BAB III PERTANGGUNGJAWABAN KEJAHATAN TERHADAP GENDER DALAM
HUKUM INTERNASIONAL
A. Pembuktian dengan Investigasi
Investigasi adalah Upaya penelitian, penyelidikan, pengusutan, pencarian, pemeriksaan dan pengumpulan data, informasi, dan temuan lainnya untuk
mengetahuimembuktikan kebenaran atau bahkan kesalahan sebuah fakta yang kemudian menyajikan kesimpulan atas rangkaian temuan dan susunan kejadian.
69
Di masa-masa awal
International Criminal Tribunal for Rwanda
ICTR mulai bekerja, sejumlah masalah terjadi berkaitan dengan kebutuhan langkahlangkah yang
sifatnya khusus dalam penyelidikan dan penuntutan kejahatan berbasis jender. Misalnya dalam hal penggunaan penerjemah dan penyelidik laki-laki ketika
mewawancarai korban kekerasan seksual dan berbagai teknik wawancara yang tidak pantas. Selain itu, penyelidik tidak secara aktif mengumpulkan kesaksian dari
kejahatan-kejahatan seksual, karena mitos bahwa perempuan tidak mampu menceritakan pengalamannya dan kepercayaan bahwa pemerkosaan hanya merupakan
insiden yang bersifat kebetulan dari genosida tersebut.
70
Namun dalam perkembangannya, secara terperinci dimensi prosedural yang mendefinisikan kejahatan seksual telah diakui. Beberapa hal prinsip yang diterapkan
dalam persidangan menunjukkan penghormatan dan perlindungan terhadap
69
Peters A.A.G. Koesriani Siswosoebroto, 1988, Hukum dan Perkembangan Investigasi Buku I, Jakarta: Sinar Harapan, hlm 7
70
Moctar Kusumaatmadja, Perlindungan Hak Asasi Manusia dalam Hukum Hak Asasi Manusia, dan Hukum Humaniter Internasional, Kumpulan Tulisan Pusat Studi Hukum Humaniter,
Fakultas Hukum, Universitas Trisakti, Jakarta, 1999hlm 112
Universitas Sumatera Utara
kepentingan korban, sekaligus keseimbangan terhadap kepentingan terdakwa. Secara umum, korban dapat dipahami sebagai pihak yang mengalami penderitaan akibat
kejahatan yang berada dalam yurisdiksi pengadilan. Oleh karena itu, pentingnya langkah-langkah untuk melindungi keamanan, baik fisik mau pun psikologis martabat
dan privasi korban dan saksi khususnya dalam kasuskasus kejahatan berbasis jender dan seksual ditegaskan dalam Pasal 68, Statuta Roma.
Lebih jauh, dalam aturan persidangan secara khusus dinyatakan pentingnya perintah pengadilan untuk mengambil langkah-langkah yang diperlukan bagi
kepentingan korban dan saksi, khususnya anak-anak, orang tua, difabel, dan korban kejahatan jender dan seksual Aturan 85 dan 86, Rules of Proceedings and Evidences.
Dalam hal menjaga privasi dan keamanan korban serta saksi,
International Criminal Tribunal for the Former Yugoslavia ICTY
dan
International Criminal Tribunal for Rwanda
ICTR yang membolehkan hakim untuk mengadopsi langkah-langkah seperti persidangan tertutup, televisi sirkuit satu arah tertutup, merahasiakan identitas dari
publik. Juga,memperbolehkan tidak diikutsertakannya pers dan publik dari seluruh atau sebagian persidangan untuk melindungi “keamanan, keselamatan atau kerahasiaan
identitas dari korban atau saksi”.
71
Pengadilan Hak Asasi Manusia ad hoc adalah pengadilan yang dibentuk khusus untuk memeriksa dan memutus perkara pelanggaran Hak Asasi Manusia yang berat
yang dilakukan sebelum adanya UU No. 26 Tahun 2000.
B. Pengadilan AD HOC ICTY dan ICTR