c. Authority to exercise control within the legal person melakukan
pengawasan dan pengendalian dalam korporasi.
4. Kualifikasi Tindak Pidana
Penegasan terhadap kualifikasi delik baik kejahatan ataupun pelanggaran tidak ada dalam undang-undang hak cipta, telekomunikasi, pornografi dan UU
ITE. Hal ini bisa menimbulkan masalah, karena perundang-undangan pidana di luar KUHP tetap terikat pada aturan umum KUHP mengenai akibat-akibat yuridis
dari pembedaan antara ”kejahatan” dan ”pelanggaran”. Penetapan kualifikasi yuridis ini mutlak diperlukan karena sistem pemidanaan di luar KUHP merupakan
subbagian integral dari keseluruhan sistem pemidanaan. Aturan umum KUHP membedakan antara aturan umum untuk kejahatan
Buku II dan aturan umum untuk pelanggaran Buku III, dalam Pasal 103 KUHP menyatakan ketentuan umum Buku Kesatu Bab I sampai dengan Bab VIII
KUHP berlaku bagi perbuatan-perbuatan yang oleh ketentuan perundang- undangan lainnya diancam dengan pidana, kecuali jika oleh undang-undang
ditentukan lain. Maka apabila aturan umum KUHP itu akan juga diberlakukan, seharusnya UU ITE menyebutkan kualifikasi yang jelas dari tindak pidana yang
diaturnya, apakah merupakan ”kejahatan” atau ”pelanggaran”. KUHP membedakan “aturan umum” untuk tindak pidana yang berupa “kejahatan” dan
“pelanggaran”. Artinya, kualifikasi delik berupa “kejahatan” atau “pelanggaran” merupakan “kualifikasi juridis” yang akan membawa “konsekuensi juridis” yang
berbeda. Oleh karena itu, setiap tindak pidana yang dirumuskan dalam UU ITE harus disebut kualifikasi juridisnya.
Universitas Sumatera Utara
Fungsi dari ditetapkannya kualifikasi yuridis ini adalah untuk menjembatani berlakunya aturan umum KUHP terhadap hal-hal yang tidak diatur
dalam UU di luar KUHP. Tidak adanya penetapan kualifikasi yuridis dalam UU ITE dapat menimbulkan masalah yuridis dalam praktek, baik dalam arti
konsekuensi yuridis materiil aturan umum dalam KUHP maupun konsekuensi yuridis formal dalam KUHAP. Hal ini berarti dapat mempegaruhi efektivitas
penegakan hukum.
107
5. Perumusan Sanksi Pidana
Sanksi pidana dalam UU ITE dirumuskan secara kumulatif, dimana pidana penjara dikumulasikan dengan pidana denda. Ketentuan pidana dalam UU ITE
tertulis dalam Bab XI Pasal 45 sampai dengan Pasal 52, dengan rumusan sebagai yang tertera di Bab III hal 71.
Perumusan tindak pidana kedua subjek hukum yang diatur dalam satu pasal yang sama dengan satu ancaman pidana yang sama dalam UU ITE
hendaknya dipisahkan karena pada hakikatnya subjek hukum ”orang” dan ”korporasi” berbeda baik dalam hal pertanggungjawaban pidana maupun terhadap
ancaman pidana yang dikenakan. Perumusan secara kumulatif dapat menimbulkan masalah karena dengan perumusan kumulatif bersifat imperatif dan kaku. Sanksi
pidana dalam UU ITE adalah antara pidana penjara dan denda yang cukup besar, tetapi tidak ada dalam redaksi pasal-pasal dalam UU ITE yang mengatur apabila
denda tidak dibayar. Ini berarti, berlaku ketentuan umum dalam KUHP Pasal 30, bahwa maksimum pidana kurungan pengganti adalah 6 enam bulan atau dapat
107
Hasil studi di Direktorat Reserse Kriminal Poldasu
Universitas Sumatera Utara
menjadi maksimum 8 delapan bulan apabila ada pemberatan recidive atau concursus.
Apabila mengacu kepada Pasal 30 KUHP maka adanya ancaman pidana denda yang sangat besar dalam UU ITE yaitu antara Rp.600.000.000,00- enam
ratus juta rupiah hingga Rp.12.000.000.000,00- dua belas miliar rupiah, tidak akan efektif, karena kalau tidak dibayar hanya terkena pidana kurungan maksimal
8 delapan bulan. Bagi terdakwa, ancaman pidana kurungan pengganti denda itu mungkin tidak mempunyai pengaruh apa-apa, karena apabila denda itu dibayar, ia
pun akan tetap terkena pidana penjara karena diancamkan secara kumulatif. Oleh karena itu, kemungkinan besar ia tidak akan membayar dendanya.
6. Aturan Pemidanaan