Pendapat Ulama Tentang Peran Suami dalam Membina
54
1.
Pendapat Ulama tentang Peran Suami
Dari pendapat para ulama tentang peran suami dalam membina rumah tangga. Mengingat dialah tonggak utama rumah tangga yang sangat berpengaruh
bagi baik-buruknya sebuah rumah tangga. a.
Suami adalah Pemimpin Rumah Tangga Al-Imam Ibnu Katsir berpendapat
: “Dengan sebab harta yang mereka belanjakan berupa mahar, nafkah dan tanggungan yang Allah Subhanahu wa
Ta‟ala wajibkan atas mereka seperti yang tersebut dalam kitab-Nya dan sunnah Nabi-Nya, maka pria lebih utama dari wanita serta memiliki kelebihan dan
keunggulan di atas wanita, sehingga pantas menjadi pemimpin bagi wanita.
Kemudian Al-Imam Ibn u Katsir berkata: “Para suami memiliki kelebihan
satu tingkat di atas para istri yaitu dalam keutamaan, dalam penciptaan, tabiat, kedudukan, keharusan menaati perintahnya dari si istri selama tidak
memerintahkan kepada kemungkaran, dalam memberikan infa kbelanja”
b. Suami berkewajiban Memberi Nafkah Lahir dan Bathin
Memberi makan itu merupakan kewajiban suami kepada istri. Dan kalau disebut makanan, artinya bukan bahan mentah melainkan makanan yang siap
disantap. Sehingga proses memasaknya bukan menjadi tugas dan tanggung-jawab istri.
Memberi pakaian itu adalah kewajiban suami kepada istri, bukan kewajiban istri kepada suami. Dan kalau disebut pakaian, artinya adalah pakaian
yang bersih, wangi, rapi siap dipakai. Maka kalau baju itu kotor dan bau karena
55
bekas dipakai, mencuci, menjemur dan menyetrikanya tentu menjadi kewajiban suami.
28
Memberikan tempat tinggal adalah kewajiban suami kepada istri, bukan kewajiban istri kepada suami. Dan kalau disebut tempat tinggal, artinya rumah
dan segala isinya yang siap pakai dalam keadaan baik. Bila ada yang kotor dan berantakan, pada dasarnya membersihkan dan merapikan adalah tugas suami,
bukan tugas istri. c.
Suami Sebagai Pemimpin Rumah Tangga Sebagai pemimpin rumah tangga, seseorang suami mempunyai kewajiban-
kewajiban, diantaranya: 1
Kewajiban memberi nafkah bagi keluarga istri dan anak-anaknya. Seorang suami berkewajiban memenuhi kebutuhan sandang, pangan, dan
papan bagi keluarganya. Seorang suami wajib menafkahi istri dan anak-anaknya, menyediakan tempat tinggal serta mengadakan pakaian untuk mereka sesuai
kemampuannya.
29
Hal ini tidak boleh dilalaikan oleh seorang suami. Dia dijadikan sebagai pemimpin terhadap istri dan anak-anaknya diantaranya karena telah
menafkahi mereka. Dalam memenuhi kebutuhan keluarga hendaklah seorang suami mencari nafkah dengan cara yang halal agar diberkahi oleh
Allah Subhanahu wa Ta‟ala dan mendapat pahala karena telah memenuhi
kebutuhan keluarganya.
28
Muhammad Abdul
Ghaffar, Menyikapi
Tingkah Laku
Suami, Jakarta
Timur:Almahira,2008, h. 23.
29
Abu Mohammad, Karakteristik Lelaki Shalih., h. 302.
56
2 Kewajiban membina dan mendidik mereka.
Al-Imam As- Sa’di Ra, berkata: “Tidak akan selamat seorang hamba
kecuali jika ia telah menunaikan perintah Allah terhadap dirinya dan terhadap siapa saja yang dibawah tanggung jawabnya dari para istri dan putra-putrinya,
serta yang lainnya yang dibawah kewenangan dan pengaturannya. Engkau sebagai kepala rumah tangga, wajib menjaga dirimu dan keluargamu, istri dan putra-
putrimu dari dahsyatnya api neraka jahannam. Dengan menegakkan amar ma‟rûf
nahî munkar dalam rumah tanggamu, mengajak mereka kepada kebaikan dan mencegah mereka dari kejelekan. Engkau harus berupaya semaksimal mungkin
dalam mengondisikan keluargamu untuk menjalankan kewajiban yang Allah perintah kepada mereka. Diantaranya kewajiban shalat, maka kepala rumah
tangga harus memerintahkan keluarganya untuk melaksanakannya ”.
Allah Subhanahu wa Ta‟ala berfirman :
“Perintahkanlah keluargamu untuk mengerjakan shalat”.
d. Kewajiban Bergaul dengan Mereka Secara Baik
Hendaknya seorang suami dalam membina keluarganya dengan cara yang baik, lemah lembut dan penuh kasih sayang, bukan dengan kekerasan.
30
Allah Subhanahu wa Ta‟ala telah memerintahkan yang demikian itu dalam
firman-Nya artinya, “bergaullah dengan mereka secara patut.”
30
Eli Mulyadi, Membina Rumah Tangga Yang Sakinah Mawaddah Warahmah, Jakarta:Kompas Gramedia,2010, h.58.
57
Berkata Al-Imam Ibnu Katsir ketika menafsirkan ayat tersebut, “Maniskanlah perkataan kalian terhadap mereka, baguskanlah perbuatan dan
penampilan kalian sebagaimana kalian senang jika istri-istri kalian seperti itu, maka berbuatlah
engkau untuk dia seperti itu pula.” Demikian pula, engkau harus membersihkan rumah tanggamu dari
berbagai sarana yang dapat merusak aqidah, akhlak, dan juga sarana yang membuat mereka lalai dari berdzikir kepada Allah.
31
Dunia benar-benar fitnah, telah terbuka lebar-lebar pintu fitnah yang membuat lalai bani Adam. Waktu
shalat telah tiba, adzan dikumandangkan, beberapa orang saja yang sudi menjawab panggilan adzan dan mau mengerjakan shalat diawal waktu. Bahkan
tidak sedikit dari mereka yang tidak shalat. Mereka masih asyik ada di mal- mal, warnet-warnet, pasar-pasar atau yang lain.
Ulama lain berpendapat bahwa peran suami adalah bertanggung jawab terhadap keluargamu, istri dan putra-putrimu. Jika engkau merasa iba
keluargamu terlantar dari sisi dunia mereka, seharusnya engkau lebih iba jika keluargamu terlantar di akhirat kelak. Engkau kelak pada hari kiamat akan
dimintai pertanggungjawaban terhadap mereka. Bukanlah sang istri sebagai pemimpin rumah tangga, yang mengatur suami dan yang mengayuh biduk
rumah tangga. Para suami yang memimpin istri dan membimbingnya. Allah Subh
anahu wa Ta‟alâ memilih suami sebagai pemimpin kaum wanita, disebabkan suami memiliki kelebihan dari berbagai sisi. Sementara kaum
wanita memiliki kekurangan dari sisi agama dan akal, karena mereka tidak
31
Najah Binti Ahmad Zhihar, Jadilah Suami Penyejuk Hati, h.28.
58
melaksanakan shalat semasa haidnya dan karena persaksian dua orang wanita sebanding dengan persaksian seorang laki-laki.
Rasulullah Saw, juga bersabda:
“Dari Abu Bakrah radhiyallahu anhu, telah berkata Nabi Shallallahu alaihi wa sallam: “Tidak akan beruntung suatu kaum bangsa manakala
menyerahkan urusan kepemimpinan nya kepada seorang wanita.”
59