alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologi.
W. Nick Carter dalam bukunya yang berjudul “Disaster Management” memberikan devinisi bencana berdasarkan Concise Oxford Dictionary sebagai
“sudden or graet misfortume, calamity”. Sedangkan berdasarkan Webster’s Dictionary, bencana dimaknai sebagai “a sudden acalitous event proucing raet
material damage, loss, and distress” Nunung, dkk, 2012. Definisi lain menurut Internasional Strategi For Disaster Reduction UN-
ISDR-2002, 24 adalah:“ Aserios disruption of the fuctioning of a community or a socity causing widespread human, material, economic or environmental losses which
exceed the ability of the affected communitysociety to cope using its own resources” Nunung, dkk, 2012.
4.4. Bencana Banjir
Menurut Setyawan 2008 banjir adalah salah satu proses alam, banjir terjadi karena debit air sungai yang sangat tinggi hingga melampaui daya tampung saluran
sungai lalu meluap ke daerah sekitarnya. Debit air sungai yang tinggi terjadi karena curah hujan yang tinggi, sementara itu, banjir juga dapat terjadi karena kesalahan
manusia. Sebagai proses alam, banjir adalah hal yang biasa terjadi dan merupakan
bagian dari siklus hidrologi. Banjir tidak dapat dihindari dan pasti terjadi. Hal ini dapat kita lihat dari adanya dataran banjir pada sistem aliran sungai. saat banjir terjadi
transportasi muatan sedimen dari daerah hulu sungai ke hilir dalam jumlah yang besar, muatan sedimen itu bersal dari erosi yang terjadi di derah pegunungan atau
perbukitan. Banjir akibat kesalahan manusia setidaknya disebabkan oleh dua hal, yaitu
pengelolaan daerah hulu sungai yang buruk, dan pengolahan drainase yang buruk. Dalam siklus hidrologi, daerah hulu sebenarnya adalah daerah resapan air.
Pengolahan daerah hulu yang buruk menyebabkan air banyak mengalir sebagai air permukaan yang dapat menyebabkan banjir Setyawan, 2008.
Banjir mengandung pengertian aliran air sungai yang tingginya melebihi muka air normal sehingga melimpah dari palung sungai menyebabkan adanya
genangan pada lahan rendah disisi sungai. Aliran air limpahan tersebut yang semakin meninggi, mengalir dan melimpahi tanah yang biasanya tidak dilewati aliran
air. Bencana banjir merupakan peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat sehingga mengakibatkan
timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis Mistra, 2007.
Menurut Dibyosaputro 1998 Banjir merupakan satu bahaya alam yang terjadi di alam ini dimana air mengenang lahan- lahan rendah di sekitar sungai
sebagai akibat ketidakmampuan alur sungai menampung dan mengalirkan air, sehingga meluap keluar alur melampaui tanggul dan mengenai daerah sekitarnya.
Menurut Bakornas PB 2007, berdasarkan sumber airnya, air yang berlebihan tersebut dapat dikategorikan dalam empat kategori:
1. Banjir yang disebabkan oleh hujan lebat yang melebihi kapasitas penyaluran sistem pengaliran air yang terdiri dari sistem sungai alamiah dan sistem drainase
buatan manusia. 2. Banjir yang disebabkan meningkatnya muka air di sungai sebagai akibat pasang
laut maupun meningginya gelombang laut akibat badai. 3. Banjir yang disebabkan oleh kegagalan bangunan air buatan manusia seperti
bendungan, tanggul, dan bangunan pengendalian banjir. 4. Banjir akibat kegagalan bendungan alam atau penyumbatan aliran sungai akibat
runtuhnyalongsornya tebing sungai. Ketika sumbatanbendungan tidak dapat menahan tekanan air maka bendungan akan hancur, air sungai yang terbendung
mengalir deras sebagai banjir bandang.
4.4.1. Faktor-faktor Penyebab Banjir
Pada umumnya banjir disebabkan oleh curah hujan yang tinggi di atas normal, sehingga sistem pengaliran air yang terdiri dari sungai dan anak sungai
alamiah serta sistem saluran drainase dan kanal penampung banjir buatan yang ada tidak mampu menampung akumulasi air hujan tersebut sehingga meluap.
Kemampuandaya tampung sistem pengaliran air dimaksud tidak selamanya sama, tetapi berubah akibat sedimentasi, penyempitan sungai akibat phenomena alam
dan ulah manusia, tersumbat sampah serta hambatan lainnya. Penggundulan hutan di daerah tangkapan air hujan catchment area juga
menyebabkan peningkatan debit banjir karena debitpasokan air yang masuk ke dalam sistem aliran menjadi tinggi sehingga melampaui kapasitas pengaliran dan
menjadi pemicu terjadinya erosi pada lahan curam yang menyebabkan terjadinya sedimentasi di sistem pengaliran air dan wadah air lainnya. Disamping itu
berkurangnya daerah resapan air juga berkontribusi atas meningkatnya debit banjir. Pada daerah permukiman yang padat bangunan sehingga menyebabkan
tingkat resapan air kedalam tanah berkurang. Pada curah hujan yang tinggi sebagian besar air akan menjadi aliran air permukaan yang langsung masuk kedalam sistem
pengaliran air sehingga kapasitasnya terlampaui dan mengakibatkan banjir Ma’mun, 2007.
Faktor penyebab banjir menurut Yulaelawati 2008, dapat dibedakan menjadi 3 tiga faktor yaitu:
1. Pengaruh aktivitas manusia, seperti: a. Pemanfaatan daratan banjir yang digunakan untuk pemukiman dan industri.
b. Pengundulan hutan dan yang kemudian mengurangi resapan pada tanah dan meningkatkan larian tanah permukaan. Erosi yang terjadi kemudian bisa
menyebabkan sedimentasi di terusan-terusan sungai yang kemudian mengganggu jalannya air.
c. Permukiman di daratan banjir dan pembangunan di daerah daratan banjir dengan mengubah saluran-saluran air yang tidak direncanakan dengan baik. Bahkan
tidak jarang alur sungai diurung untuk dijadikan pemukiman. Kondisi demikian banyak terjadi di perkotaan di Indonesia. Akibatnya adalah aliran sungai saat
musim hujan menjadi tidak lancar dan menimbulkan banjir. d. Membuang sampah sembarangan dapat menyumbat saluran-saluran air, terutama
di perumahan-perumahan. 2. Kondisi alam yang bersifat tetap statis seperti:
a. Kondisigeografi yang berada pada daerahyang seringterkena badai atau siklon, misalnya beberapa kawasan di Bangladesh kondisi topografi yang cekung,
yang merupakan daratan banjir, seperti Kota Bandung yang berkembang pada Cekungan Bandung.
b. Kondisi alur sungai, sepertikemiringan dasarsungai yang datar,berkelok- kelok, timbulnya sumbatan atau berbentuk sepertibotol bottle neck,dan adanya
sedimentasi sungai membentuk sebuah pulau ambal sungai 3. Peristiwa alam yang bersifat dinamis, yaitu:
a. Curah hujan yang tinggi b. Terjadinya pembendungan atau arus balik yang sering terjadi dimuara sungai
atau pertemuan sungai besar.
c. Penurunan muka tanah atau amblasan, misal di sekitar di sekitar Pantai Utara Jakarta yang mengalami amblasan setiap tahun akibat pengambilan air tanah
yang berlebihan sehingga menimbulkan muka tanah menjadi lebih rendah. pendangkalan dasar sungai karena sedimentasi yang cukup tinggi.
Faktor pertama merupakan dampak langsung dari ulah tangan - tangan manusia yang mencari kenyamanan hidup dengan mengeksploritasi, membahayakan, dan
merusak lingkungan baik di darat, lautdan di udara. Sementara faktor kedua dan ketiga; alam yang statis dan faktor peristiwa alam yang dinamis, merupakan
tantangan bagi manusia untuk dapat berusaha mencari alternatif-alternatif yang dapat mengurangi terjadinya banjir dan dampaknya.
4.4.2. Dampak Bencana Banjir
Menurut Mistra 2007, dampak banjir akan terjadi pada beberapa aspek dengan tingkat kerusakan berat pada aspek - aspek berikut ini:
1. Aspek Penduduk, antara lain berupa korban jiwameninggal, hanyut, tenggelam, luka-luka, korban hilang, pengungsian, berjangkitnya wabah dan penduduk
terisolasi. 2. Aspek Pemerintahan, antara lain berupa kerusakan atau hilangnya dokumen,
arsip, peralatan dan perlengkapan kantor dan terganggunya jalannya pemerintahan.
3. Aspek Ekonomi, antara lain berupa hilangnya mata pencaharian, tidak berfungsinya pasar tradisional, kerusakan, hilangnya harta benda, ternak dan
terganggunya perekonomian masyarakat. 4. Aspek SaranaPrasarana, antara lain berupa kerusakan rumah penduduk,
jembatan, jalan, bangunan gedung perkantoran, fasilitas sosial dan fasilitas umum, instalasi listrik, air minum dan jaringan komunikasi.
5. Aspek Lingkungan, antara lain berupa kerusakan eko-sistem, obyek wisata, persawahanlahan pertanian, sumber air bersih dan kerusakan tangguljaringan
irigasi.
4.5. Daerah Rawan Bencana
Daerah Rawan Bencana adalah daerah yang memiliki kondisi atau karekteristik geologis, biologis, hidrologis, klimatologis, geografis, sosial budaya,
politik, ekonomi, dan teknologi pada suatu wilayah untuk jangka waktu tertentu yang mengurangi kemampuan mencegah, meredam, mencapai kesiapan dan mengurangi
kemampuan untuk menanggapi dampak buruk bahaya tertentu BNPB, 2008.
4.6. Pengetahuan
4.6.1. Pengertian
Pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap sesuatu objek tertentu, penginderaan terjadi
melalui pasca indera manusia yakni indera pengelihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh dari mata dan telinga
Notoatmodjo, 2007. Pengetahuan mempunyai peranan besar dalam perubahan perilaku. Rogers
1995 menjelaskan lebih terinci berbagai variabel yang berpengaruh terhadap tingkat adopsi suatu inovasi serta tahapan dari proses pengambilan keputusan inovasi.
Variabel yang berpengaruh terhadap tahapan difusi inovasi tersebut mencakup: 1 atribut inovasi perceived atrribute of innovasion, 2 jenis keputusan inovasi type
of innovation decisions, 3 saluran komunikasi communication channels, 4 kondisi sistem sosial nature of social sistem, dan 5 peran agen perubah change
agents.
4.6.2. Proses Putusan Inovasi
Rogers 1983 menjelaskan dalam penerimaan suatu inovasi, biasanya seseorang melalui beberapa tahapan yang disebut Proses Putusan Inovasi. Proses
putusan inovasi merupakan proses mental yang mana seseorang atau lembaga melewati dari pengetahuan awal tentang suatu inovasi sampai membentuk sebuah
sikap terhadap inovasi tersebut, membuat keputusan apakah menerima atau menolak inovasi tersebut, mengimplementasikan gagasan baru tersebut, dan mengkonfirmasi
keputusan ini. Seseorang akan mencari informasi pada berbagai tahap dalam proses keputusan inovasi untuk mengurangi ketidakyakinan tentang akibat atau hasil dari
inovasi tersebut.
Proses keputusan inovasi ini adalah sebuah model teoritis dari tahapan pembuatan keputusan tentang pengadopsian suatu inovasi teknologi baru. Proses ini
merupakan sebuah contoh aksioma yang mendasari pendekatan psikologi sosial yang menjelaskan perubahan sikap dan perilaku yang dinamakan tahapan efek dasar.
Proses keputusan inovasi dibuat melalui sebuah cost-benefit analysis yang mana rintangan terbesarnya adalah ketidakpastian uncertainty. Orang akan
mengadopsi suatu inovasi jika mereka merasa percaya bahwa inovasi tersebut akan memenuhi kebutuhan . Jadi mereka harus percaya bahwa inovasi tersebut akan
memberikan keuntungan relatif pada hal apa yang digantikannya. Lalu bagaimana mereka merasa yakin bahwa inovasi tersebut akan memberikan keuntungan dari
berbagai segi, seperti : 1. Dari segi biaya, apakah inovasi tersebut membutuhkan biaya yang besar tetapi
dengan tingkat ketidakpastian yang besar? 2. Apakah inovasi tersebut akan mengganggu segi kehidupan sehari-hari?
3. Apakah sesuai dengan kebiasaan dan nilai-nilai yang ada? 4. Apakah sulit untuk digunakan?
Pada awalnya Rogers dan Shoemaker 1971 menerangkan bahwa dalam upaya perubahan seseorang untuk mengadopsi suatu perilaku yang baru, terjadi
berbagai tahapan pada seseorang tersebut, yaitu : 1. Tahap Awareness Kesadaran, yaitu tahap seseorang tahu dan sadar ada terdapat
suatu inovasi sehingga muncul adanya suatu kesadaran terhadap hal tersebut.
2. Tahap Interest Keinginan, yaitu tahap seseorang mempertimbangkan atau sedang membentuk sikap terhadap inovasi yang telah diketahuinya tersebut
sehingga ia mulai tertarik pada hal tersebut. 3. Tahap Evaluation Evaluasi, yaitu tahap seseorang membuat putusan apakah ia
menolak atau menerima inovasi yang ditawarkan sehingga saat itu ia mulai mengevaluasi.
4. Tahap Trial Mencoba, yaitu tahap seseorang melaksanakan keputusan yang telah dibuatnya sehingga ia mulai mencoba suatu perilaku yang baru.
5. Tahap Adoption
Adopsi, yaitu tahap seseorang memastikan atau mengkonfirmasikan putusan yang diambilnya sehingga ia mulai mengadopsi
perilaku baru tersebut. Dari pengalaman di lapangan ternyata proses adopsi tidak berhenti segera
setelah suatu inovasi diterima atau ditolak. Kondisi ini akan berubah lagi sebagai akibat dari pengaruh lingkungan penerima adopsi. Oleh sebab itu, Rogers 1983,
1995 merevisi kembali teorinya tentang keputusan tentang inovasi yaitu : 1. Knowledge Pengetahuan
Pada tahapan ini suatu individu belajar tentang keberadaan suatu inovasi dan mencari informasi tentang inovasi tersebut. Apa?, bagaimana?, dan mengapa?
merupakan pertanyaan yang sangat penting pada tahap ini. Tahap ini individu akan menetapkan “ Apa inovasi itu? bagaimana dan mengapa ia bekerja?.
Pertanyaan ini akan membentuk tiga jenis pengetahuan, yaitu:
a. Awareness Knowledge Pengetahuan Kesadaran, yaitu pengetahuan akan keberadaan suatu inovasi. Pengetahuan jenis ini akan memotivasi individu
untuk belajar lebih banyak tentang inovasi dan kemudian akan mengadopsinya. Pada tahap ini inovasi mencoba diperkenalkan pada
masyarakat tetapi tidak ada informasi yang pasti tentang produk tersebut. Karena kurangnya informasi tersebut maka maka masyarakat tidak merasa
memerlukan akan inovasi tersebut. Rogers menyatakan bahwa untuk menyampaikan keberadaan inovasi akan lebih efektif disampaikan melalui
media massa seperti radio, televisi, koran, atau majalah. Sehingga masyarakat akan lebih cepat mengetahui akan keberadaan suatu inovasi.
b. How-to-Knowledge Pengetahuan Pemahaman, yaitu pengetahuan tentang bagaimana cara menggunakan suatu inovasi dengan benar. Rogers
memandang pengetahuan jenis ini sangat penting dalam proses keputusan inovasi. Untuk lebih meningkatkan peluang pemakaian sebuah inovasi maka
individu harus memiliki pengetahuan ini dengan memadai berkenaan dengan penggunaan inovasi ini.
c. Principles-Knowledge Prinsip Dasar, yaitu pengetahuan tentang prinsip- prinsip keberfungsian yang mendasari bagaimana dan mengapa suatu inovasi
dapat bekerja. Contoh dalam hal ini adalah ide tentang teori kuman, yang mendasari penggunaan vaksinasi dan kakus untuk sanitasi perkampungan dan
kampanye kesehatan.
Berkaitan dengan proses difusi inovasi tersebut NCDDR National Center for the Dissemination of Disability Research, 1996, menyebutkan ada 4 empat
dimensi pemanfaatan pengetahuan knowledge utilization, yaitu: a. Dimensi Sumber Diseminasi, yaitu institusi, organisasi, atau individu yang
bertanggunggung jawab dalam menciptakan pengetahuan dan produk baru. b. Dimensi Isi Diseminasi, yaitu pengetahuan dan produk baru dimaksud yang
juga termasuk bahan dan informasi pendukung lainnya. c. Dimensi Media Diseminasi, yaitu cara-cara bagaimana pengetahuan atau
produk tersebut dikemas dan disalurkan. d. Dimensi Pengguna Diseminasi, yaitu pengguna dari pengetahuan dan produk
dimaksud. 2. Persuasion Kepercayaan
Tahap persuasi terjadi ketika individu memiliki sikap positif atau negatif terhadap inovasi. Tetapi sikap ini tidak secara langsung akan menyebabkan apakah
individu tersebut akan menerima atau menolak suatu inovasi. Suatu individu akan membentuk sikap ini setelah dia tahu tentang inovasi , maka tahap ini berlangsung
setelah tahap pengetahuan dalam proses keputusan inovasi. Tahap pengetahuan lebih bersifat kognitif tentang pengetahuan, sedangkan tahap kepercayaan
bersifat afektif karena menyangkut perasaan individu, karena itu pada tahap ini individu akan terlibat lebih jauh lagi. Tingkat ketidakyakinan pada fungsi-fungsi
inovasi dan dukungan sosial akan memengaruhi pendapat dan kepercayaan individu terhadap inovasi.
3. Decision Keputusan Pada tahapan ini individu membuat keputusan apakah menerima atau menolak
suatu inovasi. Jika inovasi dapat dicobakan secara parsial, umpamanya pada keadaan suatu individu, maka inovasi ini akan lebih cepat diterima karena
biasanya individu tersebut pertama-tama ingin mencoba dulu inovasi tersebut pada keadaannya dan setelah itu memutuskan untuk menerima inovasi tersebut.
Walaupun begitu, penolakan inovasi dapat saja terjadi pada setiap proses keputusan inovasi ini. Terdapat dua jenis penolakan, yaitu active rejection dan
passive rejection. Active rejection terjadi ketika suatu individu mencoba inovasi dan berfikir akan mengadopsi inovasi tersebut namun pada akhirnya dia menolak
inovasi tersebut. Passive rejection individu tersebut sama sekali tidak berfikir untuk mengadopsi inovasi.
4. Implementation Penerapan Pada tahap implementasi, sebuah inovasi dicoba untuk dipraktekkan, akan tetapi
sebuah inovasi membawa sesuatu yang baru apabila tingkat ketidakpastiannya akan terlibat dalam difusi. Ketidakpastian dari hasil-hasil inovasi ini masih akan
menjadi masalah pada tahapan ini. Klien dalam hal ini adalah masyarakat, akan memerlukan bantuan teknis dari agen perubahan untuk mengurangi tingkat
ketidakpastian dari akibatnya. Apalagi bahwa proses keputusan inovasi ini akan berakhir. Permasalahan penerapan inovasi akan lebih serius terjadi apabila yang
mengadopsi inovasi itu adalah suatu organisasi, karena dalam sebuah inovasi jumlah individu yang terlibat dalam proses keputusan inovasi ini akan lebih
banyak dan terdiri dari karakter yang berbeda-beda. 5. Confirmation PenegasanPengesahan
Ketika Keputusan inovasi sudah dibuat, maka klien akan mencari dukungan atas keputusannya ini . Menurut Rogers 1983 keputusan ini dapat menjadi terbalik
apabila si pengguna ini menyatakan ketidaksetujuan atas pesan-pesan tentang inovasi tersebut. Akan tetapi kebanyakan cenderung untuk menjauhkan diri dari
hal-hal seperti ini dan berusaha mencari pesan-pesan yang mendukung yang memperkuat keputusan itu. Jadi dalam tahap ini, sikap menjadi hal yang lebih
krusial. Keberlanjutan penggunaan inovasi ini akan bergantung pada dukungan dan sikap individu .
4.6.3. Faktor-faktor yang Memengaruhi Difusi Inovasi
Rogers 1983, 1995, ada beberapa faktor yang memengaruhi proses difusi inovasi, seperti: 1 faktor personal, 2 faktor sosial, dan 3 faktor situasional.
Faktor personal yang memengaruhi difusi inovasi adalah: 1. Umur
Difusi inovasi yang tertinggi terdapat pada sekelompok orang yang berusia relatif tua. Walaupun terdapat beberapa bukti bahwa orang-orang yang berusia relatif tua
kurang dapat menerima perubahan, tetapi bukan berarti mereka tidak mau menerima perubahan untuk orang lain.
2. Pendidikan Pendidikan merupakan sarana untuk meningkatkan suatu tambahan pemehaman
tentang hal-hal baru. Disamping itu pendidikan juga merupakan sesuatu yang dapat menciptakan dorongan kepada seseorang untuk menerima suatu inovasi.
3. Karakteristik Psikologi Seseorang yang fleksibel secara mental, mampu memandang elemen-elemen yang
nyata dalam situasi yang baru apabila melakukan penyesuaian diri terhadap situasi tersebut. Dengan perkataan lain, kemampuan mengakses informasi dengan
cepat dapat menciptakan suatu keadaan rasional, dimana hal tersebut akan memengaruhi seseorang untuk mengadopsi suatu inovasi.
Faktor sosial yang memengaruhi difusi inovasi terdiri dari: 1. Keluarga
Keluarga sering dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam mengambil keputusan untuk menerima suatu inovasi. Hal ini disebabkan adanya anggapan
bahwa penerimaan inovasi akan berpengaruh terhadap keseluruhan sistem keluarga.
2. Tetangga dan Lingkungan Sosial Tetangga adalah orang-orang yang tinggal pada suatu geografis tertentu yang
telah mengembangkan suatu perasaan memiliki atau kebersamaan dan cenderung
berasosiasi dengan sesamanya daripada dengan pihak luar. Pada umumnya belajar dengan tetangga biasanya lebih berhasil daripada belajar dengan pihak lain yang
tinggal berjauhan sehingga tetangga banyak berperan dalam proses difusi inovasi. 3. Kelompok Referensi
Kelompok referensi adalah sekelompok orang yang dijadikan contoh oleh orang lain atau kelompok lain dalam pembentukan pikiran, penilaian, dan keputusan
dalam bertindak. Oleh sebab itu kelompok referensi berperan dalam menyadarkan masyarakat yang relatif lambat dalam mengadopsi sesuatu.
4. Budaya Suatu unsur budaya seperti tata nilai dan sikap sangat berpengaruh dalam proses
difusi inovasi. Tata nilai berhubungan dengan tingkat kepentingan seseorang sehingga menjadi penting dalam memengaruhi perilaku individu sedangkan sikap
merupakan suatu proses dalam bertindak yang berdasarkan pada tata nilai yang ada.
Faktor situasional yang memengaruhi difusi inovasi adalah: 1. Status Sosial
Kedudukan seseorang dalam suatu masyarakat berhubungan positif dengan proses difusi inovasi. Seseorang yang mempunyai kedudukan sosial yang tinggi dalam
masyarakat cenderung lebih mudah menerima berbagai perubahan yang
ditawarkan disebabkan ia lebih mudah untuk mendapatkan berbagai informasi tentang perkembangan baru yang sedang dan akan terjadi.
2. Sumber Informasi Orang-orang yang memanfaatkan berbagai sumber informasi yang didapatkannya
berkorelasi positif dengan proses difusi inovasi. Sebaliknya, orang-orang yang enggan untuk mencari dan mendapatkan informasi dan hanya bergantung dengan
informasi yang apa adanya akan berkorelasi negatif dengan proses difusi inovasi. Namun demikian dari penelitian Rogers ini menyimpulkan bahwa perubahan
perilaku tidak selalu melewati tahap - tahap tersebut diatas Notoatmodjo, 2007. Pengetahuan yang dicakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkat, yaitu:
a. Tahu Know, tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya.
b. Memahami Comprehension, diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat
menginsterpretasikan materi tersebut secara benar. c. Aplikasi Aplication, aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan
materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi riil sebenarnya. d. Analisa Analysis, adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau
suatu objek kedalam komponen – komponen, tetapi masih didalam suatu struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain.
e. Sintesis Synthesis, menujukan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian - bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.
f. EvaluasiEvaluation, ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap suatu materi atau objek.
Menurut Transtheoretical Model Of Behaviour Change yang dinyatakan oleh Citizen Corps 2006, pengetahuan yang dimaksud adalah dimana individu memiliki
pengetahuan tentang tindakan kesiapsiagaan yang direkomendasikan.
4.7. Sikap
Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap mencerminkan kesenangan atau
ketidaksenangan seseorang terhadap sesuatu. Sikap berasal dari pengalaman, atau dari orang yang dekat dengan kita. Mereka dapat mengakrabkan kita dengan sesuatu, atau
menyebabkan kita menolaknya Wahid, 2007. Sikap merupakan reaksi atau respons yang masih tertutup dari seseorang
terhadap suatu stimulus atau objek. Cardno dalam Notoatmodjo 2003 membatasi sikap sebagai hal yang memerlukan predisposisi yang nyata dan variabel disposisi
lain untuk memberi respons terhadap objek sosial dalam interaksi dengan situasi dan mengarahkan serta memimpin individu dalam bertingkah laku secara terbuka.
Newcomb dalam Notoatmodjo 2003 menyatakan bahwa sikap merupakan kesediaan dan kesiapan untuk bertindak dan bukan merupakan pelaksanaan motif
tertentu, akan tetapi sebagai salah satu predisposisi tindakan untuk perilaku. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus
tertentu yang dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang bersifat emosional. Sedangkan Krech et al dalam Notoatmodjo 2003 menyebutkan bahwa sikap
menggambarkan suatu kumpulan keyakinan yang selalu mencakup aspek evaluatif sehingga selalu dapat diukur dalam bentuk baik dan buruk atau positif dan negative.
Selanjutnya Mucchielli dalam Notoatmodjo 2003 menegaskan sikap sebagai suatu kecendrungan jiwa atau perasaan yang relative terhadap kategori tertentu dari objek,
orang atau situasi. Allport 1954 menjelaskan bahwa sikap mempunyai tiga komponen pokok :
1. Kepercayaan keyakinan, ide, konsep terhadap suatu objek. 2. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek.
3. Kecenderungan untuk bertindak tend to behave. Adapun ciri-ciri sikap menurut WHO adalah sebagai berikut :
1. Pemikiran dan perasaan thoughts and feeling, hasil pemikiran dan perasaan seseorang, atau lebih tepat diartikan pertimbangan - pertimbangan pribadi terhadap
objek atau stimulus.
2. Adanya orang lain yang menjadi acuan personal reference merupakan faktor penguat sikap untuk melakukan tindakan akan tetapi tetap mengacu pada
pertimbangan - pertimbangan individu. 3. Sumber daya resources yang tersedia merupakan pendukung untuk bersikap
positif atau negatif terhadap objek atau stimulus tertentu dengan pertimbangan kebutuhan dari pada individu tersebut.
4. Sosial budaya culture, berperan besar dalam memengaruhi pola pikir seseorang untuk bersikap terhadap objekstimulus tertentu Notoatmodjo, 2007.
5. Praktik atau tindakan practice Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan overt behavior.
Untuk mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan yang nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain adalah fasilitas dan
faktor dukungan support Notoatmodjo, 2007.
4.8. Landasan Teori
Kesiapsiagaan preparedness menghadapi banjir adalah kegiatan yang dilakukan dalam rangka mengantisipasi bencana banjir sehingga tindakan yang
dilakukan pada saat dan setelah terjadi banjir dilakukan secara tepat dan efektif Rahayu dkk, 2009.
Menurut Transtheoretical Model of Behaviour Change yang dinyatakan oleh Citizen Corps 2006, faktor-faktor yang memengaruhi kesiapsiagaan terhadap
bencana adalah 1external motivasi meliputi kebijakan, pendidikan dan latihan, dana, 2 pengetahuan, 3 sikap , 4 keahlian.
Menurut Mc.Kiernan et al,2005, teori perkembangan evolusi dari kesiapsiagaan dan plastisitas Brunswikian menyatakan bahwa perilaku berhubungan
antara terbentuknya kebiasaan dan punahnya kebiasaan. Merujuk pada Transtheoretical Model Of Behaviour Change dan Teori Perkembangan Evolusi
serta berdasarkan survey pendahuluan yang dilakukan peneliti, terkait dengan kesiapsiagaan tenaga kesehatan Puskesmas menghadapi bencana banjir, maka faktor
yang paling berperan dalam memengaruhi tenaga kesehatan Puskesmas melakukan kesiapsiagaan menghadapi bencana banjir adalah pengetahuan, sikap.
4.9. Kerangka Konsep
Berdasarkan teori-teori yang telah di bahas dalam tinjauan kepustakaan , maka
kerangka teoritis dapat digambarkan sebagai berikut :
Gambar 2.1 Kerangka Konsep Penelitian
Pengetahuan
Sikap Kesiapsiagaan M asyarakat
di Kawasan Rawan Banjir