Huruf Besar Penulisan huruf besar disesuaikan dengan EYD. Memahami setting atau latar dalam prosa fiksi yang dibaca.

VII. Vokal-Vokal Pendek yang Berurutan dalam satu kata

Dipisahkan dengan apostrof ` Contoh: ﻢـﺘـﻧأأ ditulis a`antum ﺚـﻧﺆ ditulis mu`anna ś VIII. Kata Sandang Alif + L ām 1. Bila diikuti huruf qamariyah ditulis al- Contoh: نﺁﺮـﻘﻟا ditulis Al-Qur` ān 2. Bila diikuti huruf syamsiyyah, huruf 1 diganti dengan huruf syamsiyah yang mengikutinya. Contoh: ﺔـ ﻴـ ﻟا ditulis asy-Sy ī‘ah

IX. Huruf Besar Penulisan huruf besar disesuaikan dengan EYD.

X. Kata dalam Rangkaian Frasa atau Kalimat

1. Ditulis kata per kata, atau 2. Ditulis menurut bunyi atau pengucapannya dalam rangkaian tersebut. Contoh: مﻼﺳﻹا ﺦـﻴ ditulis Syaikh al-Isl ām atau Syaikhul-Islām Universitas Sumatera Utara DAFTAR PUSTAKA Aminuddin. 2000. Pengantar Apresiasi Karya Sastra. Bandung : PT Sinar Baru Algesindo. Bisri, Adib. 1999. Kamus Al-Bisri. Surabaya : Pustaka Progressif. Fananie, Zainuddin. 2000. Telaah Sastra. Surakarta : Muhammadiyah University Press. Jabrohim, ed. 2001. Metodologi Penelitian Sastra. Yogyakarta : PT Hanindita Graha Widia. Joudah, Suroyya Al-Mun’im. 1991. Dir āsatun Tārīkhiyatun Wa Fannīyatun Fi Al- Maq ālati Wa Al-Qişşah Wa Al-Masrahiyati. Kairo : Al-Azhar Press. Mahmud Ad-Dairy, Makarim. 1999. Adab Jahili. Mesir. Nurgiyantoro, Burhan. 1995. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press. Sangidu. 2007. Penelitian Sastra: Pendekatan, Teori, Metode, Teknik, dan Kiat. Yogyakarta : Seksi Penerbitan Sastra Asia Barat Fakultas Ilmu Budaya UGM. ----------------------------. 2005. Sastra Anak. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press. Shamirah. 2003. Musafir Cinta terjemahan : Darsim Ermaya Imam Fajarudin. Yogyakarta : Navila. ------------. 1979. Qu ţrātun Min Ad-Dumū‘i. Beirut : Mansyurah Zuhair Ba’labaky. Teeuw. 1985. Sastra dan Ilmu Sastra Pengantar Teori Sastra. Jakarta : Pustaka Jaya. Tim Penyusun, 2005. Pedoman Akademik Prodi Bahasa Arab FS USU. Medan . Wellek, Rene dan Austin Werren. 1956. Teory of Literature. New York : Harcourt, Brace World, Inc. Terjemahan dalam bahasa Indonesia oleh Melani Budiyanto. 1989. Teori Kesusastraan. Jakarta : Gramedia. Yunus, Mahmud. 1990. Kamus Arab-Indonesia. Jakarta : PT Hida Karya. http:yaqin-d3tkjlotim.blogspot.com Universitas Sumatera Utara BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Sinopsis Di padang pasir Nejed, terdapat sebuah keluarga kecil yang bahagia. Syaikh Mahjub hidup bersama keluarga kecilnya yaitu bersama istri dan seorang anak perempuannya. Istrinya bernama Rukiyah dan anaknya bernama Dzikra. Sebenarnya usia Syaikh Mahjub terpaut jauh dengan istrinya yaitu sekitar dua puluh tahun, sedangkan Dzikra masih berumur sepuluh tahun. Pada suatu hari ada seorang lelaki yang mendatangi rumah mereka. Lalu Dzikra segera bergegas keluar rumah untuk melihat siapa yang datang. Dibukanya pintu, dan dia melihat sesosok lelaki yang tampan. Dzikra bertanya, “Siapakah engkau?” Lalu lelaki itu menjawab, “Saya Amir”. Tidak lama kemudian Ayahnya terbangun, setelah dilihatnya ternyata lelaki itu adalah Amir. Dia sangat senang melihat kedatangan Amir. Amir adalah keponakan jauh dari Syaikh Mahjub. Dia datang dari Asyir. Orang tuanya sudah meninggal, dan satu-satunya keluarga yang tersisa adalah Syaikh Mahjub, pamannya. Semenjak itu Amir tinggal dan menetap bersama pamannya. Tapi, ada satu ketentuan dari adat kaum mereka, bahwa perempuan tidak boleh bergaul dengan lelaki lain. Oleh karena itu, istrinya hanya mendengar pembicaraan mereka dari jauh saja. Setelah kepulangan mereka dari Kharaj, ternyata Syaikh Mahjub telah mempunyai rencana untuk menjodohkan Dzikra dengan Amir. Tetapi istrinya tidak setuju karena Dzikra masih terlalu kecil untuk menikah. Syaikh Mahjub sangat marah atas ketidak setujuan istrinya itu. Hari demi hari pun berlalu, ketika Rukiyah dan Dzikra sedang mencari kayu bakar, rupanya Amir memperhatikan mereka dari kejauhan. Dengan tidak disengaja, kedua mata antara Amir dan Rukiyah saling bertatapan. Timbullah getar-getar cinta Universitas Sumatera Utara di hati mereka. Keduanya merasakan perasaan yang sama yaitu cinta. Sejak kejadian itu, yang bisa mereka lakukan adalah menahan segala perasaan yang ada mengingat status mereka yang tidak mungkin dapat bersama. Amir memang seorang pria yang tampan dan dewasa yang masih berusia delapan belas tahun. Wanita mana yang tidak akan tergoda melihat sosok pria seperti Amir. Kemudian, Syaikh Mahjub pun mengatakan keinginannya itu kepada keponakannya, Amir. Amir terkejut, apa yang harus dikatakannya. Amir menjawab, dia tidak bisa melakukan permintaan pamannya itu karena menurutnya Dzikra masih terlalu kecil untuk menikah, dan di dalam hatinya dia berkata “Aku mencintai Rukiyah”, istri pamannya itu. Amir jelas-jelas menolaknya. Syaikh Mahjub bingung dan terdiam mendengar penolakan Amir. Perjodohan yang dilakukan Syaikh Mahjub antara Dzikra dan Amir, dan penolakan yang dilakukan oleh Amir membuat Syaikh Mahjub marah besar. Ternyata Syaikh Mahjub sangat kecewa dan dia mengusir Amir seperti anjing buangan untuk segera keluar dari rumahnya. Amir pun memutuskan untuk meninggalkan rumah pamannya dan meninggalkan semuanya termasuk orang yang dicintainya, Rukiyah. Amir merenung semalaman dan dia kelihatan bimbang dengan perasaannya. Dia memutuskan sebelum pergi, dia harus bertemu dengan Rukiyah untuk terakhir kalinya. Kebetulan pada saat itu Syaikh Mahjub sedang berada di Kharaj untuk menyelesaikan urusannya. Kemudian Amir langsung menemui Rukiyah di kamarnya untuk mengucapkan salam perpisahan. Tidak disangka-sangka ternyata mereka terlarut dalam pembicaraan mereka. Tiba-tiba Syaikh Mahjub muncul dan mengetahui Amir ada di dalam kamar Rukiyah. Melihat itu, Syaikh Mahjub berubah menjadi seekor singa yang liar. Dia menampar istrinya dengan keras, kemudian dia mencabut sebilah pisau dan menghujamkannya ke ulu hati Amir. Seketika itu juga, Amir tewas. Dia menuduh istrinya berzina dengan Amir sehingga Rukiyah dihukum rajam oleh masyarakat setempat tanpa adanya persidangan. Dzikra melihat kejadian yang mengerikan itu dengan kedua matanya. Saat itu dia masih kecil dan tidak dapat berbuat apa-apa. Kejadian itu sangat mengguncang Universitas Sumatera Utara jiwanya dan membuatnya tertekan sehingga membuatnya menjadi bisu. Para tetangga menyarankan agar Dzikra dibawa ke Riyadh untuk berobat. Sesampai di Riyadh, mereka menuju kediaman sahabatnya, Syaikh Saleh di daerah Syamis. Syaikh Saleh sangat senang dengan kedatangan mereka. Lalu Syaikh Mahjub menceritakan apa yang sebenarnya terjadi. Keesokan harinya mereka membawa Dzikra ke rumah sakit untuk berobat. Hari demi hari pun berlalu, dan keadaan Dzikra masih sama. Dia hanya menghabiskan waktunya dengan membaca dan menulis. Dia dirawat oleh pimpinan panti, ibu Nadhiroh dengan penuh kasih sayang. Di dalam panti, Dzikra merasakan ketenangan dan kebahagiaan, dia mempunyai banyak teman untuk berbagi cerita, dan Nadhiroh terus memberi dukungan dan semangat kepada Dzikra untuk terus menulis. Suatu hari, seorang dokter datang ke panti itu, Ashim namanya. Dokter Ashim mengetahui tentang keadaan Dzikra. Dia mengikuti perkembangannya dari awal dengan penuh kesabaran dan keikhlasan. Keadaan jiwa Dzikra mulai menunjukkan titik cerah dan kepercayaannya mulai kembali. Tidak lama kebahagiaan menyapa, Dzikra mendengar berita bahwa Nadhiroh telah meninggal dunia, hatinya kembali bersedih. Ashim mengetahui hal itu, lantas dia mengajak Dzikra untuk bekerja di rumah sakit agar dia dapat melupakan kesedihannya itu. Seiring dengan berjalannya waktu, Ashim dan Dzikra sering bertemu, dan perhatian Ashim semakin besar kepada Dzikra. Semakin lama, keduanya semakin dekat dan akrab. Dzikra merasa senang mendapat perhatian dari Ashim. Keduanya tidak menyadari ada sesuatu yang menyentuh perasaan mereka. Suatu ketika, Dzikra jatuh sakit, dan Ashim menjenguk Dzikra, kemudian memeriksanya dan memberinya obat. Dia melihat buku yang dipinjamkannya kepada Dzikra, lalu diambilnya buku itu. Tiba-tiba ada secarik kertas jatuh dari buku itu, lalu dipungutnya dan dibacanya. Kertas itu bertuliskan ungkapan hati Dzikra kepadanya yang sangat mengaguminya dan mencintainya. Akan tetapi, dengan keadaannya yang seperti itu sangat berbeda dengan Ashim, dia memendam perasaannya. Dan sebenarnya Ashim juga memiliki perasaan yang sama. Akhirnya dia memutuskan untuk menulis surat untuk Dzikra. Melalui surat itu, dia mengungkapkan perasaannya Universitas Sumatera Utara dan mengungkapkan keinginannya untuk menikah dengan Dzikra. Semenjak menerima surat Ashim, sikapnya berubah dan selalu berusaha menghindar bukan karena benci atau malu, hanya belum mampu menjawab segala pertanyaan yang ada dalam pikirannya. Jiwanya kembali terguncang. Agar dapat terhindar dari siksaan batin, dia bertekad untuk melakukan sesuatu. Dia meminta kepada Dokter Hamid, kepala rumah sakit untuk memindahkannya ke rumah sakit di Hijaz. Permintaannya pun dikabulkan, dan Dzikra pun dipindahkan ke rumah sakit “Mina” di Makkah Al- Mukarramah. Ashim terkejut mendengar kabar Dzikra telah pergi, segera dia menemui Dzikra. Ashim berusaha meyakinkan niatnya itu, akan tetapi usahanya itu sia-sia belaka. Tekad Dzikra sudah bulat. Orang tua Ashim mengetahui anaknya mencintai Dzikra, mereka sangat tidak setuju dengan keputusan anaknya itu. Mendengar Dzikra telah pergi, Ashim menyusulnya ke Makkah untuk melihat keadaannya. Di sana, Ashim mengajak Dzikra pergi berobat ke luar negeri untuk menyembuhkan penyakitnya. Dzikra setuju dengan rencana itu. Berkat ketulusan Ashim, timbullah harapan baru di diri Dzikra. Hari silih berganti, operasi telah dilakukan, namun keadaannya tidak berubah, tidak membawa harapan apapun bagi kesembuhannya. Ashim masih tetap menunggu kabar dari Dzikra. Akhirnya, Dzikra mengirimkan surat kepada Ashim bahwa dia akan segera kembali. Setiap detik Ashim menanti kedatangan Dzikra. Ketika pada suatu malam, di saat tidur, Ashim bermimpi buruk dan menakutkan. Dia melihat sesosok mayat yang dikelilingi banyak orang. Sampai dia mengenali wajah mayat itu dan ternyata mayat itu adalah Dzikra. Ashim tersentak dan terbangun. Esok harinya, akhirnya Dzikra tiba dari London dan Asim sudah menunggunya di bandara. Dari bandara mereka langsung menuju ke rumah sakit tempat dia bekerja. Tidak lama kemudian, ada seorang lelaki tua yang hendak bertemu dengannya. Segera ditemuinya orang tua itu, dan sepertinya dia mengenali siapa orang tua itu. Tidak salah lagi, dia adalah Ayah Ashim. Kemudian ayahnya memberikan surat kepada Dzikra. Di surat itu tertulis, “Kami berharap engkau sudi meninggalkan dan tidak lagi berhubungan dengan anakku apapun alasannya. Kami sama sekali tidak menyetujui rencana pernikahan kalian sebab pernikahan itu hanya akan membawa Universitas Sumatera Utara penderitaan bagi Ashim“. Dzikra berusaha untuk tegar dan tabah. Kemudian Dzikra menuliskan jawaban “Aku benar-benar mencintai Ashim. Demi dialah aku akan pergi menjauh, bukan karena surat ini atau uang yang Anda tawarkan. Aku selalu berharap dapat melihat Ashim berbahagia selamanya. Jika kepergianku dapat membahagiakannya, maka pasti akan kulakukan“. Ashim mengetahui hal itu, dia sangat marah kepada ayahnya. Dia benar-benar merasa putus asa, tidak mungkin lagi menyadarkan ayahnya. Akhirnya dia pergi ke rumah sakit. Dengan kecepatan tinggi, dia mengendarai mobilnya. Tapi Ashim malah mengalami kecelakaan yang menyebabkan dirinya tewas. Mendengar berita itu, Dzikra langsung terkulai lemas, jiwanya kembali terguncang bahkan kali ini lebih keras. Dunia seakan hancur. Di dekat jenazah Ashim, Dzikra bersimpuh dan mencium kedua tangannya sebagai ucapan selamat tinggal untuk selamanya dan tanda pengabdian. Semenjak kematian Ashim, Dzikra kembali ke panti. Dia telah bernazar untuk mengabdikan dirinya di panti. Dia menuliskan kisahnya dalam sebuah buku karyanya yang berjudul “Nasehat Wanita Bisu”. Di luar dugaan, buku itu mendapat sambutan yang luar biasa dari pembaca. Hal itu membuatnya terkenal dan bergelimang harta. Walaupun begitu, tetapi hati dan jiwanya selalu teringat pada kekasihnya, Ashim. “Kasih, engkau tetap hidup dalam kenanganku”.

3.2. Biografi Pengarang ‘

Harapan Yang Kandas’ ﻲ ﺎ دو Wada‘tu ‘ āmalī, adalah karya pertama dari sastrawati Shamirah binti Al-Jazirah Al-Arabiyah. Beliau adalah salah seorang sastrawati yang terkenal di jazirah Arab, khususnya di kota Makkah. Shamirah binti Al-Jazirah Al-Arabiyah dilahirkan tahun 1943 di Makkah. Ketika buku pertamanya terbit, banyak orang yang meramalkan bahwa dunia kesusastraan, khususnya sastra Arab akan kembali bersinar cerah. Shamirah adalah seorang gadis Arab, berpendidikan, dan berasal dari keluarga terhormat. Penanya melesat bagaikan anak panah meluncur dari busur. Ia keluar dari Universitas Sumatera Utara jazirah Arabia untuk menggores dan merekam realitas kehidupan, dan menghadirkannya dalam bentuk kisah nan abadi. Goresan tangannya sanggup mengobati penyakit dan masalah sosial yang senantiasa membelenggu kalbu dan menggugah jiwa para gadis. Kini, Shamirah dapat merasa bangga menyandang gelar sastrawati, dan baginya, tidak ada gelar lain yang disukainya selain gelar itu. Kendati dia menyembunyikan identitasnya, karena situasi dan kondisi keluarga dan masyarakat, namun fakta tak dapat dipungkiri, bahwa kini dia telah menjadi idola bagi para gadis di jazirah Arabia. Mereka terharu dan tersentuh oleh pesona kata-kata dan untaian kalimat-kalimat yang dijalin oleh Shamirah, hingga air mata mereka mengalir deras mengikuti alur kisah, dan jiwa mereka hidup bersama kepekaan perasaan sang penulis, yang lahir dari rahim realitas kehidupan. Ciri khasnya sebagai seorang sastrawati yang kritis terhadap kehidupan sosial masyarakat Arab, selalu menampilkan wanita sebagai tokoh utamanya. Kisah-kisah indah buah karya Shamirah meliputi : ﻲ ﺎ دو Wada‘tu ‘ āmalī ‘Harapan Yang Kandas’ novel, 1958, اد ﺔ تﺎ ﺮآذ Dzikray ātun D āmi’atun ‘Kenangan Pahit’ dan ﻚﻴ ﻴ ﺮﺑ Bar īqu Ainaika ‘Kulihat Sihir di Matamu’ novel, 1963, ﺔﻴﺑﺮ ﻟا ﺔ ﻘ ةﺎﺘﻔﻟا Yaqzhat Al-Fat āt Al-Arabiyah ‘Bidadari Arab’ novel, 1965, يدﻼﺑ ﻰ F ī Bil ādī ‘Di Negaraku’ novel, 1970, عﻮ ﺪﻟا و Wad’i‘ Ad-Dum ū‘i ‘Lembah Air Mata’. Karya-karyanya telah menggemparkan dunia sastra. Para pembaca dari seantero penjuru Arab menyambut kehadiran buah karyanya dengan semangat dan penghargaan yang tinggi. Sambutan sehangat ini termasuk jarang terjadi, khususnya untuk pengarang wanita. Hal ini disebabkan oleh beberapa keistimewaan karya- karyanya, yang antara lain adalah kelembutan perasaan, kehalusan ungkapan dan keindahan gaya bahasa yang digunakan. Keistimewaan tersebut telah membuat pembaca tak bisa mengedipkan mata, membaca dari halaman ke halaman, dan membuat angan mereka hidup dan terbang ke dunia lain yang indah. Universitas Sumatera Utara Karya-karya Shamirah mendapat sambutan yang luar biasa dari para pembaca, karena itu hampir seluruh karya-karyanya telah mengalami cetak ulang beberapa kali. Karya yang sekarang berada di genggaman penulis, adalah karya terakhir Shamirah. Qu ţrātun Min Ad-Dumū‘i atau tetesan air mata, dengan berbagai pertimbangan diganti judulnya menjadi “Musafir Cinta”. Karya ini mengisahkan perjuangan seorang gadis belia yang mengalami tekanan batin yang begitu luar biasa, hingga membuatnya menjadi bisu. Namun ia tidak menyerah, justru dengan kondisi itu Dzikra, nama gadis itu, mencoba tegar dan terus berkarya. Ia mempunyai tekad untuk melawan ketidakpedulian masyarakat dengan karya-karyanya.

3.3. Analisis Tema dalam Novel

عﻮ ﺪﻟا ﻦ تاﺮ Qu ţrātun Min Ad- Dumū‘i Tema dalam sebuah karya sastra, fiksi, hanyalah merupakan salah satu dari sejumlah unsur pembangun cerita yang lain, yang secara bersama membentuk sebuah kemenyeluruhan. Bahkan sebenarnya eksistensi tema itu sendiri amat bergantung dari berbagai unsur yang lain. Hal itu disebabkan tema, yang notabene “hanya” berupa makna atau gagasan dasar umum suatu cerita, tak mungkin hadir tanpa unsur bentuk yang menampungnya. Dengan demikian, sebuah tema baru akan menjadi makna cerita jika ada dalam keterkaitannya dengan unsur-unsur cerita lainnya. Tema sebuah cerita tak mungkin disampaikan secara langsung, melainkan “hanya” secara implisit melalui cerita. Unsur-unsur cerita yang lain, khususnya yang oleh Stanton dikelompokkan sebagai fakta cerita-tokoh, plot, latar-yang bertugas mendukung dan menyampaikan tema tersebut. Di pihak lain, unsur-unsur tokoh, plot, latar dan cerita dimungkinkan menjadi padu dan bermakna jika diikat oleh sebuah tema. Tema bersifat memberi koherensi dan makna terhadap keempat unsur tersebut dan juga berbagai unsur fiksi yang lain. Tokoh-tokoh cerita, khususnya tokoh utama, adalah pembawa dan pelaku cerita, pembuat, pelaku, dan penderita peristiwa-peristiwa yang diceritakan. Dengan demikian, sebenarnya tokoh-tokoh utama cerita inilah yang “bertugas” atau tepatnya “ditugasi” untuk menyampaikan tema yang dimaksudkan oleh pengarang. Universitas Sumatera Utara Plot, di pihak lain berkaitan erat dengan tokoh cerita. Plot pada hakikatnya adalah apa yang dilakukan oleh tokoh dan peristiwa apa yang terjadi dan dialami tokoh Kenny, 1966:95 dalam Nurgiyantoro 1995:75. Latar merupakan tempat, saat, dan keadaan sosial yang menjadi wadah tempat tokoh melakukan dan dikenai sesuatu kejadian. Latar akan mempengaruhi tingkah laku dan cara berpikir tokoh, dan karenanya akan mempengaruhi pemilihan tema. Kehadiran berbagai unsur intrinsik dalam karya fiksi dimaksudkan untuk membangun cerita. Jadi, sama halnya dengan tema, eksistensi cerita pun tergantung kehadiran unsur-unsur lain yang mendukungnya. Namun, tema tidak sama dengan cerita. Tema merupakan dasar umum cerita, dan cerita disusun dan dikembangkan berdasarkan tema. Tema “mengikat” pengembangan cerita. Karena tema adalah kaitan hubungan antara makna dengan tujuan pemaparan prosa fiksi oleh pengarangnya, maka untuk memahami tema, terlebih dahulu harus memahami unsur-unsur signifikan yang membangun cerita, menyimpulkan makna yang dikandungnya, serta mampu menghubungkannya dengan tujuan penciptaan pengarangnya. Oleh karena itu, perlu diperhatikan beberapa langkah untuk menentukan sebuah tema sebagai berikut secara cermat :

I. Memahami setting atau latar dalam prosa fiksi yang dibaca.

Unsur latar dapat dibedakan ke dalam tiga unsur pokok, yaitu latar tempat, waktu dan sosial. Latar tempat menunjukkan pada lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Latar waktu berhubungan dengan masalah “kapan” terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Latar sosial menyaran pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi. Di dalam novel Qu ţrātun Min Ad-Dumū‘i terdapat ketiga unsur tersebut di atas, yaitu latar tempat, waktu dan sosial, sebagai berikut : Universitas Sumatera Utara Bagian 1 : “Syaikh Mahjub”  ءاﺮ ﺪﺘﻤ ﺪ ﻧ ﺔﻴ ﺎ ءﺎﻤﺳ ... ﻤ و ﺔ ﺮ ... ﺎﻬﻟ ﺎ ﺮﺑ ﻟﻮﻬﺳو ءاﺮﻤ ﻟا اﺰﻟا ءاﺮ ﻟا ﺎﻬ ﺎﺣاو و ﺔ ﺳاﻮﻟا ﺔﻴه . tamtaddu şahrā`u najd tahta samā`in şāfiyyatin… wa syamsun musyriqatun… birim ālihā al-hamrā`i wa suhūluhā al-wāsi‘atu wa wāhātihā al-khadrā`u al- z āhiyyatu ‘Padang pasir Nejed, terbentang luas di bawah naungan langit yang bersih, dan dekapan hangat sinar sang surya, dihiasi pasir yang berwarna merah, daratan luas membentang dan lembah subur berwarna hijau’. Kutipan di atas menunjukkan latar tempat, yaitu padang pasir nejed yang dijelaskan secara terperinci bagaimana keadaannya.  اﻮﻟا ىﺪﺣإ قرﺎ ﻰ و ﻷا ﻦ ﺔ ﺎﻤﺟ ﻴ تﺎﺣ ﻢﻬ ﺎﻴ ﻲ باﺮ ﺎ ه ةﺮ ﺎ ﺘﻤﻟا و ﻚ ه wa ‘al ā masyāriqin ihdā al-wāhāti ta‘īsyu jamā‘atun min al-a‘rābi fī khiyāmihim al- mutan āśirati hunā wa hunāka ‘Mereka hidup di kemah-kemah yang ukurannya hampir sama’. Kutipan di atas menunjukkan latar tempat, yaitu di kemah-kemah tempat mereka tinggal.  ﺎ ﺼﻟا ﺮﻴ ﺎ أو ﺮ ﻔﻟا ح ﺎ اذا ﻢهاﺮﺘ ح ... اﻮ او ﻢﻬ ﻮﻧ ﻦ اﻮ ه ﻰ ﻢﻬ ﻤ fatar āhum iżā mā lāha al-fajru wa aqbalat tabāsyīru al-şabāhi… habū min nawmihim wa aqbal ū ‘alā ‘amalihim ‘Tatkala fajar menyingsing dan seruan subuh berkumandang, mereka akan bergegas bangkit dari tidur untuk memulai bekerja’. Kutipan di atas menunjukkan latar waktu, yaitu pada waktu fajar menyingsing di mana mereka bangkit dari tidur.  ﻩﺮﻴ ﻧو ﻴ ﻟا ﻰ ﺳﺎ اذا ﻰﺘﺣ ... ﻢﻬ ﺎﻴ لﻮﺣ اﻮ ﻤﺘﺟا hatt ā iżā mā sajā al-lailu wa nasya ‘abīrahu… ijtama‘ū hawla khiyāmihim ‘Tatkala malam telah mengepakkan sayap, mereka berkumpul di sekitar kemah’. Universitas Sumatera Utara Kutipan di atas menunjukkan latar waktu, yaitu pada waktu malam mereka mulai berkumpul di sekitar kemah.  درﻮﺘ ﻷا اذﺈ قﺮ ﻟا ﻮ ﻧ ﺪﺣو ىﺮآذ ﺟﺮ و ... ﻤ ﻟاو ﻟا ءادر ﻴ wa kharajat żikrā wa haddaqat nahwa al-syarqi fa` iżā al-ufuqu mutawaridun… wa al-syamsu khala‘at rid ā`a al-layili ‘Dzikra segera keluar dan memandang ke arah timur. Bumi telah terang dan matahari tengah merangkak bangkit meninggalkan kaki langit’. Kutipan di atas menunjukkan latar waktu, yaitu pada pagi hari yang dijelaskan bagaimana matahari mulai muncul.  وأ آ نود ﻢﻬ ﻤ ﻰ اﻮ او wa aqbal ū ‘alā ‘amalihim dūna kullalin aw malalin ‘Mereka adalah pekerja keras, tidak mengenal lelah atau bosan. Pekerjaan mereka hanyalah mengembalakan ternak’. Kutipan di atas menunjukkan latar sosial, yaitu bagaimana sifat orang Badui dan apa pekerjaan mereka.  لﻮﻘﻟا ﻲ ﻦ ﻟا ﻚﻟاذ ﺑ زﺎﺘ اﺎ , ءﺎ ﻮﻟاو , ﺔ ﺎﻬ ﻟاو ﺪﻬ ﻟﺎﺑ ةءوﺮﻤﻟاو , ةﺪ ﻟاو m ā imtāza bihi żālika al-jinsu min dabţin fī al-qawli, wa al-wafā`i bi al-‘ahdi wa al- syah āmati wa al-muru`ati, wa al-najdati ‘Mereka dikenal sebagai orang-orang hebat. Mereka memiliki daya ingat yang sangat kuat, setia, senantiasa menepati janji, menjunjung tinggi persaudaraan dan pemberani’. Kutipan di atas menunjukkan latar sosial, yaitu bagaimana watak dan sifat orang Badui sehingga mereka dikatakan sebagai orang-orang hebat.  ﺪ ﻟا ﺪﻴﻟﺎﻘ ﻢﻜ , بﺮ ا ﻰﺘﺣ لﺎﺟﺮﻟا ﻟﺎ ﺔ ﺔ دﻮ ﺴﻟا ةأﺮﻤﻟا ﻷا ﺎﻬﻟ ءﺎﺑﺮ ﺎﻬﺟوزو ﺎﻬ ﻮ ا ﺮﻴ fabihukmi taq ālīdi al-baladi, al-mar`atu al-sa‘ūdiyyatu muhajjabatun lā tujālisu al- rij āla hattā aqraba al-aqribā’I lahā gaira akhawatihā wa zaujihā Universitas Sumatera Utara ‘Menurut ketentuan adat kaumnya, seorang perempuan tidak boleh duduk dan bergaul dengan lelaki lain. Bahkan dengan kerabat paling dekat sekalipun selain dengan saudara kandung atau suami’. Kutipan di atas menunjukkan latar sosial, yang menjelaskan bagaimana ketentuan adat mereka tentang seorang perempuan.  ﺔ وﺪﺑ ةأﺮ إ يأ , ﺎﻬﺟوﺰﻟ مﺎ ﻟا ﺪ و ﺎﻬﺘﻤﻴ ﻲﻬ . ﺼ و ﺰ ﻟا ... ﻦ ﻟا و ... ةﺪﺑﺰﻟاو ﻦ ﻟا ﺼ و , لﺰ و ﻟﺎ ﻤﻟا ﺼ و فﻮﺼﻟا , دﺎ ﺴﻟاو , ﻦ ﺘ ﺎ ﺮﺑ مﻮﻘ و مﺎﻴ ﻟا . يﺰﻟا ﺔ ﻬ ﻲهو طﺎ ﻟا اﺬه آ يﺪ ﻟا ... بﺎ ﻟا ﻮ ﻟا ... ﺔ ﻴ ﻟا ﺎﻬﺳأر ﻰ ﺼ و ... مﺎ ﻟا ﺎﻬﻬﺟو ﻰ و ... ﺚﻴ ﻘ نﺎ ﻴ ﻟا ىﻮﺳ ﺮﻬ mi ślu ayyi imra`atin badawiyyatin, fahiya tunazzifu khaymatahā wa tu‘idu al-ţa‘āma lizaujih ā. Wa taşna‘u al-khubza… wa tahlibu al-labana… wa taşna‘u minhu al-jubna wa al-zubdata, wa takhzilu al- şūfa wa taşna‘u minhu al-masyāliha, wa al-sajjāda, wa taq ūmu biratqi mā fatafu min al-khiyyāmi. kulu hażā al-nasyāti wa hiya muhajjabatun talbisu al-zaiya al-najd īya… al-jilbāba al-ţawīla… wa taşna‘u ‘alā ra`sih ā al-syīlata… wa ‘alā wajhihā al-luśāma… mujīśu lā yazharu minhu siwā al- ‘ain āni faqaţ ‘Seperti wanita Badui lainnya, Rukiyah selalu menutupi tubuh dengan pakaian ala Nejed, berjilbab panjang, dengan wajah tertutup cadar, hanya kedua matanya yang tampak’. Kutipan di atas menunjukkan latar sosial, yaitu bagaimana seharusnya seorang wanita Badui berpenampilan, seperti Rukiyah. Bagian 2 : “Dzikra”  ةﺮﻴ آ ةﺮﺳأ ﺔ ﺎ ءاﺮ ﺼﻟاو , ﻤﺘ وا wa al- şahrā`u ‘āmmatan usratun kabīratun, aw mujtama‘un ‘Secara umum padang pasir merupakan sebuah keluarga besar, atau sebuah masyarakat’. Universitas Sumatera Utara Kutipan di atas menunjukkan latar tempat, yaitu padang pasir yang didbaratkan seperti sebuah keluarga atau masyarakat.  إ ﻲ ىﺮ يوﺪ ﻟاو ﺑ ... ﺎ او ... ﺣ ﺎﻬ ﻮﻬ زﺮﻟ ارﺪﺼ ﺔ ﻴ ﻟ ﺎﻬ ادﺎ و ﺎﻬ ﺎ فﺮ و ... ﺮﺳأ داﺮ أ تادﺎ و ﺎ فﺮ ﺎﻤآ wa al-badaww īyyu yarā fī ibilihi… wa agnāmihi… maşdaran lirizqihi fahuwa yuhibbuh ā hubbatan libanīhi wa ya‘rifu ţabā`i‘ahā wa ‘ādātihā… kamā ya‘rifu ţabā`i‘a wa ‘ādāti afrādi usratihi ‘Bagi masyarakat Badui, unta dan binatang ternak merupakan sumber kehidupan dan rejeki. Oleh sebab itu, kecintaan orang Badui pada binatang ternak seperti kecintaan mereka pada anak-anak. Mereka hapal sifat dan watak binatang ternak sebagaimana mengetahui sifat dan watak setiap anggota keluarganya’. Kutipan di atas menunjukkan latar social, yaitu apa yang menjadi sumber kehidupan dan kecintaan masyarakat Badui. Bagian 3: “Pernikahan”  ﻘ ﺎﻬ ر ا ﻤﺑ ﺔ وﺮ ﻤﻟا جﺮ ﻟا ﺔ ﺰ man ţiqatu al-kharaji al-ma‘rūfatu bimazā ra‘ihā ‘Daerah Kharaj terkenal dengan pertaniannya’. Kutipan di atas menunjukkan latar tempat, yaitu di daerah Kharaj yang terkenal dengan pertaniannya.  هﻷا ﺔﻴﻘﺑ ﺚﻴﺣ جﺮ ﻟا ﻰﻟإ ﻴﻤ ﻟا ﻘﺘﻧاو ... برﺎ ﻷاو ... نﺎﻜ ﺚﻴﺣو حﺮﻔﻟاو سﺮ ﻟا wa intaqala al-jam ī‘u ilā al-kharaji haiśu baqiyati al-ahli… wa al-aqāribi… wa hai śu makāni al-‘ursi wa al-farahi ‘Semua turun dan memasuki ruang upacara pernikahan. Di sana telah berkumpul sanak saudara, handai-taulan dan kerabat’. Kutipan di atas menunjukkan latar tempat, yaitu pada ruang upacara pernikahan yang mereka masuki.  ﻴﻤﺟ قﺮ مﻮ yaumun masyriqun jam īlun Universitas Sumatera Utara ‘Pagi itu, hari terasa begitu indah’. Kutipan di atas menunjukkan latar waktu, yaitu pada pagi hari yang begitu indah.  ﻴ ﻟا ﺼﺘﻧا ﺎ ﺪ و ﺘﺣﺮ ﻦ اﺮ ﺳﺮ ﺔ ﻴﻟ ﺮ ﻟا رو ﺪ اﻮﻤﻟا تﺪ wa raqa şa al-‘arīsu lailata ‘ursihi mu‘abbirān ‘an farhatihi wa ‘indamā intaşafa al-lailu maddat al-maw ā`idu ‘Malam itu, para pemuda berdansa laksana goyangan pedang, mengikuti irama gendang’. Kutipan di atas menunjukkan latar waktu, yaitu pada waktu malam dimana para pemuda berdansa.  ﺪﻴﻟﺎﻘ و تادﺎ وﺪ ﻟاو . ﻢﻬﺣاﺮ ا , نﻮﻘﻔﺘ ﻟا ﻲ نﻮﻔ ﺘ و ﺎﻬ ﺑ ﻲ ا ﺔ ﺴﻟا ﺴﺣ ﺮ ... ءاﺮ ﻟا ... ﻩﺎ ﻟاو wa al-baduwu ‘ ādātun wa taqālīdu. Afrāhuhum, yattafiqūna fī ba‘dihā wa yakhtalif ūna fī al-ba‘di al-akhari hasaba al-sa‘ati… al-śarā`i… wa al-jāhi ‘Ada tradisi Badui yang terus dipertahankan, yaitu tradisi dalam menyambut kebahagiaan, seperti ketika mengadakan upacara pernikahan atau sejenisnya. Orang- orang akan bahu-membahu meringankan beban pihak yang punya hajat, sesuai dengan kemampuannya… kekayaannya… ketenarannya jabatannya’. Kutipan di atas menunjukkan latar sosial, yaitu ada tradisi Badui yang terus dipertahankan dalam menyambut kebahagiaan.

Bagian 4 : “Panah Asmara”

 ﻰﻟا دﺎ ﺎ . اﺮﻜﻔ شاﺮﻔﻟا ﻰ ﺘﻤﻟا ﻩﺪﺴ ﻰﻘ و ‘ āda ilā khibā`ihi. Wa yulqī yahsuduhu al-mat‘ibu ‘alā al-firāsyi mufakkirān ‘Sesampai di kemah, ia hempaskan tubuh di atas tempat tidur sambil terus berpikir’. Kutipan di atas menunjukka latar tempat, yaitu di kemah.  ىﺮآذ ﺎﻬﺘ ﺑاو ﺘﺟوز ﻘﻴﺘﺳا ﺎﻤآ ﺪ ﺪﺟ ﺮ ةﻼﺼﻟ ﺄ ﻮﺘ مﺎ و ﺎﻤﻬ دﺎ آ ﻲ ﻮﻴﻟا ﺎﻤﻬ ﻤ فﺎ ﺘﺳ wa q āma yatawddā`u lişalāti fajrin jadīdin kamā istaiqazat zaujatuhu wa ibnatuhā żikrā li isti`nāfi ‘amalihimā al-yaumī ka‘ādatihimā Universitas Sumatera Utara ‘Dia bangkit berwudhu untuk menunaikan shalat fajar, anak dan isterinya juga telah bangun untuk melakukan pekerjaan seperti biasa’. Kutipan di atas menunjukkan latar waktu, yaitu pada waktu fajar dimana mereka bangkit untuk menunaikan shalat fajar dan mulai bekerja.  ﻲﻟﺎﻴ ﻟا ىﺪﺣا ﺔﻴﺴ ا ﻲ ... ﻰﻟا ﺎﻤﻬ ﻴﺑ ﺚ ﺪ ﻟا قﺮ ﻤ ﺮﻤﺴ ﻮهو او ﻢﻴ ﺘﻟا ﻩﺮ f ī umsiyati ihdā al-layālī… wa huwa yusmiru ma‘a ‘ammihi taţaraqa al-hadīśu bainahum ā ilā al-ta‘līmi wa aşarihi ‘Malam itu, Amir berbincang-bincang dengan pamannya, tentang berbagai hal dan akhirnya mereka membicarakan masalah pengajaran, pendidikan dan manfaatnya’. Kutipan di atas menunjukkan latar waktu, yaitu pada malam hari dimana Amir dan pamannya sedang berbincang-bincang tentang berbagai hal.

Bagian 5 : “ Derita jiwa “

 ﺔ ﺪﺼﻟا تءﺎ ... ﻴ ﻰ ﻦﻴ ﻴ ﻟا ﻦﻴﺑ ﻤ نا ﺎهﺪﺣو ةدﺎ ﺮ ... نوﺪﺑو ﺎﻴﻘﺘﻟا ﺎﻤﻬﻴ ﻴ ر sy ā`at al-şudfatu… wahdahā an tajma‘a baina al-habībaini ‘alā gairi ‘ādati… wa bi d ūni raqībin ‘alaihimā il-taqayā ‘Di padang, tanpa sengaja Rukiyah dan Amir bertemu’. Kutipan di atas menunjukkan latar tempat, yaitu di padang pasir tempat Rukiyah dan Amir bertemu.

Bagian 6 : “Korban”

 ا نود ءﺎ ﻟا ﺪ ﺎﻬﺳﻮﻧﺎ ءﻮ ﻰ ﺎهﺪﺟﻮ ناﺬ ﺘﺳ لﺰ fadkhala al-khab ā`u dūna isti`żāni fawajadahā ‘alā daw`i faanwasahā tagzilu ‘Tanpa meminta izin lagi, Amir segera masuk ke dalam kamar, didapatinya Rukiyah sedang memintal wool’. Kutipan di atas menunjukkan latar tempat, yaitu di dalam kamar Rukiyah.  ﺎﻴه اﺮﻜﻔ اﺪﻴﺣو ﺮ ﺎ و , ﻔﻧ ﻲ ﺎﻤﺑ ﻟﻮﺣ ﺎﻤ ﺴ wa ‘ āmiru yajlisu wa hīdān mufakirān lāhiyān, ‘ammā haulahu bimā fī nafsihi Universitas Sumatera Utara ‘Malam itu, Amir duduk terpekur sendirian memikirkan nasib dirinya’. Kutipan di atas menunjukkan latar waktu, yaitu pada malam hari dimana Amir duduk terpekur sambil memikirkan nasib dirinya.

Bagian 7 : “Guncangan Jiwa”

 ﺎﻬ ﺎ ا لﺎﺟﺮﻟا ﺑ ىﺮ ﻟ بﻮ ﺦﻴ ﻟا ﺔﻤﻴ ﻰﻟا ن ا ﺪ ﻟو wa lina‘uddu al’- āna ilā khaymati al-syaikhi mahjūb linarā ba‘da al-rijāli am āmahā ‘Di kemah Syaikh Mahjub telah berkumpul beberapa orang tetangga’. Kutipan di atas menunjukkan latar tempat, yaitu di kemah Syaikh Mahjub yang telah berkumpul beberapa orang tetangga.  ﻴﻤ ﻟا ﺔﻘ ﻤﺑ ﻟﺎ ﺦﻴ ﻟا ﺔﻘ ﺪ راد ﻰﻟا ﺘ ﺑاو لﺎﺟﺮﻟا ﺘ و wa yattajihu al-rajulu wa ibnatuhu il ā dāri şadīqati al-syaikhi şālih bimanţiqati al- syam īsi ‘Sesampai di Riyadh, Syaikh Mahjub menuju tempat kediaman sahabatnya, Syaikh Saleh, di kawasan Syamis’. Kutipan di atas menunjukkan latar tempat, yaitu di Riyadh tempat kediaman sahabat Syaikh Mahjub yang tepatnya di kawasan Syamis.  ﻧا حﺎ ﺼﻟ ﻲ و ىﺮآذ ﺎﻤﻬ و ﻰﻔ ﺘﺴﻤﻟا ﻰﻟا نﺎ ﻴ ﻟا ا wa f ī al-şabāhi inţalaqa al-syaikhāni ilā al-mustasyfā wa ma‘humā żikrā ‘Keesokan harinya, mereka pergi ke rumah sakit untuk mengobati Dzikra’. Kutipan di atas menunjukkan latar tempat, yaitu di rumah sakit untuk mengobati Dzikra.  دﺎﻜ وأ ﻴ ﻟا ﺼﺘ و ... ﺎ ﻰﻟا آ ﻤ ﻟا ﻔ و ... ﺦﻴ ﻟا دﺮﻔ و ﺘ ﺑﺎﺑ wa yanta şifu al-lailu aw yukādu… wa yanfadu al-jam‘a kullun ilā khabā`ihi… wa yanfaridu al-syaikhu bi ibnatihi ‘Malam hampir larut, tetamu mulai berpamitan untuk pulang ke kemah masing- masing, meninggalkan Syaikh Mahjub sendirian’. Universitas Sumatera Utara Kutipan di atas menunjukkan latar waktu, yaitu pada larut malam dimana para tamu berpamitan untuk pulang ke kemah mereka masing-masing.  حﺎ ﺼﻟا ﺼ و ... ﻴ ﻼ ﺎ ا ﺔ ﺑﺎﻘﻟا ﺘ ﺑا ﻰ ﺟﺮﻟا يدﺎ و wa yu şbihu al-şabāhu… wa yunādī al-rajulu ‘alā ibnatihi al-qābi‘atu amāmahu falā tuj ībuhu ‘Saat subuh, Syaikh Mahjub membangunkan putrinya, namun tak ada jawaban apapun’. Kutipan di atas menunjukkan latar waktu, yaitu pada saat subuh Syaikh Mahjub membangunkan putrinya. Bagian 8 : “Kebahagiaan”  تﺎ ﻮﻤ ةﺪ ﻰﻟا ﺪﻬ ﻤﻟا تﺎ ﻟﺎ ﻢﺴ و wa qassama ţālibātu al-ma‘hadi ilā ‘idati majmū‘ātin ‘Dalam pemeriksaan di panti, dokter Ashim membagi para siswi ke dalam beberapa kelompok’. Kutipan di atas menunjukkan latar tempat, yaitu di panti tempat dokter Ashim melakukan pemeriksaan.  ﻤﻟا ﻦﻴﺑ و ﻴﺑ تﺎﻧرﺎﻘ ﺪﻘ ﻧﺎآﺎ اﺮﻴ آو ﺮﻴ ﻜﻟا ﻲﺟرﺎ ﻟا ﻤﺘ ... ﺎﻬﻤ يﺬﻟا ... ﺎﻤ اد ةﺪﺣاو ﺔ ﻴﺘ ﺑ جﺮ ﻧﺎﻜ ... ﺮﻴﻴ ﺘﻟا بﻮﺟو ﺮﻴ ﻜﻟا ﻤﺘ ﻤﻟا اﺬﻬﻟ ﻢﻴ ﺴﻟا ﻲﻤ ﻟا ﻤﻟﺎﺑ ﺎ ﻟا wa ka śīrān mā kānat ta‘qidu muqārinātin bainahu wa baina al-mujtama‘i al-khārijī al-kab īri… al-lażī zalamuhā… fakānat takhruju binatījatin wāhidatin dā`imān… wu jubu al-takhy īri al-syāmil bi al-manţiqi al-‘ilmī al-salīmi lihażā al-mujtami‘i al- kab īri ‘Dzikra sering membandingkan masyarakat kecil tempat ia hidup sekarang dengan masyarakat lain, dalam masyarakat kecil seperti di panti, para penghuninya dengan tulus ikhlas saling berbagi derita, memupuk dan memelihara cinta kasih. Sedang tempat ia tinggal dahulu, di perkampungan Badui, masyarakatnya berlaku lalim dan kejam’. Universitas Sumatera Utara Kutipan di atas menunjukkan latar sosial, yaitu bagaimana perbedaan kehidupan masyarakat kecil tempat ia hidup sekarang dengan kehidupan masyarakat lain yang sering ia banding-bandingkan..

Bagian 9 : “Rumah Sakit Syamis”

 ضﺎ ﺮﻟا ﻦ ﺔﻴﺣﺎ ﻲ ... ﺔ ﻴﻤ ﻟا ﺔ دﺎﻬﻟا ﺎﻬ ﺎﻴﺣا ﻦ ﻲﺣ ﻲ و . ﻰ و ضرﻷا ﻦ ﺔ ﺳاو ﺔ ﻘﺑ f ī dāhiyatin min al-riyādi… wa fī hayin min ahyā`ihā al-hādi`ati al-jamīlati. Wa ‘alā biq‘atin w āsi‘atin min al-ardi ‘Rumah sakit Syamis terletak di Riyadh, di atas dataran tinggi yang luas membentang dengan udara yang teduh dan pemandangan indah’. Kutipan di atas menunjukkan latar tempat, yaitu di rumah sakit Syamis yang terletak di Riyadh.  ﻦ ﺔهدر ﻲ و ىﺮآﺬﻟ حﺮ ﻢ ﺎ رﻮﺘآﺪﻟا و ﺔ ﻴﺴﻔﻟاﺎﻬ ﺎهدر ﻰﻔ ﺘﺴﻤﻟا ﻚﻟاﺬﺑ ﺎﻬ ﻤ تﺎ ﺘ wa f ī radhatin min radahātihā al-fasīhati waqafa al-duktūru ‘āşimu yasyrahu li żikrā muta ţallibāti ‘amalihā bi żālika al-mustasyfā ‘Di salah satu ruangan dalam rumah sakit, Ashim sedang memberikan penjelasan kepada Dzikra tentang segala tugas yang harus dijalankan’. Kutipan di atas menunjukkan latar tempat, yaitu di salah satu ruangan dalam rumah sakit dimana Ashim sedang memberikan penjelasan kepada Dzikra.

Bagian 10 : “Rahasia Terungkap”

 ﺎهءاد فﺮ و ﺎﻬﺼ ﻔﻴﻟ ﺎﻬﺘ ﺮ ﻰﻟإ هﺬ رﻮﺘآﺪﻟا ﻢ و wa ‘alima al-dukt ūru fażahaba ilā gurfatihā liyafhaşahā wa ya‘rifa dā`ahā ‘Dokter Ashim masuk ke kamar Dzikra untuk memeriksa keadaannya’. Kutipan di atas menunjukkan latar tempat, yaitu di kamar Dzikra dimana Ashim sedang memeriksanya.  ﻮﻟا ﺑ ﺮﺘﺴﻴﻟ ﺔ ﺘﻜ دو ... ﻲ يﺬﻟا بﺎﺘﻜﻟا رﻮﺘآﺪﻟا وو ﺔ ﺎ نوﺪﺑ ﺘﻜﻤﻟا ﻰ ﻩﺪ Universitas Sumatera Utara wa dakhala maktabatan liyastar īha ba‘da al-waqti… wa wadaha al-duktūru al- kit āba al-lażī fī yadihi ‘alā al-maktabi bidūni ‘ināyatin ‘Dari kamar Dzikra Ashim segera kembali ke ruang kerjanya untuk beristirahat sejenak’. Kutipan di atas menunjukkan latar tempat, yaitu di ruang kerja Ashim dimana dia beristirahat sejenak. Bagian 11 : “Kepergian”  ﻧﺎﻜ ﻲ ﻮهو ... ﺎﻤﺟاو ﻘ ... ادرﺎ ... ءﺎﻤﺴﻟا ﻰﻟا ﻩﺮﺼ ﺑ اﺮ ﺎﻧ ... ﻰﻟا لﻮﻬ ﻢﻟﺎ wa huwa f ī makānihi… yaqifu wājimān… syāridān… nāzirān bibaşarihi ilā al- sam ā`i… ilā ‘ālamin majhūlin ‘Saat itu, dia sedang berdiri sambil merenung di kamar, memandang langit yang terbentang luas tak berbatas’. Kutipan di atas menunjukkan latar tempat, yaitu da dalam kamar tempat ia merenung dan memendang ke langit luas.  ﻴ ﻟا فﺎﺼﺘﻧا ﺔ ﺔ ﺎﺴﻟا د daqqat al-s ā‘atu mu‘linata intişāfi al-laili ‘Jam berdenting tanda tengah malam’. Kutipan di atas menunjukkan latar waktu, yaitu pada waktu tengah malam dimana jam telah berdenting. Bagian 12 : “Air Mata Cinta”  ﺮ ﻔﻟا ةﻼ ﻴﻤ ﻟا ىدأو تﺎ ﺮ ﻰ ﻦﻴﻤ ﺴﻤﻟا ﻔ وو wa waqafat ma‘a al-muslim īna ‘alā ‘arafāti wa addā al-jamī‘u şalāta al-fajri ‘Di Arafah, ia berdiri bersama kaum muslimin menunaikan shalat’. Kutipan di atas menunjukkan latar tempat, yaitu di Arafah dimana para kaum muslimin menunaikan shalat.  ه ءﺎﺟرا ﻲ ﺎﻬ ﺮ ﺎ ﺑ ﻟﺎﺟو ﺮ ﻟا مﺮ ﻟا دو سﺪﻘﻤﻟا نﺎﻜﻤﻟا اﺬ wa dakhalat al-harama al-syar īfa wa jālat bināzirīhā fī arjā`i hażā al-makāni al- muqaddasi Universitas Sumatera Utara ‘Dzikra masuk ke dalam masjid Al-Haram Al-Syarif berkumpul bersama jamaah di tempat yang suci’. Kutipan di atas menunjukkan latar tempat, yaitu di dalam Masjid Al-Haram Al-Syarif tempat para jamaah berkumpul.  ﻰﻔ ﺘﺴﻤﺑ مﺎ ا ﺔ ﺑ و ﺔ ﺮﻜﻤﻟا ﺔﻜ راﺮﺣ ﻧﺎآ ةﺪ ﺪ ﻮ ﻟا ة ﺎ ﻦ ىﺮآذ ﻔ راو ء ﻤ يوﺮﺘﻟ مﺰ ز ﺄ ﺎﻬﺴﻔﻧ wa qadat bid‘ata ayy āmin bimustasyfā makkah al-mukarramah kānat harārata al- jawwi syad īdah wa irtasyafat żikrā min mā`i zamzam litarwī zam`a nafsihā ‘Di Makkah, cuaca sangat panas, untuk menghilangkan dahaga, biasanya Dzikra minum dari sumur Zam-zam yang tak pernah kering itu’. Kutipan di atas menunjukkan latar tempat, yaitu di Makkah dimana cuaca di sana sangat panas dan biasanya Dzikra minum dari sumur Zam-zam yang tak pernah kering.  ﺔ ﻟ ﺎﻬﺴﻔ ﺑ تدﺮﻔﻧا ﺎﻤ ﺎﻬﺴﻔ ﺑ ﺎهداﺮﻔﻧا infir ādihā binafsihā famā infaradat binafsihā lahzatan ‘Seperti malam itu, betapa ia rindu untuk berjumpa dengan Ashim’. Kutipan di atas menunjukkan latar waktu, yaitu pada waktu malam dimana ia rindu untuk berjumpa dengan Ashim.  ءﺎ ﻴ ﻟا ﻢﻬﺴﺑﻼﻤﺑ جﺎ ﻟا أو ... ودﺆﻴﻟ ﺔﻴ ﺎﺼﻟا ﻢﻬﺳﻮﻔﻧو ﺔ ﺮ ا ﻟا . و ضرأ ﻲ مﺎﻴ ﻟا ف أ ﺼ ﻰ او ز ﻦﻴﻤ ﺴﻤﻟﺎﺑ نﺎﻜﻤﻟا ﻢﺣد نوددﺮ ﻢﻬ آو ﻢﻟﺎ ﻟا عﺎﻘﺑ آ ﻦ ﻦﻴ دﺎﻘﻟا wa aqbala al-hujj āju bimalābisihim al-baidā`i… wa nufūsihim al-şāfiyati liyu`dū far īdata al-haji. Wa tunşabu alafu al-khiyyāmi fī ardi minā wa izdahama al-makānu zbi al-muslim īna al-qādimīna min kulli biqā‘i al-‘ālami wa kulluhum yuradidūna ‘Pada saat musim haji, para jamaah datang mengenakan pakaian ihram berwarna putih bersih. Jiwa mereka suci karena menjadi tamu Allah. Beribu-ribu kemah didirikan di tengah-tengah padang Mina. Seantero tempat penuh sesak oleh kerumunan ‘tamu’ Tuhan’. Universitas Sumatera Utara Kutipan di atas menunjukkan latar social, yaitu bagaimana keadaan pada saat musim haji dimana para tamu Allah tengah berkumpul dengan memakai pakaian ihram dan jiwa yang suci.

Bagian 13: “Harapan Baru”

 ﺪﺣا ﺘﻜ ﻲ ﺎﺴ ﺟو ى ءﺎ ﻷا wa jalas ā fī maktabin ihdā al-aţibā`i ‘Mereka berdua bertemu di ruangan salah seorang dokter rumah sakit’. Kutipan di atas menunjukkan latar tempat, yaitu di salah satu ruangan seorang dokter rumah sakit tempat mereka berdua bertemu.  مﺰ ﺄ ﻧ ﻰﻔ ﺘﺴﻤﻟا ﻲ تﺮﺳ ﻲﻟﺎﺘﻟا مﻮﻴﻟا حﺎ ﻲ ﻤ ﻟا قوﺮ و ءﺎﺳﺮ ﻟا ىﺮآذ ﻦ جاوﺰﻟا ﻰ ﻢ ﺎ رﻮﺘآﺪﻟا wa ma‘a syur ūqi al-syamsi fī şabāhi al-yaumi al-tālī sarrat fī al-mustasyfā naba`a ‘azmi al-dukt ūr ‘āşimu ‘alā al-zawāji min żikrā al-kharsā`i ‘Bersama terbitnya matahari di pagi berikutnya, tersebarlah berita rencana pernikahan Ashim dengan Dzikra, perawat yang bisu’. Kutipan di atas menunjukkan latar waktu, yaitu pada pagi hari dimana tersebarnya rencana pernikahan Ashim dan Rukiyah.

Bagian 14 : “Mimpi”

 ﺴﻔ ﺑ اداﺮ ﺔ ﺘﻜ ﻲ ﺟو ... ﺴﻔﻧ ﻦ ... ﺑﺮ ﺮ ﻢﻬ رﻮ مﺎ ز ﻚ ﻤ ﺑﺎ سﺎﺴﺣاو wa jalasa f ī maktabatin furādān binafsihi… min nafsihi… syu‘ūrun mubhamun gar ībun yasy‘uru bihi wa ihsāsun qābidun yamliku zimāma qalbihi ‘Dia duduk di kantornya. Jiwanya terbang melayang entah kemana. Perasaan asing dan menyesakkan memenuhi dada’. Kutipan di atas menunjukkan latar tempat, yaitu di dalam kantornya.  دﻮ ﻮﻤﻟا مﻮﻴﻟا ﻲ رﺎ ﻤﻟا ﻰﻟا هذو ... ﺎ ﻟا ﻴ ﻟا ةدﻮ ﺮ ﺘ wa żahaba ilā al-maţāri fī al-yaumi al-mau‘ūdi… yantaziru ‘audata al-habībi al- g ā`ibi ‘Pagi itu Ashim segera pergi ke bandara untuk menunggu kehadiran sang kekasih’. Universitas Sumatera Utara Kutipan di atas menunjukkan latar waktu, yaitu pada pagi hari dimana Ashim segera pergi ke bandara untuk menunggu kedatangan sang kekasih.  مﺎ ﻷا تﺮ و ... ﻰﻘﻟاو ىﺮآذ ةدﻮ ﺮﺘ ﻩدوﺮ ﻰ ﻢ ﺎ رﻮﺘآﺪﻟاو ﻼ رﺎ ﺘﻧ ا wa marrat al-ayy āmu… wa al-duktūr ‘āşimu ‘alā syurūdihi yataraqabu ‘audata żikrā wa alqā al-intiţāra zilālān ‘Setelah beberapa minggu berlalu, suatu malam, di saat tidur, Ashim mengalami mimpi buruk dan menakutkan’. Kutipan di atas menunjukkan latar waktu, yaitu pada suatu malam dimana Ashim mengalami mimpi buruk dan menakutkan.

Bagian 15 : “Matahari yang Tenggelam”

 ﺎﻬﺘ ﻘﺘﺳاو تﺎ ﺮﻤﻤﻟا ﻴﺑ ﻰﻟا ىﺮآذ و ﻘﻴ ر ﺎ ﺎﻬ ﻟﺎﺑ قﻮ ﺑ ... و ﺮهﺎ نﺎ ﺣو ﺔ ﻦﻬﻟ ﺼ ﺎﻬ ﺮ ﺑ ﻴ ﻟا ﻦ ﻼ ﻮ ﺎﺘ و ﺎﻬ ﺑ ﺎﻬ اﺪهﺎ ﺪ ن wa şalat żikrā ilā baiti al-mumarridāti wa istaqbalathā rafīqātuhā bi syaūqin b āligin… wa hanānin zāhirin wa qadaina ma‘ahā waqtān tawīlān min al-laili bihujratih ā taşifu lahunna musyāhadātihā bi lunduni ‘Di perumahan, dengan bahasa isyarat Dzikra menceritakan pengalamannya selama berada di London pada sahabat-sahabatnya hingga larut malam’. Kutipan di atas menunjukkan latar tempat, yaitu di perumahan dimana Dzikra tinggal.  ﻦﻴﺑ ﻰﻔ ﺘﺴﻤﻟا ﻰﻟا ﺘ ﻘﻧو فﺎ ﺳ ا ﺔﺑﺮ تءﺎﺟو سﺎ ﻟا لﻮﺣ ﻤﺘﺟاو تﻮﻤﻟا ةﺎﻴ ﻟاو wa ijtama‘a haula al-n āsi wa jā`at ‘arabatu al-is‘āfi wa naqalathu ilā al-mustasyfā baina al-mauti wa al-hay āti ‘Orang-orang yang berada di dekat tempat itu segera berdatangan memberikan pertolongan. Tak berapa lama, datang mobil ambulans membawa tubuh Ashim ke rumah sakit’. Kutipan di atas menunjukkan latar tempat, yaitu di rumah sakit dimana Ashim dibawa oleh mobil ambulans. Universitas Sumatera Utara

Bagian 16 : “Kesetiaan”

 دﺎ ت ﺟﺮ يﺬﻟا ﺪﻬ ﻤﻟا ﻰﻟا ىﺮآذ ‘ ādat żikrā ilā al-ma‘hadi al-lażī kharajat minhu ‘Semenjak kematian Ashim, Dzikra kembali ke panti tempat dia dirawat dahulu’. Kutipan di atas menunjukkan latar tempat, yaitu dip anti dimana Dzikra dirawat dahulu.

II. Memahami penokohan dan perwatakan para pelaku dalam prosa fiksi yang