BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Bila kita ditempatkan di tengah-tengah suatu lingkungan masyarakat yang menggunakan suatu bahasa yang tidak kita pahami sama sekali, serta mendengar
percakapan antar penutur-penutur bahasa itu, maka kita mendapat kesan bahwa apa yang merangsang alat pendengar kita itu merupakan arus bunyi yang di sana-
sini diselingi perhentian sebentar atau lama menurut kebutuhan penuturnya. Bila percakapan itu terjadi antara dua orang atau lebih, akan tampak pada kita bahwa
sesudah seseorang menyelesaikan arus bunyinya itu, maka yang lain akan mengadakan reaksi. Reaksinya dapat berupa: mengeluarkan lagi arus-bunyi yang
tidak dapat kita pahami itu, atau melakukan tindakan tertentu. Dari uraian tersebut kita dapat menarik kesimpulan bahwa apa yang dalam
pengertian kita sehari-hari disebut bahasa meliputi dua bidang yaitu: bunyi yang dihasilkan alat-alat ucap dan arti atau makna yang tersirat dalam arus bunyi tadi;
bunyi itu merupakan getaran yang merangsang alat pendengar kita, serta arti atau makna adalah isi yang terkandung di dalam arus bunyi yang menyebabkan adanya
suatu reaksi itu Keraf,1984:15. Sejalan dengan pendapat itu, Kridalaksana 2008:24 menyatakan bahwa
bahasa merupakan sistem lambang bunyi yang dipergunakan oleh para anggota suatu masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi, dan mengidentifikasikan diri.
Universitas Sumatera Utara
Suriasumantri 2005:175 memisahkan defenisi bahasa ke dalam dua aspek. Pertama, bahasa dicirikan sebagai serangkaian bunyi. Dalam hal ini manusia
mempergunakan bunyi sebagai alat untuk berkomunikasi. Komunikasi seperti ini dikatakan juga sebagai komunikasi verbal. Kedua, bahasa merupakan lambang
dimana rangkaian bunyi ini membentuk suatu arti tertentu. Rangkaian bunyi yang kita kenal sebagai kata melambangkan suatu obyek tertentu umpamanya saja
gunung atau seekor burung merpati. Perkataan gunung dan burung merpati sebenarnya merupakan lambang yang kita berikan kepada dua obyek tersebut.
Kiranya patut disadari bahwa kita memberikan lambang kepada dua obyek tadi secara begitu saja, di mana tiap bangsa dengan bahasanya yang berbeda pula. Jadi
dengan bahasa bukan saja manusia dapat berpikir secara teratur namun juga dapat mengkomunikasikan apa yang sedang dia pikirkan kepada orang lain.
Manusia mempergunakan bahasa sebagai sarana komunikasi vital dalam hidup ini. Bahasa adalah milik manusia. Bahasa adalah salah satu ciri pembeda
utama manusia dari makhluk hidup lainnya di dunia ini. Bahasa mempunyai fungsi yang amat penting bagi manusia, terutama sekali fungsi komunikatif yang
dilakukan secara lisan maupun tulisan Tarigan,1993:9. Dibanding dengan bahasa lisan, menurut teori tentang asal mula bahasa
yang bersumber pada Tuhan sudah ada sejak manusia diciptakan, bahasa tulis muncul relatif belum lama. Istilah bahasa tulis digunakan untuk mengacu
keseluruhan sistem komunikasi yang didasarkan atas tulisan, bahasa digunakan untuk mengacu ke bahasa lisan, yaitu komunikasi melalui alat ucap, sedangkan
sistem tulisan merupakan bagian dari bahasa tulis Cahyono,1995:17.
Universitas Sumatera Utara
Sejauh ini sekurang-kurangnya manusia telah mengenal empat macam tulisan, yaitu: piktograf, ideograf, silabis, fonemis Keraf,1984:46.
Piktograf adalah suatu urutan beberapa gambar untuk melukiskan suatu peristiwa, misalnya pada orang Indian Mexico.
Ideograf atau logograf adalah tanda atau lambang yang mewakili sepatah atau pengertian, misalnya huruf Cina.
Silabis adalah suatu tanda untuk menggambarkan suatu suku kata, misalnya tulisan katakana dan hiragana dalam bahasa Jepang.
Fonemis adalah satu tanda untuk melambangkan satu bunyi, misalnya huruf Latin, Yunani, Jerman, dan lain-lain.
Bahasa Jepang dikatakan mempunyai sistem tulisan silabis, yaitu sistem tulisan yang menerapkan seperangkat lambang yang mewakili pengucapan suku
kata. Huruf-huruf dalam bahasa Jepang merupakan kelompok bunyi yang tidak mengandung makna atau disebut dengan silabogram. Silabogram bahasa jepang
pada hakekatnya merupakan pungutan aksara sistem tulisan bahasa Cina ke dalam bahasa Jepang. Dalam perkembangan bahasa Jepang, aksara-aksara bahasa Cina
dipungut untuk menuliskan kata-kata pungutan dari bahasa Cina Gleason dalam Cahyono,1995:29.
Bahasa Jepang dikenal sebagai bahasa yang kaya dengan huruf, tetapi miskin dengan bunyi. Karena, bunyi dalam bahasa Jepang terdiri dari lima buah
vokal dan beberapa buah konsonan yang diikuti vokal tersebut dalam bentuk suku kata terbuka. Untuk menyampaikan bunyi yang terbatas tadi, digunakan empat
macam huruf, yaitu huruf Hiragana, huruf Katakana, huruf Romaji dan huruf Kanji Sutedi, 2003 : 6.
Universitas Sumatera Utara
Huruf Hiragana dan Katakana sering disebut dengan huruf Kana. Sada dalam Sudjianto 2007:73 menjelaskan bahwa Hiragana dikarang oleh
Kobodaishi (弘法大師)namun pendapat ini tidak beralasan sebab hiragana
tidak dibuat perseorangan dan tidak dibuat dalam satu kurun waktu tertentu. Hiragana digunakan untuk menulis kosakata bahasa Jepang asli, apakah secara
utuh atau digabungkan dengan huruf Kanji. Contoh じしょ jisho = kamus.
Huruf Katakana digunakan untuk menulis kata serapan dari bahasa asing selain bahasa Cina, dalam telegram, menyebut nama hewan dan tumbuhan,
menjelaskan bahasa iklan atau ketika ingin menegaskan suatu kata dalam kalimat. Contoh :
ドア doa = pintu. Jumlah huruf Hiragana dan Katakana yang sekarang
digunakan masing-masing 46 huruf, kedua jenis huruf ini digunakan untuk melambangkan bunyi yang sama. Dari huruf tersebut, ada yang dikembangkan
dengan menambahkan tanda tertentu untuk membentuk bunyi lainnya yang jumlahnya masing-masing mencapai 50 bunyi Situmorang, 2007 : 81.
Huruf Romaji atau huruf Alfabet latin digunakan pula dalam bahasa Jepang, terutama dalam buku-buku pelajaran bahasa Jepang tingkat dasar yang
diperuntukkan bagi pembelajar yang ingin mempelajari percakapan tanpa baca tulis. Huruf kanji yaitu huruf yang merupakan lambang, ada yang berdiri sendiri,
ada juga yang harus digabung dengan huruf kanji yang lainnya atau dengan diikuti huruf Hiragana ketika digunakan untuk menunjukkan suatu kata Sutedi, 2003 : 7.
Menurut sarjana bernama Wan Yirong, huruf Kanji terbentuk pada masa Dinasti Shang abad 17-11 Sebelum Masehi. Hal ini berdasarkan penelitiannya
terhadap Jiaguwen atau aksara di batok kura-kura. Jiaguwen ditemukan oleh Wan
Universitas Sumatera Utara
Yirong pada tahun 1899. Sebelum ditemukan jiaguwen tersebut, penduduk desa Xiaotun yang berada di Provinsi Henan sering menemukan kepingan tulang-
tulang binatang bertuliskan karakter-karakter aneh. Mereka mengira tulang ini sebagai tulang naga dan memutuskan untuk menjualnya pada toko obat tradisional
dan menemukan beberapa ukiran. Setelah Wan Yirong melakukan penelitian, dia percaya bahwa karakter-karakter tersebut digunakan pada masa Dinasti Shang
kuno. Tulang naga ini sebenarnya adalah tulang ramalan dengan prasasti yang diukir di atasnya dan tulisan tulang ramalan ditemukan. Oleh karena itu, Wang
Yirong dikenal sebagai “bapak tulisan tulang naga” Qiliang,2004:134. Tulisan tulang ramalan muncul sebagai rangkaian tulisan terawal tetapi
paling lengkap. Usianya lebih dari 3000 tahun dan digunakan oleh orang-orang dari Dinasti Shang atau Yin untuk peramalan dan pencatatan peristiwa. Para
penenung pada masa Dinasti Shang, selalu menggunakan cangkang kura-kura untuk meramal. Proses peramalan pada cangkang, pertama-tama yang mereka
lakukan adalah dengan membuat lubang pada cangkang, kemudian meletakkan cangkang di api dan mulai dibakar. Pada suhu tinggi, cangkang merekah dan pola-
pola terbentuk di atasnya. Peramal akan meramalkan nasib seseorang menurut rekahan pada cangkang tersebut. Berdasarkan rekahan ini, ia akan mengukir
ramalan di atas cangkang. Tulisan tulang ramalan ditemukan di situs yang dipercaya sebagai reruntuhan Dinasti Shang yang terletak di desa Anyang di
Provinsi Henan. Sekitar 15.000 keping tulang ramalan dan lebih dari 4.500 karakter tunggal telah ditemukan Lim,2009:57.
Sebelum kanji masuk ke Jepang, ada pendapat yang mengatakan bahwa pernah ada huruf yang benar-benar milik orang Jepang. Huruf itu disebut
神代文
Universitas Sumatera Utara
字 Jindai Moji yang secara harafiah berarti huruf zaman dewa. Pendapat ini
tidak ada sebelum zaman Heian 794-897 dan baru muncul setelah abad pertengahan ± 900. Banyak diantara huruf itu dibuat pada zaman Edo 1603-
1867. Apabila dilihat secara sepintas, maka Jindai Moji mirip dengan huruf Korea yang disebut Hangul Rachmah,2005:3.
Masuknya kanji bukan berarti huruf itu langsung dipakai oleh orang Jepang. Bagaimanapun juga bagi orang Jepang diperkenalkannya huruf itu menimbulkan
masalah baru bagi mereka, mengingat kanji merupakan huruf yang rumit, sehingga tidak mudah bagi orang Jepang untuk dapat langsung menerima dan
memakainya. Sampai saat ini belum jelas ditemukan data yang akurat untuk mengetahui kapan huruf kanji sampai ke Jepang. Secara umum huruf Kanji
diketahui telah masuk ke Jepang pada abad ke-5 saat orang Korea memasuki negara Jepang. Pada abad ke-6 masyarakat Jepang golongan atas mulai
mempelajari kanji. Karena dianggap kanji itu susah untuk dimengerti maka para cendikiawan di Jepang membuat suatu sistem yang disebut manyogana.
Manyogana adalah suatu sistem pengalihan dari cara baca Cina menjadi cara baca Jepang asli. Sistem tersebut pada awalnya hanya berupa
金石分 kinsekibun,
yaitu suatu aksara yang ditulis pada monumen batu. Tetapi pada zaman Nara aksara tersebut mulai meluas dipakai oleh kalangan masyarakat. Hal ini ditandai
adanya Manyoshu kumpulan lagu-lagu dan puisi Jepang Suzuki,1988 : 4-9. Pada zaman modern, sejak permulaan zaman Meiji 1868 sampai akhir
Perang Dunia II, jumlah aksara kanji yang dipakai umum di Jepang sekitar 3600 karakter, yang paling banyak dipakai berjumlah 2000 karakter yang bisa dibaca
Universitas Sumatera Utara
baik dalam bahasa Cina maupun dalam bahasa Jepang. Pada waktu sekarang, jumlah aksara kanji yang termasuk dalam kurikulum pendidikan dasar dan dipakai
dalam publikasi untuk umum terbatas pada 1945 Kanji J ōyō pemakaian umum.
Petunjuk ini telah dipublikasikan oleh Kementerian Pendidikan pada bulan Maret tahun 1981 dan menunjukkan sedikit perubahan dari daftar sebelumnya yang
sebanyak 1850 karakter yang dikeluarkan pada tahun 1946 Moriyama,2008 : 11. Huruf Kanji kebanyakan terbentuk dari gabungan beberapa unsur atau
karakter. Contoh: 劇 geki: drama,sandiwara. Kanji ini terdiri atas karakter 上,
ノ, 七, 豕, dan り Diantara karakter-karakter tersebut, satu diantaranya ada yang
merupakan karakter dasar bushu. Sebutan bushu atau karakter dasar ini muncul tiga abad yang lalu di Cina yang dikembangkan melalui sistem penggabungan
karakter-karakter sehingga mencapai jumlah 214 unsur atau karakter dasar. Sistem ini masih digunakan sampai sekarang baik dalam kamus-kamus Cina maupun
dalam kamus Jepang Nandi,2000:2. Situmorang 2007:87 menjelaskan bushu adalah bagian yang terpenting
yang menunjukkan sehubungan dengan apa arti huruf tersebut. Apabila diklasifikasi keseluruhan bushu tersebut dapat dibagi menjadi tujuh jenis, yaitu:
偏 hen, 旁 tsukuri, 冠 kanmuri, 脚 ashi, 構 kamae, 垂 tare, dan 繞
nyou. 偏 hen adalah jenis bushu yang terbanyak dalam pembentukan karakter
kanji. Terdapat lebih kurang 30 jenis kanji berkarakter dasar hen. Dari 30 karakter dasar bushu tersebut masing-masing mempunyai arti atau makna yang berlainan
Nandi,2000:10.
Universitas Sumatera Utara
Salah satu diantaranya adalah karakter dasar 火 hi atau disebut dengan istilah 火偏 hihen. Bushu atau karakter dasar ini menyatakan api atau sesuatu
yang sifatnya terbakar. Contohnya: 焼 yaku yang berarti memanggang Todo,1972:540.
Karakter dasar hi atau api jika digabungkan dengan karakter lain dapat membentuk makna baru. Untuk mengetahui karakter dasar 火 hi dan
hubungannya dengan karakter lain maka penulis akan mencoba membahasnya melalui skripsi yang berjudul “Interpretasi Makna Simbolik Pada Kanji
Berkarakter Dasar Hihen”.
1.2 Perumusan Masalah