Different Dosage Sinbiotic Delivery on Pacific White Shrimp in Farm

(1)

PEMBERIAN SINBIOTIK DENGAN DOSIS BERBEDA PADA

UDANG VANAME DI TAMBAK

HENDAR KADARUSMAN

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Program Studi Teknologi & Manajemen Perikanan Budidaya

Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,

Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012


(2)

PEMBERIAN SINBIOTIK DENGAN DOSIS BERBEDA PADA

UDANG VANAME DI TAMBAK

HENDAR KADARUSMAN

DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012


(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI

DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul

PEMBERIAN SINBIOTIK DENGAN DOSIS BERBEDA PADA UDANG VANAME DI TAMBAK

adalah benar merupakan hasil karya yang belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Juli 2012

HENDAR KADARUSMAN C14070054


(4)

ABSTRAK

HENDAR KADARUSMAN. Pemberian sinbiotik dengan dosis berbeda pada udang vaname di Tambak. Dibimbing oleh Widanarni dan Sukenda.

Sinbiotik diharapkan dapat menjadi salah satu alternatif untuk mengatasi tingginya tingkat kematian pada budidaya udang vaname. Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh pemberian sinbiotik dengan dosis berbeda terhadap kelangsungan hidup dan pertumbuhan udang vaname yang dipelihara dalam hapa di Tambak Pinang Gading, Bakauheni, Lampung. Probiotik dan prebiotik yang digunakan adalah bakteri Vibrio alginolyticus SKT-b dan oligosakarida yang diekstrak dari ubi jalar varietas sukuh. Udang vaname dengan bobot rata-rata 3,5 ± 0,07 gram/ekor dipelihara sebanyak 89 ekor dalam hapa berukuran 1,5 m x 1 m x 1 m selama 45 hari. Penelitian ini terdiri dari empat perlakuan, yaitu K (tanpa penambahan sinbiotik); A (penambahan sinbiotik setengah dosis: probiotik 0,5% dan prebiotik 1%); B (penambahan sinbiotik satu dosis: probiotik 1% dan prebiotik 2% ); C (penambahan sinbiotik dua dosis: probiotik 2% dan prebiotik 4%). Hasil penelitian menunjukan bahwa pemberian sinbiotik dengan dosis yang berbeda mampu meningkatkan sintasan dan respon imun udang vaname. Perlakuan C dengan dosis probiotik 2% dan prebiotik 4% memberikan hasil terbaik dengan sintasan tertinggi (70%) dan respon imun terbaik.


(5)

ABSTRACT

HENDAR KADARUSMAN. Different Dosage Sinbiotic Delivery on Pacific White Shrimp in Farm. Supervised by Widanarni and Sukenda.

Sinbiotic is expected to be an alternative to overcome high mortality of Pacific White Shrimp. This study is aimed to study different dosage of sinbiotic and the impact on their lives in captivity in Tambak Pinang Gading, Bakauheni, Lampung. Probiotic and prebiotic used in this study are Vibrio alginolyticus SKT-b SKT-bacteria and oligosakarida which extracted from sukuh variety sweet potatoes. Eighty nine (89) Pacific White Shrimps with the average weight of 3.5 ± 0,07 gram/individual was kept in 1,5 m x 1 m x 1 m cage for 45 days. This study involves 4 kinds of treatments: K (no sinbiotic added); A (half doses of sinbiotic added: 0.5% probiotic and 1% prebiotic); B (one dose of sinbiotic added: 1% probiotic and 2% prebiotic); C (two doses of sinbiotic added: 2% probiotic and 4% prebiotic). Results show that different dosage of sinbiotic delivery on the shrimp is capable on improving both the survival rate and immunity response. Treatment C with 2% probiotic and 4% prebiotic doses proved to be the best treatment with high survival rate (70,04%) and the highest immunity response. Keywords: Pacific white shrimp, sinbiotic, survival rate, immunity response


(6)

Judul Skripsi : Pemberian sinbiotik dengan dosis berbeda pada udang vaname di Tambak.

Nama Mahasiswa : Hendar Kadarusman

Nomor Pokok : C14070054

Disetujui

Dosen Pembimbing I

m mDr. Ir. Widanarni, M.Si. mm NIP. 19670927 199403 2 001

Dosen Pembimbing II

Dr. Ir. Sukenda, M.Sc. NIP. 19671013 199302 1 001

Mengetahui

Ketua Departemen Budidaya Perairan

Dr. Ir. Odang Carman, M.Sc. NIP. 19591222 198601 1 001


(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya

sehingga penelitian dan penulisan skripsi dengan judul “Pemberian sinbiotik

dengan dosis berbeda pada udang vaname di Tambak” dapat diselesaikan dengan baik. Penelitian ini dilaksanakan sejak Desember 2011 s.d. Februari 2012 di Tambak Pinang Gading, Bakauheni, Lampung. Produksi prebiotik dilaksanakan di Laboratorium Nutrisi Ikan dan persiapan media kultur bakteri di Laboratorium Kesehatan Ikan, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor .

Penulis menyadari adanya ketidaksempurnaan dalam penulisan skripsi ini. Penulis berharap skripsi ini bermanfaat bagi pembaca dan perkembangan pengetahuan di bidang perikanan budidaya.

Bogor, Juli 2012


(8)

UCAPAN TERIMA KASIH

Pada kesempatan ini Penulis menyampaikan terima kasih kepada :

1. Dr. Ir. Widanarni, M.Si. dan Dr. Ir. Sukenda, M.Sc. selaku dosen pembimbing

atas bimbingan, nasihat, dan arahan yang diberikan selama penyusunan skripsi.

2. Ir. Dadang Shafruddin, M.Si selaku dosen penguji tamu dan Komisi

Pembimbing Skripsi (KPS) yang telah memberikan saran bagi perbaikan skripsi.

3. Dr. Ir. Widanarni, M.Si. selaku dosen pembimbing akademik atas pengarahan

dan motivasi selama penulis menempuh kuliah di Departemen Budidaya Peraian, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

4. Bapak Udin, Bapak Riyono, dan seluruh staf Tambak Pinang Gading,

Bakauheni, Lampung, yang telah membantu Penulis dalam pelaksanaan uji coba lapangan.

5. Keluarga tercinta, yaitu ayahanda (Dede Darsono), ibunda (Atikah), kakak (Iis

Diana), Adik (Lina Farida), Tendi Tarsidi dan Siti Karlina Mahardiana, A.Mg. atas kasih sayang, dukungan, dan doa yang tidak pernah putus kepada Penulis.

6. Bapak Ranta, Kak Rahman Maman, Titi Nur Chayati, Jeany Indah, Mba Retno,

Kang Abe, Kang Adna dalam hal penyiapan peralatan pengambilan sampel dan analisis sampel di laboratorium.

7. Rekan-rekan PT. MMN yaitu Kak Fauzan, Kak Prawira, Kak Agus, Mba Ana,

Kang Udin, Kak Ewa, Rendra, Abdul Rohman, dan Mulyadi yang telah memberikan dukungan kepada Penulis.

8. Ghita, Dwi, Damayanti, Trian, Azis, Mira, Reqy, Shavika, Aulia, Agus, Arie,

Ikbal, Opick, Haezy, Teman-teman BDP 43, BDP 44, dan BDP 45 atas persahabatan, kebersamaan, dan kenangan yang telah terjalin selama Penulis menempuh kuliah di IPB.


(9)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Penulis merupakan anak kedua yang dilahirkan di Bandung, 19 Maret 1989 dari pasangan Bapak Dede Darsono dan Ibu Atikah. Pendidikan formal yang dilalui penulis adalah SMAN 1 Ciparay Bandung dan lulus pada tahun 2007. Pada tahun yang sama, Penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI), memilih Mayor Teknologi dan Manajemen Perikanan Budidaya, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan dengan Supporting Course beberapa mata kuliah Departemen Agribisnis.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah praktek kerja lapangan di Balai Riset Budidaya Ikan Hias, Depok dengan komoditas Rainbow fishes. Selain itu Penulis juga pernah aktif sebagai staf divisi PCC (Public Care Center) Himpunan Mahasiswa Akuakultur (Himakua) 2008/2009 dan kepala divisi produksi Himakua 2009/2010, asisten mata kuliah Dasar-dasar Akuakultur 2008/2009 serta 2009/2010 jenjang S1, asisten mata kuliah Fisiologi Hewan Air 2008/2009 serta 2009/2010 jenjang S1, asisten mata kuliah Manajemen Kesehatan Akuakultur 2009/2010 jenjang S1, asisten mata kuliah Transportasi Hasil Perairan (THP) 2009/2010 jenjang S1. Selain itu penulis juga aktif sebagai anggota Gentra

Kaheman 2007/2008 serta anggota Paguyuban Mahasiswa Bandung

(PAMAUNG) periode 2007-2011. Penulis melaksanakan Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) bidang Kewirausahaan pada tahun 2010 yang berjudul Usaha

pepes ikan baby fish Majalaya dengan kemasan Atmosfer Packaging Modified

(ATM). Penulis juga aktif sebagai pembicara pelatihan Aquascaping kepada

anggota Himakua pada periode 2010/2011 serta 2011/2012 dan pelatihan Ikan Hias kepada Himpunan Minat dan Profesi Hewan Kecil dan Satwa Akuatik (HKSA) Fakultas Kedokteran Hewan, IPB.

Penulis melakukan penelitian dan menyusun skripsi sebagai salah satu syarat memperoleh gelar sarjana dalam bidang perikanan yang berjudul

“Pemberian sinbiotik dengan dosis berbeda pada udang vaname di


(10)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR GAMBAR ... iv

DAFTAR LAMPIRAN ... v

I. PENDAHULUAN ... 1

II. METODOLOGI ... 3

2.1Penyiapan Sinbiotik ... 3

2.1.1 Penyiapan Prebiotik ... 3

2.1.2 Penyiapan Probiotik ... 4

2.2Pengujian Sinbiotik secara In Vivo ... 5

2.2.1 Persiapan Wadah dan Media Pemeliharaan ... 5

2.2.2 Persiapan Hewan Uji ... 5

2.2.3 Persiapan Pakan Uji ... 5

2.2.4 Pengujian Pakan Uji pada Udang Vaname ... 6

2.3Parameter Pengamatan ... 6

2.3.1 Sintasan ... 6

2.3.2 Laju Pertumbuhan Harian ... 7

2.3.3 Rasio Konversi Pakan ... 7

2.3.4 Total Hemosit ... 7

2.3.5 Diferensial Hemosit ... 8

2.4Kualitas Air ... 8

2.5Hasil Panen ... 8

2.5.1 Size ... 9

2.5.2 Biomassa Panen ... 9

2.5.3 Analisa Usaha ... 9

2.6Analisis Data ... 9

III. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 10

3.1 Sintasan ... 10

3.2 Laju Pertumbuhan Harian ... 11

3.3 Rasio Konversi Pakan ... 12

3.4 Total Hemosit ... 14

3.5 Diferensial Hemosit ... 15

3.6 Kualitas Air ... 16

3.7 Panen dan Analisa Usaha... 17

3.7.1 Size ... 17

3.7.2 Biomassa Panen ... 18

3.7.3 Analisa Usaha ... 19

IV. KESIMPULAN DAN SARAN ... 21

4.1 Kesimpulan ... 21


(11)

DAFTAR PUSTAKA ... 22


(12)

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Perlakuan Pakan Uji pada Udang Vaname ... 6

2. Satuan dan Alat Ukur Parameter Kualitas Air ... 8

3. Kualitas Air selama Pemeliharaan ... 17


(13)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Tahapan Pembuatan Tepung Ubi Jalar ... 3

2. Sintasan Udang Vaname pada Akhir Pemeliharaan ... 10

3. Laju Pertumbuhan Harian pada Akhir Pemeliharaan ... 11

4. Rasio Konversi Pakan pada Akhir Pemeliharaan ... 13

5. Total Hemosit Udang Vaname pada Akhir Pemeliharaan ... 14

6. Diferensial Hemosit Udang Vaname pada Akhir Pemeliharaan ... 15

7. Perbandingan Size Udang pada Akhir Pemeliharaan ... 17


(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Prosedur Pembuatan Media Sea Water Complete (SWC) dan

Larutan Phosphate Buffer Saline (PBS) ...

25

2. Analisis Statistik terhadap Sintasan Udang Vaname ... 26

3. Analisis Statistik terhadap Laju Pertumbuhan Harian Udang

Vaname ...

27

4. Analisis Statistik terhadap Rasio Konversi Pakan Udang

Vaname...

28

5. Analisis Statistik terhadap Total Hemosit Udang Vaname ... 29

6. Analisis Statistik terhadap Persentase Sel Hyalin Udang Vaname 30

7. Analisis Statistik terhadap Persentase Sel Granulosit Udang

Vaname ...

31

8. Analisis Statistik Size Udang Vaname dan Bobot Panen pada

Akhir Pemeliharaan ...

32

9. Analisis Statistik Biomassa Panen Udang dan Bobot Panen pada

Akhir Pemeliharaan ...

33


(15)

1

I.

PENDAHULUAN

Udang merupakan salah satu komoditas utama perikanan budidaya yang diharapkan meningkat hingga mencapai 699.000 ton atau dengan target peningkatan hingga 209% pada tahun 2009-2014. Udang vaname diharapkan mengalami peningkatan produksi hingga mencapai 511.000 ton dan produksi udang windu sebesar 188.000 ton (KKP 2010). Faktanya, harapan tersebut berbeda dengan hasil yang diperoleh. KKP menyebutkan bahwa kinerja budidaya udang tanah air pada tahun 2009 produksinya mengalami penurunan hingga 30% dari produksi tahun 2008, yaitu hanya mencapai 338.060 ton. Taslihan (2011) melaporkan, tingginya penurunan produksi pada budidaya udang menyebabkan kerugian material hingga 300 milyar rupiah.

Turunnya kinerja produksi udang di Indonesia dapat disebabkan oleh tingginya tingkat mortalitas yang dapat disebabkan oleh beberapa faktor seperti kualitas air dan penyakit. Masalah terbesar yang dihadapi dalam budidaya udang saat ini adalah infeksi penyakit bakterial dan viral. Penyakit viral yang sering terjadi di Indonesia salah satunya adalah IMNV (Infectious Myonecrosis Virus). Akibat serangan virus pada budidaya udang, KKP merevisi target produksi tahun 2011 dari 410.000 ton menjadi 350.000 ton (KKP 2011). Oleh karena itu diperlukan solusi untuk mengatasi permasalahan tersebut.

Salah satu solusi yang dapat digunakan untuk mengatasi masalah tersebut adalah aplikasi sinbiotik. Menurut Li et al. (2009) sinbiotik (gabungan antara probiotik dan prebiotik) terbukti mampu meningkatkan respon imun dan resistensi udang. Probiotik merupakan mikroba hidup yang ditambahkan melalui pakan dan memberi pengaruh yang menguntungkan bagi inang dengan meningkatkan keseimbangan mikroba dalam saluran pencernaan (Fuller 1992). Prebiotik merupakan bahan pangan yang tidak dapat dicerna oleh inang tetapi memberikan efek menguntungkan bagi inang dengan cara merangsang pertumbuhan mikroflora normal di dalam saluran pencernaan inang. Sinbiotik merupakan kombinasi seimbang dari probiotik dan prebiotik dalam mendukung kelangsungan hidup dan pertumbuhan bakteri yang menguntungkan dalam saluran pencernaan makhluk hidup (Schrezenmeir dan Vrese 2001).


(16)

2 Hasil penelitian Widagdo (2011) menunjukan bahwa penambahan sinbiotik melalui pakan mampu meningkatkan kelangsungan hidup dan pertumbuhan udang vaname sebelum dan setelah diinfeksi Vibrio harveyi. Hasil penelitian Damayanti (2011) pada skala laboratorium menunjukan bahwa sinbiotik mampu memperbaiki respon imun serta meningkatkan kelangsungan hidup hingga 80% dan laju pertumbuhan hingga 7,59% pada udang vaname setelah diinfeksi oleh IMNV.

Kondisi lingkungan pada laboratorium yang cenderung terkontrol berbeda dengan kondisi lapangan yang kurang terkontrol. Oleh karena itu hasil penelitian pada skala labolatorium tersebut perlu diuji pada skala lapang. Probiotik yang digunakan dalam penelitian ini adalah bakteri Vibrio alginolyticus SKT-b, bakteri ini mampu menghambat pertumbuhan V. harveyi dalam uji in vitro dan in vivo

(Widanarni et al. 2003). Sedangkan prebiotik yang digunakan yaitu karbohidrat golongan oligosakarida yang berasal dari ubi jalar varietas sukuh (Marlis 2008). Gabungan antara keduanya pada penelitian ini diharapkan mampu meningkatkan sintasan, pertumbuhan, dan respon imun udang vaname.

Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh pemberian sinbiotik dengan dosis berbeda terhadap kelangsungan hidup dan pertumbuhan udang vaname yang dipelihara di Tambak.


(17)

3 Persiapan ubi jalar varietas sukuh

Pengupasan

Pengirisan

Pengeringan pada 55 鋲C selama 5 jam

Penggilingan dengan willey mill

Pengayakan 60 mesh

Tepung segar ubi jalar

Pengukusan (30 menit)

Pengeringan (oven)

II.

METODOLOGI

2.1 Penyiapan Sinbiotik 2.1.1 Penyiapan Prebiotik

Ubi jalar varietas sukuh segar dibersihkan dan dikupas, kemudian diiris dengan menggunakan slicer dengan ketebalan ± 1 mm. Selanjutnya irisan ubi jalar dikeringkan dalam oven pengering suhu 55 0C selama 5 jam hingga irisan ubi dapat dipatahkan dengan tangan. Irisan ubi yang telah kering kemudian digiling dengan willey mill dan diayak dengan ukuran ayakan 60 mesh (Marlis 2008). Tepung segar ubi jalar tersebut kemudian dikukus dengan perbandingan tepung dan air (1:1) selama ± 30 menit. Setelah dikukus, tepung dikeringkan kembali menggunakan oven pengering suhu 55 0C sampai menjadi tepung kering kembali. Tahapan dalam pembuatan tepung kukus ubi jalar dapat dilihat pada Gambar 1.


(18)

4 Tahapan selanjutnya dalam pembuatan prebiotik adalah ekstraksi oligosakarida. Pertama-tama tepung kukus ubi jalar varietas sukuh disuspensikan pada etanol 70% dengan perbandingan 1:10. Homogenisasi dilakukan dengan menggunakan magnetic stirer selama 15 jam. Selanjutnya, suspensi ubi jalar diendapkan dan disaring menggunakan kertas saring dan corong steril. Pemisahan natan dan supernatan dilakukan pada sentrifus dengan kecepatan 5.000 rpm selama 10 menit. Filtrat yang telah diperoleh dipekatkan menggunakan

evaporator vacum pada suhu 40 0C (Muchtadi 1989).

Hasil pemekatan kemudian diencerkan dengan akuades steril hingga mencapai kadar TPT (Total Padatan Terlarut) sebesar 5% (Marlis 2008). Pengujian TPT ini mengacu pada metode Apriyantono et al. (1989). Cawan porselin terlebih dahulu dioven selama satu jam pada suhu 100 0C, kemudian cawan dimasukan ke dalam desikator selama 15 menit, dan ditimbang (a gram). Sebanyak 1 ml oligosakarida yang telah diekstraksi dari ubi jalar dimasukan dalam cawan porselin tersebut dan ditimbang (b gram). Cawan yang berisi oligosakarida tersebut dimasukan dioven selama 24 jam pada suhu 100 0C, kemudian dimasukan ke dalam desikator selama 15 menit. Setelah itu, cawan tersebut ditimbang (c gram). Total padatan terlarut dihitung dengan rumus:

TPT = (c-a)/b x 100%

2.1.2 Penyiapan Probiotik

Penyiapan probiotik meliputi pembuatan media dan kultur bakteri SKT-b. Media yang digunakan adalah Sea Water Complete (SWC) cair dengan kandungan nutrisi 10%, sedangkan media untuk memudakan isolat bakteri adalah SWC agar miring. Prosedur pembuatan media terdapat pada Lampiran 1.

Tahapan kultur bakteri meliputi inokulasi, inkubasi, dan pemanenan. Pertama-tama media SWC cair 10% steril sebanyak 10 ml dalam tabung bervolume 25 ml diinokulasi satu ose isolat SKT-b yang berumur 24 jam yang dilakukan secara aseptik. Kemudian hasil inokulasi tersebut didiamkan pada suhu ruang selama 24 jam dan dilakukan pengocokan manual dengan tangan setiap 12 jam. Setelah 24 jam, biakan bakteri dapat dipanen.


(19)

5 2.2 Pengujian Sinbiotik secara InVivo

2.2.1 Persiapan Wadah dan Media Pemeliharaan

Wadah yang digunakan dalam penelitian berupa jaring hapa yang berukuran 150 cm x 100 cm x 100 cm sebanyak 12 buah dengan ukuran mata jaring 5 mm x 5 mm. Hapa diikatkan pada tiang bambu dan ditancapkan dengan ketinggian 80% dari total tinggi hapa. Hapa diberi penutup berupa jaring agar udang tetap berada dalam hapa dan mengurangi gangguan predator. Hapa ditempatkan dalam petak tambak yang sudah berjalan masa produksi selama 30 hari.

2.2.2 Persiapan Hewan Uji

Hewan uji yang digunakan adalah udang yang telah berumur 30 hari yang berasal dari petak Tambak Pinang Gading. Udang ditangkap menggunakan jala tebar dan bobot rata-rata ditimbang menggunakan timbangan digital dan dicatat. Bobot awal rata-rata udang vaname pada penelitian ini adalah 3,5 ± 0,07 gram/ekor. Hapa diisi udang sebanyak 89 ekor dengan kepadatan 70 ekor/m3 sesuai dengan kepadatan yang diterapkan di Tambak Pinang Gading, Bakauheni, Lampung.

2.2.3 Persiapan Pakan Uji

Pakan yang digunakan dalam penelitian ini berupa pelet komersial khusus udang dengan kandungan protein 28-38%. Persiapan pakan uji meliputi pencampuran antara probiotik, prebiotik, kuning telur dan pakan. Pertama-tama jumlah kebutuhan probiotik dan prebiotik ditentukan terlebih dahulu sesuai dengan perlakuan masing-masing. Selanjutnya kuning telur sebagai bahan perekat diambil menggunakan pipet ukur dan ditambahkan pada mortar sebagai tempat pengadukan. Setelah itu ditambahkan probiotik dan prebiotik sesuai dosis dengan menggunakan pipet ukur yang berbeda. Campuran antara probiotik, prebiotik dan kuning telur diaduk hingga merata menggunakan sendok. Setelah campuran tersebut merata, selanjutnya ditambahkan pakan dan diaduk hingga merata. Agar sinbiotik tersebar sempurna pada pakan campuran sinbiotik ditambahkan air sebanyak 10% dari total pakan. Setelah tercampur, pakan dikering anginkan selama ± 10-15 menit.


(20)

6 2.2.4 Pengujian Pakan Uji pada Udang Vaname

Penelitian ini terdiri dari empat perlakuan yaitu kontrol, dan tiga perlakuan sinbiotik dengan dosis yang berbeda (Tabel 1). Masing-masing perlakuan terdiri dari tiga ulangan.

Tabel 1. Perlakuan pakan uji pada udang vaname

Perlakuan Keterangan

K Pemberian pakan tanpa penambahan sinbiotik

A Pemberian pakan dengan penambahan sinbiotik setengah dosis (probiotik sebesar 0,5% dan prebiotik sebesar 1%)

B Pemberian pakan dengan penambahan sinbiotik satu dosis (probiotik sebesar 1% dan prebiotik sebesar 2%)

C Pemberian pakan dengan penambahan sinbiotik dua dosis (probiotik sebesar 2% dan prebiotik sebesar 4%)

Udang vaname dipelihara dalam hapa berukuran 150 cm x 100 cm x 100 cm sebanyak 89 ekor/hapa. Pemberian pakan dilakukan empat kali dalam sehari pada pukul 06.00, 10.00, 14.00, dan 18.00 WIB. Jumlah pakan yang diberikan didasarkan pada Feeding Rate (FR) yang diterapkan dalam manajemen pengelolaan Tambak Pinang Gading, Bakauheni, Lampung.

FR yang digunakan dalam penelitian ini yaitu 5% menurun hingga 2,5% sesuai dengan bobot dan pertumbuhan udang vaname. Penambahan dan pengurangan bobot pakan harian didasarkan pada kontrol anco harian, sehingga jumlah pakan harian dapat bervariasi. Sampling bobot dilakukan setiap 7 hari sekali, sedangkan pengujian kualitas air dilakukan pada awal dan akhir pemeliharaan. Akhir pemeliharaan yaitu pada saat udang sudah berumur 75 hari yang dihitung sejak awal tebar atau 45 hari masa penelitian sejak udang diberi pakan perlakuan.

2.3 Parameter Pengamatan 2.3.1 Sintasan

Sintasan atau tingkat kelangsungan hidup udang uji dihitung berdasarkan jumlah udang pada akhir perlakuan dibagi dengan jumlah udang pada awal pemeliharaan dengan menggunakan rumus (Effendi 2004) :


(21)

7 Keterangan :

SR = Sintasan (%)

Nt = Jumlah udang pada akhir perlakuan (ekor) No = Jumlah udang pada awal perlakuan (ekor)

2.3.2 Laju Pertumbuhan Harian

Laju pertumbuhan harian dihitung dengan menggunakan rumus (Huissman 1987) :

Keterangan :

= Laju pertumbuhan harian (%)

Wt = Bobot rata-rata udang pada akhir perlakuan (gram) Wo = Bobot rata-rata udang pada awal perlakuan (gram) t = Periode pemeliharaan (hari)

2.3.3 Rasio Konversi Pakan

Rasio konversi pakan selama pemeliharaan dihitung menggunakan rumus (Zonneveld et al. 1991) :

Keterangan :

FCR = Konversi pakan F = Jumlah pakan (gram)

Bt = Biomassa udang pada saat akhir perlakuan (gram) Bm = Biomassa udang yang mati saat perlakuan (gram) Bo = Biomassa udang pada saat awal perlakuan (gram)

2.3.4 Total Hemosit

Total hemosit dihitung berdasarkan metode yang dilakukan Blaxhall dan Daysley (1973). Darah udang (hemolim) diambil sebanyak 0,1 ml dari pangkal kaki renang pertama dengan syringe 1 ml yang telah berisi 0,3 ml antikoagulan. Selanjutnya campuran tersebut dihomogenkan dengan cara menggoyangkan


(22)

8 tangan membentuk angka delapan. Tetesan pertama dibuang, tetesan selanjutnya diteteskan pada haemocytometer. Total hemosit didapatkan dengan menghitung jumlah sel per ml di bawah mikroskop pada perbesaran 400 kali.

2.3.5 Diferensial Hemosit

Penghitungan diferensial hemosit mengacu pada metode Martin dan Graves (1985). Hemolim diteteskan pada gelas objek dan dibuat ulasan, kemudian dikeringudarakan. Preparat difiksasi dengan metanol selama 10-15 menit kemudian dikeringudarakan kembali. Preparat direndam dalam larutan giemsa

selama 15-20 menit, dicuci dengan air mengalir dan dibiarkan kering. Ulasan hemolim diperiksa di bawah mikroskop dengan perbesaran 100 kali dan diidentifikasi jenis selnya. Sel granular merupakan tipe sel paling besar dengan rasio nukleus yang lebih kecil dan terbungkus granula, sedangkan hyalin merupakan tipe sel yang paling kecil dengan rasio nukleus sitoplasma tinggi dan tanpa atau hanya sedikit granula sitoplasma. Jumlah hemosit dihitung hingga 100 sel dan ditentukan persentase tiap jenisnya.

2.4 Kualitas Air

Kualitas air diukur pada saat awal dan akhir pemeliharaan. Parameter kualitas air yang diukur diantaranya adalah suhu, pH, salinitas dan TAN. Satuan dan alat pengukuran parameter kualitas air yang diukur disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Satuan dan alat ukur parameter kualitas air

Parameter Satuan Alat ukur

Suhu 0C Termometer Salinitas ppt Salinometer pH unit pH meter TAN - Spektofotometer

2.5 Hasil Panen

Panen dilakukan saat udang telah berumur 75 hari yang terhitung sejak pertama kali tebar di tambak atau 45 hari masa penelitian yang terhitung sejak udang berumur 30 hari dan mulai diberi pakan perlakuan. Hasil panen diukur pada saat akhir pemeliharaan. Parameter ini terdiri dari tiga pengamatan yaitu nilai size


(23)

9 2.5.1 Size

Size merupakan ukuran yang menyatakan jumlah populasi yang terkandung dalam 1 kg biomassa udang. Size 70 diartikan sebagai 70 ekor udang terkandung dalam 1 kg biomassa. Size dihitung berdasarkan rumus (Effendi 2004) :

Size = Keterangan :

Size = Ukuran

Wt = Bobot rata-rata udang pada saat akhir pemeliharaan (gram)

2.5.2 Biomassa Panen

Biomassa panen merupakan total bobot keseluruhan populasi udang pada akhir pemeliharaan. Biomassa panen udang vaname dihitung menggunakan rumus (Effendi 2004) :

Biomassa panen = Wt x Nt

Keterangan :

Wt = Bobot rata-rata udang vaname pada akhir pemeliharaan (gram) Nt = Populasi udang pada akhir pemeliharaan (ekor)

2.5.3 Analisa Usaha

Analisa usaha merupakan penghitungan untuk mengetahui seberapa besar potensi keuntungan yang didapat dalam suatu usaha berdasarkan asumsi tertentu. Analisa usaha berdasarkan keuntungan yang didapat dapat dihitung menggunakan rumus (Kasmir 2009) :

Keutungan = Pendapatan - Pengeluaran

2.6 Analisis Data

Penelitian ini menggunakan rancangan percobaan berupa Rancangan Acak Lengkap (RAL). Data dianalisis menggunakan software SPSS versi 16.0 dan diuji lanjut untuk berbeda nyata menggunakan uji Duncan.


(24)

10

III.

HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Sintasan

Sintasan merupakan persentase udang yang hidup pada akhir pemeliharaan terhadap jumlah udang pada saat tebar (Effendi 2004). Sintasan merupakan parameter utama dalam penelitian ini. Nilai sintasan pada masing-masing perlakuan disajikan pada Gambar 2.

Keterangan :

* Huruf yang berbeda menunjukan hasil yang berbeda nyata (P<0,05)

** K (kontrol), A (probiotik 0,5% dan prebiotik 1%), B (probiotik 1% dan prebiotik 2%), C (probiotik 2% dan prebiotik 4%).

Gambar 2. Sintasan udang vaname pada akhir masa pemeliharaan.

Berdasarkan Gambar 2 hasil terbaik terdapat pada perlakuan C dengan nilai sintasan 70,04% sedangkan kontrol 57,68%. Hasil uji lanjut Duncan menunjukan bahwa perlakuan C berbeda nyata dengan perlakuan B, A dan K (P<0,05; Lampiran 2); sedangkan perlakuan B tidak berbeda nyata dengan perlakuan A dan K.

Dosis yang ditambahkan pada perlakuan C diduga mampu meningkatkan respon imun sehingga memiliki sintasan yang berbeda nyata dengan kontrol dan perlakuan lainnya. Hal ini didukung dengan hasil penelitian Damayanti (2011) yang menunjukan bahwa penambahan probiotik SKT-b 2% dan prebiotik 4% memberikan kelangsungan hidup udang vaname sebesar 80% setelah diinfeksi

57,68 57,30 59,18

70,04

0 10 20 30 40 50 60 70 80

K A B C

S

in

ta

sa

n

(

%

)

Perlakuan


(25)

11 IMNV sedangkan kontrol positif hanya mencapai 41,67%. Selain itu penelitian tersebut menunjukan bahwa pemberian sinbiotik dua dosis dapat meningkatkan resistensi udang terhadap penyakit dengan meningkatkan respon imun.

3.2 Laju Pertumbuhan Harian

Pertumbuhan merupakan pertambahan ukuran panjang atau berat dalam suatu periode tertentu. Pertumbuhan dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu faktor dalam dan faktor luar. Faktor dalam umumnya adalah keturunan, jenis kelamin, umur, parasit, dan penyakit; sedangkan faktor luar adalah makanan dan kualitas air (Effendie 1997). Laju pertumbuhan harian pada masing-masing perlakuan disajikan pada Gambar 3.

Keterangan :

* Huruf yang berbeda menunjukan hasil yang berbeda nyata (P<0,05) ** K (kontrol), A (probiotik 0,5% dan prebiotik 1%), B (probiotik 1% dan

prebiotik 2%), C (probiotik 2% dan prebiotik 4%).

Gambar 3. Laju pertumbuhan harian udang vaname selama masa pemeliharaan. Berdasarkan Gambar 3 laju pertumbuhan harian tertinggi terdapat pada perlakuan B dan terendah terdapat pada perlakuan K. Hasil uji lanjut Duncan menunjukan bahwa perlakuan B berbeda nyata dengan perlakuan K dan A (P<0,05; Lampiran 3). Perlakuan B memiliki laju pertumbuhan harian 3,04%, sedangkan K dan A berturut-turut 2,60% dan 2,72%. Secara statistik perlakuan B (satu dosis) tidak berbeda nyata dengan C (dua dosis), padahal perlakuan C memiliki sintasan tertinggi (70,04%) dibandingkan dengan perlakuan B (59,18%).

2,60 2,72

3,04 2,83 0,00 0,50 1,00 1,50 2,00 2,50 3,00 3,50

K A B C

L aj u P er tum b uh an Ha ri an ( % ) Perlakuan


(26)

12 Dosis pemberian sinbiotik pada perlakuan B lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan C, namun menunjukan laju pertumbuhan harian yang lebih tinggi. Hal tersebut diduga bahwa pemberian sinbiotik satu dosis merupakan dosis terbaik bagi laju pertumbuhan. Wang (2007) menyatakan bahwa pemberian probiotik 1% memiliki pertumbuhan dan aktivitas enzim pencernaan yang lebih baik dibandingkan dengan kontrol. Hasil penelitian Li et al. (2005) juga menunjukan bahwa prebiotik Grobiotik R-A 2% menghasilkan pertumbuhan, efisiensi pakan dan proteksi terhadap infeksi Mycobacterium marinum yang terbaik dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Pendapat tersebut diperkuat oleh Widagdo (2011) yang menyatakan bahwa peningkatan bobot udang vaname pada perlakuan pakan yang ditambahkan probiotik sebanyak 1%, prebiotik sebanyak 2%, dan sinbiotik satu dosis (probiotik sebanyak 1% dan prebiotik sebanyak 2%) cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol.

Secara statistik perlakuan B (satu dosis) tidak berbeda nyata dengan perlakuan C (dua dosis). Hasil tersebut didukung oleh hasil penelitian Damayanti (2011) yang menunjukan bahwa penambahan sinbiotik dua dosis tidak memberikan hasil yang berbeda nyata dibandingkan dengan perlakuan satu dosis. Tingginya laju pertumbuhan pada perlakuan tersebut menunjukan bahwa dosis tersebut mampu memperpanjang kolonisasi bakteri probiotik di dalam usus sehingga pakan dapat dimanfaatkan dengan baik untuk pertumbuhan dengan menghasilkan enzim pencernaan.

3.3 Rasio Konversi Pakan

Menurut Effendi (2004) konversi pakan merupakan suatu ukuran yang menyatakan rasio jumlah pakan yang dibutuhkan untuk menghasilkan 1 kg bobot tubuh ikan. Konversi pakan merupakan indikator yang menyatakan seberapa besar efisiensi pemanfaatan pakan oleh udang. Selain itu konversi pakan dapat digunakan untuk mengetahui kualitas suatu pakan. Semakin rendah nilai konversi pakan maka semakin besar efisiensi pemberian pakan yang diberikan. Hasil pengamatan rasio konversi pakan pada masing-masing perlakuan disajikan pada Gambar 4.


(27)

13

Keterangan :

* Huruf yang berbeda menunjukan hasil yang berbeda nyata (P<0,05) ** K (kontrol), A (probiotik 0,5% dan prebiotik 1%), B (probiotik 1% dan

prebiotik 2%), C (probiotik 2% dan prebiotik 4%).

Gambar 4. Rasio konversi pakan selama masa pemeliharaan.

Gambar 4 menunjukan bahwa konversi pakan terendah terdapat pada perlakuan B yaitu sebesar 1,23 sedangkan yang tertinggi perlakuan C yaitu sebesar 1,37. Perlakuan C memiliki nilai sintasan terbaik namun memiliki rasio konversi pakan terburuk. Hal tersebut diduga dari tingginya kadar air pada pakan. Penambahan sinbiotik dua dosis menyebabkan tingginya kadar air pada campuran pakan. Akibat tingginya kadar air dapat menyebabkan turunnya kestabilan pakan dalam air dan meningkatkan resiko hilangnya nutrisi ke dalam air (leaching). Menurut Akyama dan Cwang (1988) faktor yang mempengaruhi rasio konversi pakan diantaranya adalah kualitas dan pengelolaan pakan. Kualitas pakan dapat dilihat dari kandungan nutrisi dan kadar air. Pakan yang baik harus memenuhi kebutuhan standar nutrisi seperti protein, karbohidrat, lemak dan nutrisi lainnya. Selain itu pakan yang baik memiliki kadar air yang tepat. Kadar air berlebih dapat menurunkan kestabilan pakan dalam air. Kestabilan pakan dalam air yang rendah dapat menurunkan asupan nutrisi bagi ikan. Hal tersebut disebabkan oleh hilangnya nutrisi ke dalam air (leaching). Namun demikian hasil uji lanjut Duncan menunjukan bahwa semua perlakuan tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata (P>0,05; Lampiran 4) terhadap rasio konversi pakan udang vaname.

1,27 1,23

1,23 1,37 0,00 0,20 0,40 0,60 0,80 1,00 1,20 1,40 1,60

K A B C

R as io K o n v er si P aka n Perlakuan


(28)

14 3.4 Total Hemosit

Udang memiliki sistem pertahanan tubuh yang bersifat tidak spesifik yaitu humoral dan seluler yang bergabung dalam deteksi atau eleminasi semua organisme asing yang berbahaya (Jiravanichpaisal etal. 2006). Hemosit memiliki peranan penting dalam sistem imun udang.

Hemosit berperan dalam sistem pertahanan tubuh krustase yang disebabkan oleh virus, bakteri, jamur dan lainnya. Pertama, hemosit menghilangkan partikel di dalam hemocoel dengan fagositosis, enkapsulasi dan agregasi nodular. Kedua, hemosit terlibat dalam penyembuhan luka dengan penggumpalan seluler dan permulaan dari proses koagulasi dengan melepas faktor-faktor yang dibutuhkan untuk gelasi plasma dan membawa serta melepaskan sistem prophenoloxsidase (proPO). Hemosit juga berperan dalam sintesis dan penguraian molekul penting dalam hemolim, seperti u2

-macroglobulin, aglutinin dan peptide antimicrobial (Martinez 2007). Hasil pengamatan total hemosit pada masing-masing perlakuan dapat dilihat pada Gambar 5.

Keterangan :

* Huruf yang berbeda menunjukan hasil yang berbeda nyata (P<0,05) ** K (kontrol), A (probiotik 0,5% dan prebiotik 1%), B (probiotik 1% dan

prebiotik 2%), C (probiotik 2% dan prebiotik 4%).

Gambar 5. Total hemosit selama masa pemeliharaan.

Berdasarkan Gambar 5 total hemosit tertinggi terdapat pada perlakuan B yaitu 2.96 x 104 sel/ml dan terendah pada kontrol yang hanya 1.92 x 104 sel/ml.

1,92 2,34

2,96 2,85 0,00 0,50 1,00 1,50 2,00 2,50 3,00 3,50 4,00 4,50

K A B C

T o ta l He m o si t ( x 10 s el /m l) Perlakuan


(29)

15 Perlakuan penambahan sinbiotik pada pakan memberikan peningkatan total hemosit dibandingkan tanpa sinbiotik. Namun demikian, menurut hasil analisis statistik semua perlakuan tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata (P>0,05; Lampiran 5) terhadap total hemosit. Menurut Johansson et al. (2000), jumlah hemosit dapat sangat bervariasi berdasarkan spesies, respon terhadap infeksi, stres lingkungan, aktivitas endokrin selama siklus molting. Menurut Yeh

et al. (2009) total hemosit udang vaname sehat dengan bobot rata-rata 11-12 gram/ekor adalah 1,80 ± 9,28 x 107 sel/ml.

3.5 Diferensial Hemosit

Menurut Johansson et al. (2000) hemosit memiliki tiga tipe sel yaitu granular, semigranular, dan hyalin. Sel granular merupakan tipe sel paling besar dengan nukleus yang lebih kecil dan terbungkus dengan granula; sel hyalin merupakan tipe sel yang paling kecil dengan rasio nukleus sitoplasma tinggi dan tanpa atau hanya sedikit granula sitoplasma; sel semi granulosit merupakan tipe sel di antara hyalin dan sel granulosit. Pada umumnya sel semi granulosit perhitungannya dikategorikan ke dalam sel granulosit. Hal tersebut dikarenakan teknis pengamatannya sulit dibedakan antara sel hyalin dan sel semi granulosit. Pada dasarnya sel semi granulosit merupakan fase sel peralihan antara sel hyalin dan granulosit. Perbandingan antara sel hyalin dan granulosit ditunjukan pada Gambar 6.

(A) (B)

Keterangan :

* Huruf yang berbeda menunjukan hasil yang berbeda nyata (P<0,05) ** K (kontrol), A (probiotik 0,5% dan prebiotik 1%), B (probiotik 1% dan

prebiotik 2%), C (probiotik 2% dan prebiotik 4%).

Gambar 6. Diferensial hemosit udang vaname (hyalin (A) dan granulosit (B)). 35,33 37,00

43,33 44,67

0 10 20 30 40 50 60

K A B C

H y a li n ( %) Perlakuan

64,67 63,00

56,67 55,33

0 10 20 30 40 50 60 70

K A B C

G ra n u lo si t (% ) Perlakuan


(30)

16 Gambar 6A menunjukan bahwa perlakuan penambahan sinbiotik memberikan hasil yang berbeda nyata (P<0,05; Lampiran 6). Sinbiotik memberikan pengaruh terhadap peningkatan persentase hyalin. Persentase hyalin tertinggi terdapat pada perlakuan C yaitu 44.67% dan terkecil mencapai 35.33% pada perlakuan kontrol. Hasil uji lanjut Duncan menunjukan bahwa perlakuan C tidak berbeda nyata dengan perlakuan B, namun berbeda nyata dengan perlakuan A dan K. Menurut Martinez (2007) sel hyalin memiliki peranan penting dalam fagositosis. Fagositosis merupakan salah satu sistem pertahan seluler terhadap benda asing dengan cara mencerna atau merusak penyebab patogen, partikel asing maupun modifikasi sel tua dirinya sendiri. Dengan demikian, persentase hyalin berkorelasi dengan fagositosis.

Berbeda pada hasil persentase granulosit, bahwa perlakuan kontrol memiliki persentase tertinggi dibandingkan dengan perlakuan sinbiotik (Gambar 6B). Hasil uji lanjut Duncan menunjukan bahwa pemberian sinbiotik memberikan hasil yang berbeda nyata terhadap persentase granulosit (P<0,05; Lampiran 7). Kontrol memiliki persentase granulosit sebesar 64.67% dibandingkan dengan perlakuan A, B, dan C (63.00%, 56.67%, dan 55.33%). Hasil uji lanjut Duncan menunjukan bahwa kontrol tidak berbeda nyata dengan A, namun berbeda nyata dengan perlakua B dan C. Sel granulosit terbagi ke dalam dua tipe sel yaitu granulosit dan semi granulosit. Sel granulosit bertanggung jawab dalam mengaktifkan sistem PO (Phenoloxydase) yaitu suatu aktivitas yang bertujuan untuk mengenali serta mengurangi benda asing yang masuk ke dalam tubuh sehingga daya tahan udang juga meningkat.

3.6 Kualitas Air

Kelangsungan hidup dan pertumbuhan udang vaname didukung oleh kualitas air yang baik. Pengukuran kualitas air dilakukan pada awal dan akhir pemeliharaan. Beberapa parameter kualitas air yang diamati diantaranya adalah suhu, pH, salinitas, dan TAN (Total Amoniac Nitrogen). Tabel 3 menunjukan bahwa parameter kualitas air masih berada dalam kisaran normal sesuai dengan SNI-01-7246-2006. Dengan demikian, perubahan kelangsungan hidup, pertumbuhan, konversi pakan, dan respon imun udang vaname pada perlakuan bukan diakibatkan oleh kualitas air pemeliharaan.


(31)

17 Tabel 3. Kualitas Air selama Pemeliharaan

Parameter Satuan Kisaran SNI-01-7246-2006

Suhu 0C 28-30 28,5-31,5

pH Unit 7,7-8,3 7-9

Salinitas Ppt 26,1-28 5-35 TAN mg/ 0,085-0,123 <1

3.7 Panen dan Analisa Usaha 3.7.1 Size (Ukuran Udang)

Size (ukuran) merupakan jumlah individu yang terdapat dalam 1 kg biomassa udang (Effendi 2004). Perbandingan nilai size udang pada akhir pemeliharaan disajikan pada Gambar 7.

Keterangan :

* Huruf yang berbeda menunjukan hasil yang berbeda nyata (P<0,05) ** K (kontrol), A (probiotik 0,5% dan prebiotik 1%), B (probiotik 1% dan

prebiotik 2%), C (probiotik 2% dan prebiotik 4%).

Gambar 7. Perbandingan size udang pada akhir pemeliharaan.

Gambar 7 menunjukan bahwa nilai size terbaik terdapat pada perlakuan B yaitu 63 (63 ekor dalam 1 kg udang). Hasil uji statistik menunjukan bahwa perlakuan B berbeda nyata dengan C (P<0,05; Lampiran 8), namun tidak berbeda nyata dengan A dan K (P>0,05; Lampiran 8). Menurut Effendi (2004) nilai size

berbanding terbalik dengan bobot rata-rata udang pada akhir pemeliharaan, semakin tinggi bobot rata-rata udang maka semakin kecil nilai size. Semakin kecil nilai size harga udang semakin tinggi. Bobot rata-rata pada akhir pemeliharaan berkorelasi dengan laju pertumbuhan harian udang. Semakin tinggi laju

64,33

65,00 63,00

69,33 54 56 58 60 62 64 66 68 70 72 74

K A B C

Siz e ( Ukur an ) Perlakuan


(32)

18 pertumbuhan udang maka bobot rata-rata pada akhir pemeliharaan semakin tinggi. Berdasarkan dinamika pasar udang vaname pada bulan Februari 2012 di wilayah Lampung, harga udang relatif tinggi. Harga udang menurut kategori size yaitu size

63 harga jual Rp 42.200/kg, size 64 harga jual Rp 42.000/kg, size 65 harga jual Rp 41.800/kg dan size 70 harga jual Rp 40.000/kg.

Perlakuan C memiliki sintasan terbaik, namun tidak memiliki nilai size

terbaik. Hal tersebut diduga akibat sintasan perlakuan C yang lebih tinggi daripada perlakuan B yaitu 70,04% dan 59,18%. Semakin tinggi sintasan maka semakin tinggi kepadatan dalam wadah. Menurut Mangampa et al. (2008) semakin tinggi kepadatan ikan dalam suatu wadah, akan semakin kecil laju pertumbuhan per individu dan menyebabkan bobot rata-rata saat panen lebih kecil. Kepadatan yang rendah lebih memungkinkan bagi ikan atau udang untuk memanfaatkan makanan dengan baik dibandingkan dengan kepadatan yang tinggi. Oleh karena itu, nilai size perlakuan B menunjukan hasil terbaik.

3.7.2 Biomassa Panen

Biomassa panen ditentukan dari populasi akhir (sintasan) dan bobot rata-rata akhir pemeliharaan. Perbandingan biomassa panen masing-masing perlakuan disajikan pada Gambar 8.

Keterangan :

* Huruf yang berbeda menunjukan hasil yang berbeda nyata (P<0,05) ** K (kontrol), A (probiotik 0,5% dan prebiotik 1%), B (probiotik 1% dan

prebiotik 2%), C (probiotik 2% dan prebiotik 4%).

Gambar 8. Perbandingan biomassa panen udang pada akhir pemeliharaan.

795,37

786,76

830,43 900,39

0 100 200 300 400 500 600 700 800 900 1000

K A B C

B io m as sa pa n en ( g) Perlakuan


(33)

19 Biomassa panen merupakan total bobot keseluruhan populasi pada masa akhir pemeliharaan. Semakin besar biomassa panen maka semakin besar penerimaan yang didapat. Berdasarkan Gambar 8 biomassa panen tertinggi terdapat pada perlakuan C yaitu 900,39 gram sedangkan terendah A yaitu 786,76 gram. Bobot biomassa tersebut dihitung berdasarkan total masing-masing perlakuan (satu perlakuan terdiri dari tiga jaring hapa). Biomassa panen ditentukan oleh bobot rata-rata dan sintasan diakhir perlakuan. Semakin tinggi sintasan dan bobot rata-rata pada akhir pemeliharaan maka semakin tinggi biomassa panen (Effendi 2004). Bobot biomassa terbaik pada perlakuan C diduga akibat sintasan tertinggi dan berbeda nyata dibandingkan dengan perlakuan lainnya yaitu 70,04%. Namun demikian hasil uji statistik menunjukan bahwa semua perlakuan tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap biomassa panen (P>0,05; Lampiran 9).

3.7.3 Analisa Usaha

Analisa usaha digunakan untuk menghitung seberapa besar pengaruh perlakuan terhadap potensi keuntungan berdasarkan asumsi yang berlaku. Asumsi disusun berdasarkan fakta yang dikumpulkan selama penelitian berlangsung. Asumsi dapat berbeda dalam jangka waktu dan tempat yang berbeda. Asumsi yang digunakan dalam analisa perlakuan ini dapat dilihat lebih rinci pada Lampiran 10. Hasil analisa usaha pada akhir pemeliharaan disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Analisa Usaha pada Akhir Pemeliharaan

Perlakuan Biaya Pakan (Rp) Biaya Sinbiotik (Rp) Biaya Lain (Rp) Total Biaya (Rp) Pendapatan (Rp) Keuntungan (Rp)

K 11.198 0 11.135 21.678 33.406 11.207 A 11.191 187 11.015 21.758 32.887 10.494 B 11.074 374 11.626 22.462 35.004 11.970 C 11.123 744 12.605 23.900 36.916 12.443

Berdasarkan Tabel 4 biaya pakan tertinggi terdapat pada perlakuan K dan terendah B. Biaya penambahan sinbiotik tertinggi pada perlakuan C. Hal tersebut dikarenakan dosis yang digunakan merupakan dosis tertinggi dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Tingginya biaya sinbiotik disebabkan oleh tingginya biaya ektraksi prebiotik. Namun demikian, meskipun biaya sinbiotik tinggi pada perlakuan C mempengaruhi keuntungan yang didapatkan. Keuntungan tertinggi


(34)

20 yaitu Rp 12.443 sedangkan terendah A yaitu Rp 10.494. Meskipun perlakuan C memiliki total biaya tertinggi yaitu Rp 23.900, namun tertutupi oleh pendapat tertinggi yaitu Rp 36.916. Pendapatan yang berbeda-beda dipengaruhi oleh nilai sintasan dan harga udang berdasarkan kategori size. Semakin tinggi sintasan dan semakin kecil nilai size maka pendapatan semakin tinggi. Oleh karena itu, perlakuan C tetap memiliki keuntungan tertinggi meskipun memiliki total biaya tertinggi. Hal tersebut diduga oleh tingginya sintasan pada perlakuan C yaitu 70,04% dan berbeda nyata dengan perlakuan lainnya.


(35)

21

IV.

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

Hasil penelitian menunjukan bahwa pemberian sinbiotik dengan dosis yang berbeda pada udang vaname mampu meningkatkan sintasan dan respon imun pada udang vaname. Perlakuan C dengan dosis 2% probiotik dan 4% prebiotik memberikan hasil terbaik dengan nilai sintasan tertinggi (70,04%), dan keuntungan tertinggi (Rp12.443).

4.2 Saran

Perlu dilakukan penelitian lanjutan mengenai penambahan sinbiotik melalui pakan pada budidaya udang vaname skala petakan tambak serta perlu dicari metode produksi sinbiotik yang lebih efisien.


(36)

22

DAFTAR PUSTAKA

KKP [Kementerian Kelautan dan Perikanan]. 2010. Program peningkatan produksi budidaya tahun 2010-2014. Di dalam : Forum Akselerasi Pembangunan Perikanan Budidaya 2010, Batam 25-28 Januari 2010.

SNI [Standar Nasional Indonesia]. 2006. Produksi udang vaname (Litopenaeus vannamei) di tambak dengan teknologi intensif. Badan Standardisasi Nasional.

Akyama, D.M. dan Cwang, N.L.M. 1988. Kebutuhan dan pengelolaan pakan udang, dalam prinsip Pengelolaan Budidaya Udang. Technical Bulletin. Hlm. 13-30.

Anonimus. 1993. Pedoman teknis pembenihan ikan bandeng. Departemen Pertanian, Badan Penelitian dan Pengembangan Perikanan, Jakarta.

Apriyantono, A, Fardiaz, D, Puspitasari, NL, Sedanarwati, Budiyanti. 1989. Petunjuk laboratorium pengujian pangan. IPB Press, Bogor.

Blaxhall, Daysley. 1973. Routine haemotological methods for use with fish blood, Journal Fish Biology 5 : 557-581.

Damayanti. 2011. Pemberian sinbiotik dengan dosis berbeda pada pakan udang vaname untuk pencegahan infeksi IMNV (Infectious Myonecrosis Virus) [skripsi]. Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Effendi I. 2004. Pengantar akuakultur. Penebar Swadaya, Depok.

Effendie MI. 1997. Biologi perikanan. Yayasan Pustaka Nusantara, Yogyakarta.

Fuller R. 1992. History and development of probiotics. In Probiotics the Scientific Basis. Chapman & Hall. London, New York, Tokyo, Melbourne, Madras pp: 1-8.

Huissman EA. 1987. Principles of fish production. Department of Fish Culture and Fisheries, Waganingen Agriculture University. Waganingen. Netherland. 170p.

Jiravanichpaisal, P., B. L. Lee and K. Soderhall. 2006. Cell-mediated immunity in arthropods: Hematopoiesis, coagulation, melanization and opsonization. Immunobiology 211:213-236.

Johansson MW, Keyser P, Sritunyalucksana K, Soderhall, K. 2000. Krustasen haemocytes and haemotopoiesis. Aquaculture 191 : 45-52.


(37)

23 Li J, Tan B, Mai K. 2009. Dietary probiotic Bacillus OJ and isomaltooligosaccharides influence the intestine microbial populations, immune responses and resistance to white spot syndrome virus in shrimp (Litopenaeus vannamei). Aquaculture 291 : 35-40.

Kasmir, Jakfar. 2009. Studi kelayakan bisnis. Ed ke-2. Jakarta: Prenada Media Group.

Mangampa, M. Busran dan Suswoyo, H. S. 2008. Optimalisasi padat tebar terhadap sintasan tokolan udang windu dengan sistem aerasi di tambak. www.yahoo.com. [10 Mei 2012].

Marlis, A. 2008. Isolasi oligosakarida ubi jalar (Ipoema batatas L.) dan pengaruh pengolahan teerhadap potensi prebiotiknya [tesis]. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Martin GG, Graves LB. 1985. Structure and classification of shrimp haemocytes. J Morfology 185 : 339-348.

Martinez, S.F. 2007. The immune system of shrimp. Technical Bulletin. Hlm. 1-6.

Muchtadi D. 1989. Evaluasi Nilai Gizi Pangan. Depdikbud, Dirjen Dikti-PAU IPB.

Schrezenmeir J, Vrese M. 2001. Probiotics, prebiotics and symbiotic-approaching adefinition. American Journal of Clinical Nutrition 73: 2; 361-364.

Taslihan. 2011. Waspadai myo kian meluas. http://agrina-online.com/redesign2.php?rid=19&aid=2926. [1 April 2012].

Widagdo P. 2011. Aplikasi probiotik, prebiotik, dan sinbiotik melalui pakan pada udang vaname Litopenaeus vannamei yang diinfeksi bakteri Vibrio harveyi [skripsi]. Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Widanarni, Suwanto A, Sukenda, Lay BW. 2003. Potency of Vibrio isolates for biocontrol of vibriosis in tiger shrimp (Penaeus monodon) larvae. Biotropia 20 : 11-23.

Yeh SP, Chen YN, Hsieh SL, Cheng W, Liu CH. 2009. Immune response of white shrimp Litopenaeus vannamei after concurrent infection with white spot syndrome virus and infectious hypodermal and hematopoietis necrosis virus. Fish and Shellfish Immunologies, 26 : 582-558.

Zonneveld N, Huissman EA, Boon JH. 1991. Prinsip-prinsip budidaya ikan. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.


(38)

(39)

25 Lampiran 1. Prosedur Pembuatan Media SeaWaterComplete (SWC) dan Larutan

Phosphate Buffer Saline (PBS)

1. Media SWC (100% nutrisi) dalam 1 liter

 Bakto pepton 5 gram  Yeast ekstract 1 gram  Griserol 3 ml  Air laut 750 ml  Akuades 250 ml  Bacto agar* 17 gram

*Hanya digunakan dalam pembuatan SWC agar

Cara pembuatan :

Bahan-bahan yang telah ditimbang, dicampur dan dimasukan ke dalam erlenmeyer. Air laut dan akuades ditambahkan ke dalam campuran tersebut kemudian dipanaskan pada penangas air sampai larut. Selanjutnya media tersebut disterilkan menggunakan autoklaf pada suhu 121 0C, tekanan 1 atm selama 15 menit. Setelah itu media siap digunakan. Bacto agar tidak ditambahkan dalam media pada pembuatan media cair SWC.

2. Media PBS dalam 1 liter  NaCl 8 gram  KH2PO4 0,2 gram  Na2HPO4 1,5 gram  KCl 0,2 gram  Akuades 1000 ml Cara pembuatan :

Bahan-bahan yang telah ditimbang, dicampur dan dimasukan ke dalam Erlenmeyer. Selanjutnya, akuades ditambahkan ke dalam campuran tersebut kemudian dihomogenkan sampai larut. Larutan PBS disterilkan menggunakan autoklaf pada suhu 121 0C, tekanan 1 atm selama 15 menit.


(40)

26 Lampiran 2. Analisis Statistik terhadap Sintasan Udang Vaname

Deskripsi

Perlakuan Rata-rata Std. Deviasi Std. Error

K 57,68 2,34 1,35

A 57,30 2,25 1,30

B 59,18 5,07 2,93

C 70,04 3,43 1,98

ANOVA Sumber Keragaman

Jumlah Kuadrat

Derajat Bebas

Kuadrat

Tengah F Hitung Sig. Perlakuan 329,081 3 109,694 9,146 0,006 Galat 95.947 8 11,993

Total 425,028 11

Uji lanjut Duncana,b

Perlakuan Subset

1 2

K 57,6779 A 57,3034 B 59,1760


(41)

27 Lampiran 3. Analisis Statistik terhadap Laju Pertumbuhan Harian Udang Vaname

Deskripsi

Perlakuan Rata-rata Std. Deviasi Std. Error

K 2,6038 0,1510 0,0871

A 2,7195 0.0210 0,0121

B 3,0433 0,1968 0,1136

C 2,8291 0,1728 0,0998

ANOVA Sumber Keragaman

Jumlah Kuadrat

Derajat Bebas

Kuadrat

Tengah F Hitung Sig. Perlakuan 0,315 3 0,105 4,573 0,038 Galat 0,184 8 0,023

Total 0,499 11

Uji lanjut Duncana,b

Perlakuan Subset

1 2

K 2,6038

A 2,7195

B 3,0433


(42)

28 Lampiran 4. Analisis Statistik terhadap Konversi Pakan Udang Vaname

Deskripsi

Perlakuan Rata-rata Std. Deviasi Std. Error

K 1,2705 0,0728 0,0420

A 1,2266 0,1174 0,0677

B 1,2302 0,0095 0,0055

C 1,3735 0,0525 0,0303

ANOVA Sumber Keragaman

Jumlah Kuadrat

Derajat Bebas

Kuadrat

Tengah F Hitung Sig. Perlakuan 0,042 3 0,014 2,567 0,127 Galat 0,044 8 0,005


(43)

29 Lampiran 5. Analisis Statistik terhadap Total Hemosit Udang Vaname

Deskripsi

Perlakuan Rata-rata Std. Deviasi Std. Error

K 1,9167 1,0248 0,5916

A 2,3433 0,5152 0,2974

B 2,9567 1,1828 0,6829

C 2,8467 0,4630 0,2673

ANOVA Sumber Keragaman

Jumlah Kuadrat

Derajat Bebas

Kuadrat

Tengah F Hitung Sig. Perlakuan 2,078 3 0,693 0,946 0,463 Galat 5,859 8 0,732


(44)

30 Lampiran 6. Analisis Statistik terhadap Persentase Sel Hyalin Udang Vaname

Deskripsi

Perlakuan Rata-rata Std. Deviasi Std. Error

K 35,3333 1,5275 0,8819

A 37,0000 1,0000 0,5774

B 43,3333 1,5275 0,8819

C 44,6667 4,1633 2,4037

ANOVA Sumber Keragaman

Jumlah Kuadrat

Derajat Bebas

Kuadrat

Tengah F Hitung Sig. Perlakuan 190,917 3 63,639 11,068 0,003 Galat 46,000 8 5,750

Total 236,917 11

Uji lanjut Duncana,b

Perlakuan Subset

1 2

K 35,3333 A 37,0000

B 43,3333


(45)

31 Lampiran 7. Analisis Statistik terhadap Persentase Sel Granulosit Udang Vaname

Deskripsi

Perlakuan Rata-rata Std. Deviasi Std. Error

K 64,6667 1,5275 0,8819

A 63,0000 1,0000 0,5774

B 56,6667 1,5275 0,8819

C 55,3333 4,1633 2,4037

ANOVA Sumber Keragaman

Jumlah Kuadrat

Derajat Bebas

Kuadrat

Tengah F Hitung Sig. Perlakuan 190,917 3 63,639 11,068 0,003 Galat 46,000 8 5,750

Total 236,917 11

Uji lanjut Duncana,b

Perlakuan Subset

1 2

K 64,6667

A 63,0000

B 56,6667 C 55,3333


(46)

32 Lampiran 8. Analisis Statistik Size Udang dan Bobot Panen pada Akhir

Pemeliharaan

Deskripsi

Perlakuan Rata-rata Std. Deviasi Std. Error

K 64,3333 4,0414 2,3333

A 65,0000 0,0000 0,0000

B 63,0000 1,7320 1,0000

C 69.3333 3,5118 0,9958

ANOVA Sumber Keragaman

Jumlah Kuadrat

Derajat Bebas

Kuadrat

Tengah F Hitung Sig. Perlakuan 67,583 3 22,528 2,846 0,105 Galat 63,333 8 7,917


(47)

33 Lampiran 9. Analisis Statistik Biomassa Panen Udang dan Bobot Panen pada

Akhir Pemeliharaan

Deskripsi

Perlakuan Rata-rata Std. Deviasi Std. Error

K 795,3333 83,0501 47,9490

A 786,3333 32,0208 18,4872

B 830,3333 71,5914 41,3333

C 900,3333 18,8237 10,8678

ANOVA Sumber Keragaman

Jumlah Kuadrat

Derajat Bebas

Kuadrat

Tengah F Hitung Sig. Perlakuan 24122,250 3 8040,750 2,400 0,143 Galat 26804,667 8 3350,583


(48)

34 Lampiran 10. Asumsi Biaya Produksi Sinbiotik dan Rincian Analisa Usaha

A. Produksi Prebiotik

 Harga Etanol 70% (Grosir Bekasi Desember 2011) = Rp11.000/Liter atau Rp11/ml etanol.

 1000 ml etanol dapat digunakan untuk mengekstraksi 327 gram Tepung Ubi Sukuh (jika sisa etanol dipakai kembali untuk proses ekstraksi selanjutnya).

 Hasil ekstraksi dari 1000 ml etanol menghasilkan 642 ml oligosakarida.  Biaya 1 gram tepung = Rp2

 Proses pembuatan oligosakarida 642 ml (membutuhkan) = 1000 ml etanol + 327 tepung ubi sukuh

 Biaya untuk 642 ml oligosakarida = Etanol (Rp11000)+tepung (Rp654) = Rp11.654.

Kesimpulannya 1 ml Oligosakarida = Rp17.1/ml bila ditambah biaya prosesing menjadi Rp18/ml

B. Biaya Binder (Kuning Telur)

 1 kg telur = 17 butir = Rp 13.000 (Harga Desember 2011, Lokasi Lampung)

 1 butir telur berisi 23 ml kuning telur  1 butir telur = Rp765

 Berarti 23 ml kuning telur = Rp765

Kesimpulannya 1 ml kuning telur = Rp33.2

C. Produksi Sinbiotik

 Rincian biaya SWC 10% sebanyak 1000 ml Bacto pepton = 0.5 gram =Rp750 Yeast Ekstrak = 0.1 gram =Rp140 Griserol = 0.3 ml =Rp390 Aquadest = 250 ml =Rp625


(49)

35 D. Rincian Analisa Usaha Perlakuan

Rincian Analisa Usaha

URAIAN KONTROL PERLAKUAN A PERLAKUAN-B PERLAKUAN-C

KOMPONEN Satuan

Harga Satuan (Rp) Banyak-nya Total Biaya (Rp) Banyak-nya Total Biaya (Rp) Banyak-nya Total Biaya (Rp) Banyak-nya Total Biaya (Rp)

(A) Biaya Pakan dan Sinbiotik

Pelet SS01 g 10,77 142,58 1.536 142,48 1.535 140,99 1.519 141,61

1.526

Pelet SS02 g 10,77 288,98 3.114 288,79 3.111 285,77 3.079 287,03

3.092

Pelet SS2P g 10,67 302,18 3.223 301,97 3.221 298,81 3.187 300,14

3.201

Pelet SS03 g 10,48 232,80 2.440 232,65 2.439 230,21 2.413 231,23

2.424

Pelet Luxindo g 10,35 22,13 229 22,12 229 21,88 226 21,98

227

Kuning Telur ml 33,20 19,77 656

19,76 656

19,55 649 19,64 652

Probiotik ml 1,90 0 - 4,94 9 9,88 19 19,64

37

Prebiotik ml 18,00 0 - 9,88 178 19,76 356 39,28

707

(B) Biaya Lainnya (listrik, tenaga kerja, genset, dll)

per kg udang Rp. 14.000

0,80 11.135

0,79 11.015

0,83 11.626

0,90 12.605 (C)=Subtotal (A)+(B)

22.334 22.393 23.074

24.473 (D)=Penerimaan

Panen Udang* gr ket* 795,37 33.406 786,76 32.887 830,43

35.044 900,39 36.916 33.406 Subtotal 32.887 Subtotal 35.044 Subtotal

36.916 (E) Margin = (C)-(B)

Keuntungan Rp. 11.072 10.494 11.970 12.443

*) Keterangan :

 Harga udang vaname dipengaruhi oleh size udang

 Jumlah pakan didasarkan dari data lapangan selama penelitian  Harga udang perlakuan K adalah Rp 42.000/kg

 Harga udang perlakuan A adalah Rp 41.800/kg  Harga udang perlakuan B adalah Rp 42.200/kg  Harga udang perlakuan C adalah Rp 41.000/kg Ikhtisar analisa usaha

Perlakuan Biaya Pakan (Rp) Biaya Lainnya (Rp) Sinbiotik (Rp) Total Biaya (Rp) Total Panen (gram) Pendapatan (Rp) Margin (Rp)

K 11.198 11.135 - 22.334 795,37 33.406 11.072 A 11.191 11.015 187 22.393 786,76 32.887 10.494 B 11.074 11.626 374 23.074 830,43 35.044 11.970 C 11.123 12.605 744 24.473 900,39 36.916 12.443


(50)

ABSTRAK

HENDAR KADARUSMAN. Pemberian sinbiotik dengan dosis berbeda pada udang vaname di Tambak. Dibimbing oleh Widanarni dan Sukenda.

Sinbiotik diharapkan dapat menjadi salah satu alternatif untuk mengatasi tingginya tingkat kematian pada budidaya udang vaname. Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh pemberian sinbiotik dengan dosis berbeda terhadap kelangsungan hidup dan pertumbuhan udang vaname yang dipelihara dalam hapa di Tambak Pinang Gading, Bakauheni, Lampung. Probiotik dan prebiotik yang digunakan adalah bakteri Vibrio alginolyticus SKT-b dan oligosakarida yang diekstrak dari ubi jalar varietas sukuh. Udang vaname dengan bobot rata-rata 3,5 ± 0,07 gram/ekor dipelihara sebanyak 89 ekor dalam hapa berukuran 1,5 m x 1 m x 1 m selama 45 hari. Penelitian ini terdiri dari empat perlakuan, yaitu K (tanpa penambahan sinbiotik); A (penambahan sinbiotik setengah dosis: probiotik 0,5% dan prebiotik 1%); B (penambahan sinbiotik satu dosis: probiotik 1% dan prebiotik 2% ); C (penambahan sinbiotik dua dosis: probiotik 2% dan prebiotik 4%). Hasil penelitian menunjukan bahwa pemberian sinbiotik dengan dosis yang berbeda mampu meningkatkan sintasan dan respon imun udang vaname. Perlakuan C dengan dosis probiotik 2% dan prebiotik 4% memberikan hasil terbaik dengan sintasan tertinggi (70%) dan respon imun terbaik.


(51)

ABSTRACT

HENDAR KADARUSMAN. Different Dosage Sinbiotic Delivery on Pacific White Shrimp in Farm. Supervised by Widanarni and Sukenda.

Sinbiotic is expected to be an alternative to overcome high mortality of Pacific White Shrimp. This study is aimed to study different dosage of sinbiotic and the impact on their lives in captivity in Tambak Pinang Gading, Bakauheni, Lampung. Probiotic and prebiotic used in this study are Vibrio alginolyticus SKT-b SKT-bacteria and oligosakarida which extracted from sukuh variety sweet potatoes. Eighty nine (89) Pacific White Shrimps with the average weight of 3.5 ± 0,07 gram/individual was kept in 1,5 m x 1 m x 1 m cage for 45 days. This study involves 4 kinds of treatments: K (no sinbiotic added); A (half doses of sinbiotic added: 0.5% probiotic and 1% prebiotic); B (one dose of sinbiotic added: 1% probiotic and 2% prebiotic); C (two doses of sinbiotic added: 2% probiotic and 4% prebiotic). Results show that different dosage of sinbiotic delivery on the shrimp is capable on improving both the survival rate and immunity response. Treatment C with 2% probiotic and 4% prebiotic doses proved to be the best treatment with high survival rate (70,04%) and the highest immunity response. Keywords: Pacific white shrimp, sinbiotic, survival rate, immunity response


(52)

1

I.

PENDAHULUAN

Udang merupakan salah satu komoditas utama perikanan budidaya yang diharapkan meningkat hingga mencapai 699.000 ton atau dengan target peningkatan hingga 209% pada tahun 2009-2014. Udang vaname diharapkan mengalami peningkatan produksi hingga mencapai 511.000 ton dan produksi udang windu sebesar 188.000 ton (KKP 2010). Faktanya, harapan tersebut berbeda dengan hasil yang diperoleh. KKP menyebutkan bahwa kinerja budidaya udang tanah air pada tahun 2009 produksinya mengalami penurunan hingga 30% dari produksi tahun 2008, yaitu hanya mencapai 338.060 ton. Taslihan (2011) melaporkan, tingginya penurunan produksi pada budidaya udang menyebabkan kerugian material hingga 300 milyar rupiah.

Turunnya kinerja produksi udang di Indonesia dapat disebabkan oleh tingginya tingkat mortalitas yang dapat disebabkan oleh beberapa faktor seperti kualitas air dan penyakit. Masalah terbesar yang dihadapi dalam budidaya udang saat ini adalah infeksi penyakit bakterial dan viral. Penyakit viral yang sering terjadi di Indonesia salah satunya adalah IMNV (Infectious Myonecrosis Virus). Akibat serangan virus pada budidaya udang, KKP merevisi target produksi tahun 2011 dari 410.000 ton menjadi 350.000 ton (KKP 2011). Oleh karena itu diperlukan solusi untuk mengatasi permasalahan tersebut.

Salah satu solusi yang dapat digunakan untuk mengatasi masalah tersebut adalah aplikasi sinbiotik. Menurut Li et al. (2009) sinbiotik (gabungan antara probiotik dan prebiotik) terbukti mampu meningkatkan respon imun dan resistensi udang. Probiotik merupakan mikroba hidup yang ditambahkan melalui pakan dan memberi pengaruh yang menguntungkan bagi inang dengan meningkatkan keseimbangan mikroba dalam saluran pencernaan (Fuller 1992). Prebiotik merupakan bahan pangan yang tidak dapat dicerna oleh inang tetapi memberikan efek menguntungkan bagi inang dengan cara merangsang pertumbuhan mikroflora normal di dalam saluran pencernaan inang. Sinbiotik merupakan kombinasi seimbang dari probiotik dan prebiotik dalam mendukung kelangsungan hidup dan pertumbuhan bakteri yang menguntungkan dalam saluran pencernaan makhluk hidup (Schrezenmeir dan Vrese 2001).


(53)

2 Hasil penelitian Widagdo (2011) menunjukan bahwa penambahan sinbiotik melalui pakan mampu meningkatkan kelangsungan hidup dan pertumbuhan udang vaname sebelum dan setelah diinfeksi Vibrio harveyi. Hasil penelitian Damayanti (2011) pada skala laboratorium menunjukan bahwa sinbiotik mampu memperbaiki respon imun serta meningkatkan kelangsungan hidup hingga 80% dan laju pertumbuhan hingga 7,59% pada udang vaname setelah diinfeksi oleh IMNV.

Kondisi lingkungan pada laboratorium yang cenderung terkontrol berbeda dengan kondisi lapangan yang kurang terkontrol. Oleh karena itu hasil penelitian pada skala labolatorium tersebut perlu diuji pada skala lapang. Probiotik yang digunakan dalam penelitian ini adalah bakteri Vibrio alginolyticus SKT-b, bakteri ini mampu menghambat pertumbuhan V. harveyi dalam uji in vitro dan in vivo

(Widanarni et al. 2003). Sedangkan prebiotik yang digunakan yaitu karbohidrat golongan oligosakarida yang berasal dari ubi jalar varietas sukuh (Marlis 2008). Gabungan antara keduanya pada penelitian ini diharapkan mampu meningkatkan sintasan, pertumbuhan, dan respon imun udang vaname.

Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh pemberian sinbiotik dengan dosis berbeda terhadap kelangsungan hidup dan pertumbuhan udang vaname yang dipelihara di Tambak.


(54)

3 Persiapan ubi jalar varietas sukuh

Pengupasan

Pengirisan

Pengeringan pada 55 鋲C selama 5 jam

Penggilingan dengan willey mill

Pengayakan 60 mesh

Tepung segar ubi jalar

Pengukusan (30 menit)

Pengeringan (oven)

II.

METODOLOGI

2.1 Penyiapan Sinbiotik 2.1.1 Penyiapan Prebiotik

Ubi jalar varietas sukuh segar dibersihkan dan dikupas, kemudian diiris dengan menggunakan slicer dengan ketebalan ± 1 mm. Selanjutnya irisan ubi jalar dikeringkan dalam oven pengering suhu 55 0C selama 5 jam hingga irisan ubi dapat dipatahkan dengan tangan. Irisan ubi yang telah kering kemudian digiling dengan willey mill dan diayak dengan ukuran ayakan 60 mesh (Marlis 2008). Tepung segar ubi jalar tersebut kemudian dikukus dengan perbandingan tepung dan air (1:1) selama ± 30 menit. Setelah dikukus, tepung dikeringkan kembali menggunakan oven pengering suhu 55 0C sampai menjadi tepung kering kembali. Tahapan dalam pembuatan tepung kukus ubi jalar dapat dilihat pada Gambar 1.


(55)

4 Tahapan selanjutnya dalam pembuatan prebiotik adalah ekstraksi oligosakarida. Pertama-tama tepung kukus ubi jalar varietas sukuh disuspensikan pada etanol 70% dengan perbandingan 1:10. Homogenisasi dilakukan dengan menggunakan magnetic stirer selama 15 jam. Selanjutnya, suspensi ubi jalar diendapkan dan disaring menggunakan kertas saring dan corong steril. Pemisahan natan dan supernatan dilakukan pada sentrifus dengan kecepatan 5.000 rpm selama 10 menit. Filtrat yang telah diperoleh dipekatkan menggunakan

evaporator vacum pada suhu 40 0C (Muchtadi 1989).

Hasil pemekatan kemudian diencerkan dengan akuades steril hingga mencapai kadar TPT (Total Padatan Terlarut) sebesar 5% (Marlis 2008). Pengujian TPT ini mengacu pada metode Apriyantono et al. (1989). Cawan porselin terlebih dahulu dioven selama satu jam pada suhu 100 0C, kemudian cawan dimasukan ke dalam desikator selama 15 menit, dan ditimbang (a gram). Sebanyak 1 ml oligosakarida yang telah diekstraksi dari ubi jalar dimasukan dalam cawan porselin tersebut dan ditimbang (b gram). Cawan yang berisi oligosakarida tersebut dimasukan dioven selama 24 jam pada suhu 100 0C, kemudian dimasukan ke dalam desikator selama 15 menit. Setelah itu, cawan tersebut ditimbang (c gram). Total padatan terlarut dihitung dengan rumus:

TPT = (c-a)/b x 100%

2.1.2 Penyiapan Probiotik

Penyiapan probiotik meliputi pembuatan media dan kultur bakteri SKT-b. Media yang digunakan adalah Sea Water Complete (SWC) cair dengan kandungan nutrisi 10%, sedangkan media untuk memudakan isolat bakteri adalah SWC agar miring. Prosedur pembuatan media terdapat pada Lampiran 1.

Tahapan kultur bakteri meliputi inokulasi, inkubasi, dan pemanenan. Pertama-tama media SWC cair 10% steril sebanyak 10 ml dalam tabung bervolume 25 ml diinokulasi satu ose isolat SKT-b yang berumur 24 jam yang dilakukan secara aseptik. Kemudian hasil inokulasi tersebut didiamkan pada suhu ruang selama 24 jam dan dilakukan pengocokan manual dengan tangan setiap 12 jam. Setelah 24 jam, biakan bakteri dapat dipanen.


(56)

5 2.2 Pengujian Sinbiotik secara InVivo

2.2.1 Persiapan Wadah dan Media Pemeliharaan

Wadah yang digunakan dalam penelitian berupa jaring hapa yang berukuran 150 cm x 100 cm x 100 cm sebanyak 12 buah dengan ukuran mata jaring 5 mm x 5 mm. Hapa diikatkan pada tiang bambu dan ditancapkan dengan ketinggian 80% dari total tinggi hapa. Hapa diberi penutup berupa jaring agar udang tetap berada dalam hapa dan mengurangi gangguan predator. Hapa ditempatkan dalam petak tambak yang sudah berjalan masa produksi selama 30 hari.

2.2.2 Persiapan Hewan Uji

Hewan uji yang digunakan adalah udang yang telah berumur 30 hari yang berasal dari petak Tambak Pinang Gading. Udang ditangkap menggunakan jala tebar dan bobot rata-rata ditimbang menggunakan timbangan digital dan dicatat. Bobot awal rata-rata udang vaname pada penelitian ini adalah 3,5 ± 0,07 gram/ekor. Hapa diisi udang sebanyak 89 ekor dengan kepadatan 70 ekor/m3 sesuai dengan kepadatan yang diterapkan di Tambak Pinang Gading, Bakauheni, Lampung.

2.2.3 Persiapan Pakan Uji

Pakan yang digunakan dalam penelitian ini berupa pelet komersial khusus udang dengan kandungan protein 28-38%. Persiapan pakan uji meliputi pencampuran antara probiotik, prebiotik, kuning telur dan pakan. Pertama-tama jumlah kebutuhan probiotik dan prebiotik ditentukan terlebih dahulu sesuai dengan perlakuan masing-masing. Selanjutnya kuning telur sebagai bahan perekat diambil menggunakan pipet ukur dan ditambahkan pada mortar sebagai tempat pengadukan. Setelah itu ditambahkan probiotik dan prebiotik sesuai dosis dengan menggunakan pipet ukur yang berbeda. Campuran antara probiotik, prebiotik dan kuning telur diaduk hingga merata menggunakan sendok. Setelah campuran tersebut merata, selanjutnya ditambahkan pakan dan diaduk hingga merata. Agar sinbiotik tersebar sempurna pada pakan campuran sinbiotik ditambahkan air sebanyak 10% dari total pakan. Setelah tercampur, pakan dikering anginkan selama ± 10-15 menit.


(57)

6 2.2.4 Pengujian Pakan Uji pada Udang Vaname

Penelitian ini terdiri dari empat perlakuan yaitu kontrol, dan tiga perlakuan sinbiotik dengan dosis yang berbeda (Tabel 1). Masing-masing perlakuan terdiri dari tiga ulangan.

Tabel 1. Perlakuan pakan uji pada udang vaname

Perlakuan Keterangan

K Pemberian pakan tanpa penambahan sinbiotik

A Pemberian pakan dengan penambahan sinbiotik setengah dosis (probiotik sebesar 0,5% dan prebiotik sebesar 1%)

B Pemberian pakan dengan penambahan sinbiotik satu dosis (probiotik sebesar 1% dan prebiotik sebesar 2%)

C Pemberian pakan dengan penambahan sinbiotik dua dosis (probiotik sebesar 2% dan prebiotik sebesar 4%)

Udang vaname dipelihara dalam hapa berukuran 150 cm x 100 cm x 100 cm sebanyak 89 ekor/hapa. Pemberian pakan dilakukan empat kali dalam sehari pada pukul 06.00, 10.00, 14.00, dan 18.00 WIB. Jumlah pakan yang diberikan didasarkan pada Feeding Rate (FR) yang diterapkan dalam manajemen pengelolaan Tambak Pinang Gading, Bakauheni, Lampung.

FR yang digunakan dalam penelitian ini yaitu 5% menurun hingga 2,5% sesuai dengan bobot dan pertumbuhan udang vaname. Penambahan dan pengurangan bobot pakan harian didasarkan pada kontrol anco harian, sehingga jumlah pakan harian dapat bervariasi. Sampling bobot dilakukan setiap 7 hari sekali, sedangkan pengujian kualitas air dilakukan pada awal dan akhir pemeliharaan. Akhir pemeliharaan yaitu pada saat udang sudah berumur 75 hari yang dihitung sejak awal tebar atau 45 hari masa penelitian sejak udang diberi pakan perlakuan.

2.3 Parameter Pengamatan 2.3.1 Sintasan

Sintasan atau tingkat kelangsungan hidup udang uji dihitung berdasarkan jumlah udang pada akhir perlakuan dibagi dengan jumlah udang pada awal pemeliharaan dengan menggunakan rumus (Effendi 2004) :


(58)

7 Keterangan :

SR = Sintasan (%)

Nt = Jumlah udang pada akhir perlakuan (ekor) No = Jumlah udang pada awal perlakuan (ekor)

2.3.2 Laju Pertumbuhan Harian

Laju pertumbuhan harian dihitung dengan menggunakan rumus (Huissman 1987) :

Keterangan :

= Laju pertumbuhan harian (%)

Wt = Bobot rata-rata udang pada akhir perlakuan (gram) Wo = Bobot rata-rata udang pada awal perlakuan (gram) t = Periode pemeliharaan (hari)

2.3.3 Rasio Konversi Pakan

Rasio konversi pakan selama pemeliharaan dihitung menggunakan rumus (Zonneveld et al. 1991) :

Keterangan :

FCR = Konversi pakan F = Jumlah pakan (gram)

Bt = Biomassa udang pada saat akhir perlakuan (gram) Bm = Biomassa udang yang mati saat perlakuan (gram) Bo = Biomassa udang pada saat awal perlakuan (gram)

2.3.4 Total Hemosit

Total hemosit dihitung berdasarkan metode yang dilakukan Blaxhall dan Daysley (1973). Darah udang (hemolim) diambil sebanyak 0,1 ml dari pangkal kaki renang pertama dengan syringe 1 ml yang telah berisi 0,3 ml antikoagulan. Selanjutnya campuran tersebut dihomogenkan dengan cara menggoyangkan


(1)

30 Lampiran 6. Analisis Statistik terhadap Persentase Sel Hyalin Udang Vaname

Deskripsi

Perlakuan Rata-rata Std. Deviasi Std. Error

K 35,3333 1,5275 0,8819

A 37,0000 1,0000 0,5774

B 43,3333 1,5275 0,8819

C 44,6667 4,1633 2,4037

ANOVA Sumber Keragaman

Jumlah Kuadrat

Derajat Bebas

Kuadrat

Tengah F Hitung Sig.

Perlakuan 190,917 3 63,639 11,068 0,003

Galat 46,000 8 5,750

Total 236,917 11

Uji lanjut Duncana,b

Perlakuan Subset

1 2

K 35,3333

A 37,0000

B 43,3333


(2)

31 Lampiran 7. Analisis Statistik terhadap Persentase Sel Granulosit Udang Vaname

Deskripsi

Perlakuan Rata-rata Std. Deviasi Std. Error

K 64,6667 1,5275 0,8819

A 63,0000 1,0000 0,5774

B 56,6667 1,5275 0,8819

C 55,3333 4,1633 2,4037

ANOVA Sumber Keragaman

Jumlah Kuadrat

Derajat Bebas

Kuadrat

Tengah F Hitung Sig.

Perlakuan 190,917 3 63,639 11,068 0,003

Galat 46,000 8 5,750

Total 236,917 11

Uji lanjut Duncana,b

Perlakuan Subset

1 2

K 64,6667

A 63,0000

B 56,6667


(3)

32

Lampiran 8. Analisis Statistik Size Udang dan Bobot Panen pada Akhir

Pemeliharaan Deskripsi

Perlakuan Rata-rata Std. Deviasi Std. Error

K 64,3333 4,0414 2,3333

A 65,0000 0,0000 0,0000

B 63,0000 1,7320 1,0000

C 69.3333 3,5118 0,9958

ANOVA Sumber Keragaman

Jumlah Kuadrat

Derajat Bebas

Kuadrat

Tengah F Hitung Sig.

Perlakuan 67,583 3 22,528 2,846 0,105

Galat 63,333 8 7,917


(4)

33 Lampiran 9. Analisis Statistik Biomassa Panen Udang dan Bobot Panen pada

Akhir Pemeliharaan Deskripsi

Perlakuan Rata-rata Std. Deviasi Std. Error

K 795,3333 83,0501 47,9490

A 786,3333 32,0208 18,4872

B 830,3333 71,5914 41,3333

C 900,3333 18,8237 10,8678

ANOVA Sumber Keragaman

Jumlah Kuadrat

Derajat Bebas

Kuadrat

Tengah F Hitung Sig.

Perlakuan 24122,250 3 8040,750 2,400 0,143

Galat 26804,667 8 3350,583


(5)

34 Lampiran 10. Asumsi Biaya Produksi Sinbiotik dan Rincian Analisa Usaha

A. Produksi Prebiotik

 Harga Etanol 70% (Grosir Bekasi Desember 2011) = Rp11.000/Liter atau

Rp11/ml etanol.

 1000 ml etanol dapat digunakan untuk mengekstraksi 327 gram Tepung

Ubi Sukuh (jika sisa etanol dipakai kembali untuk proses ekstraksi selanjutnya).

 Hasil ekstraksi dari 1000 ml etanol menghasilkan 642 ml oligosakarida.

 Biaya 1 gram tepung = Rp2

 Proses pembuatan oligosakarida 642 ml (membutuhkan) = 1000 ml etanol

+ 327 tepung ubi sukuh

 Biaya untuk 642 ml oligosakarida = Etanol (Rp11000)+tepung (Rp654) =

Rp11.654.

Kesimpulannya 1 ml Oligosakarida = Rp17.1/ml bila ditambah biaya prosesing menjadi Rp18/ml

B. Biaya Binder (Kuning Telur)

 1 kg telur = 17 butir = Rp 13.000 (Harga Desember 2011, Lokasi

Lampung)

 1 butir telur berisi 23 ml kuning telur

 1 butir telur = Rp765

 Berarti 23 ml kuning telur = Rp765

Kesimpulannya 1 ml kuning telur = Rp33.2

C. Produksi Sinbiotik

 Rincian biaya SWC 10% sebanyak 1000 ml

Bacto pepton = 0.5 gram =Rp750

Yeast Ekstrak = 0.1 gram =Rp140

Griserol = 0.3 ml =Rp390

Aquadest = 250 ml =Rp625


(6)

35 D. Rincian Analisa Usaha Perlakuan

Rincian Analisa Usaha

URAIAN KONTROL PERLAKUAN A PERLAKUAN-B PERLAKUAN-C

KOMPONEN Satuan Harga Satuan (Rp) Banyak-nya Total Biaya (Rp) Banyak-nya Total Biaya (Rp) Banyak-nya Total Biaya (Rp) Banyak-nya Total Biaya (Rp)

(A) Biaya Pakan dan Sinbiotik Pelet SS01 g 10,77 142,58 1.536 142,48 1.535 140,99

1.519 141,61

1.526 Pelet SS02 g 10,77 288,98 3.114 288,79 3.111 285,77

3.079 287,03

3.092 Pelet SS2P g 10,67 302,18 3.223 301,97 3.221 298,81

3.187 300,14

3.201 Pelet SS03 g 10,48 232,80 2.440 232,65 2.439 230,21

2.413 231,23

2.424 Pelet Luxindo g 10,35 22,13 229 22,12 229 21,88

226 21,98

227 Kuning Telur ml 33,20

19,77 656

19,76 656

19,55 649 19,64 652 Probiotik ml 1,90 0 - 4,94 9 9,88

19 19,64

37 Prebiotik ml 18,00 0 - 9,88 178 19,76

356 39,28

707

(B) Biaya Lainnya (listrik, tenaga kerja, genset, dll) per kg udang Rp. 14.000

0,80 11.135

0,79 11.015

0,83 11.626

0,90 12.605 (C)=Subtotal (A)+(B)

22.334 22.393 23.074

24.473

(D)=Penerimaan

Panen Udang* gr ket* 795,37 33.406 786,76 32.887 830,43

35.044 900,39 36.916

33.406 Subtotal 32.887 Subtotal 35.044 Subtotal

36.916

(E) Margin = (C)-(B)

Keuntungan Rp. 11.072 10.494 11.970 12.443

*) Keterangan :

 Harga udang vaname dipengaruhi oleh size udang

 Jumlah pakan didasarkan dari data lapangan selama penelitian

 Harga udang perlakuan K adalah Rp 42.000/kg

 Harga udang perlakuan A adalah Rp 41.800/kg

 Harga udang perlakuan B adalah Rp 42.200/kg

 Harga udang perlakuan C adalah Rp 41.000/kg

Ikhtisar analisa usaha

Perlakuan Biaya Pakan (Rp) Biaya Lainnya (Rp) Sinbiotik (Rp) Total Biaya (Rp) Total Panen (gram) Pendapatan (Rp) Margin (Rp)

K 11.198 11.135 - 22.334 795,37 33.406 11.072

A 11.191 11.015 187 22.393 786,76 32.887 10.494

B 11.074 11.626 374 23.074 830,43 35.044 11.970