Penggabungan Tetesan Coalescense. Laleks Polystyrena Graft Maleat Anhidrida Dan Lateks Polyester Tak Jenuh Yukalac 157 BQTN-EX dengan Lateks Pekat Karet Alam Sebagai Perekat Material Jalan (Soil Stabilizer)

2. Flokulasi.

Flokulasi merupakan proses dimana dua atau lebih partikel menjadi satu dan membentuk agregat tanpa kehilangan keutuhan masing-masing. Flokulasi bergantung pada frekuensi tabrakan partikel dan efisiensi dari tabrakan itu sendiri. Agar dua partikel berflokulasi, energi potensial dari pasangan partikel harus negatif pada jarak yang terpisah. Seberapa kuat partikel tersebut terikat satu sama lain bergantung pada kedalam dari potensial itu sendiri. Interaksi tetesan-tetesan dapat ditingkatkan jika suatu senyawa ditambahkan ke dalam fase pendispersi yang akan menyebabkan penjembatanan antara dua tetesan. Faktor lain yang meningkatkan ketertarikan antara dua tetesan adalah kehidrofobikan dari permukaan tetesan atau bergantung pada interaksi terjadi pada penambahan polimer ke dalam fase pendispersi. Interaksi yang tidak diinginkan dapat dikurangi jika sifat-sifat antar-muka, seperti ketipisan lapisan atau densitas lapisan antar-muka, dari emulsi tersebut berubah.

3. Penggabungan Tetesan Coalescense.

Jika dua tetesan berdekatan dalam waktu yang lama, lapisan lapisan tipis yang memisahkan dua tetesan tersebut akan mulai semakin menipis secara perlahan-lahan. Kecepatan dari penipisan lapisan tersebut bergantung pada sifat-sifat hidrodinamis dari lapisan, interaksi kolidal antara dua membran, dan kandungan membran itu sendiri. Penggabungan tetesan sangat bergantung pada sifat-sifat antar-muka dari sistem. Jika antar-muka antara minyak dan air tidak dapat dengan sempurna ditutupi selama proses homogenisasi, tetesan-tetesan dengan segera akan tergabung kembali recoalescense Weiss, 2002.

2.10. Surfaktan Emulsifier.

Surfaktan adalah suatu senyawa dengan struktur kimia secara khusus sehingga dapat bertahan di antar-muka yang disebut dengan surface active agents, atau disingkat menjadi surfaktan Goodwin, 2004. Surfaktan merupakan suatu molekul yang memiliki gugus Universitas Sumatera Utara hidrofil dan gugus liofil secara bersama-sama, sehingga dapat menggabungkan cairan yang terdiri dari minyak dan air. Aktifasi surfaktan diperoleh karena sifat ganda dari molekul- molekulnya. Molekul surfaktan memiliki bagian polar yang suka air hidrofilik dan bagian nonpolar yang suka minyak lipofilik. Biasanya bagian nonpolar merupakan suatu rantai aklil yang panjang, sedangkan bagian yang polar mengandung gugus hidroksil. Penggunaan surfaktan terbagi menjadi tiga golongan, yaitu sebagai bahan pembasah wetting agent, bahan pengemulsi emulsifying agent, dan bahan pelarut solubiliting agent. Pemakaian surfaktan berfungsi sebagai peningkat kestabilan emulsi dengan cara menurunkan tegangan antar-muka antara fase pendispersi dan fase terdispersi. Surfaktan baik digunakan sebagai untuk emulsi minyak dalam air maupun untuk air dalam minyak. Tegangan permukaan larutan akan turun bila dalam larutan ditambahkan surfaktan. Pada konsentrasi tertentu tegangan permukaan akan konstan walaupun dilakukan penambahan konsentrasi surfaktan dan jika konsentrasi surfaktan berlebih akan membentuk misel. Titik terbentuknya misel ini disebut Critical Micelle Concentration CMC dan tegangan permukaan akan turun jika CMC tercapai. Saat CMC tercapai, maka tegangan permukaan larutan konstan dan jika tegangan antar muka menjadi jenuh akan terbentuk misel Rossen M.J., 1994. Penggunaan surfaktan atau emulsifier juga bertujuan untuk membentuk interaksi antara emulsifier dengan polimer yang dapat membentuk suatu ikatan yang kuat dengan adanya gaya elektrostatis yang dominan yang dapat menyebabkan terjadi peningkatan viskositas, sehingga sistem emulsi menjadi lebih kental dan lebih stabil Goddard, 1993.

2.11. Amonium Lauril Sulfat.

Amonium lauril sulfat CH3CH210 CH2OSO3NH4 adalah termasuk surfaktan anionik dimana surfaktan ini mengalami ionisasi sehingga gugus hidrofiliknya membawa muatan negatif. Amonium lauril sulfat merupakan surfaktan detergen yang baik, karena garamnya berasal dari asam kuat dan larutannya hampir netral Bilmeyer, 1971. Struktur amonium lauril sulfat secara umum adalah seperti gambar berikut: Universitas Sumatera Utara Gambar 2.17. Srtuktur molekul amonium lauril sulfat Karakteristik amonium lauril sulfat E. Merch, 2008. ● Rumus molekul : C 12 H 29 NO 4 ● Berat molekul : 283,43 gmol S ● Titik didih : 100 ● Densitas : 0,998 gcm C ● Kelarutan : H 3 2 ● Titik nyala : 93 O ● Kestabilan : stabil dalam kondisi normal. C

2.12. Sodium Lauryl Sulfat SLS

Sodium lauryl sulfat SLS adalah diterjen dan surfaktan yang sering dijumpai dalam produk perawatan diri misalnya sampo, sabun, pasta gigi dan lain sebagainya. Sodium lauryl sulfat terkadang disebut dengan sodium lauryl ether sulfat SLES, Sodium Dodecyl Sulfate SDS, Lauryl Sodium Sulfat dan Sodium N-dodecyl Sulfat. Bahan ini tidak mahal dan sangat efektif dalam pembentukan buih Kurt Kosswig, 2005. Baik SLS, SLES dan ALS juga merupakan surfaktan yang sering digunakan dalam beberapa produk kosmetik yang bersifat pembersih yang berbentuk emulsi, yang identik dengan sabun. Bahan ini sering digunakan dalam produk perawatan diri karena berbagai alasan, antara lain, harganya murah, dapat membuat campuran mengembang sempurna dan merupakan pengental thickener yang baik. Namun penggunaan bahan ini juga memiliki efek samping seperti : iritasi pada kulit dan selaput mata, tidak beracun pada pemakaian dosis rendah, tidak berinteraksi dengan DNA, tidak bersifat karsinogen dan tidak menyebabkan kemandulan pada pemakaian dosisi rendah. Universitas Sumatera Utara Struktur Sodium lauril sulfat secara umum adalah seperti gambar berikut: Gambar 2.18. Struktur kimia Sodium Lauryl Sulfat Sodium Lauryl Sulfat merupakan jenis surfaktan anionik. Surfaktan ini dapat bertindak sebagai agen pembasah wetting agent dengan cara meningkatkan penyebaranpenjalaran air ke atas permukaan melalui penurunan tegangan permukaan larutan berair. Mempunyai rumus molekul CH3-CH211-O-SO3-Na+ dengan berat molekul sekitar : 420 gmol 288.38 + 44.05n g mol −1 NICNAS, 2007.

2.13. Sifat Mekanis Bahan Polimer.

Penggunaan bahan polimer baik sebagai bahan industri maupun dalam kehidupan sehari-hari sangat tergantung pada sifat mekanisnya. Sifat mekanis khas untuk setiap bahan polimer, hal ini dikarenakan adanya dua macam ikatam dalam baham polimer, yaitu ikatan kimia yang kuat antara atom dan interaksi antara rantai yang lebih lemah. Sifat mekanis dipelajari dengan mengamati kekuatan tekan lentur dan kekuatan tarik. Kekuatan tekan ataupun tarik nerupakan sifat dasar bahan polimer yang penting dan sering digunakan untuk karakterisasi suatu bahan polimer. Kuat tekantarik didefinisikan sebagai besarnya beban maksimum yang digunakan untuk memutuskanmematahkan spesimen bahn dibagi dengan lus penampang awal. maks A F = σ Dengan : σ = tegangan kgfmm 2 F max A = beban maks kgf = luas penampang awal mm 2 Na + Universitas Sumatera Utara Bila bahan polimer dikenakan beban tariktekan yang disebut tegangan maka bahan tersebut akan mengalami regangan. Kurva tegangan Vs regangan merupakan gambaran karakteristik dari sifat mekanik suatu bahan. Ketahanan lentur kering adalah merupakan sifat mekanik suatu bahan. Sifat mekanik bahan adalah hubungan antara respons atau deformasi bahan terhadap beban yang bekerja. Sifat mekanik berkaitan dengan kekuatan, kekerasan dan kekuatan. Pengujian ketahanan lentur dimaksudkan untuk mengetahui ketahanan papan patikel terhadap pembebanan pada tiga titik lentur dan juga untuk mengetahui keelastisan bahan. Ketahanan lentur adalah tegangan terbesar yang dapat diterima bahan akibat pembebanan luar tanpa bahan tersebut mengalami deformasi yang besar. Besarnya kekuatan lentur bergantung pada bahan dan kuatnya beban. Pada pengujian lentur, bagian atas spesimen akan mengalami tekanan dan bagian bawah bahan akan mengalami tegangan tarik. Kekuatan lentur dihitung dengan persamaan menurut SNI 03- 2015-2006. Untuk bahan polimer bentuk kurva tegangan regangan terlihat pada gambar berikut : Gambar 2.19. Kurva Tegangan – Regangan Bahan Polimer A B C Tegangan Regangan σ σ t Universitas Sumatera Utara

2.14. Scanning Electron Microscopy SEM

SEM merupakan salah satu jenis mikroskop elektron yang menggunakan berkas elektron untuk menggambarkan profil permukaan suatu bahan. Pada dasarnya kerja dari SEM adalah dengan cara menembakkan arus elektron berenergi tinggi pada permukaan bahan yang dikenai arus elektron tersebut akan memantulkan berkas tersebut kesegala arah dengan intensitas yang berbeda-beda. Detektor akan mendeteksi lokasi dan arah permukaan yang memantulkan elektron dengan intensitas yang paling tinggi dan memberi informasi mengenai profil permukaan tersebut. Permukaan bahan yang ditembak dengan berkas elektron diamati dengan scanning. Berdasarkan arah pantulan berkas elektron pada berbagai titik, maka profil permukaan dapat dibangun dengan program komputer. SEM memiliki resolusi yang lebih tinggi dari pada mikroskopi optik, hal ini disebabkan panjang gelombang optik lebih panjang dari pada panjang gelombang de Boglie. Agar SEM memberikan gambar yang baik maka permukaan bahan terebut harus dapat memantulkan elektron atau dapat melepaskan elektron sekunder. Pada umumnya bahan yang demikian adalah logam. Untuk bahan yang bukan logam, agar profil permukaannya dapat diamati, maka bahan tersebut harus dilapisi dengan film tipis logam. Metode pelapisan yang umum adalah cara evaporasi dan sputtering.

2.15. Spektroskopi Infra Merah

Untuk dapat mengidentifikasi data infra merah polimer, persyaratan yang harus dipenuhi adalah zat tersebut harus homogen secara kimia. Spektrum infra merah suatu zat polimer pada dasarnya adalah serapan-serapan monomer dan pengaruh kopling antara monomer- monomer diabaikan. Seringkali suatu polimer mempunyai spektrum yang lebih sederhana dari pada spektrum monomer-monomernya, meskipun polimer dapat mengadung 10 4 atom. Hal ini disebabkan tidak ada perubahan tetapan gaya pada kelompok-kelompok atom sejenis. Atom-atom dalam kelompok ini akan selalu bervibrasi pada frekuensi yang sama dan tidak tergantung pada sistem molekul dimana atom-atom tersebut berada, bilamana Universitas Sumatera Utara syarat tetapan gaya pada kelompok tidak berubah dipenuhi. Faktor ini merupakan hal yang sangat penting untuk karaktererisasi spektrum infra merah. Bila sinar infra merah dilewatkan melalui sample, maka sejumlah frekuensi diserap sedangkan frekuensi lain diteruskan tanpa diserap. Spektrum infra merah akan dihasilkan bila dilukiskan persen seapan dengan frekuensi. Molekul hanya menyerap sinar infra merah jika dalam molekul ada transisi energi sebesar hν. Transisi yang terjadi di dalam serapan infra merah berkaitan dengan perubahan vibrasi molekul. Frekuensi vibrasi dihitung dengan memakai hukum Hooke Kemp, W 1979.

2.16. Differensial Thermal Analysis DTA

Differensial Thermal Analysis DTA merupakan suatu metode yang paling akhir digunakan saat ini dalam penelitian kuantitatf terhadap perubahan panas bahan polimer, karena karakteristik termal memegang peranan penting terhadap sifat bahan dan berkaitan erat dengan struktur bahan. Bahan jika dipanaskan akan terjadi perubahan struktur yang mengakibatkan perubahan kapasitas panas atau energi thermal bahan tersebut. Teknik analisa thermal digunakan untuk mendeteksi perubahan fisika penguapan dan perubahan kimia dekomposisi suatu bahan yang ditunjukkan oleh penyerapan panas endotermis serta pengeluaran panas eksotermis. Proses termal meliputi antara lain perubahan fase transisi gelas, pelunakan, pelelehan, oksidasi dan dekomposisi. Sifat termal suatu bahan menggambarkan karakteristik bahan tersebut ketika mendapat perlakuan panas dipanaskandidinginkan. Dengan demikian pengetahuan tentang sifat termal suatu bahan menjadi sangat penting dalam kaitannya dengan preses bahan menjadi barang jadi maupun untuk kontrol kualitasnya. Dalam metode DTA, sampel polimer dan referensi inert dipanaskan dalam atmosfer nitrogen kemudian perubahan panas dalam sampel dideteksi dan diukur. Ukuran sampel berkisar 0,5 – 10 mg, meskipun kedua metode memberi informasi yang sama namun terdapat perbedaan dalam instrumentasinya. Dengan DTA, sampel dan referensi diberikan pemanasan masing-masing dan energi disuplai untuk menjaga suhu sampel referensi agar tetap konstan. Dalam hal ini perbedaan daya listrik antara sampel dengan referensi Universitas Sumatera Utara d ∆Qdt dicatat. Data diplot sebagai d∆Qdt diatas ordinat versus temperatur diatas absis, sehingga menghasilkan suatu grafik yang disebut dengan termogram Stevens, 2001. Universitas Sumatera Utara BAB 3 METODE PENELITIAN

3.1. Tempat dan waktu

Penelitian ini akan dilakukan di Laboratorium Kimia Polimer FMIPA-USU, karakterisasi sifat mekanis dilakukan di Laboratorium Penelitian USU. Karakterisasi FTIR dilakukan di labor kimia Organik UGM, uji ukuran partikel emulsi dilakukan melalui foto mikroskop digitan di lab BFS Biologi USU, Uji Morfologi permukaan dengan SEM dilakukan di Lab Quarter ITB Bandung. Penelitian ini dimulai pada Juni 2011 dan direncanakan selesai pada Mei 2012.

3.2. Alat-alat yang digunakan

Tabel 3.1. Alat-alat yang digunakan dan spesifikasinya o Nama Alat Merek Kegunaan Internal Mixer Heles CR 52 Grafting Polystyrena dg Maleat Anhidrida Spektrofotometer FTIR Shimadzu Analisa Gugus fungsi sampel Neraca Analitis Mettler Toledo Germany Menimbang sampel dan bahan –bahan dalam penelitian Oven Memmert Mengeringkan sampel Universal Testing Machine Type-20E MGF Uji Sifat Mekanis Sampel Analytical Scanning Elektron Mikroskop JOEL Type JSM-6360LA Analisa Morfologi Permukaan Universitas Sumatera Utara Pengaduk Stirrer - Mengaduk campuran Lateks Hidrolik Press - Memadatkan sampel uji mekanis Thermal Analyzer Dt-30 Shimadzu Analisa Termal sampel Alat Shoklet Phyreck Memurnikan PS-g-MA 1 Beaker Glass Phyreck Wadah pembuatanpencampuran lateks 2 Gelas Ukur Phyreck Mengukur sampel cair 3 Labu Ukur Phyreck Membuat larutan

3.3. Bahan-bahan yang digunakan

Bahan utama maupun bahan pembantu yang digunakan dalam penelitian ini adalah seperti dalam tabel 3.2. berikut : Tabel 3.2. Bahan-bahan yang digunakan dan spesifikasinya. o Nama Rumus Molekul Struktur Bentuk dan Sifat Suplie r Polystyrene Granul, bening berkilat. BrataC hem Polyester tak jenuh Yukalac 157 BQTN-EX Lelehan kental, bening Justus Kimia Raya Maleat anhidrida Serbuk berwarna putih Pa. Merck BrataChem Universitas Sumatera Utara Benzoil peroksida Granul halus, putih Pa Merck Toluene C 6 H 5 CH Cairan bening, berbau khas 3 Multi Medika Dichloro methana DCM CH 2 Cl Cairan bening, bau khas, T.L: 39-40 2 Pa Merck C Ammo. lauril sulfat Cairan bening, kental dan licin BrataC hem Sodium Lauryl Sulfat Cairan bening, kental dan licin BrataC hem Kalium hidroksida K-O-H Kristal putih Pa Merck 1 Lateks pekat karet alam DRC 60 PTPN III 2 Hydrogen Chorida H-Cl Cairan bening, bau khas Pa Merck 3 Penolphtalei n C 6 H 10 C 2 O 2 OH Serbuk putih 2 Pa Merck 4 Methanol CH 3 Cairan bening, bau khas OH Pa Merck 6 Metal etil keton peroksida MEKP Cairan bening, bau khas Pa Merck Na + Universitas Sumatera Utara 3.4. Prosedur Kerja 3.4.1. Grafting Polystyrena dengan Anhidrida Maleat. Proses grafting dilakukan dalam alat internal mixer. Pertama alat dipanaskan sampai mencapai suhu leleh PS 240 C, lalu dimasukkan butiran PS 95 gr, dilakukan proses pelelehan selama ± 10 menit, suhu dijaga pada 240 C dengan kecepatan putaran 20-50 rpm. Selanjutnya dimasukkan BPO 3 gr dan MA sebanyak 2 gr sebanyak ke dalam internal mixer, proses dilanjutkan selama ± 10 menit Nasution D.Y., 2011. BPO dan maleat anhidrida sebelum dimasukkan kedalam internal mixer terlebih dulu dibungkus dengan PS lembaran, agar dapat masuk kedalam internal mixer dengan baik Eddiyanto 2007. Setelah itu proses dihentikan dan hasil reaksi dikeluarkan dari internal mixer, didinginkan pada tempat yang kering dan tertutup. Hasil reaksi dicuci untuk membersihkan maleat anhidrida yang tak bereaksi dan poli maleat anhidrida yang terbentuk menggunakan seperangkat alat soklet dengan pelarut dichlorometana, selanjutnya dikarakterisasi dengan FTIR untuk menentukan gugus fungsi. Prosedur grafting polystyrena dengan maleat anhidrida menggunakan inisiator benzoil peroksida dapat dilihat pada skema 1 halaman 49.

3.4.1.1. Uji Spektroskopi FTIR PS-g-MA

Analisis spektroskopi infra merah dilakukan terhadap PS-g-MA sebelum dan setelah dimurnikan, bertujuan untuk mengetahui dan membuktikan bahwa telah terjadi grafting anhidrida maleat pada PS dengan cara membandingkan kedua spectrum FT-IR tesebut. Sampel PS-g-MA yang diperoleh dicetak tekan sehingga diperoleh film dengan ketebalan 0,02 mm. Selanjutnya direkam spektrumnya dengan spektrofotometer infra merah FTIR.

3.4.1.2. Penentuan titik leleh PS-g-MA

Alat DTA dikondisikan selama 30 menit dengan menghidupkan unit kontrol dan amplifier. Ditimbang bahan pembanding serbuk alumina sebanyak 30 mg dengan Universitas Sumatera Utara menggunakan mangkok platina sebagai tempat sampel. Ditimbang bahan yang PS-g-MA yang telah dicuci dengan etanol sebanyak 30 mg dengan menggunakan mangkok platina sebagai tempat sampel. Diletakkan bahan pembanding dan sampel kedalam gagang sampel bahan pembanding diletakkan sebelah kiri dan sampel sebelah kanan. Detektor di set pada posisi DTG dan Thermocouple di set pada posisi PR dan Program di set pada posisi UP dengan kecepatan pemanasan di set 10 o C. Limit temperatur diset dibawah 1000 o C. Saklar amplifier DTA, switch ON dan Range ± 100 sd ± 250µV. Recorder diatur, pada pen 1 untuk temperatur bahan pembanding pada titik nol dan pen 2 untuk temperatur sampel di set di titik nol serta range 15mV. Unit kontrol di switch ON. Start temperatur, set 2-3 o C lebih kecil dari temperatur yang terbaca pada digital panel meter. Recorder, chart speed dipilih yang dari 1,25 sd 40 mmmenit dan Chart SW di switch ON. Unit kontrol, Start SW, switch ON. Ditentukan titik leleh PS-g-MA dari kurva temperatur sampel versus selisih temperatur bahan referensi dan temperatur sample. Dilakukan dengan prosedur yang sama untuk setiap sample polyester, soil stabilizer A, soil stabilizer B dan campuran tanah pasir dengan soil stabilizerAB.

3.4.2. Pembuatan Lateks PS-g-MA

Polistyrena tergrafting Maleat Anhidrida PS-g-AM dipotong-potong, dimasukkan ke dalam beaker glas dan ditambahkan toluene dengan perbandingan 3070 wv, perbandingan terbesar berat PS-g-MA yang dapat larut dalam toluene, diperoleh larutan polistyrena tergrafting. Selanjutnya larutan PS-g-MA ini dimasukkan dalam beaker glas 500 ml, diaduk dengan kecepatan 200 rpm selama 15 menit, di tambah aquades dan larutan surfaktan 10 sebanyak 10 ml, diaduk terus pada kerepatan 200 rpm selama 10 menit. Lateks yang terbentuk disimpan dan diukur kestabilannya pada hari ke 1, 3, 5, 7, 14, 21 dan 28 hari. Lateks PS-g-MA yang stabil diamati ukuran partikelnya menggunakan mikroskop optik. Skema 2 pada halaman 50 adalah prosedur pembuatan emulsi PS-g- MA. Adapun perbandingan antara larutan PS-g-MA : aquadest : larutan ALS 10 adalah seperti tabel berikut: Universitas Sumatera Utara Tabel 3.3. Komposisi larutan PS-g-MA, aquades dan larutan ALS 10. N o. Lar.PS-g-MA 30 ml Aquadest ml Lar.ALS 10 ml 1 90 10 10 2 70 30 10 3 50 50 10 4 30 70 10 5 10 90 10

3.4.3. Pembuatan Lateks Polyester.

Polyester dilarutkan dengan dichloromethane dengan konsentrasi 50, selanjutnya dimasukkan ke dalam beaker glass, diaduk dengan kecepatan 200 rpm selama 15 menit. Lalu ditambahkan aquades dan 10 ml larutan SLS 20. Adapun perbandingan antara larutan polyester 50 : aquadest : larutan SLS 20 adalah seperti tabel berikut: Tabel 3.4. Komposisi larutan polyester 50, aquades dan larutan SLS 20. N o. Lar. polyester 50 ml Aquadest ml Lar.SLS 20 ml 1 90 10 10 2 70 30 10 3 50 50 10 4 30 70 10 5 10 90 10 Lateks yang terbentuk disimpan dan diukur kestabilannya pada hari ke 1, 3, 5, 7, 14, 21 dan 28 hari. Lateks polyester yang stabil diamati ukuran partikelnya menggunakan mikroskop optic dan ukurannya ditentukan secara manual. Skema 3 pada halaman 51 adalah prosedur pembuatan emulsi polyester. Universitas Sumatera Utara 3.4.4. Pembuatan Soil Stabilizer. 3.4.4.1. Soil Stabilizer Termoplast SSTP Lateks pekat karet alam LPKA dengan kadar karet kering 60 dimasukkan dalam beaker glass diaduk dengan kecepatan 200 rpm selama 15 menit S. Chuayjujit, 2009. Selanjutnya ditambahkan emulsi PS-g-MA dan 10 ml ALS 10. Diaduk terus dengan kecepatan 200 rpm selama 15 menit. Soil stabilizer yang diperoleh diamati secara visual dan yang homogen dan stabil sampai hari ke 28 ditentukan densitas dan viskositasnya serta uji termal, selanjutnya digunakan sebagai perekat tanah pasir soil binder. Skema 4 merupakan prosedur pencampuran lateks PS-g-MA dengan LPKA terdapat pada halaman 52 . Tabel 3.5. Komposisi emulsi PS-g-MALPKAALS 10 N o Lateks PS-g- MA ml LPKA ml ALS 10 ml 1 90 10 10 2 70 30 10 3 50 50 10 4 30 70 10 5 10 90 10

3.4.4.2. Soil Stabilizer Termoset SSTS

Lateks pekat karet alam LPKA dengan kadar karet kering 60 dimasukkan dalam beaker glass diaduk dengan kecepatan 200 rpm selama 15 menit S. Chuayjujit, 2009. Selanjutnya ditambahkan lateks Polyester dan 10 ml SLS 20. Diaduk terus dengan kecepatan 200 rpm selama 15 menit. Diperoleh emulsi berwarna putih susu. Soil stabilizer yang diperoleh diamati secara visual, dan emulsi yang dapat bertahan tetap homogen sampai hari ke 28 ditentukan densitas dan viskositasnya serta dilakukan uji termal, selanjutnya digunakan sebagai perekat tanah soil binder. Universitas Sumatera Utara Tabel 3.6. Komposisi lateks Polyester, Lateks pekat karet alam dan SLS 20 N o Lateks PEs ml LP KA ml SLS 20 ml 1 90 10 10 2 70 30 10 3 50 50 10 4 30 70 10 5 10 90 10

3.4.5. Aplikasi Soil Stabilizer sebagai Soil Binder

Agregat pasir sebanyak 200 gram dimasukkan dalam beaker glass 500 ml, lalu dimasukkan SSTP sebanyak 5 10 ml dan 10, 15, 20, 25, 30 dan 35, diaduk perlahan menggunakan stirrer selama 15 menit. Setelah tercampur sempurna selanjutnya campuran dimasukkan ke dalam cetakan ukuran 5 x 5 x 5 cm sesuai standar ASTM D 1559 – 76 untuk uji kuat tekan compressive strength dan daya serap air serta cetakan ukuran 12 x 2 x 1 cm sesuai standar ASTM D-790 untuk uji kuat lentur flexure strength. Campuran dicetak tekan pada suhu kamar dengan tekanan 76 KN. Tabel 3.7. Komposisi agregat pasir dan Soil Stabilizer N o Agregat Tanah Pasir gr Soil Stabilizer ml 1 200 5 = 10 ml 2 200 10 = 20 ml 3 200 15 = 30 ml 4 200 20 = 40 ml 5 200 25 = 50 ml 6 200 30 = 60 ml 7 200 35 = 70 ml Universitas Sumatera Utara Selanjutnya sampel disimpan dalam oven suhu 35 C selama beberapa jam.dan dilakukan uji sifat fisik daya serap air, uji morfologi permukaan SEM, dan sifat mekanis uji kuat lentur dan kuat tekan. Prosedur yang sama dilakukan pula menggunakan SSTS, tetapi pada penggunaan SSTS ditambahkan lagi katalisator larutan methyl ethil keton peroksida MEKP. MEKP berfungsi sebagai hardener polyester atau pencepat waktu cuuring Pembuatan komposit terdapat pada skema 5 halaman 53.

3.4.6. Uji keteguhan lentur kering MoR dan modulus elastisitas lentur MoE

1 Contoh uji diukur panjang, lebar dan tebalnya; 2 Contoh diletakkan secara mendatar pada penyangga; 3 Beban diberikan pada bagian pusat contoh uji dengan kecepatan sekitar 10 mmmenit, kemudian dicatat defleksi dan beban sampai beban maksimum B. Gambar 3.1 Uji keteguhan lentur kering dan modulus elastisitas lentur Keterangan gambar: B : adalah beban kgf. A : adalah diameter 10 mm. S : adalah jarak sangga mm. T : adalah tebal papan partikel Universitas Sumatera Utara Keteguhan lentur dihitung dengan rumus : 2 2 2 3 cm kgf LT BS MoR lentur Keteguhan = B : adalah beban maksimum kgf. T : adalah tebal papan partikel cm. S : adalah jarak sangga cm. L : adalah lebar cm Modulus elastisitas lentur dihitung dengan rumus : 4 2 3 3 cm kgf y LT BS MoE lentur s elastisita Modulus = S : adalah jarak sangga cm. B : adalah beban. T : adalah tebal papan partikel. L : adalah lebar cm. y : adalah defleksi

3.4.7. Uji Daya Serap Air.

1 Sample uji ditimbang untuk mengetahui berat awal dengan ketelitian hingga 0,1 g, sebagai massa kering Mk. 2 Sample uji direndam selama 24 jam, setelah itu sampel diangkat dan diseka. Sampel dimbang dengan ketelitian hingga 0,1 gr, sebagai massa basah Mb. Daya Serap air dihitung dengan rumus : Daya serap air WA Universitas Sumatera Utara WA = x 100 WA : adalah daya serap air. Mb : adalah berat sampel basah gram. Mk : adalah berat kering mutlak gram. Universitas Sumatera Utara 3.5. Skema Proses Penelitian 3.5.1. Skema Modifilasi PS dengan MA Sampel dipotong-potong, di refluks dg pelarut DCM. Waktu ± 8 jam Karakterisasi Presipitat larutan MA sisa BPO sisa poli asam maleat Dimasukkan ke dalam Internal Mixer Proses pelelehan PS dlm IM Suhu 240 C Kec.putaran 20-50 rpm Kondisi proses tertutup Waktu ± 10 mnt Proses dihentikan Sampel dipindahkan dan didinginkan ditempat yang kering dan tertutup Proses dilanjutkan Suhu 240 C Kec.putaran 50 rpm Sistem pencampuran tertutup Waktu ± 10 mnt Ditambahkan BPO 2 gr, dilanjutkan dg MA 3 gr Hasil reaksi PS-g-MA Polistyrena PS 100 gr Dilarutkan dlm toluena panas 120-130 C Diendapkan dengan Metanol MeOH dan disaring Endapan dicuci dengan aquades dikeringkan di oven suhu 35 C selama ± 8 jam Gugus Fungsi FTIR Uji Termal DTA Universitas Sumatera Utara

3.5.2. Skema Pembuatan Lateks PS-g-MA

. Larutan PS-g-MA lar PS-g-MA 90 ml, Diaduk 200 rpm, waktu 15 mnt Kestabilan Emulsi densitas PS-g-MA 30 gr Ditambahkan Toluen 70ml , dan diaduk 30 mnt Emulsi PS-g-MA Aquadest 10 ml 10 ml Larutan ALS 10 Karakterisasi Ukuran Partikel mikroskop optik Universitas Sumatera Utara

3.5.3. Skema Pembuatan Lateks Polyester

Larutan Polyester lar Polyester 90 ml, Diaduk 200 rpm, waktu 15 mnt Kestabilan Emulsi densitas Polyester 50 ml Ditambahkan Dichloromethan 50 ml , dan diaduk 30 mnt Emulsi Polyester Aquadest 10 ml 10 ml Larutan SLS 20 Karakterisasi Ukuran Partikel mikroskop optik Universitas Sumatera Utara

3.5.4. Skema Pembuatan SSTP

Emulsi PS-g-MA 10,30,50,70 dan 90 LPKA kkk 60

90, 70, 50, 30, 10 ml diaduk 200 rpm 15 mnt