penderitaan bagi Ashim“. Dzikra berusaha untuk tegar dan tabah. Kemudian Dzikra menuliskan jawaban “Aku benar-benar mencintai Ashim. Demi dialah aku akan pergi
menjauh, bukan karena surat ini atau uang yang Anda tawarkan. Aku selalu berharap dapat melihat Ashim berbahagia selamanya. Jika kepergianku dapat
membahagiakannya, maka pasti akan kulakukan“. Ashim mengetahui hal itu, dia sangat marah kepada ayahnya. Dia benar-benar
merasa putus asa, tidak mungkin lagi menyadarkan ayahnya. Akhirnya dia pergi ke rumah sakit. Dengan kecepatan tinggi, dia mengendarai mobilnya. Tapi Ashim malah
mengalami kecelakaan yang menyebabkan dirinya tewas. Mendengar berita itu, Dzikra langsung terkulai lemas, jiwanya kembali terguncang bahkan kali ini lebih
keras. Dunia seakan hancur. Di dekat jenazah Ashim, Dzikra bersimpuh dan mencium kedua tangannya sebagai ucapan selamat tinggal untuk selamanya dan
tanda pengabdian. Semenjak kematian Ashim, Dzikra kembali ke panti. Dia telah bernazar untuk
mengabdikan dirinya di panti. Dia menuliskan kisahnya dalam sebuah buku karyanya yang berjudul “Nasehat Wanita Bisu”. Di luar dugaan, buku itu mendapat sambutan
yang luar biasa dari pembaca. Hal itu membuatnya terkenal dan bergelimang harta. Walaupun begitu, tetapi hati dan jiwanya selalu teringat pada kekasihnya, Ashim.
“Kasih, engkau tetap hidup dalam kenanganku”.
3.2. Biografi Pengarang ‘
Harapan Yang Kandas’
ﻲ ﺎ دو
Wada‘tu ‘ āmalī, adalah karya
pertama dari sastrawati Shamirah binti Al-Jazirah Al-Arabiyah. Beliau adalah
salah seorang sastrawati yang terkenal di jazirah Arab, khususnya di kota Makkah. Shamirah binti Al-Jazirah Al-Arabiyah dilahirkan tahun 1943 di Makkah. Ketika
buku pertamanya terbit, banyak orang yang meramalkan bahwa dunia kesusastraan, khususnya sastra Arab akan kembali bersinar cerah.
Shamirah adalah seorang gadis Arab, berpendidikan, dan berasal dari keluarga terhormat. Penanya melesat bagaikan anak panah meluncur dari busur. Ia keluar dari
Universitas Sumatera Utara
jazirah Arabia untuk menggores dan merekam realitas kehidupan, dan menghadirkannya dalam bentuk kisah nan abadi. Goresan tangannya sanggup
mengobati penyakit dan masalah sosial yang senantiasa membelenggu kalbu dan menggugah jiwa para gadis.
Kini, Shamirah dapat merasa bangga menyandang gelar sastrawati, dan baginya, tidak ada gelar lain yang disukainya selain gelar itu. Kendati dia
menyembunyikan identitasnya, karena situasi dan kondisi keluarga dan masyarakat, namun fakta tak dapat dipungkiri, bahwa kini dia telah menjadi idola bagi para gadis
di jazirah Arabia. Mereka terharu dan tersentuh oleh pesona kata-kata dan untaian kalimat-kalimat yang dijalin oleh Shamirah, hingga air mata mereka mengalir deras
mengikuti alur kisah, dan jiwa mereka hidup bersama kepekaan perasaan sang penulis, yang lahir dari rahim realitas kehidupan. Ciri khasnya sebagai seorang
sastrawati yang kritis terhadap kehidupan sosial masyarakat Arab, selalu menampilkan wanita sebagai tokoh utamanya.
Kisah-kisah indah buah karya Shamirah meliputi :
ﻲ ﺎ دو
Wada‘tu ‘
āmalī ‘Harapan Yang Kandas’ novel, 1958,
اد ﺔ
تﺎ ﺮآذ
Dzikray ātun
D āmi’atun ‘Kenangan Pahit’ dan
ﻚﻴ ﻴ ﺮﺑ
Bar īqu Ainaika ‘Kulihat Sihir di
Matamu’ novel, 1963,
ﺔﻴﺑﺮ ﻟا ﺔ ﻘ
ةﺎﺘﻔﻟا
Yaqzhat Al-Fat āt Al-Arabiyah
‘Bidadari Arab’ novel, 1965,
يدﻼﺑ ﻰ
F ī
Bil ādī ‘Di Negaraku’ novel, 1970,
عﻮ ﺪﻟا و
Wad’i‘ Ad-Dum ū‘i ‘Lembah Air Mata’.
Karya-karyanya telah
menggemparkan dunia sastra. Para pembaca dari seantero penjuru Arab menyambut kehadiran buah karyanya dengan semangat dan
penghargaan yang tinggi. Sambutan sehangat ini termasuk jarang terjadi, khususnya untuk pengarang wanita. Hal ini disebabkan oleh beberapa keistimewaan karya-
karyanya, yang antara lain adalah kelembutan perasaan, kehalusan ungkapan dan keindahan gaya bahasa yang digunakan. Keistimewaan tersebut telah membuat
pembaca tak bisa mengedipkan mata, membaca dari halaman ke halaman, dan membuat angan mereka hidup dan terbang ke dunia lain yang indah.
Universitas Sumatera Utara
Karya-karya Shamirah mendapat sambutan yang luar biasa dari para pembaca, karena itu hampir seluruh karya-karyanya telah mengalami cetak ulang beberapa kali.
Karya yang sekarang berada di genggaman penulis, adalah karya terakhir Shamirah. Qu
ţrātun Min Ad-Dumū‘i atau tetesan air mata, dengan berbagai pertimbangan diganti judulnya menjadi “Musafir Cinta”. Karya ini mengisahkan
perjuangan seorang gadis belia yang mengalami tekanan batin yang begitu luar biasa, hingga membuatnya menjadi bisu. Namun ia tidak menyerah, justru dengan kondisi
itu Dzikra, nama gadis itu, mencoba tegar dan terus berkarya. Ia mempunyai tekad untuk melawan ketidakpedulian masyarakat dengan karya-karyanya.
3.3. Analisis Tema dalam Novel