kriminogenik. Dengan demikian, penanggulangan kejahatan sebenarnya harus mendahulukan perbaikan kondisi-kondisi yang bersifat struktural di dalam masyarakat.
Perbaikan-perbaikan yang bersifat struktural tersebut pada hakikatnya bukan merupakan bidang garap hukum pidana kepidanaan, melainkan merupakan bidang
hukum ketatanegaraan, keadministrasian dan keperdataan.
36
Berdasarkan pemikiran demikian, berbagai produk hukum berupa kebijakan yang berdampak positif pada perbaikan kondisi-kondisi struktural dalam masyarakat
juga memberikan kontribusi positif pada upaya penanggulangan kejahatan pada umumnya. Penggunaan sarana hukum pidana dalam penanggulangan kejahatan tanpa
didukung atau didahului dengan perbaikan kondisi-kondisi sosial – struktural, akan berakibat hasil yang dicapai tidak akan sesuai dengan tujuan.
37
Konflik adalah hubungan antara dua pihak atau lebih individu atau kelompok yang memiliki tujuan atau kepentingan yang berbeda.
1. Faktor dalam konteks konflik Internasional
38
terjadi dalam kehidupan bermasyarakat. Konflik atau perbedan
merupakan kenyataan hidup yang tidak dapat dihindari sunnatulloh yang
39
36
I Wayan Parthiana, Ekstradisi dalam Hukum Internasional dan Hukum Nasional, Penerbit Alumni, Bandung, 1999, hlm 86
37
Ibid, hlm 87
38
Made Darma Weda, Beberapa Catatan tentang Korban Kejahatan Korporasi, dalam Bunga Rampai Viktimisasi, Eresco, Bandung, 1995, hlm 77
39
Seiderman, Ian D. Resolusi Konflik dalam masyarakat, Yogyakarta : Galangpress, 2001, hlm 85
Berdasarkan hal ini, konflik memiliki dua sisi mata uang, di satu sisi bernilai negatif dan di sisi lain bernilai positif. Suatu konflik
dapat bernilai positif dan kreatif, jika dikelola dengan baik dan diarahkan secara produktif untuk membangun situasi yang lebih baik. Konflik perlu direspon melalui
mekanisme transformasi pembelajaran untuk menentukan strategi penyelesaian masalah atau dikenal dengan istilah resolusi konflik.
Universitas Sumatera Utara
Secara ilmiah terminologi resolusi konflik merujuk pada kebutuhan individu, kelompok, tim, organisasi atau komunitas untuk melihat perdamaian sebagai suatu
‘proses’ terbuka dan membabak kerangka aksi penyelesaian konflik dalam beberapa tahap sesuai dengan dinamika siklus konflik. Beberapa asumsi yang melandasi
pentahapan proses resolusi konflik dibuat untuk empat tujuan. Pertama, konflik tidak hanya dipandang sebagai suatu fenomena politik-militer, namun harus dipandang
sebagai sebuah fenomena sosial. Kedua, konflik memiliki daur kerja atau siklus hidup yang tidak berjalan linear. Siklus hidup suatu konflik secara spesifik sangat dipengaruhi
dinamika dan perubahan lingkungan tertentu. Ketiga, sebab atau akar masalah suatu konflik tidak dapat direduksi ke dalam suatu variabel tunggal—suatu proposisi
kausalitas bivariat tetapi lebih bersifat multidimensi. Keempat, Konflik sosial harus dilihat sebagai suatu fenomena yang terjadi karena interaksi bertingkat berbagai faktor.
Kelima, resolusi konflik hanya dapat diterapkan secara optimal, apabila dikombinasikan dengan beragam intervensi dan mekanisme penyelesaian konflik yang
relevan. Suatu mekanisme resolusi konflik hanya dapat diterapkan secara efektif, melalui keterpaduan melibatkan berbagai pihak dan sumber daya dengan upaya
komprehensif untuk mewujudkan perdamaian secara berkelanjutan.
40
Dalam memahami konflik, gejala, intensitas dan cara penyelesaiannya sangat tergantung sumber penyebab konflik yang ada dalam masyarakat. Terdapat lima
sumber penyebab konflik, yaitu
41
40
Seiderman, Ian D. Ibid, hlm 87
41
Ibid, hlm 88
a konflik struktural, b konflik kepentingan, c konflik nilai, d konflik hubungan sosial, dan e konflik data Lakpesda NU, 2008.
Konflik Struktural, Konflik terjadi ketika ada ketimpangan dalam melakukan akses dan kontrol terhadap sumber daya, seperti; tanah, tambang, sumber air, dan hutan. Pihak
yang berkuasa dan memiliki kewenangan formal untuk menetapkan kebijakan umum,
Universitas Sumatera Utara
biasanya lebih memiliki peluang untuk menguasai akses dan melakukan kontrol sepihak terhadap pihak yang lain. Di sisi lain, persoalan geografis dan faktor sejarah
seringkali dijadikan alasan untuk memusatkan kekuasaan serta pengambilan keputusan yang hanya menguntungkan salah satu pihak tertentu atau pihak dominan Pemerintah
pusat. Konflik Kepentingan.
42
Konflik Nilai. Konflik yang terjadi akibat persaingan kepentingan
yang dirasakan menjadi kebutuhan yang harus dipenuhi atau yang secara nyata memang tidak bersesuaian. Konflik kepentingan terjadi ketika satu pihak atau lebih,
meyakini bahwa untuk memuaskan kebutuhannya, pihak lain yang harus berkorban, dan biasanya yang menjadi korban masyarakat. Hal lain yang mengindikasikan konflik
kepentingan yaitu terjadinya persaingan manipulatif atau tidak sehat antarkedua belah pihak. Konflik yang berdasarkan kepentingan ini bisa terjadi karena masalah yang
mendasar ekonomi, politik kekuasaan, masalah tata cara atau masalah psikologis.
43
42
Ibid, hlm 88
43
Ibid, hlm 89
Konflik terjadi akibat perbedaan sistem nilai atau keyakinan yang dianut oleh pihakpihat terkait. Sistem nilai merupakan seperangkat keyakinan atau
kepercayan yang diakui oleh suatu komunitas yang memberi mkna dalam kehidupan. Nilai menjelaskan mana yang dianggap baik dan buruk, benar atau salah, adil atau
tidak. Perbedaan nilai tidak harus menyebabkan konflik. Individu, kelompok atau komunitas dapat hidup berdampingan secara harmonis dengan sedikit perbedaan sistem
nilai. Konflik nilai muncul ketika salah satu pihak berusaha memaksakan suatu sistem nilai kepada pihak lain, atau mengklaim suatu sistem nilai yang eksklusif di dalamnya
tidak dimungkinkan adanya perbedaan kepercayaan.
Universitas Sumatera Utara
Konflik Hubungan Sosial.
44
Konflik Data. Dalam bermasyarakat terjadi jalinan atau interaksi
sosial antarpribadi, antarkelompok, antar komunitas, dan antarorganisasi. Dalam berinteraksi terdapat kecenderungan terjadi bias persepsi, streotipe diantara pihak-pihak
yang terlibat. Terkadang salah satu pihak mempersepsikan dengan caranya sendiri sehingga menjadi bias. Stereotip merupakan salah satu faktor timbulnya prasangka
yang akan berlanjut pada ketidakpercayaan, kecurigaan, kecemburuan, dan diskriminasi. Pada akhirnya terjadi tindakan kekerasan. Prasangka menimbulkan
gejolak sosial dan memungkinkan terjadi pertentangan dan rusaknya hubungan sosial yang telah terbangun. Prasangka merupakan sifat negatif terhadap kelompok atau
individu tertentu semata-mata karena keanggotaannya dalam kelompok tertentu. Prasangka muncul karena adanya bias persepsi stereotip yang memunculkan
generalisasi lebih awal tanpa di dasarkan fakta atau bukti akurat. Hal ini mengakibatkan dampak negatif terhadap pihak lainnya. Jika sasaran prasangka mencakup kelompok
minoritas dalam arti jumlah maupu n status. Prasangka kemudian direalisasikan dalam perilaku atau tindakan diskriminasi kepada kelompok lain.
45
44
Ibid, hlm 90
45
Ibid, hlm 90
Konflik data menyangkut keabsahan dan penggunaaan metode analisis data yang dipergunakan untuk pengambilan keputusan. Konflik ini muncul
kepermukaan ketika salah satu pihak kekurangan informasi dan data yang dibutuhkan untuk mengambil keputusan, mendapat informasi yang salah, kekurangan data yang
valid dan dapat dipercaya, tidak sepakat mengenai apa saja data yang relevan, menterjemahkan informasi dengan cara yang berbeda, atau memakai metode analisis
yang berbeda. Terjadinya konflik data mungkin tidak perlu terjadi karena hal itu disebabkan kurangnya komunikasi diantara orang-orang yang berkonflik. Konflik data
lainnya bisa jadi karena ketidakjelasan tujuan dan masalah yang akan di kaji oleh
Universitas Sumatera Utara
pihak-pihak yang berkepentingan. Secara umum ada tiga pendekatan dalam melihat resolusi konflik sebagai suatu pendekatan; Pertama, pendekatan yang berfokus pada
dinamika konflik. Dalam pendekatan ini, konflik dipandang sebagai fenomena dinamis dimana
reaksi salah satu pelaku konflik ditentukan dari aksi lawannya. Konflik digambarkan dalam ABC segitiga triangle yaitu Atitiude-Behviour-Context sikap perilaku
konteks. Resolusi konflik dilakukan dengan cara melakukan transformasi transendental, melakukan kompromi atau pembatalan witdrawal. Resolusi konflik
secara transenden artinya berupaya agar tujuan dari penyelesaian konflik tercapai. Semua pihak yang terlibat dalam konflik harus berkorban untuk tidak menerima seratus
persen tuntutannya. Resolusi dengan pembatalan dilakukan dengan menghilangkan tujuan konflik. Dialog dan negosiasi dipandang sebagai salah satu. Dalam melakukan
dialog dan negosiasi perlu dilandasi dengan membangun kekuatan ekonomi, kekuatan sosial, kekuatan militer dan kekuatan kultural Confidence Building Measures.
46
Kedua, fokus pada kebutuhan dasar. Konflik dilihat sebagai sebuah fenomena sosial dinamis, Meskipun konflik juga disebabkan oleh munculnya rasa frustasi akan
kebutuhan tertentu. Konflik jenis ini disebut sebagai konflik yang realistik. Konflik disebabkan ketiadaan mekanisme saluran, misalnya tidak dihargai dalam masyarakat,
tidak mempunyai akses kepada kekuasaan dan politik. Resolusi Konflik diarahkan kepada pemenuhan kebutuhan dasar yaitu dengan memberikan akses kepada
pihakpihak yang berpotensi konflik. Cosser kemudian menawarkan pembentukan sebuah institusi baru yang bersifat formal maupun informal.
47
46
Hartono, C.F.G. Sunaryati, 1991, Memahami Konflik Perang, Yogyakarta: Kanisius, hlm 42
47
Ibid, hlm 43
2. Penyimpangan perilaku kelompok bersenjata