Dekomposisi Benzoil Peroksida Penarikan Atom Hidrogen Pemutusan β Terminasi Grafting PS dengan MA

polimer, monomer reaktif mengandung ikatan tidak jenuh seperti gugus vinyl dan inisiator radikal bebas seperti peroksida Al Malaika, 1997. Penelitian dibidang grafting polyolefin dengan gugus polar turunan maleat dan turunan akrilat sudah banyak dilakukan oleh beberapa peneliti Al Malaika dkk., 1997; G. Moud, 1999. Maleat Anhidrida sudah digunakan sebagai koupling agen pada pencampuran polietilena dan karet alam SIR 20 dengan pengisi pulp tandan kosong sawit, dan dapat meningkatkan kompatbilitas campuran Daulay L. R.,2005. Senyawa anhidrida maleat memegang peranan penting dalam modifikasi kimia pada lelehan polimer-polimer komersial diantaranya PP H. Huang dkk1998 Galluci dkk., 1982 dan PS Al Malaika dkk., 1999, serta sudah digunakan untuk meningkatkan kompatibilitas campuran A. Tudesco dkk., 2002. Kemungkinan reaksi lainnya adalah terjadi pemutusan rantai polimer atau karena adanya BPO yang menyebabkan rantai polimer menjadi lebih pendek dan membentuk radikal, sehingga dengan adanya senyawa maleat anhidrida yang memiliki ikatan rangkap akan terbentuk reaksi kimia atau grafting senyawa maleat anhidrida ke matriks PS. Skema reaksi dekomposisi BPO, penarikan atom hydrogen dan pemutusan rantai PS serta grafting gugus maleat pada matrik PS dapat digambar seperti berikut :

1. Dekomposisi Benzoil Peroksida

Benzoiloksil Radikal BPO Suhu 2 Universitas Sumatera Utara

2. Penarikan Atom Hidrogen

3. Pemutusan β

4. Terminasi

Polistyrena PS radikal + + + Polistyrena terpotong rad. PS 1 PS 1 terikat silang PS radikal PS 1 radikal PS 1 + Universitas Sumatera Utara dismutasi

5. Grafting PS dengan MA

Gambar 2.7. Mekanisme Reaksi dekomposisi BPO, penarikan atom Hidrogen Polistyrena, terminasi dan Grafting Maleat Anhidrida pada matriks Polistyrena Eddiyanto, 2007 Untuk reaksi-reaksi radikal bebas, diharapkan bahwa monomer bisa dicangkokkan tanpa mempengaruhi bentuk rantai polimer, namun ini jarang terjadi. Penggunaan kopolimer yang telah dimodifikasi gugus fungsinya akan memperkuat antarmuka antara komponen polimer yang saling bercampur karena berkurangnya interaksi yang kuat. Ini menjadi pilihan industri dalam menghasilkan produk yang berguna dari campuran yang sangat tidak kompatibel. Umumnya, kompatibilitas dan adhesi dapat ditingkatkan dengan menambahkan komponen ketiga, dengan sebuah blok yang cocok atau kopolimer cangkok yang dapat bertindak sebagai agen pengemulsi antarmuka compatibilizer antara fase Polistyrena + 2 Polistyrena radikal Polistyrena terikat silang BPO 240 C PS-g-MA Polistyrena radikal PS-g-MA Universitas Sumatera Utara immicible, atau dengan campuran polimer yang mempunyai dua gugus fungsi yang sesuai, yang mampu meningkatkan interaksi tertentu atau reaksi kimia.

2.4.1. Interaksi antara PS-g-Ma dengan Partikel Tanah Pasir

Interaksi antara polimer dengan tanah pasir dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu interaksi fisik dan interaksi kimia. Pada interaksi fisik yang terjadi hanya ikatan sekunder, yang terbentuk antara molekul polimer dengan molekul bahan filler Interaksi ini termasuk ikatan hidrogen, ikatan van der waals, gaya-gaya dispers dan gaya-gaya dipol. Dalam interaksi ini sturuktur molekul polimer dan sturuktur molekul tanah pasir tetap dipertahankan. Sedangkan pada interaksi kimia, akan terbentuk suatu ikatan antara gugus fungsi polimer dan gugus fungsi bahan aditif sehingga membentuk kopolimer. Terbentuknya ikatan ini dapat diketahui dari analisis spektrum FTIR, yaitu adanya pembentukan gugus fungsi baru atau hilangnya gugus fungsi pada polimer dan bahan aditif. Bila ditinjau dari sudut kekuatan ikatan maka interaksi kimia jauh lebih kuat daripada interaksi fisik Singh,R.P, 1992. Polistyrena dengan partikel tanah pasir merupakan dua bahan yang sukar bercampur, karena derajat kepolaran yang berbeda dan daya adesinya yang lemah. Untuk mendapatkan campuran yang homogen, pengolahannya tidak dapat dilakukan dengan cara konvensional, yang hanya menghasilkan interaksi fisik antar komponen polimer. Brown memberikan beberapa metode untuk meningkatkan kompabilitas komposit, yaitu kokristalisasi, penambahan bahan perekat , pengikatan silang dan pembentukan kopolimer. Keempat proses ini dilakukan dalam mesin pengolah yang sekaligus berfungsi sebagai reaktor modifikasi. Cara ini disebut Teknik Pengolahan Reaktif. Buruknya interaksi antara segmen-segmen molekul yang dicampur menyebabkan tingginya tegangan antarmuka antara polistyrena dan partikel tanah pasir sehingga mengakibatkan partikel tanah pasir sulit terdispersi pada matrik Keadaan ini menyebabkan kerapuhan campuran dan ini disebut kegagalan mekanik. Metode untuk menanggulangi hal diatas disebut kompabilitasi Caulfield,D.F 2005, Hans, Elias,G 1977, Paul Fowler, 2006 Khairijah, H.B, 2005. Bledzi,A.K 1999, Amash, A 1998, Maloney,TM, 1993. Universitas Sumatera Utara Salah satu cara untuk mendapatkan kompabilitas dan kekuatan komposit yang baik adalah dengan menambahkan bahan perekat. Dalam hal ini bahan perekat yang digunakan adalah campuran lateks polystyrena graft maleat PS-g-MA maupun lateks polyester dengan lateks pekat karet alam LPKA yang disebut dengan soil stabilizer. Bahan perekat PS-g-MA dibuat dengan cara grafting mencangkokkan suatu gugus reaktif anhidrida maleat ke rantai utama molekul polistyrena dalam internal mixer pada suhu titik lelehnya 240 o C dengan adanya suatu inisiator benzoil peroksida. Dengan terikatnya gugus anhidrida malet pada molekul polistirena terbentuknya PS-g-MA, maka polaritas PS-g- MA semakin meningkat sehingga akan menambah reaktifitasnya sebagai bahan perekat antara partikel tanah pasir dengan matrik polistirena. Selanjutnya diprediksi akan terjadi ikatan ester antara gugus anhidrida maleat dengan gugus silikat dari tanah pasir dan ini akan meningkatkan sifat-sifat mekanik komposit. Reaksi antara bahan perekat PS-g-MA dengan tanah pasir ditunjukkan pada skema seperti berikut : Gambar. 2.8. Reaksi gugus anhidrida dalam PS-g-MA dengan SiO 2 pada partikel tanah pasir Caulfield, D.F 2005.

2.5. Lateks Pekat Karet Alam

Lateks pekat karet alam adalah bahan yang berasal dari hasil perkebunan karet yang disadap diambil getahnya mempunyai kadar karet 25-29. Lateks karet alam Permukaan partikel tanah PS – g - MA Pasir PS Segment O O + O C C O O C C C H 2 H O O O C C O O C C C H 2 H Universitas Sumatera Utara merupakan emulsi kompleks yang mengandung protein , alkaloid , pati , gula , poli terpena , minyak , tanin , resin , dan gom . Susunan bahan lateks dapat dibagi menjadi dua komponen. Komponen utama adalah bagian yang mendispersikan atau memancarkan bahan-bahan yang terkandung secara merata yang disebut serum. Bahan-bahan bukan karet yang terlarut dalam air, seperti protein, garam-garam mineral, enzim dan lainnya termasuk ke dalam serum. Komponen kedua adalah bagian yang didispersikan, terdiri dari butir-butir karet yang dikelilingi lapisan tipis protein. Bahan bukan karet yang jumlahnya relatif kecil ternyata mempunyai peranan yang penting dalam mengendalikan kestabilan sifat lateks dan karetnya. Bagian-bagian ini tidak larut sempurna, melainkan terpencar secara homogen atau merata di dalam air. Partikel karet di dalam lateks diselimuti oleh lapisan protein dan terletak saling menjauh karena masing-masing partikel memiliki muatan listrik. Gaya tolak menolak muatan listrik ini menimbulkan gerak brown. Adapun rumus kimia poliisoprena sebagai komponen utama lateks adalah sebagai berikut : Gambar 2.9. Struktur kimia poliisoprena.

2.5.1. Pengolahan Lateks Pekat

Lateks pekat merupakan jenis karet yang berbentuk cairan pekat. Lateks pekat yang dijual dipasaran ada yang dibuat melalui proses pendadihan atau creamed lateks dan melalui proses pemusingan atau centrifuged lateks. Biasanya lateks pekat banyak digunakan untuk pembuatan bahan-bahan karet yang tipis dan bermutu tinggi. Proses pembuatan lateks pekat dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu: Pemusingan centrifuging, pendadihan creaming, dan penguapan evaporating. Karet alam yang umum dijual mengandung pengawet agar karet tidak cepat rusak akibat terkontaminasi dengan organisme dan memenuhi syarat mengandung kadar karet padat 60 , biasa disebut lateks pekat spesifikasi lateks pekat. Ada beberapa standar persayaratan mutu lateks pekat. Universitas Sumatera Utara Persyaratan mutu lateks pekat menurut ASTM D 1076-80 dan ISO 2004 disajikan seperti tabel berikut. Tabel 2.2. Spesifikasi Mutu Lateks Pekat No Parameter ASTM D.1076 ISO 2004 HA LA HA LA 1 Kandungan padatan total TSC min 61,5 61,5 61,5 61,5 2 Kandungan karet kering DRC min 60,0 60,0 60,0 60,0 3 Kandungan non karet max 2,0 2,0 2,0 2,0 4 Kadar ammoniak min 1,6 1 0,8 0,8 5 Waktu pemantapan mekanis MST min detik 650 650 540 540 6 Bilangan KOH max 0,8 0,8 1,0 1,0 7 Asam lemak eteris ALE=VFA max - - 0,2 0,2 8 Tembaga maksimum, ppm 8 8 8 8 9 Mangan maksimum, ppm 8 8 8 8 Latek pekat karet alam yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari PTPN III Medan dengan spesifik seperti tabel 2.3 berikut : Tabel 2.3 Spesifikasi Lateks Pekat Karet Alam dari PTPN III Medan No Keterangan Kadar 1 Total Solid Content TSC 61,55 2 Dry Rubber Content DRC 60,20 3 MST 900 detik 4 Kadar NH 0,500 3 5 KOH 0,555 6 Densitas 0,95grcc

2.6. Resin Polyester

Poliester adalah polimer yang mengandung gugus fungsi ester pada rantai utamanya. Berdasarkan pada struktur kimianya polyester dapat bersifat termoplastik atau termoset, namun pada umumnya bersifat termoplastik. Poliester pada umumnya terbuat dari asam karboksilat dan glycol yang mengalami reaksi polikondensasi. Jenis asam karboksilat yang terkonversi menjadi produk inilah yang menentukan jenis polilester jenuh saturated atau Universitas Sumatera Utara tidak jenuh unsaturated. Sesuai dengan Explanatory Notes pos 3907. dinyatakan bahwa poliester jenuh saturated dapat terbuat dari asam karboksilat jenis terephthalic acid, dan hellip, polyester tidak jenuh unsaturated dapat terbuat dari asam karboksilat jenis asam fumaric dan asam maleat , penggunaan asam tak jenuh dengan berbagai cara sebagai bagian dari asam dibasa, yang menyebabkan terdapat ikatan tak jenuh dalam rantai utama polyester yang dihasilkan, sehingga disebut polyester tak jenuh Davis,1982. Polyester merupakan resin yang paling banyak digunakan sebagai matrik pada fiber glass untuk badan kapal, mobil, tandon air dan sebagainya. Umumnya resin polyester mempunyai karakteristik tahan terhadap dingin relative baik, sifat listriknya terbaik diantara resin termoset, tahan terhadap asam kuat kecuali asam pengoksida, tetapi lemah terhadap alkali Surdia1989, Smith W.F.1999 dan Shackelford J. F.,1996. Bahan ini akan pecah dan retak-retak bila dimasukkan dalam air mendidih untuk waktu yang lama ±300 jam. Bahan ini mudah mengembang dalam pelarut stiren. Kemampuan terhadap cuaca sangat baik, juga tahan terhadap kelembaban dan sinar UV pada pemakaian outdoor. Pada umumnya resin polyester tak jenuh ini disebut sebagai polyester. Bahan ini berupa cairan dengan viscositas yang relatif rendah, mengeras pada suhu kamar dengan penggunaan katalis metal ethil keton peroksida MEKP yang berfungsi sebagai zat untuk mempersingkat waktu pengerasan. Pada proses pengerasan tanpa menghasilkan gas sewaktu pengesetan seperti banyak resin termoseting yang lainnya. Sifat-sifat polyester dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 2.4. Beberapa Sifat polyester Sifat Polyester Besaran Tensile Strength 40 MPa Elongation 1,8 Flexure Strength 5,5 MPa Tensile Modulus of Elastisity 300 GPa Impact Strength 0,4 Jm Density 1,1 kgm3 Poison Ratio 0,33 Universitas Sumatera Utara Karena sifat-sifat ini, polyester sering digunakan secara luas sebagai plastik penguat serat fiber plastic reinforcement = FPR dengan menggunakan serat gelas. Terdapat pengaruh penambahan serat pada jenis resin yang berbeda pada kekuatan impak komposit dari poliester. Hasil penelitian ini menghasilkan komposisi terbaik dengan perbandingan resin dengan serat 60 : 40 dengan nilai kekuatan impak sekitar 23,866 Jm J. Mohammad, 2007. Polyester yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari toko bahan kimia Justus Kimia Raya, Jl Putri Hijau Baru Medan, dengan kode produk Yukalac 157 BQTN-EX. Spesifikasi polyester berasal dari hasil sintesa antara asam maleat AM, asam fumarat AF dan propilena glikol PG. Bahan ini berupa fluida yang sangat kental, transparan dan berbau sangat menyengat. Ilustrasi mekanisme reaksi polyester tak jenuh hasil representasi sintesis popylena glikol, asam maleat dan asam fumarat dapat di lihat pada gambar seperti di bawah ini. Gambar 2.10. Struktur Polyester tak jenuh hasil sintesis propilena glikol, asam maleat dan asam fumarat David. A. Katz, 1998. Polyester yang diperoleh di pasaran merupakan prepolimer, pada aplikasinya diperlukan katalis untuk mempercepat proses curing. Mekanisme pengerasan polimer termoset adalah proses terjadinya ikat silang. Agar pengerasan dapat terjadi maka poliester Suhu 204- 232 C – H 2 O + O H H C C O O O Asam Maleat + HOOC C C COOH H H CH 2 – CH – CH 3 OH OH Propilena Glik l Asam Fumarat COOH Alkyd poliester tak Jenuh n HO CH – CH 2 – O – C – CH = CH – C – O – CH – CH 2 – O – C – O CH 3 O O CH 3 Universitas Sumatera Utara tidak jenuh harus ditambahkan katalis. Proses pada suhu tinggi biasanya sering digunakan katalis Benzoil Peroksida, biasanya dalam bentuk pasta peroksida 50 yang terlarut pada larutan cair seperti dimetil phthalate. Waktu yang dibutuhkan pada proses curing dengan pressure moulding kurang dari lima menit. Sedang untuk proses pada temperatur ruang katalis yang sering digunakan adalah Metil Etil Keton Peroksida MEKP. Yang merupakan campuran dari senyawa dalam komposisi 60 peroksida cair yang dicampurkan kedalam dimetil ptalat Steven, 2001. Berikut adalah ilustrasi mekanisme proses crossling polyester dan monomer styrene dengan bantuan katalis MEKP. Gambar 2.11. Peristiwa curing pada resin Poliester tak jenuh 1 sebelum curing, 2 sesudah curing. Keterangan : a. Polyester tak jenuh dengan BM rendah b. Molekul larutan reaktif styrena c. Molekul inisiator katalis Penambahan katalis kemudian menghasilkan reaksi yang melibatkan radikal bebas dari katalis yang berikatan dengan hidrogen pada rantai polyester, sehingga menghasilkan rantai reaktif dan dapat terhubung dengan rantai lain menyebabkan terjadi ikat silang 1 2 Universitas Sumatera Utara membentuk makro molekul. Mekanisme proses ikat silang polyester tak jenuh dengan monomer styrene menggunakan bantuan katalis peroksida dan accelerator dapat terjadi seperti diilustrasikan pada gambar berikut : Gambar 2.12. Mekanisme Ikat Silang Resin Poliester tak jenuh Sachin Waigaonkar, 2011.

2.6.1. Interaksi antara Poliester Tak Jenuh dengan Partikel Tanah Pasir.

Pada penelitian ini campuran lateks polyester dengan LPKA yang disebut SSTS akan digunakan untuk stabilisasi agregat tanah pasir, melalui gugus polar yang dimiliki rantai polyester maka diharapkan dapat terjadi interaksi kimia antara matriks polyester dengan partikel agregat tanah pasir, dengan interaksi ini diharapkan dapat meningkatkan sifat mekanis, sifat fisik dan ketahanan termal tanah pasir yang telah distabilkan dengan campuran lateks polyester dengan LPKA. Adapun prediksi interaksi polyester dengan tanah Universitas Sumatera Utara pasir melalui gugus polar yang terdapat pada partikel pasir dan matriks polyester dapat diprediksikan seperti gambar dibawah ini. Gambar 2.13. Mekanisme interaksi polyester dengan tanah pasir

2.7. Maleat Anhidrida.

Maleat anhidrida cis-butenadioat anhidrida, anhidrida toksilat, dihidro-2,5- dioksofuran adalah sebuah senyawa organik dengan rumus kimia C 4 H 2 O 3 . Dalam keadaan murni, maleat anhidrida tidak berwarna atau berwarna putih padat dengan bau yang tajam. Maleat anhidrida sering digunakan dalam penelitian polimer sebagai senyawa penghubung kopling agent karena mempunyai gugus polar dan non polar. Maleat anhidrida dengan berat molekul 98,06, larut dalam air, meleleh pada temperatur 57- 60 C, mendidih pada 202 Maleat anhidrida dapat dibuat dari asam maleat, seperti reaksi berikut ini : C dan spesifik grafiti 1,5.gcm3. Maleat anhidrida adalah senyawa vinil tidak jenuh merupakan bahan mentah dalam sintesa resin poliester, pelapisan permukaan karet, deterjen, bahan aditif dan minyak pelumas, plastisizer dan kopolimer. Maleat anhidrida mempunyai sifat kimia khas yaitu adanya ikatan etilenik dengan gugus karbonil didalamnya, ikatan ini berperan dalam reaksi adisi. + Tanah Pasir Tanah Pasir berinteraksi dg poliester Poliester Universitas Sumatera Utara Maleat anhidrida secara tradisional dibuat dari Gambar 2.14. Pembentukan Maleat Anhidrida oksidasi benzena atau senyawa aromatik lainnya. Sampai dengan tahun 2006, hanya beberapa pabrik yang masih menggunakan benzena. Oleh karena kenaikan harga benzena, kebanyakan pabrik menggunakan n-butana sebagai bahan dasar pembuatan maleat anhidrida: 2 CH 3 CH 2 CH 2 CH 3 + 7 O 2 → 2 C 2 H 2 CO 2 O + 8 H 2 O Terdapat banyak reaksi kimia yang terjadi dari senyawa maleat anhidrida, antara lain: • Reaksi hidrolisis, menghasilkan asam maleat, cis-HO 2 CCH=CHCO 2 H, dengan alkohol, menghasilkan setengah ester, cis-HO 2 CCH=CHCO 2 CH 3 • Maleat anhidrida merupakan . dienofil dalam reaksi Diels-Alder • Maleat anhidrida MA adalah ligan yang baik untuk pembuatan kompleks logam bervalensi rendah, misalnya PtPPh32MA dan FeCO4MA.

2.8. Benzoil Peroksida

Senyawa ini merupakan tipe inisiator yang paling umum digunakan. Rumus dan struktur kimia benzoil peroksida seperti gambar berikut : Gambar 2.15. Rumus dan struktur kimia benzoil peroksida Universitas Sumatera Utara Senyawa ini tidak stabil terhadap panas dan terurai menjadi radikal-radikal pada suhu tertentu dan laju yang tergantung pada strukturnya, mengalami homolisis termal untuk membentuk radikal-radikal benzoiloksi. Radikal benzoil yang mungkin menjalani berbagai reaksi selain beraddisi ke monomer, termasuk rekombinasi, dekomposisi ke radikal fenil dan karbon dioksida dan kombinasi radikal. Reaksi-reaksi sekunder karena adanya effek molekul-molekul pelarut yang mengikatefek sangkar akibatnya konsentrasi inisiator berkurang Iis Sopyan, 2007. Reaksi hidrolisis BPO akibat panas dapat digambarkan seperti berikut : Gambar 2.16. Reaksi hidrolisis benzoil peroksida.

2.9. Emulsi

Emulsi adalah dispersi koloid dimana zat terdispersi dan medium pendispersi merupakan cairan yang tidak saling bercampur. Yazid, 2005. Emulsi terdiri dari tetesan suatu larutan yang terdispersi dalam suatu cairan lain. Diameter tetesan biasanya berkisar antara 0,1 sampai 1 µm, sehingga ukurannya lebih besar daripada partikel sol. Emulsi umumnya tidak stabil kecuali jika adanya kehadiran unsur ketiga, yang dikenal sebagai agen pengemulsi emulsifying agent atau agen penstabil stabilizing agent. Sabun dan detergen merupakan agen pengemulsi yang paling efektif, khususunya untuk emulsi minyak-air. Laider, 1982 Pada umumnya emulsi terdapat tiga bagian utama, bagian zat yang terdipersi, biasanya terdiri dari butir-butir minyak, medium pendispersi yang dikenal juga sebagai fase kontinyu, biasanya terdiri dari air dan emulsifier yang berfungsi sebagai penstabil koloid, untuk menjaga agar butir-butir minyak tetap terdispersi dalam air. Yazid, 2005 Benzoiloksil radikal Phenil radikal Benzoil peroksida Suhu. C O O 2 . . + CO 2 β-scission Universitas Sumatera Utara Berdasarkan fase pendispersi dan fase terdispersinya emulsi dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu : 1. Minyak dalam air ow merupakan emulsi dengan minyak sebagai fase terdispersi dan air sebagai fase pendispersi. 2. Air dalam minyak wo merupakan emulsi dengan air sebagai fase terdispersi dan minyak sebagai fase pendispersi. Kedua jenis emulsi tersebut dapat dibedakan dengan dua cara yaitu: 1. Dengan cara penambahan air atau minyak, jika air segera bercampur maka emulsinya adalah minyak dalam air, jika tidak emulsinya adalah air dalam minyak. 2. Dengan penambahan elektrolit, jika menambah daya hantar, emulsinya adalah minyak dalam air. Jika tidak emulsinya adalah air dalam minyak. Sukardjo, 1997

2.9.1. Sifat-sifat emulsi 1. Sifat fisika.

Sifat fisika koloid berbeda-beda tergantung jenis koloidnya. Pada koloid hidrofob sifat-sifat seperti rapatan, tegangan permukaan dan viskositasnya hampir sama dengan medium pendispersinya. Pada koloid hidrofil karena terjadi hidrasi, sifat-sifat fisikanya sangat berbeda dengan mediumnya. Viskositasnya lebih besar dan tegangan permukaannya lebih kecil.

2. Sifat kolifatif.