10
c.4. Konsep Iman
Iman menurut Abdul Halim adalah satu zat dalam jiwa manusia yang hidup dan sangat mempengaruhi kehidupannya. Zat itu besar dan kuat menguasai
segenap perasaan manusia yang tiada ubahnya bagaikan kekuatan elechtrisch di dalam kawat. Demikian kuat zat itu menyebabkan segala kekuatan panca indera--
bahkan bila perlu harta dan nyawa-- dipergunakan habis-habisan untuk pelayanan iman. Iman, lanjut Abdul Halim, adalah perasaan dan kebiasaan. Perasaan dan
kebiasaan inilah yang menegakkan keyakinan dalam hati sehingga menimbulkan kekuatan unik dan mempengaruhi kehidupan seseorang. Penggambaran tentang
perjalanan manusia dalam pelayanan iman sebagai disebut di atas, diakui Abdul Halim berlaku bagi semua orang beragama.
Dalam kesempatan lain, sebagai ditulis muridnya Moh. Akim, Abdul Halim mengemukakan definisi iman adalah tasdiq bi al-jinan iqrar bi al-lisan wa
amal bi al-arkan hati membenarkan, lisan mengucapkan dan anggota tubuh
mengerjakan. Iman tersebut, lanjut Abdul Halim sebagai dalam lanjutan keterangan Moh. Akim, hanya dapat dibuktikan jika hati sudah bulat dan ikhlas.
Rasa ikhlas keikhlasan baru akan tumbuh jika mendapatkan indoktrinasi yang melekat. Untuk itu, demikian Abdul Halim, telah menjadi keyakinan asasi bagi
umat Islam, bahwa segala usaha memperbaiki keadaan manusia termasuk di dalamnya memperbaiki pandangan hidupnya, mestilah dimulai dengan islah al-
aqidah memperbaiki aqidah, tata keyakinan. Sesudah itu baru berangsur ke
dalam perbaikan lainnya. Di sinilah tampaknya, Abdul Halim memulai al-islah al- samaniyah
dengan islah al-aqidah menempati posisi pertama dan utama. Hingga di sini, belum dijumpai pendapat Abdul Halim mengenai ukuran
iman seseorang. Apakah esensi iman dapat berlebih atau berkurang, atau dapat bertambah dan dapat pula berkurang. Sekalipun dikatakan, dapat saja seorang
yang telah beriman melakukan dosa besar, atau terdapat variasi amal, ia tidak tegas dalam hal ini. Hal yang diketahui dalam mengakhiri pemikirannya tentang
konsep iman, Abdul Halim mengingatkan, buanglah kita berlaga akan memperbaiki masyarakat, sedang kita sendiri dengan kerabat tetangga kita masih
tidak patut disebut orang Islam yang beradab.
11
c.5. Kekuasaan Dan Kehendak Mutlak Tuhan