Manajemen Modal Kerja Bersih

4. Hutang lancar Hutang lancar merupakan salah satu faktor penting dalam kelanjutan hidup suatu perusahaan karena mampu mendorong pencapaian tujuan jangka pendek perusahaan. Hutang lancar yang terdiri dari kewajiban-kewajiban jangka pendek yang akan jatuh tempo paling lama satu tahun sangatlah dibutuhkan untuk membiayai aktiva-aktiva lancar seperti kas, piutang, dan persediaan.

c. Manajemen Modal Kerja Bersih

Manajemen modal kerja umumnya disesuaikan dengan kegitan operasional perusahaan. Perusahaan memiliki tipe modal kerja yang berbeda sesuai dengan jenis bidang usaha maupun levelnya masing-masing. Menurut Riyanto 1997 : 61 jenis-jenis modal kerja yang diterapkan perusahaan antara lain : 1 Modal kerja permanen Permanent Working Capital yaitu modal kerja yang harus tetap ada pada perusahaan untuk dapat menjalankan fungsinya atau dengan kata lain modal kerja yang secara terus menerus diperlukan untuk kelancaran usaha. Permanent Working Capital ini dapat dibedakan dalam : • modal kerja primer Primary Working Capital yaitu jumlah modal kerja minimum yang harus ada pada perusahaan untuk menjamin kontinuitas usahanya, • modal kerja normal Normal Working Capital yaitu jumlah modal kerja yang diperlukan untuk menyelenggarakan luas produksi yang normal. 2 Modal kerja variabel Variabel Working Capital yaitu modal kerja yang jumlahnya berubah-ubah sesuai dengan perobahan keadaan, dan modal kerja ini dibedakan antara : • modal kerja musiman Seasonal Working Capital yaitu modal kerja yang jumlahnya berubah-ubah disebabkan karena fluktuasi musim, • modal kerja siklis Cyclical Working Capital yaitu modal kerja yang jumlahnya berubah-ubah disebabkan karena fluktuasi konjungtur, • modal kerja darurat Emergency Working Capital yaitu modal kerja yang besarnya berubah-ubah karena adanya keadaan darurat yang tidak diketahui sebelumnya misalnya adanya pemogokan buruh, banjir, perobahan keadaan ekonomi yang mendadak. Modal kerja bersih idealnya adalah kelebihan dana aktiva lancar perusahaan dibandingkan dengan kewajiban lancarnya. Namun, kelebihan dana tersebut Universitas Sumatera Utara hendaknya tidak menjadi dana mengangur idle fund yang menyebabkan hilangnya kesempatan perusahaan dalam meraih laba. Pengelolaan posisi modal kerja bersih suatu perusahaan melibatkan berbagai keputusan mengenai investasi ke dalam aset lancar dan kewajiban lancar yang saling terkait secara serentak dengan mempertimbangkan tingkat pengembalian dan risiko. Salah satu pedoman yang dapat digunakan dalam mengestimasi kebutuhan modal kerja bersih perusahaan adalah dengan prinsip pemagaran risiko hedging principle. Menurut Martin, et all. 1994 : 15 ”pada dasarnya, prinsip ini mengendalikan kesesuaian antara karakteristik penciptaan hasil atas suatu aktiva dengan karakteristik sumber pembiayaan yang digunakan untuk membeli aktiva tersebut ”. Prinsip pemagaran risiko atau disebut juga prinsip pemagaran murni memerlukan penyesuaian jatuh tempo dari aktiva dan hutang, pembiayaan aktiva lancar dengan dengan hutang lancar, dan pembiayaan aktiva tetap dengan hutang jangka panjang atau ekuitas. Jika kebijakan ini diterapkan maka sruktur jatuh tempo dari hutang akan ditentukan oleh tingkat aktiva tetap lawan aktiva lancar. Oleh karena hutang lancar lebih efisien dibandingkan dengan hutang jangka panjang terkait biaya bunga maka laba yang diharapkan dapat lebih tinggi jika perusahaan menggunakan lebih banyak hutang lancar. Kebijakan mengenai modal kerja bersih pada praktiknya tidak selalu mengikuti prinsip pemagaran. Pada umumnya, beberapa perusahaan melakukan modifikasi terhadap prinsip pemagaran hedging principle tersebut yaitu dengan melakukan strategi konservatif ataupun strategi agresif terhadap modal kerja Universitas Sumatera Utara bersih. Pada kebijakan modal kerja yang konservatif, perusahaan menjalankan langkah yang lebih hati-hati karena di sepanjang periode perusahaan sengaja memperbesar nilai aktiva lancar dibandingkan nilai hutang lancar. Kebijakan ini umumnya digunakan sebagai cadangan dalam menjamin ketersediaan dana dan menjaga likuiditas perusahaan jika terjadi gejolak ekonomi seperti inflasi yang tinggi. Perusahaan yang menerapkan strategi konservatif akan memiliki kelebihan likuiditas dan dana cadangan dibandingkan prinsip pemagaran murni. Namun, hal ini dapat mengakibatkan hilangnya kesempatan perusahaam dalam mencapai laba yang tinggi karena terlalu banyak dana yang diinvestasikan dalam aktiva lancar yang pada akhirnya kurang produktif. Strategi agresif merupakan kebalikan dari strategi konservatif. Menurut Holt dan Winston 1984 : 261 ”perusahaan yang memilih operasi yang agresif akan mempertahankan persediaan harta lancar yang relatif kecil, yakni suatu kebijakan yang mengurangi tingkat investasi yang diperlukan dan menaikkan tingkat laba investasi yang diharapkan”. Strategi agresif menghendaki nilai aktiva lancar yang relatif kecil sehingga perusahaan terpaksa menggunakan pembiayaan jangka pendek atau meningkatkan hutang lancar untuk tetap beroperasi. Strategi agresif menyebabkan terjadinya defisit modal kerja bersih atau dengan kata lain perusahaan tidak memiliki nilai modal kerja bersih. Risiko kerkurangan uang bagi perusahaan yang menganut strategi agresif sangat besar dan ia akan terus memperpanjang dan tergantung pada pembiayaan Universitas Sumatera Utara operasional melalui hutang lancar. Namun, di sisi lain perusahaan akan memperolah profitabilitas yang cendrung meningkat karena melalui pembiayaan hutang lancar yang berbunga rendah perusahaan akan menghemat biaya bunga hutangnya. Dalam kenyataannya, sangat jarang perusahaan menerapkan salah satu dari prinsip pemagaran murni ataupun prinsip pemagaran yang dimodifikasi dengan strategi konservatif dan strategi agresif secara penuh dan terus menerus. Pada umumnya, perusahaan akan menggunakan ketiga strategi manajemen modal kerja tersebut secara bergantian sesuai dengan arah kebijakan operasional perusahaan. Namun demikian, prinsip pemagaran telah berfungsi sebagai pedoman perumusan keputusan yang menyangkut penggunaan aktiva lancar dan hutang lancar sehingga pemanfaatannya dapat dimaksimalkan dan risikonya dapat dieliminir.

d. Rasio Penilaian Kinerja Modal Kerja Bersih