Pengawasan DPRD Kerangka Teori

1. Pengawasan DPRD

1.1. Defenisi Pengawasan Istilah pengawasan dalam bahasa Inggris disebut controlling, yang oleh Dale dalam Winardi, 2000:224 dikatakan bahwa: “… the modern concept of control … provides a historical record of what has happened … and provides date the enable the … executive … to take corrective steps …”. Bahwa pengawasan tidak hanya melihat sesuatu dengan seksama dan melaporkan hasil kegiatan mengawasi, tetapi juga mengandung arti memperbaiki dan meluruskannya sehingga mencapai tujuan yang sesuai dengan apa yang direncanakan. More dalam Winardi, 2000:226 menyatakan bahwa: “… there’s many a slip between giving works, assignments to men and carrying them out. Get reports of what is being done, compare it with what ought to be done, and do something about it if the two aren’t the same. Sedangkan menurut Admosudirdjo dalam Febriani, 2005:11 yang mengatakan bahwa pada pokoknya controlling atau pengawasan adalah keseluruhan daripada kegiatan yang membandingkan atau mengukur apa yang sedang atau sudah dilaksanakan dengan kriteria, norma- norma, standar atau rencana-rencana yang telah ditetapkan sebelumnya. Sedangkan teori lain mengatakan pengawasan adalah proses dalam menetapkan ukuran kinerja dan pengambilan tindakan yang dapat mendukung pencapaian hasil yang diharapkan sesuai dengan kinerja yang telah ditetapkan Schermerhorn, 2002. Pengawasan juga didefenisikan sebagai proses untuk memastikan bahwa segala aktifitas yang terlaksana sesuai dengan apa yang telah direncanakan Stoner, Freeman, Gilbert,1995. Kemudian Terry dalam Winardi, 1986:395 juga berpendapat tentang pengertian pengawasan ini, ia mengatakan bahwa: Pengawasan berarti mendeterminasi apa yang dilaksanakan, Universitas Sumatera Utara maksudnya mengevaluasi prestasi kerja dan apabila perlu menerapkan tindakan- tindakan korektif sehingga hasil pekerjaan sesuai dengan rencana. Jadi pengawasan dapat dianggap sebagai aktivitas untuk menemukan dan mengoreksi penyimpangan- penyimpangan penting dalam hasil yang dicapai dari aktivitas- aktivitas yang direncanakan. Berangkat dari defenisi di atas terdapat kesamaan pengertian terhadap apa yang dimaksud pengawasan secara umum. Bahwa pengawasan adalah proses pengamatan atau serangkaian aktifitas memperhatikan bahkan melakukan evaluasi terhadap objek kinerja, yang melingkupi standart, norma-norma, serta usaha memperbaiki yang diawasi atau yang dijalankan untuk dipastikan sesuai dengan apa yang ditentukan sebelumnya serta diharapkan akan mengalami perbaikan pada proses dan tahapan selanjutnya dari hasil pengawasan. 1.2. Tujuan pengawasan Sementara berkaitan dengan tujuan pengawasan, Situmorang dan Juhir 1994:26 mengatakan bahwa tujuan pengawasan adalah : 1. Agar terciptanya aparat yang bersih dan berwibawa yang didukung oleh suatu sistem manajemen pemerintah yang berdaya guna dan berhasil guna serta ditunjang oleh partisipasi masyarakat yang konstruksi dan terkendali dalam wujud pengawasan masyarakat kontrol sosial yang obyektif, sehat dan bertanggung jawab. 2. Agar terselenggaranya tertib administrasi di lingkungan aparat pemerintah, tumbuhnya disiplin kerja yang sehat. 3. Agar adanya keluasan dalam melaksanakan tugas, fungsi atau kegiatan, tumbuhnya budaya malu dalam diri masing-masing aparat, rasa bersalah Universitas Sumatera Utara dan rasa berdosa yang lebih mendalam untuk berbuat hal-hal yang tercela terhadap masyarakat dan ajaran agama. Maman Ukas 2004:337 mengemukakan tujuan pengawasan adalah untuk: 1. Mensuplai pegawai-pegawai manajemen dengan informasi-informasi yang tepat, teliti dan lengkap tentang apa yang akan dilaksanakan. 2. Memberi kesempatan pada pegawai dalam meramalkan rintangan- rintangan yang akan mengganggu produktivitas kerja secara teliti dan mengambil langkah-langkah yang tepat untuk menghapuskan atau mengurangi gangguan-gangguan yang terjadi. 3. Setelah kedua hal di atas telah dilaksanakan, kemudian para pegawai dapat membawa kepada langkah terakhir dalam mencapai produktivitas kerja yang maksimum dan pencapaian yang memuaskan dari pada hasil-hasil yang diharapkan. Sedangkan Rachman dalam Situmorang dan Juhir, 1994:22 juga mengemukakan tentang maksud pengawasan, yaitu: 1. Untuk mengetahui apakah segala sesuatu berjalan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan 2. Untuk mengetahui apakah segala sesuatu telah berjalan sesuai dengan instruksi serta prinsip-prinsip yang telah ditetapkan 3. Untuk mengetahui apakah kelemahan-kelemahan serta kesulitan-kesulitan dan kegagalan-kegagalannya, sehingga dapat diadakan perubahan- perubahan untuk memperbaiki serta mencegah pengulangan kegiatan- kegiatan yang salah. Universitas Sumatera Utara 4. Untuk mengetahui apakah segala sesuatu berjalan efisien dan apakah dapat diadakan perbaikan-perbaikan lebih lanjut, sehingga mendapat efisiensi yang lebih benar. Dari ketiga pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa maksud pengawasan adalah untuk mengetahui dan menyimpulkan pelaksanaan kerja, hasil kerja, dan segala sesuatunya apakah sesuai dengan yang direncanakan atau tidak, apakah berjalan efisien dan efektif atau tidak, serta mengukur tingkat kesalahan yang terjadi dan kesulitan atau gangguang yang ada, untuk diperbaiki ke arah yang lebih baik. 1.3. Prinsip-prinsip Pengawasan Sedangkan prinsip-prinsip pengawasan yaitu : a. Dapat tepat mencapai sasaran, b. Fleksibel, c. Dinamis, d. Ekonomis, e. Efisien, f. Dapat dimengerti, g.Dapat segera melaporkan penyimpangan, h.Dapat menjamin diberlakukannya tindakan korektif Bahwa mengamati lebih jernih tentang prinsip-prinsip pengawasan cukup diperlukan untuk menguatkan penilaian terhadap pengawasan dan capaiannya demi tindak lanjut yang akan dilakukan guna arah perbaikan. 1.4. Pengawasan DPRD Kedudukan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DPRD diatur dalam ketatanegaraan kita, UU No. 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD Universitas Sumatera Utara menjelaskan; bahwa DPRD merupakan unsur pemerintahan daerah, unsur pemerintahan daerah lainnya adalah pemerintah daerah yang dipimpin oleh kepala daerah. Pengertian unsur pemerintahan mengartikan bahwa DPRD merupakan bagian manajemen pemerintahan daerah untuk mencapai tujuannya. Sedangkan kedudukan lainnya, DPRD sebagai lembaga perwakilan rakyat yang dipilih dalam pemilihan umum dan menjalankan tugas pokok dan fungsinya, legislasi, anggaran dan pengawasan sebagai representasi rakyat di propinsi, maupun kotaKabupaten Bahrullah Akbar, 2011. Sebelumnya kedudukan DPRD dalam Undang-undang No.22 Tahun 1999 diposisikan sebagai badan legislatif yang kemudian dirubah menjadi DPRD sebagai unsur pemerintahan daerah yang termaktub pada UU No. 32 Tahun 2004. Meski dalam penelitian ini nantinya tidak ada memfokuskan pembahasan pada titik masalah problematika kedudukan DPRD, namun perubahan-perubahan itu sesungguhnya telah ‘merekonstruksi’ posisi DPRD kaitannya dengan wewenang dan tugas yang dijalankannya. Dan tentu akan berpengaruh terhadap capaian yang diharapkan rakyat akan wujud pengawasan DPRD terhadap segenap objek yang diawasinya, termasuk pengawasan terhadap pelaksanaan APBD. Sekedar mereview dimana dalam pasal 16 ayat 1 dan 2 dalam Undang-undang No.22 Tahun 1999 disebutkan bahwa: 1. DPRD sebagai lembaga perwakilan rakyat di Daerah merupakan wahana untuk melaksanakan demokrasi berdasarkan Pancasila. 2. DPRD sebagai Badan Legislatif Daerah berkedudukan sejajar dan menjadi mitra dari Pemerintah Daerah. Penegasan kedudukan DPRD sebagai lembaga perwakilan rakyat dan Badan Legislatif Daerah dalam UU No. 22 Tahun 1999 diikuti dengan penguatan Universitas Sumatera Utara “kuasa” DPRD dengan memberikan tugas, kewenangan dan hak yang lebih besar pada DPRD. Sebagaimana dalam UU No.32 Tahun 2004 dan dalam UU No. 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD yang menegaskan DPRD sebagai bagian dari unsur pemerintahan daerah, bahwa sebelumnya juga telah lahir paradigma DPRD sebagai bagian pemerintahan daerah dalam UU No. 22 Tahun 2003 tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, DPD dan DPRD. Penegasan DPRD sebagai bagian dari pemerintahan daerah dalam Undang-undang No. 32 Tahun 2004, terdapat pada pasal 42. Dengan demikian DPRD berada dalam ranah yang sama dengan pemerintah daerah dalam struktur hubungan dengan pemerintah pusat. Atau dengan kalimat yang lebih ringkas DPRD berada dalam rezim pemerintahan daerah AA GN Ari Dwipayana, 2010. Hanya saja meski DPRD ditegaskan pada ranah yang sama dengan eksekutif, namun sesungguhnya kita melihat realitas yang seakan ‘mengkondisikan’ terciptanya kembali executive heavy . Pergeseran regulasi yang dialami terkait perubahan posisi DPRD, akan membantu untuk menghantarkan dalam merealisasikan ‘batasan-batasan’ dalam menginput data atau informasi pada penelitian ini nantinya, terkait pelaksanaan pengawasan DPRD. Kembali pada titik persoalan dan berangkat dari regulasi yang berlaku yang membicarakan tentang pengawasan DPRD saat ini. Ada kesan lain yang bila ditarik garis hikmahnya, bahwa walau terjadi beberapa kali perubahan, namun dengan paradigma kesejajaran, kekuatan kekuasaan dan wewenang antara DPRD terhadap eksekutif masih relatif kuat. Yakni pada posisi kemitraan dan masih tersedianya ruang peran pengawasan untuk dilaksanakan DPRD dengan optimal. Dan pada pasal 43 Undang-undang No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Universitas Sumatera Utara Daerah dijelaskan berkaitan dengan hak dan kewajiban DPRD yang menjadi media dalam menjalankan tugasnya baik secara politik maupun administratif, yakni legislasi, budgeting penganggaran, dan controlling pengawasan. Namun sebelum itu, perlu kiranya terlebih dahulu mengingat filosofi pengawasan, bahwa pengawasan bertujuan untuk tertibnya pelaksanaan administrasi keuangan daerah, bukan mencari-cari kesalahan. Untuk itu, dalam meningkatkan fungsi pengawasan DPRD yang dimulai sejak perencanaan musrenbang, perlu memperhatikan Permendagri 54 Tahun 2010. Di mana secara eksplisit menjelaskan bahwa segala bentuk sumber daya DPRD dirahkan untuk mendampingi, memberikan pertimbangan, mengarahkan keterlibatan masyarakat, yang merupana konstituen kelembagaan yang diwakili Bahrullah Akbar, 2011. Kaitannya dengan terhadap dimensi pengawasan DPRD akan APBD, bahwa sesuai dengan Tugas dan Wewenang DPRD menurut pasal 293 dan 344 UU No.272009 yaitu : 1. Membentuk peraturan daerah provinsi bersama gubernurbupatiwalikota; 2. Membahas dan memberikan persetujuan rancangan peraturan daerah mengenai anggaran pendapatan dan belanja daerah provinsi yang diajukan oleh gubernurbupatiwalikota; 3. Melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan daerah dan anggaran pendapatan dan belanja daerah provinsikabupatenkota. DPRD tetap memiliki kendali politik yang masih kuat dalam wilayah substantif yang bersinggungan langsung dengan kepentingan rakyat. Juga mengingat pasal 66 Undang-undang No 22 Tahun 2003 menerangkan tugas dan wewenang DPRD yang berhak meminta pejabat negara tingkat KabKota, pejabat pemerintah KabKota, badan hukum, atau warga masyarakat untuk memberikan Universitas Sumatera Utara keterangan tentang sesuatu hal yang perlu ditangani demi kepentingan daerah, bangsa dan negara. Bahwa setiap pejabat negara, pejabat pemerintah daerah, badan hukum, atau warga masyarakat wajib memenuhi permintaan DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat 1. Kemudian penjelasan pasal 62 78 Undang-undang No 22 Tahun 2003 yakni DPRD ProvinsiKabupatenKota mempunyai tugas dan wewenang: melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan daerah dan peraturan perundang-undangan lainnya, keputusan gubernurbupatiwalikota, APBD, kebijakan pemerintah daerah dalam melaksanakan program pembangunan daerah, dan kerjasama internasional di daerah, dapat dilakukan DPRD dan menguatkan paradigma tersebut di atas. Begitu juga dalam kenyataan sehari-hari bahwa DPRD juga kerap disebut sebagai lembaga legislatif. Sebagaimana diutarakan di atas, bahwa dalam pelaksanaan pengawasan DPRD pada dasarnya tentu mengacu pada pasal 42 ayat 1 huruf c Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2004 dan mekanismenya didasarkan pada Peraturan Tata Tertib DPRD masing-masing di seluruh Indonesia. Dan perlu juga diingat bahwa pengawasan merupakan fungsi yang paling intensif yang dilakukan DPRD. Bahwa bagaimana DPRD menjalankan fungsi pengawasannya baik secara politik maupun administratif melalui semua peran dan alat kelengkapannya Pimpinan, Komisi, Panitia Musyawarah, Badan Kehormatan, Panitia Anggaran, dan alat kelengkapan lain yang diperlukan dengan menyampaikan pertanyaan, melakukan interpelasi maupun angket, serta pendidikan politik dalam setiap kegiatannya. Tentu kepada semua objek yang diawasi, khususnya dalam kinerja eksekutif. Pengawasan ini pada sasaran sebagaimana diatur dalam Undang- Universitas Sumatera Utara undang serta peraturan di bawahnya, termasuk pengawasan terhadap pelaksanaan APBD sebagai kunci utama pembangunan. Kemudian juga perlu diingat kembali sebagaimana disampaikan di awal bahwa efektifitas DPRD dalam melaksanakan peran dan fungsi pengawasan sangat tergantung pada kapasitas para anggotanya dalam menjalankan aktifitas pengawasannya. Untuk ini tentu memerlukan pola pikir yang independen, tidak memihak, bebas dari intervensi serta adanya akses yang baik terhadap riset dan fasilitas kantor. Kewenangan yang lemah, kepemimpinan yang tidak efektif dan staf administrasi yang kurang terlatih serta kurangnya informasi adalah faktor- faktor yang menghambat efektifitas dan demokrasi USAID blog’s. Di samping itu, kapasitas yang dimaksud untuk melihat sejauhmana kesenjangan latar belakang yang dapat dijadikan sebagai bagian dari tolok ukur kapasitas dengan peran dan fungsi yang dijalankan selaku anggota DPRD. Tentu hal ini juga sangat mempengaruhi tingkat kemampuan dalam menjalankan tugas pokok dan fungsi DPRD. Dengan demikian, bagaimana DPRD Padang Lawas dalam melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan APBD tahun 2010 di bawah komando Bupati dan Wakil Bupati Padang Lawas periode 2009-2014, perlu ditinjau dan diteliti secara ilmiah guna mendapatkan kesimpulan yang bersifat ilmiah pula demi sebuah perbaikan yang diharapkan.

2. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah APBD