ajaran yang lemah-lembut. Tetapi sebenarnya, suami yang baik dan bijaksana, tidak memerlukan tindakan yang
ketiga.
Jika mereka kembali menaatimu, janganlah kamu berlaku curang terhadap mereka.
3
Teungku Muhammad Hasby ash-Shiddieqy, Tafsir al-Qurânul Majid al-Nûr, jil ke1, h.844.
62
Jika si isteri kembali menaatimu setelah kamu mengambil setelah kamu mengambil di antara tindakan-tindakan yang diperlukan seperti telah disebutkan,
maka janganlah kamu menganiaya dia. Mulai dengan memberikan nasehat atau memberikan peringatan, kemudian meningkat dengan berpisah ranjang atau
membiarkan si isteri tidur sendiri, dan tertakhirnya memukulnya. Tetapi jika dengan langkah-langkah itu tetap tidak membawa hasil, maka serahkan kepada
pihak ketiga hakam, mediator dari keluargamu dan dari si isteri. Apabila si isteri sacara lahiriah telah menunjukan kembali kebalikannya, dalam arti mau rukun
lagi, janganlah dicari-cari latar belakang sikapnya atau mengungkit-ungkit sikapnya itu.
4
Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Besar.
Allah memperingatkan kita dengan kekuasaan dan kebesaran-Nya, supaya kita tidak menzalimi isteri dan berlaku curang. Dia akan memberikan siksa-Nya,
kepada suami yang berlaku kurang baik terhadap isterinya, dengan menonjolkan kekuasaannya sebagai suami dan memperlakukan isteri secara kurang patut .
5
Ibnu Abbas pakar tafsir yang terkenal di kalangan sahabat menafsirkan bahwa laki-laki suami adalah pihak yang mempunyai kekuasaan dan wewenang
untuk mendidik perempuan istri. Kemudian Az-Zamaksyari menjelaskan bahwa laki-laki berkewajiban melaksanakan amar makrûf nahî mungkar kepada
4
Teungku Muhammad Hasby ash-Shiddieqy, Tafsir al-Qurânul Majid al-Nûr, jil ke1, h.845.
63
perempuan, sebagaimana penguasa terhadap raknyatnya. Al-Alusi menyatakan hal yang senada bahwa tugas laki-laki adalah memimpin perempuan, sebagaimana
pemimpin memimpin raknyatnya dalam bentuk perintah, larangan dan semacamnya. Jalaluddin As-Suyuthi memaknainya dengan laki-laki sebagai
penguasa musallitûn atas perempuan,. sedangkan Ibnu Katsir memaknainya
dengan laki-laki adalah pemimpin yang dituakan dan pengambil kebijakan bagi perempuan.
6
Sebab turunnya ayat di atas yaitu, diriwayatkan dari Muqatil bahwa seorang perempuan barnama Habibah binti Zaid ibn Abu Zuhair melakukan
perbuatan durhaka kepada suaminya, Sa ’ad Ibn Ar-Rabi. Dengan ditemani
ayahnya, Habibah kemudian mengadu kepada Nabi S aw. Kata sang ayah: “Saya
berikan anakku kepadanya untuk menjadi teman tidurnya, namun dia ditempelengnya.”
7
Mendengar pengaduan itu, Nabi menjawab:
“Hendaklah kamu mengambil pembalasan kepadanya, yakni menamparnya.”
Setelah itu, Habibah bersama ayahnya pulang dan melakukan pembalasan
kepada suaminya. Setelah Habibah melaporkan perbuatannya, Nabi bersabda:
6
Sri Mulyati, Relasi Suami Dalam Islam, Jakarta: Pusat Studi Wanita PSW, UIN Syarif Hidayatullah, 2004, h. 42.
7
Teungku Muhammad Hasby Ash-Shiddieqy, Tafsir al- Qur’ânul Majid An-Nûr, jil
ke1, h.846.
64
“Kembalilah kamu, ini Jibril datang dan Allah menurunkan ayat ini.” Pada akhirnya Nabi bersabda:
Kita berkehendak begitu, Allah berkehendak begini, Dan apa yang Allah kehendaki itulah yang terbaik.”
Sayyid Quthub menjelaskan bahwa ayat di atas merupakan ayat yang mengatur organisasi dalam keluarga, kemudian menjelaskan keistimewaan-
keistimewaan peraturannya agar tidak terjadi keberantakan antar anggotanya, yaitu dengan mengembalikan mereka semua kepada hukum Allah,bukan hukum
hawa nafsu, perasaan dan keinginan pribadi, memberikan batasan bahwa kepemimpinan dalam organisasi rumah tangga ini berada di tangan laki-laki.
8
Dengan ditunjuknya suami sebagai pemimpin dalam rumah tangga, maka suami harus mampu membimbing keluarga tersebut dan menjaganya dari keberantakan
yang akan menyebabkan kehancuran rumah tangga. Allah telah menetapkan adanya perbedaan antara laki-laki dan perempuan.
Kini, fungsi dan kewajiban masing-masing jenis kelamin, serta latar belakang perbedaan itu, disinggung oleh ayat ini dengan menyatakan bahwa: para lelaki,
yakni jenis kelamin atau suami adalah qawwamun, pemimpin dan penanggung jawab atas para wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebagian mereka atas
sebagian yang lain dan karena mereka, yakni laki-laki secara umum atau suami telah menafkahkan sebagian dari harta mereka untuk membayar mahar dan biaya
8
Sayyid Quthb, Tafsir Fî Zhilalil Quran: Di Bawah Naungan Al-Quran. Terj: As.ad Yasin, dkk, Jakarta: Gema Insani Pres, 2000 Jil. 2, Cet. Ke-2, h. 353 . 354.
65
hidup untuk istri dan anak-anaknya. Dengan demikian, suamilah yang akan bertanggung jawab terhadap keluarga tersebut, karena suami merupakan
pemimpinnya. Persoalan yang dihadapi suami istri, seringkali muncul dari sikap jiwa yang tercermin dalam keceriaan wajah atau cemberutnya, sehingga
persesuaian dan perselisihan dapat muncul seketika, tapi boleh jadi juga sirna seketika. Kondisi seperti ini membutuhkan adanya seorang pemimpin, melebihi
kebutuhan satu perusahaan yang bergelut dengan angka-angka, bukan dengan perasaan, serta diikat oleh perjanjian rinci yang dapat diselesaikan melalui
pengadilan. Allah Swt, menetapkan laki-laki sebagai pemimpin, misalnya
9
: karena Allah telah melebihkan sebagian mereka atas sebagian yang lain.. Yakni
masing-masing memiliki keistimewaan-keistimewaan. Tetapi keistimewaan yang dimiliki lelaki, lebih menunjang tugas kepemimpinan daripada keistimewaan yang
dimiliki perempuan. Disisi lain keistimewaan yang dimiliki perempuan lebih menunjang tugasnya sebagai pemberi rasa damai dan tenang kepada lelaki serta
lebih mendukung fungsinya dalam mendidik dan membesarkan anak-anaknya.
kalau seorang suami atau istri meninggalkan kewajibannya.
Menjadi seorang suami bukanlah hal yang gampang, begitupula dalam masalah tanggung jawab yang harus diemban. Laki-laki adalah pemimpin, yang
tentu akan bertanggung jawab terhadap kepemimpinannya. Sebelum menikah, seorang laki-laki bertanggung jawab untuk memenuhi tuntutan-tuntutan agama,
pekerjaan dan dirinya secara seimbang. Tanggung jawab ini bertambah, setelah ia menyelesaikan masa lajangnya. Di samping itu harus bertanggung jawab atas
9
Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah., h. 425.
66
isterinya, juga bertanggung jawab atas anak-anaknya. Pada saat itu, tuntutan yang menjadi beban bagi seorang laki-laki semakin menumpuk. Oleh karena itu ruang
lingkup pertanggung jawabannya semakin luas. Ia harus mempertanggung jawabkan apa yang telah ia lakukan kepada dirinya sendiri, keluarga, masyarakat
dan juga tentunya kepada Allah Swt. Oleh sebab itu, seorang laki-laki harus mengetahui dengan baik karakter dan macam-macam tanggung jawab yang harus
diembannya, sehingga
tidak terjadi
tindakan ekstrem
dalam pengimplementasiannya, baik dengan berlebih-lebihan maupun sebaliknya. Dalam
hal ini para ahlu fiqh dan ulama telah membahas banyak masalah tanggung jawab laki-laki dalam Islam. Mereka menyimpulkan bahwa macam-macam tanggung
jawab tersebut sebagai berikut
10
: 1. Tanggung jawab terhadap Allah swt dan agamanya
Salah satu tanggung jawab seorang laki-laki adalah menegakkan dan menjaga agamanya, karena agama merupakan pilar utama dalam kehidupan
seorang muslim
11
. Syariat Islam memberikan perhatian khusus terhadap masalah ini dan menjadikannya sebagai salah satu tujuan mulia. Yang bisa menjadi
indikasi terpenuhinya tanggung jawab, kategori ini adalah menjalankan ibadah, melakukan amal sholeh, dan berdakwah dengan bijaksana bil hikmah dan tutur
kata yang ramah mau izah hasanah.
10
Husain Syahatah. Tanggung Jawab Suami dalam Rumah Tangga: Antara kewajiban dan Realitas. Jakarta: AMZAH, 2005, Cet. Ke-I. h. 4.
11
Husain Syahatah, Menjadi Kepala Rumah Tangga yang Sukses, Terj. Arif Chasanul Muna, Jakarta: Gema Insani, 2000, Cet. Ke-I, h. 10.
67
2. Bertanggung jawab terhadap anggota keluarga dalam posisinya sebagai pemimpin dalam rumah tangga Tanggung jawab ini terbagi menjadi beberapa
bagian
12
: Tanggung jawab terhadap isteri dengan memberikannya nafkah, menggaulinya
dengan baik, dan membimbingnya dengan penuh kecintaan. Tanggung jawab terhadap anak-anaknya dan memberi mereka nafkah,
memperhatikan pendidikan mereka, mempersiapkan kemampuan mereka dan mengemban tanggung jawab mereka di masa mendatang.
Tanggung jawab terhadap kedua orang tua dengan berbakti, menjaga dan memberikannya nafkah kepada keduanya.
Tanggung jawab terhadap sanak kerabatnya dengan menjalin silaturrahmi, menebarkan rasa kasih sayang, dan berbuat baik kepada mereka.
3. Tanggung jawab terhadap dirinya sendiri, dengan menjaga dan memenuhi tuntutan-tuntutannya
13
. Yang termasuk dalam kategori tanggung jawab ini adalah sebagai berikut:
Pendidikan rohani untuk memperkuat intensitas dan kualitas ibadah kepada Allah Swt.
Pendidikan jasmani untuk memperkuat kemampuan jasmani. Dengan terjaganya kesehatan, ibadah, amal baik dan usaha mencari nafkah yang halal bisa terlaksana
dengan baik.
12
Husain Syahatah, Menjadi Kepala Rumah Tangga yang Sukses, ., h. 10.
13
Ahmadi Sofyan, The Best Husband in Islam., h. 41
68
Memberikan waktu-waktu luang untuk istirahat. Dengan memperhatikan hal ibadah, amal baik, dan usaha mencari nafkah yang halal, bisa dilakukan dengan
semangat dan wacana baru. Mempererat hubungan baik dengan orang lain dengan memenuhi hakhaknya dan
membantu penyelesaian kepentingan-kepentingan mereka. 4. Tanggung jawab terhadap profesi yang digelutinya dalam mencari rezeki yang
baik dan halal. Yang termasuk dalam kategori ini adalah: Mencari pekerjaan yang halal yang akan menjadi sumber pendapatan financial
yang baik. Menjaga keikhlasan dalam bekerja dengan berniat untuk ibadah.
Bekerja dengan optimal dan sempurna, dengan disertai niat beribadah. Menularkan keahlian yang dimiliki kepada orang lain berbagi keahlian atau
ilmu
14
.