menyampaikan R-APBD tahun 2011 sehingga Padang Lawas masuk dalam daftar daerah yang kena sanksi penundaan DAU Dana Alokasi Umum sebesar 25
oleh Kementerian Keuangan RI. Berangkat dari paparan yang dikemukakan di atas, penulis berketetapan
hati dan pikiran untuk melakukan penelitian yang berjudul Pengawasan DPRD Padang Lawas Terhadap Pelaksanaan APBD Tahun 2010.
B. Perumusan Masalah
Berkaitan dengan uraian latar belakang itu, maka permasalahan yang dikemukakan adalah, sebagai berikut :
1. Bagaimana peran dan fungsi pengawasan DPRD Padang Lawas terhadap
pelaksanaan APBD tahun 2010. 2.
Faktor-faktor apa saja yang menjadi kendala pengawasan DPRD Padang Lawas terhadap pelaksanaan APBD tahun 2010.
C. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan perumusan masalah yang disampaikan, maka penelitian ini bertujuan :
1. Untuk mengetahui dan mengkaji secara lebih mendalam peran dan fungsi
pengawasan DPRD Padang Lawas terhadap pelaksanaan APBD tahun 2010. 2.
Untuk mengetahui dan mengidentifikasi faktor-faktor yang menjadi kendala pengawasan DPRD Padang Lawas terhadap pelaksanaan APBD tahun 2010.
Universitas Sumatera Utara
D. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah: 1. Secara akademis atau teoritis penelitian ini diharapkan menjadi salah satu
referensi dalam khazanah informasi maupun perbandingan bagi mahasiswa dan dosen, khususnya di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik serta bagi
kalangan umum dalam melakukan pendalaman kajian tentang pengawasan DPRD terhadap pelaksanaan APBD.
2. Secara praktis, penelitian ini diharapkan menjadi sumbangsih pemikiran bagi penyelenggara pemerintah daerah, khususnya dalam pengawasan DPRD
terhadap APBD, serta terkhusus menjadi masukan bagi pemerintah Padang Lawas menuju perbaikan dalam menjalankan pemerintahan.
E. Kerangka Teori
Demi keutuhan atau kesempurnaan penelitian yang akan dilakukan, posisi teori harus jelas dan tersambung dengan objek yang akan diteliti. Selain alat
untuk memudahkan penelitian, teori juga berfungsi agar tidak senjangnya antara konsepsi dengan fakta yang akan diarahkan teori. Langkah inilah yang disebut
sinkronisasi ilmiah, seperti yang diungkapkan Sugiyono 2003 bahwa landasan teori perlu ditegakkan agar penelitian mempunyai dasar yang kokoh dan bukan
sekedar perbuatan yang sifatnya hanya coba-coba trial and error. Dan adanya landasan teoritis merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data.
Berangkat dari rumusan di atas, penulis akan mengurai beberapa teori yang menjadi titik tolak landasan berpikir dalam penelitian ini, yaitu :
Universitas Sumatera Utara
1. Pengawasan DPRD
1.1. Defenisi Pengawasan Istilah pengawasan dalam bahasa Inggris disebut controlling, yang oleh
Dale dalam Winardi, 2000:224 dikatakan bahwa: “… the modern concept of control … provides a historical record of what has happened … and provides
date the enable the … executive … to take corrective steps …”. Bahwa pengawasan tidak hanya melihat sesuatu dengan seksama dan melaporkan hasil
kegiatan mengawasi, tetapi juga mengandung arti memperbaiki dan meluruskannya sehingga mencapai tujuan yang sesuai dengan apa yang
direncanakan. More dalam Winardi, 2000:226 menyatakan bahwa: “… there’s many a slip between giving works, assignments to men and carrying them out. Get
reports of what is being done, compare it with what ought to be done, and do something about it if the two aren’t the same. Sedangkan menurut Admosudirdjo
dalam Febriani, 2005:11 yang mengatakan bahwa pada pokoknya controlling atau pengawasan adalah keseluruhan daripada kegiatan yang membandingkan
atau mengukur apa yang sedang atau sudah dilaksanakan dengan kriteria, norma- norma, standar atau rencana-rencana yang telah ditetapkan sebelumnya.
Sedangkan teori lain mengatakan pengawasan adalah proses dalam menetapkan ukuran kinerja dan pengambilan tindakan yang dapat mendukung
pencapaian hasil yang diharapkan sesuai dengan kinerja yang telah ditetapkan Schermerhorn, 2002. Pengawasan juga didefenisikan sebagai proses untuk
memastikan bahwa segala aktifitas yang terlaksana sesuai dengan apa yang telah direncanakan Stoner, Freeman, Gilbert,1995. Kemudian Terry dalam
Winardi, 1986:395 juga berpendapat tentang pengertian pengawasan ini, ia mengatakan bahwa: Pengawasan berarti mendeterminasi apa yang dilaksanakan,
Universitas Sumatera Utara
maksudnya mengevaluasi prestasi kerja dan apabila perlu menerapkan tindakan- tindakan korektif sehingga hasil pekerjaan sesuai dengan rencana. Jadi
pengawasan dapat dianggap sebagai aktivitas untuk menemukan dan mengoreksi penyimpangan- penyimpangan penting dalam hasil yang dicapai dari aktivitas-
aktivitas yang direncanakan. Berangkat dari defenisi di atas terdapat kesamaan pengertian terhadap apa
yang dimaksud pengawasan secara umum. Bahwa pengawasan adalah proses pengamatan atau serangkaian aktifitas memperhatikan bahkan melakukan evaluasi
terhadap objek kinerja, yang melingkupi standart, norma-norma, serta usaha memperbaiki yang diawasi atau yang dijalankan untuk dipastikan sesuai dengan
apa yang ditentukan sebelumnya serta diharapkan akan mengalami perbaikan pada proses dan tahapan selanjutnya dari hasil pengawasan.
1.2. Tujuan pengawasan Sementara berkaitan dengan tujuan pengawasan, Situmorang dan Juhir 1994:26
mengatakan bahwa tujuan pengawasan adalah : 1.
Agar terciptanya aparat yang bersih dan berwibawa yang didukung oleh suatu sistem manajemen pemerintah yang berdaya guna dan berhasil guna
serta ditunjang oleh partisipasi masyarakat yang konstruksi dan terkendali dalam wujud pengawasan masyarakat kontrol sosial yang obyektif, sehat
dan bertanggung jawab. 2.
Agar terselenggaranya tertib administrasi di lingkungan aparat pemerintah, tumbuhnya disiplin kerja yang sehat.
3. Agar adanya keluasan dalam melaksanakan tugas, fungsi atau kegiatan,
tumbuhnya budaya malu dalam diri masing-masing aparat, rasa bersalah
Universitas Sumatera Utara
dan rasa berdosa yang lebih mendalam untuk berbuat hal-hal yang tercela terhadap masyarakat dan ajaran agama.
Maman Ukas 2004:337 mengemukakan tujuan pengawasan adalah untuk: 1.
Mensuplai pegawai-pegawai manajemen dengan informasi-informasi yang tepat, teliti dan lengkap tentang apa yang akan dilaksanakan.
2. Memberi kesempatan pada pegawai dalam meramalkan rintangan-
rintangan yang akan mengganggu produktivitas kerja secara teliti dan mengambil langkah-langkah yang tepat untuk menghapuskan atau
mengurangi gangguan-gangguan yang terjadi. 3.
Setelah kedua hal di atas telah dilaksanakan, kemudian para pegawai dapat membawa kepada langkah terakhir dalam mencapai produktivitas kerja
yang maksimum dan pencapaian yang memuaskan dari pada hasil-hasil yang diharapkan.
Sedangkan Rachman dalam Situmorang dan Juhir, 1994:22 juga mengemukakan tentang maksud pengawasan, yaitu:
1. Untuk mengetahui apakah segala sesuatu berjalan sesuai dengan rencana
yang telah ditetapkan 2.
Untuk mengetahui apakah segala sesuatu telah berjalan sesuai dengan instruksi serta prinsip-prinsip yang telah ditetapkan
3. Untuk mengetahui apakah kelemahan-kelemahan serta kesulitan-kesulitan
dan kegagalan-kegagalannya, sehingga dapat diadakan perubahan- perubahan untuk memperbaiki serta mencegah pengulangan kegiatan-
kegiatan yang salah.
Universitas Sumatera Utara
4. Untuk mengetahui apakah segala sesuatu berjalan efisien dan apakah dapat
diadakan perbaikan-perbaikan lebih lanjut, sehingga mendapat efisiensi yang lebih benar.
Dari ketiga pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa maksud pengawasan adalah untuk mengetahui dan menyimpulkan pelaksanaan kerja, hasil
kerja, dan segala sesuatunya apakah sesuai dengan yang direncanakan atau tidak, apakah berjalan efisien dan efektif atau tidak, serta mengukur tingkat kesalahan
yang terjadi dan kesulitan atau gangguang yang ada, untuk diperbaiki ke arah yang lebih baik.
1.3. Prinsip-prinsip Pengawasan Sedangkan prinsip-prinsip pengawasan yaitu :
a. Dapat tepat mencapai sasaran, b. Fleksibel,
c. Dinamis, d. Ekonomis,
e. Efisien, f. Dapat dimengerti,
g.Dapat segera melaporkan penyimpangan, h.Dapat menjamin diberlakukannya tindakan korektif
Bahwa mengamati lebih jernih tentang prinsip-prinsip pengawasan cukup diperlukan untuk menguatkan penilaian terhadap pengawasan dan capaiannya
demi tindak lanjut yang akan dilakukan guna arah perbaikan. 1.4. Pengawasan DPRD
Kedudukan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DPRD diatur dalam ketatanegaraan kita, UU No. 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD
Universitas Sumatera Utara
menjelaskan; bahwa DPRD merupakan unsur pemerintahan daerah, unsur pemerintahan daerah lainnya adalah pemerintah daerah yang dipimpin oleh
kepala daerah. Pengertian unsur pemerintahan mengartikan bahwa DPRD merupakan bagian manajemen pemerintahan daerah untuk mencapai tujuannya.
Sedangkan kedudukan lainnya, DPRD sebagai lembaga perwakilan rakyat yang dipilih dalam pemilihan umum dan menjalankan tugas pokok dan fungsinya,
legislasi, anggaran dan pengawasan sebagai representasi rakyat di propinsi, maupun kotaKabupaten Bahrullah Akbar, 2011. Sebelumnya kedudukan DPRD
dalam Undang-undang No.22 Tahun 1999 diposisikan sebagai badan legislatif yang kemudian dirubah menjadi DPRD sebagai unsur pemerintahan daerah yang
termaktub pada UU No. 32 Tahun 2004. Meski dalam penelitian ini nantinya tidak ada memfokuskan pembahasan pada titik masalah problematika kedudukan
DPRD, namun perubahan-perubahan itu sesungguhnya telah ‘merekonstruksi’ posisi DPRD kaitannya dengan wewenang dan tugas yang dijalankannya. Dan
tentu akan berpengaruh terhadap capaian yang diharapkan rakyat akan wujud pengawasan DPRD terhadap segenap objek yang diawasinya, termasuk
pengawasan terhadap pelaksanaan APBD. Sekedar mereview dimana dalam pasal 16 ayat 1 dan 2 dalam
Undang-undang No.22 Tahun 1999 disebutkan bahwa: 1. DPRD sebagai lembaga perwakilan rakyat di Daerah merupakan wahana
untuk melaksanakan demokrasi berdasarkan Pancasila. 2. DPRD sebagai Badan Legislatif Daerah berkedudukan sejajar dan menjadi
mitra dari Pemerintah Daerah. Penegasan kedudukan DPRD sebagai lembaga perwakilan rakyat dan
Badan Legislatif Daerah dalam UU No. 22 Tahun 1999 diikuti dengan penguatan
Universitas Sumatera Utara
“kuasa” DPRD dengan memberikan tugas, kewenangan dan hak yang lebih besar pada DPRD.
Sebagaimana dalam UU No.32 Tahun 2004 dan dalam UU No. 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD yang menegaskan DPRD sebagai
bagian dari unsur pemerintahan daerah, bahwa sebelumnya juga telah lahir paradigma DPRD sebagai bagian pemerintahan daerah dalam UU No. 22 Tahun
2003 tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, DPD dan DPRD. Penegasan DPRD sebagai bagian dari pemerintahan daerah dalam Undang-undang No. 32
Tahun 2004, terdapat pada pasal 42. Dengan demikian DPRD berada dalam ranah yang sama dengan pemerintah daerah dalam struktur hubungan dengan
pemerintah pusat. Atau dengan kalimat yang lebih ringkas DPRD berada dalam rezim pemerintahan daerah AA GN Ari Dwipayana, 2010. Hanya saja meski
DPRD ditegaskan pada ranah yang sama dengan eksekutif, namun sesungguhnya kita melihat realitas yang seakan ‘mengkondisikan’ terciptanya kembali executive
heavy
.
Pergeseran regulasi yang dialami terkait perubahan posisi DPRD, akan membantu untuk menghantarkan dalam merealisasikan ‘batasan-batasan’ dalam
menginput data atau informasi pada penelitian ini nantinya, terkait pelaksanaan pengawasan DPRD.
Kembali pada titik persoalan dan berangkat dari regulasi yang berlaku yang membicarakan tentang pengawasan DPRD saat ini. Ada kesan lain yang bila
ditarik garis hikmahnya, bahwa walau terjadi beberapa kali perubahan, namun dengan paradigma kesejajaran, kekuatan kekuasaan dan wewenang antara DPRD
terhadap eksekutif masih relatif kuat. Yakni pada posisi kemitraan dan masih tersedianya ruang peran pengawasan untuk dilaksanakan DPRD dengan optimal.
Dan pada pasal 43 Undang-undang No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Universitas Sumatera Utara
Daerah dijelaskan berkaitan dengan hak dan kewajiban DPRD yang menjadi media dalam menjalankan tugasnya baik secara politik maupun administratif,
yakni legislasi, budgeting penganggaran, dan controlling pengawasan. Namun sebelum itu, perlu kiranya terlebih dahulu mengingat filosofi pengawasan, bahwa
pengawasan bertujuan untuk tertibnya pelaksanaan administrasi keuangan daerah, bukan mencari-cari kesalahan. Untuk itu, dalam meningkatkan fungsi
pengawasan DPRD yang dimulai sejak perencanaan musrenbang, perlu memperhatikan Permendagri 54 Tahun 2010. Di mana secara eksplisit
menjelaskan bahwa segala bentuk sumber daya DPRD dirahkan untuk mendampingi, memberikan pertimbangan, mengarahkan keterlibatan masyarakat,
yang merupana konstituen kelembagaan yang diwakili Bahrullah Akbar, 2011. Kaitannya dengan terhadap dimensi pengawasan DPRD akan APBD,
bahwa sesuai dengan Tugas dan Wewenang DPRD menurut pasal 293 dan 344 UU No.272009 yaitu :
1. Membentuk peraturan daerah provinsi bersama gubernurbupatiwalikota;
2. Membahas dan memberikan persetujuan rancangan peraturan daerah
mengenai anggaran pendapatan dan belanja daerah provinsi yang diajukan oleh gubernurbupatiwalikota;
3. Melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan daerah dan
anggaran pendapatan dan belanja daerah provinsikabupatenkota. DPRD tetap memiliki kendali politik yang masih kuat dalam wilayah
substantif yang bersinggungan langsung dengan kepentingan rakyat. Juga mengingat pasal 66 Undang-undang No 22 Tahun 2003 menerangkan tugas dan
wewenang DPRD yang berhak meminta pejabat negara tingkat KabKota, pejabat pemerintah KabKota, badan hukum, atau warga masyarakat untuk memberikan
Universitas Sumatera Utara
keterangan tentang sesuatu hal yang perlu ditangani demi kepentingan daerah, bangsa dan negara. Bahwa setiap pejabat negara, pejabat pemerintah daerah,
badan hukum, atau warga masyarakat wajib memenuhi permintaan DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat 1. Kemudian penjelasan pasal 62 78
Undang-undang No 22 Tahun 2003 yakni DPRD ProvinsiKabupatenKota mempunyai tugas dan wewenang: melaksanakan pengawasan terhadap
pelaksanaan peraturan daerah dan peraturan perundang-undangan lainnya, keputusan gubernurbupatiwalikota, APBD, kebijakan pemerintah daerah dalam
melaksanakan program pembangunan daerah, dan kerjasama internasional di daerah, dapat dilakukan DPRD dan menguatkan paradigma tersebut di atas.
Begitu juga dalam kenyataan sehari-hari bahwa DPRD juga kerap disebut sebagai lembaga legislatif.
Sebagaimana diutarakan di atas, bahwa dalam pelaksanaan pengawasan DPRD pada dasarnya tentu mengacu pada pasal 42 ayat 1 huruf c Undang-
Undang Nomor 32 Tahun 2004 dan mekanismenya didasarkan pada Peraturan Tata Tertib DPRD masing-masing di seluruh Indonesia. Dan perlu juga diingat
bahwa pengawasan merupakan fungsi yang paling intensif yang dilakukan DPRD. Bahwa bagaimana DPRD menjalankan fungsi pengawasannya baik
secara politik maupun administratif melalui semua peran dan alat kelengkapannya Pimpinan, Komisi, Panitia Musyawarah, Badan Kehormatan, Panitia Anggaran,
dan alat kelengkapan lain yang diperlukan dengan menyampaikan pertanyaan,
melakukan interpelasi maupun angket, serta pendidikan politik dalam setiap kegiatannya. Tentu kepada semua objek yang diawasi, khususnya dalam kinerja
eksekutif. Pengawasan ini pada sasaran sebagaimana diatur dalam Undang-
Universitas Sumatera Utara
undang serta peraturan di bawahnya, termasuk pengawasan terhadap pelaksanaan APBD sebagai kunci utama pembangunan.
Kemudian juga perlu diingat kembali sebagaimana disampaikan di awal bahwa efektifitas DPRD dalam melaksanakan peran dan fungsi pengawasan
sangat tergantung pada kapasitas para anggotanya dalam menjalankan aktifitas pengawasannya. Untuk ini tentu memerlukan pola pikir yang independen, tidak
memihak, bebas dari intervensi serta adanya akses yang baik terhadap riset dan fasilitas kantor. Kewenangan yang lemah, kepemimpinan yang tidak efektif dan
staf administrasi yang kurang terlatih serta kurangnya informasi adalah faktor- faktor yang menghambat efektifitas dan demokrasi USAID blog’s. Di samping
itu, kapasitas yang dimaksud untuk melihat sejauhmana kesenjangan latar belakang yang dapat dijadikan sebagai bagian dari tolok ukur kapasitas dengan
peran dan fungsi yang dijalankan selaku anggota DPRD. Tentu hal ini juga sangat mempengaruhi tingkat kemampuan dalam menjalankan tugas pokok dan fungsi
DPRD. Dengan demikian, bagaimana DPRD Padang Lawas dalam melaksanakan
pengawasan terhadap pelaksanaan APBD tahun 2010 di bawah komando Bupati dan Wakil Bupati Padang Lawas periode 2009-2014, perlu ditinjau dan diteliti
secara ilmiah guna mendapatkan kesimpulan yang bersifat ilmiah pula demi sebuah perbaikan yang diharapkan.
2. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah APBD
2.1. Defenisi APBD Dalam kamus ensklopedia Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
APBD, adalah rencana keuangan tahunan pemerintah daerah yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. APBD ditetapkan dengan Peraturan Daerah.
Universitas Sumatera Utara
Tahun anggaran APBD meliputi masa satu tahun, mulai dari tanggal 1 Januari sampai dengan tanggal 31 Desember.
Sementara pada pasal 16 Undang-undang No 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara bahwa APBD adalah meupakan wujud pengelolaan keuangan
daerah yang ditetapkan setiap tahun dengan Peraturan Daerah. APBD terdiri atas anggaran pendapatan, anggaran belanja, dan pembiayaan. Pendapatan daerah
berasal dari pendapatan asli daerah, dana perimbangan, dan lain-lain pendapatan yang sah. Sedangkan belanja daerah dirinci menurut organisasi, fungsi, dan jenis
belanja. Sekilas penjelasannya, yaitu:
•
Anggaran pendapatan, terdiri atas
o
Pendapatan Asli Daerah PAD, yang meliputi pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah, dan penerimaan lain-lain
o
Bagian dana perimbangan, yang meliputi Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi Umum DAU, dan Dana Alokasi Khusus DAK
o
Lain-lain pendapatan yang sah seperti dana hibah atau dana darurat.
•
Anggaran belanja, yang digunakan untuk keperluan penyelenggaraan tugas pemerintahan di daerah. Baik yang meliputi belanja langsung maupun belanja
tidak langsung.
•
Pembiayaan, yaitu setiap penerimaan yang perlu dibayar kembali danatau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang
bersangkutan maupun tahun-tahun anggaran berikutnya. Pada Pasal 17 dalam Undang-undang yang sama, bahwa APBD disusun
sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan dan kemampuan pendapatan daerah. Dan penyusunan rancangan APBD sebagaimana dimaksud
Universitas Sumatera Utara
dalam ayat sebelumnya berpedoman kepada rencana kerja pemerintah daerah dalam rangka tercapainya tujuan bernegara.
2.2.Fungsi APBD Dalam pasal 3 ayat 3 Undang-undang No 17 tahun 2003 tentang
Keuangan Negara telah tertuang fungsi APBD yakni mempunyai fungsi alokasi, distribusi, stabilisasi, otorisasi, perencanaan, dan fungsi pengawasan.
Sekilas dapat dijelaskan fungsi-fungsi APBD tersebut, yaitu : 1.
Fungsi Alokasi dana dalam arti APBD diarahkan untuk menciptakan lapangan kerja, mengurangi pengangguran dan pemborosan sumber daya, dan
meningkatkan efisiensi dan efektifitas perekonomian. 2.
Fungsi Distribusi dalam memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan. 3.
Fungsi Stabilisasi ekonomi berarti APBD menjadi alat untuk memelihara dan mengupayakan keseimbangan fundamental perekonomian daerah.
4. Fungsi Otorisasi berarti APBD menjadi dasar untuk melaksanakan pendapatan
dan belanja pada tahun yang bersangkutan 5.
Fungsi Perencanaan yaitu APBD menjadi pedoman bagi manajemen dalam merencanakan kegiatan pada tahun yang bersangkutan.
6. Fungsi Pengawasan yaitu APBD menjadi pedoman untuk menilai kegiatan
penyelenggaraan pemerintahan daerah sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan.
Sedangkan ditinjau dari sudut manajemen, bahwa fungsi APBD adalah sebagai :
a. Pedoman bagi pemerintah untuk menjalankan tugasnya di periode mendatang. b. Alat kontrol masyarakat terhadap kebijakan yang dibuat oleh pemerintah
Universitas Sumatera Utara
c. Untuk menilai seberapa jauh pencapaian pemerintah dalam melaksanakan kebijakan dan program yang telah direncanakan.
Dari penjelasan dan paparan Undang-undang tersebut di atas memastikan betapa posisi dan fungsi APBD menjadi tempat ‘tumpuan’ untuk
menggerakan pembangunan di setiap sektor kehidupan masyarakat. Maka sangat membutuhkan sentuhan peran politik yang baik yang mengacu pada undang-
undang yang mengaturnya. Oleh karenanya semua unsur, terlebih-lebih DPRD harus berada di garda terdepan untuk mengawalnya agar selaras dengan intruksi
peraturan serta instruksi rakyat. Bila tidak, tentu akan mengundang harapan terbalik dari strategisnya posisi dan fungsi APBD dalam pembangunan
masyarakat dan bangsa di setiap sektor.
3. Pengawasan DPRD Padang Lawas Terhadap Pelaksanaan APBD Tahun 2010
Karena penting dan strategisnya APBD dalam setiap ritme pembangunan, maka diperlukan suatu sistem maupun improvisasi politik dalam pengawasan
DPRD yang optimal terhadap tindak tanduk kepala daerah eksekutif selaku penyelenggara APBD. Baik pengawasan yang bersifat preventif maupun represif
agar terselenggaranya pelaksanaan APBD yang sesuai dengan kaidah-kaidah serta manfaat visionernya dari berbagai sudut atau dimensi dalam pengawasan harus
dijalankan dengan sebaik-baiknya. Bahwa APBD yang merupakan keuangan negara harus dikelola secara profesional, terbuka dan bertanggungjawab untuk
sebesar-besarnya kesejahteraan dan kemakmuran rakyat. Semangat ini terdapat pada pasal 3 ayat 1 Undang-undang No 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara
yang mengatakan bahwa keuangan negara harus dikelola secara tertib, taat pada
Universitas Sumatera Utara
peraturan perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggungjawab dengan memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan.
Hal tersebut di atas juga sejalan dengan konsepsi kewenangan dan kewajiban daerah dalam pengelolaan keuangan negara yang masuk dalam APBD
tertuang pada Pasal 23 UU No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, yaitu :
1 Hak dan kewajiban daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 dan Pasal 22 diwujudkan dalam bentuk rencana kerja pemerintahan daerah dan
dijabarkan dalam bentuk pendapatan, belanja, dan pembiayaan daerah yang dikelola dalam sistem pengelolaan keuangan daerah.
2 Pengelolaan keuangan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dilakukan secara efisien, efektif, transparan, akuntabel, tertib, adil, patut, dan taat pada
peraturan perundang-undangan. Bahwa prinsip-prinsip pengelolaan keuangan negara APBD
sebagaimana instruksi Undang-undang dan norma-norma lainnya harus dijalankan dengan sungguh-sungguh guna menghindari terjadinya tindakan yang merugikan
keuangan negara dan merugikan upaya pembangunan kesejahteraan rakyat. Ditegaskan kembali bahwa secara kedudukan dan kewenangan konstitusional
serta politik yang memiliki peran ini tentu adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DPRD. DPRD akan menjadi penentu jalan tidaknya pelaksanaan APBD.
Bagaimana DPRD menjadikan APBD sebagai standart pembangunan. Maka senyawa inilah juga yang sesungguhnya secara filosofis menjadi nafas dan
tumpuan rakyat menuju kemakmuran dan kesejahteraan yang diimpikan rakyat. Dimana mereka mendapatkan pelayanan publik, seperti pendidikan, kesehatan,
sarana-prasarana, peningkatan pendapatan, dll. Tentu dari ukuran sejauhmana
Universitas Sumatera Utara
APBD dijalankan pada relnya. Begitu juga dalam mengukur keberhasilan pelaksanaan otonomi daerah tentu dilihat dari peran optimal semua unsur
pemerintahan serta stakeholdersnya. Yaitu di antaranya, tingkat peran dan fungsi pengawasan yang dilakukan DPRD, badan audit, dan juga elemen pengendali
lainnya. Sejalan dengan pikiran Mardiasmo dalam Agus Hartanto, 2006 yang
mengatakan bahwa ada tiga aspek utama yang mendukung keberhasilan otonomi daerah, yaitu pengawasan, pengendalian, dan pemeriksaan. Ketiga hal tersebut
pada dasarnya berbeda baik konsepsi maupun aplikasinya. Pengawasan mengacu pada tingkatan atau kegiatan yang dilakukan diluar pihak eksekutif yaitu
masyarakat dan DPRD, untuk mengawasi kinerja pemerintahan. Pengendalian control adalah mekanisme yang dilakukan oleh pihak eksekutif, yang dipimpin
kepala daerah, untuk menjamin dilaksanakanya sistem dan kebijakan manajemen sehingga tujuan organisasi dapat tercapai. Pemeriksaan Audit merupakan kegiatan
oleh pihak yang memiliki independensi dan memiliki kompetensi profesional untuk memeriksa apakah hasil kinerja pemerintah daerah telah sesuai dengan
standar atau kriteria yang ada. Dalam konteks ini DPRD Padang Lawas akan diamati dan diteliti secara
mendalam tentang pengawasannya terhadap pelaksanaan APBD tahun 2010. Bagaimana Bupati dan Wakil Bupati Padang Lawas menjalankan APBD dalam
pengawasan DPRD. Untuk melihat serangkaian aktifitas pengawasan bahkan melakukan evaluasi terhadap objek kinerja, yang melingkupi standart, norma-
norma, serta usaha memperbaiki yang diawasi, dalam lingkup penyelenggaraan APBD.
Universitas Sumatera Utara
F. Defenisi Konsep
Defenisi konsep dalam penelitian digunakan untuk menggambarkan secara tepat tentang masalah atau fenomena yang hendak diteliti. Bahwa konsep
haruslah juga memenuhi syarat, salah satunya adalah harus diterjamahkan ke hal lebih konkrit atau mudah difahami alias tidak jelimet. Karena semakin abstrak
rumusan konsep akan semakin sulit pula memahami maknanya dalam realitas Suyanto, 2005:50
Bahwa dalam penelitian ini, yang menjadi defenisi konsep adalah:
a.
Pengawasan DPRD merupakan serangkaian aktifitas dengan kewenangan yang dimiliki, baik secara politik maupun administratif untuk mengawasi
jalannya agenda pemerintah eksekutif yang diawasi.
b. Pelaksanaan APBD yaitu segenap realisasi anggaran pendapatan dan belanja
daerah APBD selama anggaran untuk tahun 2010. Baik belanja langsung maupun belanja tidak langsung.
G. Defenisi Operasional