Latar Belakang Ketidakadilan gender pada perempuan dalam novel entrok karya okky madasari dan implikasinya terhadap pembelajaran sastra di SMA
merupakan bagian dari sistem sosial dan budaya yang berlangsung dalam kurun waktu yang lama sehingga seakan-akan dianggap sebagai kodrat dari
Tuhan. Akibat dari diskriminasi, kekerasan, inferioritas dan kekuasaan yang
sewenang-wenang sudah menyulut hadirnya gerakan-gerakan perempuan memperjuangkan ketidakadilan gender atau disebut dengan feminisme. Tujuan
dari gerakan feminisme mencoba mengangkat status perempuan dari ketidakberdayaan dan bukan lagi sebagai second sex. Pengecilan peran
perempuan karena berkuasanya laki-laki mengakibatkan perempuan menjadi makhluk tidak berdaya dan tidak bisa menentukan nasibnya sendiri dan selalu
diatur oleh kekuasaan laki-laki. Ada yang mengatakan di masyarakat walaupun bersekolah hingga ke
jenjang tertinggi pada akhirnya perempuan hanya bertugas di dapur, sumur, dan kasur. Anggapan tersebut membuat peran perempuan semakin mengecil.
Padahal antara perempuan dan laki-laki memiliki hak yang sama dalam menentukan nasibnya. Kemudian, menjadikan perempuan sebagai kaum yang
terpinggirkan dan kaum nomer dua yang tidak memiliki hak atas hidupnya. Pada bidang perkerjaan perempuan dibatasi hanya untuk mengerjakan
pekerjaan domestik saja seperti bersih-bersih rumah, mencuci, dan masak. Pada bidang pendidikan, laki-laki lebih diutamakan bersekolah
dibandingkan perempuan, perempuan dianggap tidak perlu bersekolah karena setelah menikah tugasnya melayani suami. Perempuan yang bekerja tetap
mengalami ketidakadilan karena pembagian gaji yang tidak merata antara perempuan dan laki-laki. Laki-laki dianggap kepala rumah tangga sebagai
pencari nafkah utama akan diberi gaji yang lebih tinggi, sedangkan perempuan yang bekerja hanya dianggap sebagai pencari nafkah tambahan sehingga gaji
yang diperolehnya tidak sama dengan laki-laki. Salah satu pengarang perempuan yang menghasilkan karya-karya dengan
tema ketidakadilan dan kemanusiaan yaitu Okky Puspa Madasari memiliki
nama pena Okky Madasari. Lahir di Magetan, 30 Oktober 1984. Mendapatkan gelar sarjana Sarjana Ilmu Politik dari Jurusan Hubungan Internasional,
Universitas Gadjah Mada. Selesai tamat kuliah memilih berkarier sebagai wartawan dan mencoba mendalami dunia penulisan. Karya-karyanya yaitu
novel Entrok 2010, 86 2011, Maryam 2012 dan Pasung Jiwa 2013. Okky Madasari berpendapat bahwa dengan menulis novel, suara-suara orang
yang tertindas lebih efektif didengar dan dibaca dibandingkan di dalam sebuah tulisan berita, berita sering kali didengar dan dibaca lalu sekenanya saja.
Karya pertamanya novel Entrok merupakan langkah awal Okky Madasari terjun menjadi seorang penulis. Entrok lahir dari kegelisahan-kegelisahan
Okky atas
menipisnya toleransi
dan kesewenang-wenangan
yang menimbulkan ketidakadilan banyak terjadi di masyarakat. Terdapat tema-tema
besar di dalam novel Entrok yang dibahas sangat beragam mengenai ketidakadilan, perempuan, kepercayaan, politik, ideologi, dan profesi. Tema
yang kental dalam novel tersebut mengenai ketidakadilan atas kekuasaan pemerintah, dan gender.
Pada novel Entrok terdapat tokoh utama perempuan bernama Sumarni atau Marni perempuan Jawa yang miskin dan buta huruf tetapi ia berkeinginan
besar untuk memiliki entrok yang mahal. Marni berusaha mencari uang dengan membantu simbok mengupas singkong di pasar. Pekerjaan mengupas
singkong hanya diupahi dengan singkong, akhirnya ia memutuskan untuk menjadi kuli yang mengangkat barang-barang di pasar. Sedangkan, pekerjaan
kuli yang menjual jasa tenaga dan otot mengangkat barang-barang berat hanya dilakukan para laki-laki. Agar mencapai keinginannya Marni melawan batasan
yang ditetapkan sosial dan budaya. Marni merasa sebenarnya kekuatan perempuan tidak lemah seperti
anggapan laki-laki dan perempuan juga mampu mengangkat beban berat contohnya tugas perempuan mengambil air dari sungai ke dapur dengan
beban yang berat dan jarak yang jauh. Sedangkan, laki-laki bila di rumah
hanya tiduran, minta makan dan dilayani. Pada masa itu pembagian upah untuk perempuan masih dibedakan, laki-laki dianggap berhak mendapatkan
upah uang dan perempuan hanya diberi upah singkong. Sistem sosial dan kebiasaan yang berlaku di masyarakat sering kali memiskinkan perempuan.
Okky Madasari ingin menyampaikan pemikirannya untuk menghadapi ketidakadilan dan diskriminasi pada perempuan. Ia mencoba berinteraksi
melalui karyanya agar pembaca dapat memahami dan berpikir secara kritis mengenai ketidakadilan dan kesewenangan yang berkuasa. Melalui tokoh
perempuan dan setiap peristiwa dalam novel Entrok, peneliti mencoba menganalisis mengenai ketidakadilan pada perempuan yang disebabkan oleh
perbedaan gender. Kajian dalam hal ini menggunakan perspektif gender karena ketidakadilan yang disebabkan gender dan melibatkan tokoh
perempuan. Novel adalah fiksi yang dibukukan. Pada pembelajaran sastra di SMA
terdapat materi mengenai pemahaman dan analisis terhadap novel. Pada pembelajaran sastra setiap anak diminta membaca karya sastra dan
menganalisis sehingga dapat memperoleh pembelajaran positif dalam segala hal pada kehidupan termasuk pembahasan mengenai gender. Pada
pembelajaran sastra di SMA masih kurang sekali pembahasan mengenai gender dan perempuan dalam karya-karya sastra yang dikaji. Dengan
pernyataan ini, penulis ingin memaparkan tentang ketidakadilan gender pada perempuan yang disisipkan Okky Madasari melalui tokoh-tokoh perempuan
dalam novel Entrok dengan menggunakan pendekatan objektif dan analisis
perspektif gender. Maka penulis mengambil judul penelitian Ketidakadilan Gender pada Perempuan dalam Novel Entrok Karya Okky Madasari dan
Implikasinya Terhadap Pembelajaran Sastra di SMA.