BAB I LATAR BELAKANG
A. Latar Belakang Masalah
Restukturisasi dan rekapitalisasi perbankan serta perusahaan sudah berjalan dalam kurun waktu yang lama terhitung dari tahun 2003, tetapi fungsi
perbankan sebagai intermediasi keuangan dirasakan belum begitu normal. Krisis ekonomi dan perbankan yang terjadi di Indonesia telah mengakibatkan adanya
distorsi pada intermediasi perbankan. Maka yang menjadi pertanyaan, apakah kebijakan perbankan yang dilaksanakan sudah memadai, atau perlu penyesuaian,
sehingga kebijakan di sektor tersebut, secara khusus mampu mendukung terciptanya sektor perbankan yang sehat, dan secara umum dapar mewujudkan
Good Corporate Governance yang konsisten. Proses pemulihan intermediasi perbankan yang belum berjalan normal
ditandai oleh masih rendahnya pertumbuhan kredit. Hal ini disebabkan oleh : 1 terbatasnya debitur potensial, sehingga sebagian penyaluran kredit baru hanya
diberikan dalam bentuk kredit menengah dan kecil untuk tujuan konsumsi ; 2 perbankan menilai risiko usaha masih tinggi dan komitmen kredit belum
disalurkan secara optimal, lantaran belum didukung iklim usaha yang kondusif; 3 beberapa bank rekapitalisasi yang masih mengalami masalah likuiditas
menghadapi kesulitan menjual obligasi rekap, sebab pasar sekunder obligasi pemerintah belum berkembang; 4 beberapa bank masih menghadapi kesulitan
Universitas Sumatera Utara
memenuhi ketentuan Capital Adequacy Ratio CAR dan Batas Maksimum Pemberian Kredit.
Walaupun secara perlahan, namun pergerakan kinerja perbankan yang cukup lambat mengalami perkembangkan yang cukup baik. Hal ini dilihat dari
secara umum, sektor perbankan dapat dikatakan mengalami perbaikkan kinerja dari waktu ke waktu. Hal ini tercermin dalam indikator kinerja perbankan tahun
2002-2005 seperti terlihat pada tabel 1 di bawah ini :
Tabel 1.1 Indikator Kinerja Perbankan
Indikator Utama Des-2002
Des-2003 Mar-04
Jun-04 Des-2004
Jan-05 Mar-05
Total Aset Trilyun Rp. 1112.2
1196.2 1150
1185.7 1272.3
1258.4 1280.6
DPK Trilyun Rp. 835.8
888.6 875.1
912.8 963.1
950.1 959.3
Kredit Trilyun Rp. 371.06
440.51 449.38
491.39 559.47
555.6 582.51
Aktiva Produktif Trilyun Rp.
1055.15 1084.95 1085.23
1129.06 1182.9
1178.75 1193.38
LDR 38.2
43.2 43.7
46.4 50
49.5 51.22
ROA 1.9
2.5 2.7
2.7 3.5
3.4 3.4
Rasio NPL 7.5
6.78 6.25
6.19 4.5
4.67 4.37
CAR 22.5
19.4 23.5
20.9 19.4
22.3 21.75
KreditAP 35.17
40.60 41.41
43.52 47.30
47.13 48.81
Sumber : Statistik Perbankan Indonesia,http:www.bi.go.id
Capital Adequacy Ratio CAR sebagai indikator permodalan, CAR perbankan menunjukkan angka yang jauh melebihi persyaratan minimumnya yang
hanya sebesar 8 persen. Angka Dana pihak ketiga DPK juga terus mengami peningkatan yang mengindikasikan meningkatnya kepercayaan masyarakat
terhadap perbankan.Begitupula dengan angka Non-Performing Loan NPL yang cenderung membaik.
Namun demikian, membaiknya kinerja perbankan tersebut belum dapat memberikan dukungan secara penuh untuk mempercepat pemulihan di sektor riil.
Universitas Sumatera Utara
Ini terlihat dari masih belum mantapnya fungsi intermediasi perbankan. Tabel 1.1 diatas menunjukkan pertumbuhan kredit pada sektor riil yang diindikasikan oleh
besaran angka Loan to Deposit Ratio LDR yang bergerak naik namun dengan laju yang sangat lambat. Sampai dengan bulan bulan Januari 2005 lalu, LDR
masih berada pada kisaran 49,5 persen, yang bahkan mengalami penurunan dibanding tahun lalu sebesar 50 persen. Angka ini masih lebih rendah relatif
kondisi sebelum krisis yang mencapai 70-80 persen. Lemahnya institusi pemerintah dan belum adanya clean government di
sektor publik serta belum diterapkannya GCG secara konsisten di dunia usaha khususnya perbankan menjadi faktor utama berkepanjangannya krisis yang terjadi
di Indonesia. Dalam kaitannya dengan masalah perbankan nasional terdapat suatu realita bahwa sistem perbankan nasional mengalami kehancuran, yang
ditunjukkan antara lain ketidakberhasilan peran perbankan mengantisipasi dampak krisis ekonomi. Peran perbankan nasional di masa menjelang krisis sesungguhnya
telah banyak mengalami distorsi. Perbankan nasional dianggap dan dinilai tidak mampu menjalankan fungsinya secara benar, sesuai dengan standar prosedur
operasinya. Kegiatan operasional dapat berjalan lancar apabila bank tersebut memiliki
modal yang cukup sehingga pada keadaan kritis bank tetap dalam posisi yang aman. Salah satu antisipasi bank untuk dapat memenuhi kecukupan modal atau
mencapai standar rasio kecukupan modal Capital Adequacy Ratio yang berdasarkan Peraturan Bank Indonesia No.512PBI2003 tentang kewajiban
penyediaan modal minimum bank umum dengan memperhitungkan risiko pasar
Universitas Sumatera Utara
adalah di atas 8, maka bank harus bisa memperoleh laba yang nantinya akan menambah modal bank. Hal ini sesuai yang dikemukakan oleh Siamat 2004 :
103, “Dalam menentukan jumlah modal, manajemen bank harus memutuskan seberapa besar tingkat keuntungan yang dapat diperoleh dengan kenaikan jumlah
modal.” Kemampuan bank dalam memperoleh laba disebut dengan profitabilitas atau rentabilitas. Profitabilitas juga merupakan indikator dari kemampuan bank
untuk mempertahankan kecukupan modalnya. Evaluasi kinerja perusahaan pada umumnya dilakukan dalam jangka
pendek, misalnya dalam jangka waktu satu tahun, kuartalan, bulanan atau mungkin jangka waktu yang lebih pendek lagi. Tetapi evaluasi kinerja perusahaan
untuk jangka waktu yang lebih panjang, seperti dalam jangka waktu lima tahunan,
bukanlah tidak penting. Evaluasi ini dilakukan misalnya untuk menilai implementasi strategi perusahaan. dalam hal ini, GCG merupakan salah satu
strategi untuk menilai kinerja perusahaan Umar, 2002. Awal mula penerapan GCG di Indonesia sendiri ditetapkan melalui edaran
surat keputusan menteri BUMN No.Kep-117M-MBU2002 pada tanggal 1 Agustus 2002 tentang penetapan praktek GCG pada setiap Badan Usaha Milik
Negara BUMN, yaitu, menekankan kewajiban bagi BUMN untuk menerapkan GCG secara konsisten dan atau menjadikan prinsip-prinsip GCG sebagai landasan
operasionalnya, yang pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan keberhasilan usaha dan akuntanbilitas perusahaan guna mewujudkan nilai pemegang saham
dalam jangka panjang dengan tetap memperhatikan kepentingan stakeholders lainnya, dan berlandaskan peraturan perundang-undangan dan nilai-nilai etika.
Universitas Sumatera Utara
Bank Indonesia sendiri baru mengeluarkan peraturan tentang pelaksanaan GCG bagi bank umum yang ditetapkan dalam peraturan Bank Indonesia nomor
84PBI2006 yang salah satunya berisikan pelaksanaan GCG diperlukan dalam rangka meningkatkan kinerja bank, melindungi kepentingan stakeholders dan
meningkatkan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku serta nilai-nilai etika yang berlaku umum pada industri perbankan. Selain itu,
keluarnya Peraturan BI Nomor 84PBI2006 menunjukkan tingkat kesadaran yang tinggi dari Bank Indonesia akan kian pentingnya perbankan nasional
menerapkan GCG. Hal yang juga diharapkan dengan adanya penilaian pelaksanaan GCG ini, masyarakat akan dapat menilai dan menjatuhkan
kepercayaannya kepada bank yang benar-benar telah menerapkan tata kelola perusahaan dengan baik, sehingga masyarakat pun akan merasa aman
menyimpankan dananya di bank tersebut. Pelaksanaan tata kelola good governance yang baik dalam sistem
perbankan sampai saat ini masih sulit diterapkan oleh bank-bank. Salah satu penyebabnya adalah bank tersebut dikelola langsung oleh pemiliknya dan bukan
oleh profesional yang independen. Sementara itu, berdasarkan penelitian The Indonesian Institute for Corporate Governance mengenai Corporate Governance
Perception Index 2003, penerapan tata kelola yang baik pada korporasi masih merupakan kepatuhan terhadap regulasi dan bukan atas kesadaran sendiri.
Pada masa yang akan datang, implementasi GCG diharapkan akan membawa dampak positif terhadap kinerja perbankan, baik itu kinerja keuangan
maupun kinerja non-keuangan. Selain menunjang tujuan operasional bank itu
Universitas Sumatera Utara
sendiri, tetapi juga dalam pencapaian tujuan eksternal khususnya kepercayaan dari investor dan calon investor maupun kepercayaan dari nasabah dan calon nasabah
dari entitasperbankan yang bersangkutan. Implementasi GCG oleh bank diharapkan bermanfaat untuk menambah dan memaksimalkan nilai perusahaan.
Survei yang dilakukan oleh Bank Dunia, mengindikasikan bahwa investor asing Asia, Eropa, Amerika Serikat bersedia memberikan premium sebesar 26 -
28 bagi perusahaan Indonesia yang secara efektif telah mengimplementasikan praktik GCG. Sehingga, jelas terlihat, implementasi GCG dari sebuah entitas
menjadi salah satu faktor pendukung ketika seorang investor hendak membuat sebuah keputusan yang berkaitan dengan investasi.
Penelitian mengenai efektivitas Corporate Governance dalam melindungi investor Indonesia telah banyak dilakukan, antara lain : Febianti 2007, Asih
2004, akan tetapi penelitian ini mencakup perusahaan yang listing di BEI kecuali perusahaan perbankan. Jikalau ada peneliti yang melakukan penelitian
terhadap perbankan dan GCG, seperti Nasution dan Setiawan 2007, namun, penelitian tersebut lebih melihat pengaruh GCG terhadap manajemen laba pada
industri perbankan. Selebihnya hanya terdapat beberapa karya tulis ilmiah berupa jurnal tentang GCG dan perbankan. Hal inilah yang menjadi sebab, mengapa
peneliti tertarik untuk melakukan penelitian seperti ini, yaitu untuk melihat bagaimana perbandingan kinerja keuangan perbankan sebelum dan sesudah
penerapan GCG, karena karakteristik industri perbankan yang berbeda dengan industri lainnya. Industri perbankan mempunyai regulasi yang lebih ketat
Universitas Sumatera Utara
dibandingkan dengan industri lain, misalnya suatu bank harus memenuhi kriteria Capital Adequacy Ratio CAR minimum.
Hal yang turut juga menjadi alasan ketertarikan bagi peneliti untuk mengambil perbankan sebagai suatu titik yang dinilai bagaimana tingkat
kinerjanya didasarkan atas temuan dibawah ini. Berikut ini merupakan peringkat 10 besar hasil riset dan pemeringkatan yang dilakukan oleh Corporate
Governance Perception Index CGPI pada tahun 2006, yang dikutip dari majalah SWA No.01XXIV9-23 Januari 2008.
Tabel 1.2 10 Peringkat Perusahaan Publik Terbaik Dalam Penerapan GCG
No. Perusahaan
Total Keterangan
1 PT Bank Mandiri Tbk
88,66 Sangat Terpercaya
2 PT Bank Niaga Tbk
87.90 Sangat Terpercaya
3 PT Aneka Tambang Tbk
82,07 Terpercaya
4 PT Adhi Karya Tbk
81,79 Terpercaya
5 PT United Tractors Tbk
81,53 Terpercaya
6 PT Tambang Batubara Bukit Asam Tbk
80,87 Terpercaya
7 PT Astra Graphia Tbk
80,30 Terpercaya
8 PT Kalbe Farma Tbk
79,70 Terpercaya
9 PT Bank Negara Indonesia Tbk
79,46 Terpercaya
10 PT Bank Permata Tbk
78,85 Terpercaya
Sumber : majalah SWA No.01XXIV9-23 Januari 2008
Jika melihat pada peringkat 10 perusahaan publik terbaik dalam penerapan GCG versi investor, terlihat bahwa perbankan sangat mendominasi. Oleh karena
itu, peneliti melakukan penelitian komparatif terhadap perbankan yang sudah go public. Vives 2001 sebagaimana dikutip dalam Asih 2004, mengatakan bahwa
menurutnya, perbankan saat ini mengalami perubahan baik pada sisi kompetisi maupun regulasi yang memaksanya untuk beradaptasi terhadap lingkungan baru
tersebut.
Universitas Sumatera Utara
Di Indonesia, lembaga keuangan yang paling berperan dalam proses pembangunan tersebut dari waktu ke waktu ialah perbankan. Sehingga tidak
heran, ledakan krisis pada sektor perbankan membawa dampak yang begitu terasa bagi perekonomian Indonesia. Berdasarkan fakta tersebut, perbankan harus
melakukan berbagai perubahan agar tetap kompetitif dan tidak ditinggalkan nasabahnya. Salah satu alternatif solusinya adalah dengan penerapan Good
Corporate Governance yang konsisten. Bank merupakan lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan
kredit dan jasa-jasa dalam lalu lintas,
1
Dewasa ini, para investor tidak hanya mempertimbangkan faktor-faktor fundamental dalam menetapkan keputusan investasi, tetapi juga turut
memperhitungkan keberadaan faktor pendukung yang lain yaitu baik atau tidaknya implementasi Good corporate governance pada emiten yang tentunya
akan menjadi sasaran investasi. Hal ini disebabkan faktor fundamental dan faktor
1
oleh karena itu bank mempunyai ruang lingkup usaha yang sangat luas. Selain usaha pokoknya tersebut, bank harus
mampu untuk menanamkan dana dalam dengan cara yang menguntungkan. Penanaman dana tersebut biasanya dalam bentuk perkreditan, namun tidak kalah
pentingnya investasi penggunaan dana bank untuk pengadaan peralatan- peralatan kerja, gedung, maupun untuk pengadaan cash on hand Muljono, 2002.
Investor melihat hal tersebut sebagai suatu kesempatan untuk berinvestasi. Sehingga, tidaklah mengherankan jika perbankan menjadi sasaran investasi yang
empuk saat ini.
1 1
Bank Indonesia – Ikhtisar Ketentuan Perbankan Indonesia “Bank Indonesia”, Jakarta, 1982, hal I. A-1.
Universitas Sumatera Utara
pendukung investasi lainnya lebih mengarah kepada sasaran jangka pendek. Sebaliknya, Good corporate governance merupakan faktor penunjang yang
dampaknya lebih mengarah ke jangka panjang. Setiap bank tentu saja belum tentu merupakan sasaran investasi yang baik.
Situasi perbankan di Indonesia pada saat ini sudah jauh berubah bila dibandingkan dengan situasi perbankan pada masa 1970-an, situasi di mana para nasabah yang
mencari bank bank oriented maka pada situasi sekarang ini, bank lebih dekat dengan pencarian nasabah customer oriented. Hal ini terlihat dengan menjamur
lahirnya bank di Indonesia. Investor harus lebih jeli untuk membuat keputusan investasi yang baik serta menguntungkan.
Perlombaan antar bank dalam menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya dalam bentuk kredit oleh bank-bank komersil, dalam prakteknya
banyak yang kurang berhati-hati ataupun menyimpang dari aturan-aturan yang berlaku dalam dunia bisnis perbankan seperti tidak mengindahkan prinsip kehati-
hatian bank prudential banking dengan memberikan kredit tanpa batas pada nasabah satu grup dengan perbankan tersebut, sehingga seringkali merugikan para
deposan dan investor serta berdampak pada perekonomian negara, yang diakibatkan kecenderungan meningkatnya kredit bermasalahmacet. Akibatnya
pada pertengahan 2001-2002 industri perbankan akhirnya terpuruk sebagai imbas dari terjadinya krisis ekonomi yang melanda Indonesia. Bagi bank, untuk
berkembang dan maju, implementasi GCG secara serius dan efektif merupakan tuntutan yang makin tidak dapat ditawar lagi. Untuk tujuan penerapan GCG itu,
iklim yang kondusif perlu diciptakan dan perlu terus-menerus dipelihara.
Universitas Sumatera Utara
Titik masalah pada penelitian ini adalah sampai sejauh mana implementasi
GCG menjadi jaminan terhadap baiknya kinerja perbankan. Kinerja keuangan
bank merupakan bagian dari kinerja bank secara keseluruhan. Kinerja keuangan suatu bank sangat tergantung pada keberhasilan ataupun kegagalan dari kegiatan
operasionalnya. Peneliti juga ingin melihat bagaimana perbandingan kinerja untuk masing-
masing bank yang diambil sebagai sampel dalam penelitian ini. Sebagai sampel yang cukup menarik perhatian, yang dikutip dari majalah SWA No.01XXIV9-23
Januari 2008 ialah PT. Mandiri Tbk, sebelum penerapan GCG, bank ini dirundung banyak masalah, salah satunya ialah kredit macet yang sempat
mencapai sekitar 25 sehingga membuat citra bank hasil merger empat bank pemerintah ini hancur. Namun, setelah penerapan GCG, terjadi tingkat penurunan
kredit macet dan peningkatan pendapatan jasa yang menjadi salah satu indikator keberhasilan GCG.
Pada sisi lain, hal yang menjadi tanda tanya besar mengapa setelah penerapan GCG dan dinyatakan berhasil menduduki posisi 10 besar bahkan
pernah mencapai posisi 5 besar, namun, masih terjerat pada kemunduran, dimana PT. Bank Negara Indonesia, Tbk mengalami stagnasi internal dan pergantian
direksi karena adanya penyelewengan sejumlah besar dana. Hal tersebut tentu saja sangat disayangkan melihat bank tersebut dinyatakan telah menerapkan GCG
dengan baik oleh tim badan penilai, Corporate Governance Perception Index CGPI.
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti tertarik untuk mengangkat masalah tersebut dalam sebuah karya tulis ilmiah berbentuk skripsi dengan judul
“Perbandingan Kinerja Keuangan Sebelum dan Sesudah Penerapan Good Corporate Governance di Perusahaan Perbankan yang telah Go Public”.
B. Batasan Masalah