5. Kekuasaan Dan Kehendak Mutlak Tuhan

11

c.5. Kekuasaan Dan Kehendak Mutlak Tuhan

Ia berpandangan, bahwa kekuasaan dan kehendak Tuhan tidak berlaku sepenuhnya lagi. Dikatakannya, kekuasaan dan kehendak mutlak Tuhan sudah dibatasi oleh kebebasan ikhtiar yang diberikan Tuhan kepada manusia. Pendapat ini menunjukkan sikap konsistensi Abdul Halim sebagai telah dikemukakan dalam pemahamannya tentang free will dan predestination kebebasan manusia dan fatalism. Ia lebih lanjut berpandangan, bahwa manusia memiliki kebebasan dalam melakukan kemauan dan perbuatannya free will and free act. Contoh lain, misalnya, Tuhan dapat saja menciptakan manusia dalam keadaan kaya, kuat, dan pandai. Akan tetapi, Tuhan meletakkan hal tersebut dalam kerangka sunnatullah dan kebebasan pilihan manusia ikhtiar. Alhasil kata Abdul Halim, jika terdapat yang miskin, lemah, dan bodoh, yang salah bukan lagi Tuhan, tetapi manusia yang setengah-setengah atau bahkan tidak menggunakan sunnatullah-N ya melalui ikhtiar. Dari pendapat Abdul Halim demikian, sebenarnya ia ingin mengatakan, manusia dan seisi alam lainnya berjalan menurut sunnatullah naturnya masing-masing. Air senantiasa mengalir dari dataran tinggi menuju lembah dan muara, berjalan menurut sunnatullahnya. Mentari memancarkan cahaya di waktu siang, berjalan menurut sunnatullahnya. Rembulan menyejukkan jiwa sepanjang malam, berjalan menurut sunnatullahnya. Demikian pun manusia, memiliki watak yang senantiasa ingin mengadakan perbaikan dalam hidupnya, berjalan berdasar sunnatullahnya. Oleh sebab itu, dalam pandangan Abdul Halim, manusia dan seisi alam menjadi tidak bermakna, seandainya tidak ada inisiatif Tuhan untuk membatasi kekuasaan dan kehendak mutlak-Nya dengan sunnatullah hukum alam yang telah ditetapkan-Nya. Masih terkait dengan pembahasan tentang sunnatullah, Abdul Halim juga mengetengahkan masalah doa dan pelaksanaan ritual doa. Dikatakannya, doa adalah satu senjata bagi tiap-tiap muslim, maka hendaklah doa itu digunakan sebagai perisai bagi diri dan masyarakat. Lebih lanjut dikatakannya, marilah kita bekerja dengan sungguh-sungguh dan bersatu padu, seia-sekata di dalam tiap-tiap usaha kita sehingga merupakan suatu pagar benteng yang maha kuat. Di dalam itu, kita bermohon dan berdoa ke hadirat Allah SWT moga-moga Allah kiranya 12 memberikan taufiq dan hidayah-Nya serta menentukan apa yang akan menjadi baik dan manfaat bagi kita sekalian. Penjelasan Abdul Halim tentang doa tersebut menunjukkan, bahwa doa dapat dilakukan ketika manusia telah mengerahkan segala tenaga dan pikiran dalam melakukan kemauan dan perbuatan, atau doa dapat dipanjatkan untuk menolong sesama manusia jika upaya lain sangat sulit dilakukan, dan doa dapat dimohonkan untuk mengetahui sebab-sebab dan meminta taufiq dan hidayah tentang hukum-hukum alam sunnatullah yang belum diketahui, agar manusia dapat memperbanyak amal kebaikan. Sebaliknya, terlarang berdoa sebelum melakukan perbuatan secara maksimal, atau terlarang berdoa untuk meminta sesuatu yang diharamkan agama, dan terlarang pula berdoa yang didalamnya meminta sesuatu yang menyalahi sunnatullah. Hingga di sini, diketahui bahwa dalam pandangan Abdul Halim, manusia tidak boleh memohon dan melaksanakan ritus doa yang bertentangan dengan sunnatullah, tapi diwajibkan berdoa yang selaras dengan sunnatullah. Pandangan demikian semakin mempertegas, sun- natullah berlaku tentu dan tetap serta kekuasaan dan kehendak mutlak Tuhan pun telah dibatasi oleh sunnatullah. Selanjutnya, persoalan kekuasaan dan kehendak mutlak Tuhan, di- katakannya, selain dibatasi oleh kebebasan manusia dalam melakukan ikhtiar dan sunnatullah yang tentu dan tetap, juga dibatasi oleh janji-janji Tuhan yang mesti ditepati-Nya. Janji-janji Tuhan itu, misalnya, Tuhan akan memberi hukuman baik di dunia maupun di akhirat kepada orang-orang yang berlaku zalim atau janji-janji Tuhan kepada orang-orang beriman yang melakukan amal saleh. Pada gilirannya, diskusi tentang janji-janji Tuhan ini erat kaitannya dengan konsep keadilan Tuhan. Namun tema keadilan Tuhan tidak akan diuraikan di sini, ia akan dibahas secara khusus kemudian. Untuk itu, sehubungan dengan janji Tuhan akan menghukum orang yang berlaku zalim, Abdul Halim mengatakan: …orang yang tidak menetapi agamanya itu akan dapat hukuman di akhirat, orang yang melanggar kebenaran perasaan dapat menyesal dan orang yang melanggar kepatutan akan di- cela oleh teman-temannya hidup …. Sedang mengenai janji Tuhan kepada orang 13 mukmin yang beramal saleh, Abdul Halim mendasarkan argumennya kepada al- Quran surat al-Nahl, ayat 97.

c.6. Keadilan Tuhan