Penelitian yang Relevan Ketidakadilan gender pada perempuan dalam novel entrok karya okky madasari dan implikasinya terhadap pembelajaran sastra di SMA

terbarunya, Pasung Jiwa 2013, bercerita tentang perjuangan manusia mendapatkan kebebasan dalam periode sebelum dan sesudah reformasi. Edisi Inggrisnya baru terbit dengan judul Bound . 2

B. Pemikiran-Pemikiran Okky Madasari

Karya-karya Okky Madasari banyak mengangkat permasalahan- permasalahan sosial mengenai ketidakadilan dan ketertindasan yang terjadi di masyarakat. Okky merasa melalui menulis novel ia memperjuangkan suara-suara yang tertindas bisa lebih efektif didengar dan dibaca dibandingkan hanya menyuarakannya di dalam sebuah tulisan berita. Berita sering kali didengar dan baca sambil lalu, seenaknya saja. Ia merasa lebih mau mendengar dan dituntut lebih untuk memperjuangkan keadilan lewat tulisan dan melakukan kebaikan kemanusiaan. Okky sudah meneguhkan hatinya untuk menulis sebuah cerita tentang perlawanan atas ketidakadilan. Karya-karyanya terhubung dalam memperjuangkan kebebasan dan kemanusiaan. Ia membela apa yang ia yakini benar, dan buatnya harusnya setiap orang punya hak untuk meyakini apa saja tanpa gangguan. Dua sastrawan yang menurutnya setipe denganya, tak lain dan tak bukan adalah Pramodeya Ananta Toer dan Umar Khayam bagi Okky mereka berdua mengusung aliran realisme sosialis. “Mereka menulis sebuah cerita realita sekitar dan itu yang saya lakukan sekarang. ” Menurutnya permasalahan-permasalahan yang ia munculkan dalam cerita justru menggambarkan Indonesia masih punya harapan untuk bangkit, seburuk apapun kondisinya. Ia ingin pembaca menilai sendiri akhir cerita itu seperrti apa dengan menyerahkan sepenuhnya kepada pembaca, membuka berbagai kemungkinan yang akan terjadi dan bukan tidak mungkin itu justru akan menumbuhkan sikap kritis dan skeptis terhadap permasalahan dalam novel yang dibuatnya. 3 2 Okky Madasari, http:okkymadasari.netabout diakses pada tanggal 21 Oktober 2014 3 Wawancara dengan Okky Madasari “Memperjuangkan Kebebasan dan Keadilan”, Majalah Institut edisi 41, h.66-67 Untuk menghasilkan sebuah karya ia selalu melakukan riset. Menurut Okky, riset lapangan ataupun kepustakaan akan memberikannya ide-ide menulis. Perempuan asal Magetan, Jawa Timur ini mengungkapkan bahwa dirinya tidak bisa mencari ide cerita hanya dengan melamun atau berimajinasi. Menurutnya ide itu didapat setelah melakukan riset dari lapangan, atau bacaan, atau wawancara, melihat, atau mendengar. Ia tak menampik, pengalamannya menjadi wartawan di sebuah media nasional selama tiga tahun sangat membantunya. Ia jadi merasa ringan ketika harus ke lapangan dan mewawancarai narasumber, jadi layaklah kalau kisah novel-novelnya cukup hidup. Menjadi seorang penulis novel sebenarnya bukan cita-citanya, ia ingin sekali menjadi wartawan, sehingga ia mengaku cukup berat saat harus mengambil keputusan meninggalkan profesi yang ia cita-citakan sejak kecil ini pada tahun 2009. Piano kini tidak hanya menjadi pelariannya kala bosan. Ia bahkan telah mengeluarkan karya dengan pianonya. Album yang liriknya masih berkaitan dengan kisah dalam novel Maryam dirilis bersamaan dengan rilis novelnya pada awal 2012. 4 Okky percaya, sastra merupakan salah satu medium yang paling efektif untuk menumbuhkan kesadaran masyarakat. Apalagi ditengah bombardir berita yang sifatnya hanya jangka pendek. Baginya menjadi jurnalis terlalu banyak batasan. Okky merasakan kreativitasnya seperti terbelenggu oleh kode etik jurnalistik. Dia tidak bisa memasukkan opini dalam hasil liputannya. Selain itu penyampaian informasi dibatasi hanya di kertas koran. Padahal dia ingin tulisan-tulisan yang dibuatnya berisi banyak kritik sosial. Akhirnya ia membulatkan tekad untuk mundur dari wartawan dan fokus menjadi penulis. Menurut lulusan Hubungan Internasional Universitas Gajah Mada UGM angkatan 2002 itu, menjadi penulis novel lebih bebas. Dia bisa memasukan opini bahkan 4 “Piano di Jeda Novel”, Koran.Tempo.co, http:koran.tempo.cokonten20121216295032OKKY-PUSPA-MADASARI-Piano-di-Jeda- Novel diakses pada tanggal 6 Februari 2014. keberpihakannya pada tokoh atau kelempok tertentu dalam setiap tulisannya. Dia juga bisa mengekspresikan kreativitasnya dengan leluasa. Namun Okky sadar bahwa daya dorong sebuah novel tidak bisa sekuat berita di koran atau media elektronik. Meskipun begitu, novel dan cerita fiksi memiliki potensi sendiri. Tulisan fiksi bisa memengaruhi perasaan masyarakat. 5 Okky mendirikan lembaga yang bernama Yayasan Muara Bangsa YMB. Yayasan tersebut bergerak di bidang pendidikan usia dini, anak- anak pinggiran, kurang mampu, dan korban bencana. Pada awalnya ia menemukan fakta bahwa beberapa tetangganya kesulitan menyekolahkan anaknya. Selanjutnya ia meminta izin kepada suaminya untuk memanfaatkan sebidang lahan untuk dijadikan tempat pendidikan awal bagi para tetangganya yang ekonominya sulit. Penulis novel “Maryam” Pemenang Khatulistiwa Literary Award 2012, Okky Madasari merespon rasa kagumnya kepada Kartini dalam pemikiran-pemikirannya sebagai inspirasi dan karya-karya. Namun Okky tetap ingin jadi dirinya sendiri. Setiap April, banyak acara yang digelar dimana-mana dari anak-anak sekolah hingga masyarakat luas dengan menghadirkan kebaya sebagai simbolnya. Menurut Okky peringatan kelahiran Kartini akhirnya identik dengan peragaan busana dan rangkaian seremonial tanpa makna. Bahkan, sejak di bangku sekolah, kita diajari bahwa Kartini adalah perempuan Indonesia yang menyuarakan emansipasi. Tapi tak pernah ada penjelasan lebih jauh apa yang dipikirkan Kartini soal emansipasi. “Habis Gelap Terbitlah Terang„ senantiasa disebut sebagai buah pikir Kartini. Tapi hanya segelintir orang yang tahu apa sebenarnya yang ditulis Kartini. Oleh sebab itu, melalui Yayasan Muara yang diasuhnya dan bekerjasama dengan Institut Ungu, diselenggarakan gelaran pembacaan surat-surat Kartini bertajuk 5 Agung Putu Iskandar, Okky Madasari Meraih Khatulistiwa Literary Award 2012 berkat Maryam, http:www.jpnn.comread20121212150133Okky-Madasari-Meraih-Khatulistiwa-Literary- Award-2012-berkat-Maryam- diakses pada tanggal 21 Oktober 2014