a. Patroli rutin, yaitu patroli yang dilaksanakan pada waktu-waktu tertentu
dengan melalui daerah-daerah, tempat-tempat atau jalur-jalur tertentu secara rutin.
b. Patroli Selektif, yaitu patroli yang dilaksanakan melalui pemilihan waktu
dan tempat secara selektif untuk menngamankan tempat-tempat yang dianggap rawan.
c. Patroli insidental, patroli yang dilaksanakan apabila terjadi peristiwa atau patroli yang dapat menimbulkan deterrence effect efek jera terhadap
suatu gangguan.
77
B. Implementasi Peraturan Kode Etik Polri Dalam Penyelesaian Penyelewengan Kode Etik Polri
Anggota Polri yang melakukan tindak pidana diadukandilaporkan oleh masyarakat, anggota Polri atau sumber lain yang dapat dipertanggungjawabkan
Pasal 10 ayat l Peraturan Kapolri No. Pol. 8 tahun 2006 yang disampaikan pada pimpinan anggota Polri tersebut, Unit Provos atau Unit Pelayanan Kepolisian
YANDUAN, YANMAS. Unit Provos kemudian menindak lanjuti laporanaduan tindak pidana tersebut dengan melakukan pemeriksaan pendahuluan
penyelidikan. Dalam pemeriksaan pendahuluan penyelidikan ini apabila alat bukti dirasa belum lengkap oleh Unit Provos maka kewenangan penyelidikan
diambil alih oleh Unit Paminal. Unit Paminal tidak hanya melakukan penyelidikan untuk mencari alat bukti tetapi juga mengamankan segala sesuatu
77
Walter. C. Reckles, diterjemahkan oleh Soedjono D., Penanggulangan Keiahatan. Alumni. Bandung, 1983, hal 68
Universitas Sumatera Utara
yang berhubungan dengan kasus tindak pidana tersebut dalam kaitannya dengan ada atau tidaknya kode etik profesi Polri yang dilanggar sehingga kasusnya tidak
menjadi melebar atau agar masalah tidak berkembang menjadi lebih parah.
78
Proses penyelidikan tidak hanya Unit Paminal yang melakukan penyelidikan, tetapi juga Unit Reskrim. Unit Reskrim melakukan penyelidikan
hanya untuk mencari dan mengumpulkan alat bukti yang berhuhungan dengan tindak pidana tersebut. Alat bukti yang didapatkan oleh Paminal dan Reskrim
telah diperoleh suatu_dugaan kuat telah terjadi pelanggaran kode etik dan
adanya tindak pidana, maka selanjutnya unit Paminal memberikan laporan kepada Unit Provos
untuk kemudian dilanjutkan pada proses penyidikan terhadap adanya pelanggaran kode etik dan Unit Reskrim melanjutkan pada proses penyidikan terhadap tindak pidana yang
telah terjadi sesuai dengan yang telah diatur dalam KUHAP.
79
Penyidikan yang dilakukan oleh Provos benar-benar telah terbukti bahwa terjadi adanya pelanggaran kode etik, dalam hal ini juga diperkuat dengan adanya
bukti yang diperoleh penyidik reskrim hahwa telah terjadi suatu tindak pidana, maka selanjutnya Provos menyerahkanmengirimkan berkas perkara kepada
pejabat yang berwenang KaPolwiltabes Medan dan mengusulkan untuk dibentuk Komisi Kode Etik Polri. Setelah menerima berkas perkara tersebut, kemudian
pejabat yang berwenang KaPolwiltabes Medan meminta saran dari pengemban fungsi Pembinaan Hukum Polda Pembinaan Hukum hanya terdapat pada Polda
tiap tiap daerah Provinsi terhadap berkas perkara adanya pelanggaran kode etik tersebut dan selanjutnya pejabat yang berwenang Kapolwil membentuk Komisi
78
Wawancara dengan AKP. Y. Agus Sugito Kanit Paminal, tanggal 27 April 2011
79
Ibid
Universitas Sumatera Utara
Kode Etik. Suatu perbuatan yang dilakukan oleh seorang anggota Polri dikatakan
sebagai pelanggaran kode etik, apabila anggota Polri tersebut telah melakukan perbuatan tidak sebagaimana yang diatur dalam peraturan Kode Etik Profesi Polri.
Dalam Kode Etik Profesi Polri diatur rnengenai adanya suatu kesadaran moral dalam hati nurani setiap anggota Polri sehingga setiap anggota Polri yang telah
memilah kepolisian sebagai profesinya, dengan rasa radar dan penuh tanggung jawab menjalankan kewajibannya sesuai dengan aturan atau norma yang mengikat
baginya.
80
Dalam kaitannya dengan anggota Polri yang melakukan tindak pidana, maka sebenarnya anggota Polri tersebut tidak hanya melanggar kode etik saja,
namun juga telah melanggar PP No. 2 tahun 2003 tentang Peraturan Disiplin Anggota Polri. Pada pasal 4 1 PP No. 2 tahun 2003 disebutkan bahwa dalam
pelaksanaan tugas, anggota Kepolisian Republik Indonesia wajib: mentaati segala peraturan perundang-undangan dan peraturan kedinasan yang berlaku. Pasal
tersebut disebutkan mentaati segala peraturan perundang-undangan dapat diartikan bahwa setiap anggota Polri wajib mentaati segala peraturan perundang-
undangan yang berlaku secara positif di Indonesia, termasuk salah satunya adalah KUHP Kitab UndangUndang Hukum Pidana. Terdapat anggota Polri yang
melakukan tindak pidana ada 3 tiga peraturan yang telah dilanggarnya yaitu Oleh sebab itu, dalam peraturan Kapolri No. Pol. 7 tahun 2006 terdapat
4 empat kelompok nilai moral yaitu etika kepribadian, etika kenegaraan, etika kelembagaan dan etika dalam hubungan dengan masyarakat.
80
Sadjijono, Etika Hukum, Laksilang Medialanta, Yogyakarta, 2008, hal 79
Universitas Sumatera Utara
KUHP Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, PP No. 2 tahun 2003 tentang Peraturan Disiplin Anggota Polri dan Peraturan Kapolri No. Pol. 8 tahun 2006
tentang Kode Etik Profesi Polri. Karena terdapat 3 tiga peraturan yang telah dilanggar maka berdasarkan pasal 16 Kode Etik Profesi Polri, dimana disebutkan:
Apabila terjadi pelanggaran kumulatif antara pelanggaran disiplin dengan Kode Etik Profesi, maka penyelesaiannya dilakukan melalui disiplin atau sidang Kode
Etik Polri berdasarkan pertimbangan Atasan Ankum dari Terperiksa dan pendapat serta saran hukum dan Pengemban Fungsi Pembinaan Hukum. Di Polwiltabes
Medan, jika terjadi tindak pidana maka pelaksanaannya melalui sidang kode etik yang dilakukan setelah adanya putusan sidang di peradilan umum.
Seorang anggota Polri yang melakukan pelanggaran kode etik akan disidangkan melalui sidang komisi kode etik Polri sebagaimana yang telah diatur
dalam pasal 11 ayat 1 kode etik profesi Polri yaitu : 1 Sidang Komisi Kode Etik Polri dilakukan terhadap pelanggaran :
a
Kode Etik Polri sebagaimana dimaksud dalam Peraturan ini;
b
Pasal 12, pasal 13 dan pasal 14 Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2003 tentang Pemberhentian Anggota Polri serta Pasal 13 Peraturan
Pemerintah Nomor 2 Tahun 2003 tentang Peraturan Disiplin Anggota Polri.
Pada pasal 11 ayat 1 huruf a Kode Etik Profesi Polri tersebut adalah 4 empat etika yaitu etika kepribadian, etika kenegaraan, etika kelembagaan dan
etika dalam hubungan dengan masyarakat diatur dalam pasal 3 sampai dengan pasal 10 Kode Etik Profesi Polri. Sedangkan yang dimaksud dalam pasal 11 ayat
1 huruf b Kode Etik Profesi Polri adalah : Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2003
Universitas Sumatera Utara
Pasal 12 1 Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia diberhentikan tidak dengan
hormat dan dinas Kepolisian Negara Republik Indonesia apabila: a di pidana penjara berdasarkan putusan pengad Ian yang telah
mempunyai kekuatan hukum tetap dan menurut pertimbangan pejabat yang berwenang tidak dapat dipertahankan untuk tetap berada dalam
dinas Kepolisian Negara Republik Indonesia;
b
diketahui kemudian memberikan keterangan palsu danatau tidak benar pada saat mendaftarkan diri sebagai calon anggota Kepolisian Negara
Republik Indonesia;
c
melakukan usaha atau kegiatan yang nyata-nyata bertujuan mengubah Pancasila, terlibat dalam gerakan, atau melakukan kegiatan yang
menentang Negara danatau Pemerintah Republik Indonesia secara tidak sah.
2 Pemberhentian sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 dilakukan setclah melalui sidang Komisi Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik
Indonesia.
Pasal 13
1
Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia dapat diberhentikan tidak dengan hormat dari dinas Kepolisian Negara Republik Indonesia
karena melanggar sumpahjanji anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, sumpahjanji jabatan, danatau Kode Etik Profesi Kepolisian
Negara Republik Indonesia.
2
Pemberhentian sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 dilakukan setclah melalui sidang Komisi Kode Etik Profesi K.epolisian Negara Republik
Indonesia.
Pasal 14 1 Anggota Kepolisian Negara Republik Indeonesia diberhentikan tidak
dengan hormat dari dinas Kepolisian Negara Republik Indonesia apabila:
a
meninggalkan tugasnya secara tidak sah dalam waktu lebih dari 30 tiga puluh hari kerja secara berturut-turut;
b
melakukan perbuatan dan berperilaku yang dapat merugikan dinas Kepolisian;
c
melakukan bunch diri dengan maksud menghindari penyidikan danatau tuntutan hukum atau meninggal dunia sebagai akibat tindak
pidana yang dilakukannya; atau
d
menjadi anggota danatau pengurus partai politik.
Universitas Sumatera Utara
2 Pemberhentian sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 dilakukan setelah melalui sidang Komisi Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik
Indonesia.
Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2003 : Pasal 13
Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia yang dijatuhi hukuman disiplin
Bari 3 tiga kali dan dianggap tidak patut lagi dipertahankan statusnya sebagai anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, dapat diberhentikan
dengan hormat atau tidak dengan hormat dari dinas Kepolisian Negara Republik Indonesia melalui Sidang Komisi Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik
Indonesia.
Dapat dijelaskan bahwa menurut pasal 11 ayat I huruf b, Sidang Komisi Kode Etik Polri juga dapat dilakukan apabila terjadi perlanggaran berupa
melakukan tindak
pidana, melakukan pelanggaran sumpah janji, meninggalkan tugas atau hal lain serta telah telah dijatuhi hukuman disiplin lebih dari 3 tiga kali.
Sidang Komisi Kode Etik terhadap anggota Polri yang melakukan tindak pidana dapat dilaksanakan apabila telah ada putusan dari pengadilan umum yang
telah mempunyai kekuatan hukum tetap, karena apabila sidang Komisi Kode Etik dilaksanakan terlebih dahulu sebelum sidang di peradilan umum, maka putusan
dari sidang Komisi Kode Etik akan menjadi cacat. Dasarnya adalah sebagaimana disebutkan dalam pasal 12 ayat 1 huruf a PP
No. 1 tahun 2003 bahwa seorang anggota Polri yang melakukan tindak pidana dapat diberhentikan dengan tidak hormat melalui putusan sidang Komisi Kode
Etik apabila telah dinyatakan dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, jelas apabila putusan Komisi Kode
Etik Profesi Polri dilaksanakan terhadap anggota Polri yang diduga melakukan tindak pidana dan anggota Polri tersebut dijatuhi sanksi yang terberat yaitu PTDH
Universitas Sumatera Utara
Pemberhentian Tidak Dengan Hormat, namun ternyata pada saat sidang peradilan umum anggota Polri tersebut
.
justru dijatuhi putusan bebas karena tidak terbukti melakukan tindak pidana, maka sidang Komisi Kode Etik yang telah
dilaksanakan terlebih dahulu tadi telah menjatuhkan suatu putusan tanpa adanya alat bukti yang kuat yaitu hasil putusan dari peradilan umum.
Sehingga dapat dikatakan bahwa sidang Komisi Kode Etik Profesi Polri yang dilaksanakan terlebih dahulu sebelum sidang peradilan umum terhadap
anggota Polri yang dapat melakukan tindak pidana tidak akan menunjukkan nilai- nilai keadilan.
81
Setiap anggota Polri yang melakukan peianggaran Kode Etik akan dikenakan sanksi sebagaimana telah diatur dalam pasal 11 ayat 2 dan ayat 4
Peraturan Kode Etik Profesi Polri dimana disebutkan: Pasal 11
2 Anggota Polri yang melakukan pelanggaran Kode Etik sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf a dikenakan sanksi berupa:
a
perilaku pelanggar dinyatakan senagai perbuatan tercela;
b
kewajiban pelanggar untuk meminta maaf secara terbatas ataupun secara langsung;
c
kewajiban pelanggar untuk mengikuti pembinaan ulang profesi;
d
perlanggar dinyatakan tidak layak lagi untuk menjalankan profesifungsi kepolisian.
4 Pelanggaran terhadap pasal 12, pasal 13 dan pasal 14 Peraturan Pemerintali Nomor 1 tahun 2003 tentang Pemberhentian Anggota Polri serta pasal 13
Peraturan Pemerintah Nomor 2 tahun 2003 tentang Peraturan Disiplin Anggota Polri sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf b dikenakan sanksi
sesuai yang berlaku pada Peraturan Pemerintah dimaksud.
Pasal 11 ayat 4 Peraturan Kode Etik Profesi Polri tersebut di atas menjelaskan hahwa pelanggaran Kode Etik Profesi Polri berupa melakukan tindak
81
Ibid
Universitas Sumatera Utara
pidana akan dikenakan
sanksi sebagaimana yang diatur dalam PP No. 1 tahun 2003 tentang Pemberhentian Anggota Polri yaitu sanksi Pemberhentian Tidak Dengan
Hormat PTDH. Kernudian dalam pasal 15 Kode Etik Profesi Polri disebutkan: Anggota Polri yang diputuskan pidana dengan hukuman pidana penjara minimal 3
tiga bulan yang telah berkekuatan hukum tetap, dapat direkomendasikan oleh anggota sidang Komisi Kode Etik Polri tidak layak untuk tetap dipertahankan sebagai
anggota Polri. Sehingga dengan kata lain anggota Polri yang melakukan tindak pidana dan
dipidana penjara lebih dari 3 tiga bulan dapat dikenalcan sanksi Pemberhentian Dengan Hormat PDH atau Pemberhentian Tidak Dengan Hormat PTDH dan
putusan sanksi administratif berupa rekomendasi untuk dapat atau tidaknya Diberhentikan Dengan Hormat PDH atau Diberhentikan Tidak Dengan Hormat
PTDH dan dinas Polri diajukan oleh Ketua Komisi Kepada Kepala Kesatuan Terperiksa paling lambat 8 delapan hari sejak putusan sidang dibacakan, sehingga
kemudian dengan segera Kepala Kesatuan Terperiksa melaksanakan hasil putusan dari Sidang Komisi Kode Etik tersebut pasal 11 ayat 8 Peraturan Kapolri No. Pol. 8
tahun 2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Komisi Kode Etik Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Pada pembahasan sebelumnya di atas, penulis telah menyebutkan bahwa dalam prakteknya dilapangan, anggota Polri yang melakukan tindak pidana akan
disidangkan melalui sidang kode etik setelah sidang di peradilan umum. Dalam praktiknya masih banyak kerancuan di wilayah satu dengan yang lain pelaksanaan
tidak sama. Di wilayah lain seperti misalnya di Polwil Malang, seorang anggota Polri yang melakukan tindak pidana akan disidang secara berurutan yaitu sidang
Universitas Sumatera Utara
disiplin, sidang peradilan umum serta sidang kode etik.
82
Sebenarnya hal tersebut bertentangan dengan yang telah diatur dalam pasal 16 Kode Etik Profesi Polri, dimana disebutkan, Apabila terjadi pelanggaran
kumulatif antara pelanggaran disiplin dengan Kode Etik Profesi, maka penyelesaiannya dilakukan melalui disiplin atau sidang Kode Etik Polri
berdasarkan pertimbangan Atasan Ankum dari Terperiksa dan pendapat serta saran hukum dan Pengemban Fungsi Pembinaan Hukum. Nampak jelas bahwa
terjadi pebedaan terhadap bagaimana penerapan Peraturan Kode Etik Profesi Polri dilapangan. Dalam prakteknya, dilokasi tempat penulis melakukan penelitian
yaitu Polwiltabes Medan, anggota Polri yang melakukan tindak pidana pasti akan disidang kode etik.
C. Kendala dan Cara Mengatasi Masalah Yang Dihadapi Oleh Polwiltabes Medan Dalam Menerapkan Kode Etik Profesi Polri Terhadap Anggota
Polri yang Melakukan Tindak Pidana 1. Kendala Yang Dihadapi Oleh Polwiltabes Medan
Dalam menerapkan Kode Etik Profesi Polri terhadap anggota Polri yang melakukan tindak pidana terdapat beberapa kendala yang dihadapi oleh
Polwiltabes Medan . Kendala tersebut antara lain: Dalam menegakkan hukum terhadap anggota Polri dijajaran Polwiltabes Medan sebagaimana yang telah
terjadi selama ini, terkadang masih sering kali terdapat kerancuan atau tumpang tindih terhadap penggunaan dasar hukumnya yakni antara penerapan PP No. 2
82
Ibid
Universitas Sumatera Utara
tahun 2003 tentang Peraturan Disiplin Anggota Polri dengan Peraturan Kapolri No. Pol. 7 tahun 2006 tentang Kode Etik Profesi Polri. Sehingga tidak heran di
wilayah lain hal tersebut mengakibatkan adanya 3 tiga jenis sidang yang hares dilaksanakan oleh anggota Polwiltabes Medan yang melakukan tindak pidana,
yakni sidang disiplin, sidang peradilan umum serta sidang Kode Etik.
83
Sedangkan upaya polwiltabes medan untuk mengatasi kendala dalam menerapkan kode etik profesi polri terhadap anggota Polri yang melakukan tindak
pidana
2. Cara Mengatasi Kendala Yang Dihadapi Oleh Polwiltabes Medan
Untuk mengatasi kendala yang telah tersebut di atas, Polwiltabes Medan telah melakukan upaya-upaya sebagai berikut : Dalam penanganan terhadap
anggota Polri dijajaran Polwiltabes Medan yang melakukan tindak pidana, Provos Polwiltabes Medan lebih mengoptimalkan pasal 16 Kode Etik Profesi
Polri dimana dalam pasal tersebut telah jelas diatur bahwa apabila terjadi pelanggaran kumulatif antara pelanggaran disiplin dengan Kode Etik Profesi
Polri, maka penyelesaiannya dilakukan dengan eara memilih salah sate vaitu sidang disiplin atau sidang Komisi Kode Etik. Dengan mengoptimalkan pasal 16
Kode Etik Profesi Polri tersebut, maka diharapkan tidak ada lagi terjadinya tumpang tindih antara PP No. 2 tahun 2003 tentang Peraturan Disiplin Anggota
Polri dengan Peraturan Kapolri No. Pol. 7 tahun 2006 tentang Kode Etik Profesi Polri. Bentuk pengoptimalan yang dilakukan oleh Polwiltabes Medan adalah
meningkatkan kualitas SDM Sumber Daya Manusia anggota Polwiltabes Medan
83
Wawancara dengan AM. Y. Agus Sugito Kanit Parninal, tanggal 28 April 2010.
Universitas Sumatera Utara
terhadap kemampuan dalam menterjemahkan dan menerapkan suatu bahasa hukum.
84
84
Ibid
Universitas Sumatera Utara
BAB III UPAYA POLRI DALAM PENINGKATAN PROFESIONALISME DAN