The transmission of solar radiation and micro climate profiles and their relationship to growth and crop production of intercropping plants in several ages of coconut

(1)

TRANSMISI RADIASI MATAHARI DAN PROFIL

IKLIM MIKRO SERTA HUBUNGANNYA DENGAN

PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMAN

SELA PADA BEBERAPA UMUR KELAPA

NOLI LODRIK BARRI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2012


(2)

ii

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI

DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa Disertasi “Transmisi Radiasi Matahari dan Profil Iklim Mikro serta Hubungannya dengan Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Sela pada Beberapa Umur Kelapa” adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir Disertasi ini.

Bogor, Januari 2012

Noli Lodrik Barri


(3)

ABSTRACT

NOLI LODRIK BARRI. The Transmission of Solar Radiation and Micro

Climate Profiles and Their Relationship to Growth and Crop Production of Intercropping Plants in Several Ages of Coconut. Under supervision by YONNY

KOESMARYONO, IMPRON and DOAH DEKOK TARIGANS.

Potential of land in coconut plantations to support the program polyculture in Indonesia is very large, but the availability and suitability of the solar radiation distribution and microclimate is the main constraint. The purpose of research was to identify and analyzed the distribution of solar radiation, micro-climate profile, growth and production of intercropping crops, land productivity and economic viability of farming in some coconut ages. Research conducted in the coconut experimental garden Kima Atas, Indonesian Coconut and Palmae Research Institute (ICOPRI) Manado North Sulawesi in 2007-2009. Observation was conducted to identify the distribution of solar radiation, micro-climate and the distribution of rain on coconut age of 5, 20, and 50 years. Experimental studies were intercropping planting, ie maize, rice, and peanuts in coconut plantations and open fields. Solar radiation data observed by the method of moving using a light meter, temperature and air humidity were observed every day using digital termohigrograf and measurement of soil water content by gravimetric method. Intercropping crops data were observed on vegetative and production variables. Data were analyzed with statistic deskriptive, analysis of variance, BC and the land equivalent ratio. The research results show that the transmission of the highest solar radiation occurs at the age of 50 years of coconut (40%) and lowest in the age of 20 years (22%). The simulation results show that highest daily solar radiation temporal distribution in a rectangular plantation coconut cropping systems occurred at 12.00 and triangular systems are spread evenly throughout the day. Spatial distribution of solar radiation on a rectangular system of planting coconut placed in the broader region between rows of coconut in comparison with the triangular system. Air temperature in a plantation coconut 1-2°C lower than the temperature in the open air and moisture proifl otherwise. Air temperature in the coconut age 5 years was higher. Soil water content in coconut plantation age 20 years was higher (41%) compared with the coconut ages 5 and 50 years (21 and 24%). Rainfall interception in the canopy of coconut plantations age of 5, 20, and 50 years were 27, 38, and 29% respectively of the average rainfall that occurs when the observations. The highest average production of maize, rice, and peanut obtained in the age of 50 years of coconut but still lower than production in open fields. Empirical model of the relationship between the transmission of radiation at some ages coconut with production of maize, rice, and peanuts are logarithmic. Mathematical models for maize, rice, and peanuts were

Ymaize=2.28ln(Rt)-5.42 [R2=0.99], Yrice= 2.17ln(Rt)-4.85 [R2 = 0.98], and

Ypeanut=0.63ln(Rt)-2.01 [R2 = 0.84]. Land Equivalent Ratio (LER) were 1.62-1.80 it means that coconut plantation land productivity rose an average of> 60 with coconut farming polyculture systems. The coconut farming polyculture with maize, rice, and peanuts is economically feasible to be developed with the average BC ratio> 1.


(4)

iv


(5)

RINGKASAN

NOLI LODRIK BARRI. Transmisi Radiasi Matahari dan Profil Iklim Mikro

serta Hubungannya dengan Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Sela pada Beberapa Umur Kelapa. Dibimbing oleh YONNY KOESMARYONO,

IMPRON, dan DOAH DEKOK TARIGANS.

Luas lahan kelapa potensial di Indonesia yang tersedia untuk menerapkan usaha tani polikultur kurang lebih 2.7 juta ha. Potensi ini diperoleh dari luasan pemilikan lahan perkebunan kelapa di tingkat petani sebesar 3.7 juta ha yang diusahakan secara monokultur ada sekitar 96% dan dari aspek agronomi tersedia 75% lahan yang tidak digunakan oleh sistem perakaran kelapa. Jika dihitung secara matematis, maka tersedia lahan kelapa monokultur sekitar 2.7 juta hektar yang berpotensi untuk usaha tani polikultur di Indonesia. Namun, Sistem tanam dan umur kelapa secara khusus akan mempengaruhi transmisi radiasi matahari. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui pola transmisi radiasi matahari dan profil iklim mikro, distribusi hujan dan produksi beberapa tanaman sela yang dijadikan tanaman indikator pada beberapa umur tanaman kelapa.

Penelitian telah dilaksanakan di Kebun Percobaan Kelapa, Balai Penelitian Tanaman Palma (Balit Palma) yang berlokasi di Kima Atas-Manado Sulawesi Utara. Metode penelitian yang digunakan menggabungkan penelitian observasi dan eksperimental. Metode penelitian bersifat observasi melalui pengukuran radiasi matahari, suhu udara, kelembaban, dan kadar air tanah di areal pertanaman kelapa yang berumur 5, 20, 50 tahun, dan di lahan terbuka di sekitar perkebunan kelapa. Pengamatan radiasi matahari hanya dilakukan pada saat cuaca cerah dengan menggunakan light meter, pengukuran suhu dan kelembaban menggunakan termohigrograf, penentuan kadar air tanah dengan metode gravimetri dan parameter distribusi hujan didapatkan alat yang terpasang permanen di tiga umur kelapa. Analisa data dengan statistik deskriptif dan regresi. Metode penelitian eksperimental adalah penanaman tanaman jagung, padi gogo, dan kacang tanah yang ditanam pada petakan yang diletakkan di antara barisan kelapa berjarak 1.5 m dari batang kelapa. Tiap jenis tanaman sela ditanam pada tiga petak pada tiap umur kelapa dan dan di lahan terbuka. Analisis data dilakukan dengan analisis ragam dan regresi . Penelitian eksperimental tergolong pada kegiatan usaha tani polikultur, sehingga perlu dilakukan analisis produktivitas lahan dan kelayakan ekonomi. Analisis produktivitas lahan dengan menghitung

land equivalent ratio (LER), yaitu perbandingan antara tingkat produksi usaha tani monokultur dengan produksi usaha tani polikultur. Analisis ekonomi dilakukan untuk mengetahui kelayakan usaha tani kelapa polikultur dengan tanaman sela jagung, padi, dan kacang tanah di pertanaman kelapa umur 5, 20, dan 50 tahun dengan indikator nilai BC ratio.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa transmisi radiasi matahari terbesar ditemukan pada tanaman kelapa umur 50 tahun, yaitu 49% pada kelapa 5 tahun sebesar 38%. dan terendah pada kelapa umur 20 tahun, sebesar 22%. Distribusi temporal radiasi matahari harian kelapa 50 tahun (sistem tanam segiempat) mencapai nilai tertinggi pada tengah hari (pukul 12.00) dan pola ini tidak terjadi


(6)

vi

pada kelapa 20 tahun (sistem tanam segitiga). Ditribusi spasial pada sistem tanam segiempat penyebarannya terpusat di bagian tengah lahan di antara barisan kelapa, sedangkan pada sistem segitiga menyebar merata dengan kuantitas lebih rendah dibandingkan sistem tanam segiempat. Simulasi berdasarkan umur kelapa menunjukkan bahwa rata-rata sistem tanam kelapa segiempat menerima radiasi matahari lebih tinggi (57 205 lux) jika dibandingkan dengan sistem tanam segitiga (31 384 lux). Kelapa umur 20 tahun pada sistem tanam segitiga dan segiempat menerima radiasi matahari terendah dibandingkan umur kelapa lainnnya, dengan nilai beruturut-turut 23 394 lux dan 42 689lux.

Suhu dan kelembaban udara di pertanaman kelapa tidak terlalu berfluktuasi dibanding di lahan terbuka. Suhu rata-rata pada pertanaman kelapa lebih rendah 1-2oC dibandingkan dengan di areal terbuka, tapi kelembaban udara rata-rata lebih tinggi. Energi radiasi matahari yang diterima pada lahan di antara kelapa berbeda menurut umur juga turut menentukan profil suhu dan kelembaban. Itulah sebabnya suhu di lahan terbuka lebih tinggi dibandingkan dengan di bawah kelapa. Kadar air tanah (KAT) pada tiga lokasi pertanaman kelapa antara 5-80% sedangkan di area terbuka antara 5-32%. Rata-rata KAT pada pertanaman kelapa umur 20 tahun bervariasi antara 15-80% atau rata-rata 41%, dan merupakan kadar air tertinggi dibandingkan dengan dua umur kelapa lainnya yang hanya berkisar antara 21-24%.

Distribusi hujan di pertanaman kelapa bervariasi berdasarkan keragaan tanaman karena perbedaan umur. Tajuk tanaman kelapa umur 20 tahun dapat mengintersep hujan sebesar 38% dari setiap kejadian hujan dan merupakan nilai tertinggi dibandingkan dengan kelapa umur 5 dan 50 tahun berturut-turut sebesar 27 dan 29%. Lahan kelapa umur 5 tahun mendapatkan air hujan 71% dari jumlah total curah hujan yang terjadi dan pada kelapa 20 dan 50 tahun sebesar 63 dan 70%.

Produksi jagung berturut-turut mulai dari kelapa umur 5, 20, 50 tahun, dan lahan terbuka masing-masing sebesar 3.2, 1.9, 3.9, dan 5.4 t.ha-1. Produksi padi dengan lokasi yang sama berturut-turut sebesar 2.9, 1.4, 3.5, dan 4.7 t.ha-1. Produksi kacang tanah berturut-turut yaitu 1.6, 0.9, 1.6, dan 1.9 t.ha-1. Model empiris antara persentase transmisi radiasi (Rt) dengan produksi tanaman jagung

adalah Y(jgg) =2.28ln(Rt)-5.42, [R2=0.99], tanaman padi Y(padi) =2.17ln(Rt)-4.85

[R2=0.98], dan kacang tanah Y(kcg) =0.63ln(Rt)-2.01, [R2=0.84]

Hasil analisis produktivitas lahan antara kelapa+tanaman sela (jagung, padi, dan kacang tanah pada kelapa 20 dan 50 tahun (kelapa+jagung) mendapatkan nilai LER sebesar 1.7 dan 1.6 (kelapa+padi) 1.6 dan 1.8, dan (kelapa+kacanag tanah) 1.8 dan 1.8. Artinya usaha tani polikultur meningkatkan produktivitas lahan perkebunan kelapa sebesar 60-80%. Dikaji dari aspek ekonomi didapatkan bahwa usaha tani kelapa monokultur hanya menguntungkan jika petani menjual produk kelapa berupa kelapa segar (butiran), dengan nilai BC ratio kelapa umur 20 dan 50 tahun 3.1 dan 4.2. Kombinasi produk kelapa dengan tanaman sela pada beberapa umur produk kelapa umur 5, 20, dan 50 tahun menguntungkan petani dengan BC ratio 1.3-3.6. Oleh karena itu, sebaiknya, model usaha tani kelapa adalah polikultur karena dapat meningkatkan produktivitas lahan dan secara ekonomis langsung meningkatkan pendapatan petani.


(7)

© Hak cipta milik IPB, tahun 2012 Hak cipta dilindungi Undang-undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah.

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.


(8)

vi

TRANSMISI RADIASI MATAHARI DAN PROFIL

IKLIM MIKRO SERTA HUBUNGANNYA DENGAN

PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMAN

SELA PADA BEBERAPA UMUR KELAPA

NOLI LODRIK BARRI

Disertasi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada

Program Studi Agroklimatologi

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2012


(9)

Penguji pada Ujian Tertutup: Dr. Ir. Sudradjat, M.S. Dr. Ir. Sobri Effendi, M.S.

Penguji pada Ujian Terbuka : Dr. Ir. Chandra Indrawanto, M.Sc. Dr. Ir. Rini Hidayati, M.S.


(10)

(11)

RAKATA

Puji dan syukur dipanjatkan kepada Allah Pencipta, Maha Pengasih dan Maha Penyayang atas segala berkat dan karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan. Program pemerintah di bidang perkebunan kelapa adalah memanfaatkan semaksimal mungkin potensi lahan yang tersedia. Sejak itu, sistem usaha tani polikultur menjadi perhatian utama dalam sistem usaha tani kelapa di Indonesia. Selama proses studi, pelaksanaan penelitian hingga penyusunan laporan penulis banyak menerima bantuan yang tak mungkin dapat dibalas. Pada kesempatan ini penulis dengan tulus menyampaikan terima kasih kepada:

Prof. Dr. Ir. Yonny Koesmaryono, M.S., Prof. Dr. Ir. Justika Sjarifuddin Baharsyah, M.Sc., Dr. Ir. Impron, M.Agr.Sc., dan Dr. Ir. Doah Dekok Tarigans, M.Sc., APU yang telah membimbing dengan penuh kesabaran dan perhatian dalam hal teknis maupun non teknis penelitian serta mengajarkan apa artinya sebuah perjuangan. Prof. Dr. Ir. Handoko, M.Sc (Ketua Program Studi AGK), Prof. Dr. Ir. Ahmad Bey, M.Sc atas dorongan dan bantuan yang diberikan.

Dr. Ir. Gatot Irianto (Kepala Badan Litbang Pertanian), Dr. Ir. Syakir, MS (KaPuslit Bang-Bun), Dr. Ir. Bambang Hellyanto, MSc (Ka. Balitka). Dr. Ir. Chandra Indarwanto, MSc (Ka Balit Palma) atas pemberian dana studi dan penelitian. Dr. Ir. David Allorerung, MS., Dr. Ir. Meldy Hosang, M.Si., Dr. Ir. Donata S. Pandin, M.Si, Dr. Ir. Jaqueline Motula, M.Si, Ir. Ismail Maskromo, M.Si, Engel dan Julianus Matana atas bantuan dan dorongan penyemangat.

Staf dan karyawan Balit Palma (Efron Sundalangi, Jetje Ruaw, Jenny Dimpudus) serta teman-teman di Fakultas Pertanian Unsrat (Dr. Rino Rogi) dan Staf GFM IPB (Pak Jun dan Bu Indah).

Istri tercinta Dra. Jane A. Panungkelan, M.Si, anak-anaku tersayang Maria dan Pingkan. Terkasih Mama (Almh) dan Ayah tercinta, Papi (alm) dan Mami serta semua keluarga besar atas kaswih saying, bantuan dan dorongan semangat yang diberikan selama saya menempuh pendidikan di IPB sangat berarti dan tak terlupakan

Akhirnya, hanya doa dan perhatian yang akan saya berikan kepada semua pihak dengan harapan TUHAN Maha Pengasih dan Penyayang membalas semuanya dan hanya Dia-lah yang memampukan kita semua (Mazmur 37:5).

Bogor, Januari 2012


(12)

x

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Molompar-Minahasa Selatan Provinsi Sulawesi Utara pada tanggal 14 November 1960 sebagai anak sulung dari pasangan Mayor Purn.(AD) Andarias Barri dan Tensi W. Kawulusan. Pendidikan sarjana ditempuh di Program Studi Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sam Ratulangi Manado dan lulus pada tahun 1985. Penulis diterima di Program Studi Agroklimatologi pada Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor tahun 1990 dan menamatkannya tahun 1993. Kesempatan untuk melanjutkan ke program doktor pada program studi dan perguruan tinggi yang sama diperoleh pada tahun 2003. Bea siswa pendidikan pascasarjana diperoleh dari Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.

Penulis bekerja sebagai Peneliti Muda di Balai Penelitian Palma (Balit Palma) sejak tahun 1985 di Manado. Bidang penelitian yang menjadi tanggung jawab peneliti adalah ekofisiologi.


(13)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ……...………... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv DAFTAR LAMPIRAN ... xv 1. PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang ... 1.2Tujuan ... 1.3 Keterbaruan ………...

1 3 3 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Radiasi Matahari pada Sistem Pertanaman ... 2.2 Radiasi Matahari pada Pertanaman Kelapa ... 2.3 Iklim Mikro dan Produksi Tanaman ...……... 2.4 Distribusi hujan di Pertanaman ….………

5 6 9 11 3 METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ... 3.2 Bahan dan Alat ...………. 3.3 Rancangan Penelitian ...

3.3.1 Identifikasi transmisi radiasi matahari, iklim mikro, dan distribusi hujan ... 3.3.2 Penanaman tanaman sela ... 3.4 Pengamatan ... 3.4.1 Radiasi matahari ....………. 3.4.2 Suhu dan kelembaban udara …..………... 3.4.3 Kadar air tanah ……… 3.4.4 Distribusi hujan ………...……… 3.4.5 Tanaman kelapa ... 3.4.6 Tanaman sela ... 3.5 Analisis Data ... 3.6 Analisis Produktivitas Lahan ………... 3.7 Analisis Usahatani ...

15 15 15 15 16 17 17 18 18 19 22 24 24 25 26 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Keragaan Tanaman Kelapa ………... 4.2 Radiasi Matahari ...

4.2.1 Intensitas dan lama penyinaran matahari …………... 4.2.2 Transmisi radiasi matahari ………. 4.3 Suhu dan Kelembaban Udara ……….. 4.4 Kadar Air Tanah ………...

27 28 28 29 36 38


(14)

xii

4.5 Sifat Hujan………... 4.5.1 Curah hujan bulanan dan hari hujan ………. 4.5.2 Jeluk hujan …….………... 4.6 Distribusi Hujan...

4.6.1 Curahan tajuk ………

4.6.2 Aliran batang ……….

4.6.3 Hujan efektif ……….

4.6.4 Intersepsi tajuk ……….. 4.6.5 Hubungan karakter kelapa dengan distribusi hujan …….. 4.7 Parameter Tanaman Sela ………..

4.7.1 Pertumbuhan dan produksi jagung ………..……. 4.7.2 Pertumbuhan dan produksi padi ………... 4.7.3 Pertumbuhan dan produksi kacang tanah ………... 4.8 Produktivitas Lahan…………..……… 4.9 Kelayakan Ekonomi Usaha Tani Polikultur Kelapa ………

39 39 40 41 41 42 43 44 45 46 46 50 51 52 53 5 SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan ...

5.2 Saran ……….

55 57 PUSTAKA ... 59


(15)

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Karakter vegetatif dan produksi tanaman kelapa ... 27 2 Intensitas Radiasi matahari dan lama penyinaran harian periode

Juni-Oktober 2007 dan Maret-Juli 2008 ……….. 29 3 Distribusi hujan bulanan dan jumlah hari hujan selama penelitian

(Juni 2007– Oktober 2007) ……….... 39 4 Distribusi hujan bulanan dan jumlah hari hujan selama penelitian

(Maret 2008–Juli 2008) ………. 40 5 Jeluk hujan pada setiap hari hujan di lokasi penelitian ……….. 41 6 Karakter tajuk dan batang kelapa dihubungkan dengan variabel

distribusi hujan………. 45

7 Parameter vegetatif jagung di pertanaman kelapa dan di lahan

terbuka ……… 47

8 Parameter vegetatif dan produksi padi di pertanaman kelapa dan

lahan terbuka ……….. 50

9 Parameter vegetatif dan produksi kacang tanah di pertanaman kelapa

dan lahan terbuka ……… 51


(16)

xiv

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Instalasi pengukuran distribusi hujan di pertanaman kelapa ……… 19 2 Transmisi radiasi matahari pada beberapa umur kelapa ………….. 30 3 Distribusi temporal harian radiasi matahari pada beberapa umur

kelapa ber berdasarkan waktu pengamatan (hasil observasi)………. 31 4 Distribusi temporal radiasi matahari pada beberapa umur kelapa ber

dasarkan waktu pengamatan (hasil simulasi)………. 31 5 Simulasi tanaman kelapa umur 20 tahun dengan tinggi 12 m dan

ditanam segitiga. (a) posisi bayangan tajuk dan (b) distribusi spasial

radiasi matahari ………... 32 6 Simulasi tanaman kelapa umur 50 tahun dengan tinggi 15 m dan

ditanam segiempat. (a) posisi bayangan tajuk dan (b) distribusi

spasial radiasi matahari ………... 33 7 Distribusi radiasi matahari berdasarkan posisi pengamatan pada

sistem tanam kelapa segitiga dan segiempat (simulasi 21 Maret

pukul 12.00 pada kordinat 1.32 LU dan 124.54 BT) …….…………. 34 8 Distribusi radiasi matahari di pertanaman kelapa sistem tanam

segitiga dan segiempat hasil simulasi dengan 3Ds Max Design versi

2011.……….... 35

9 Profil suhu dan kelembaban udara di pertanaman kelapa dan areal

terbuka ……….. 37

10 Hubungan curah hujan total dengan curahan tajuk (Tf)

di pertanaman kelapa umur 5, 20, dan 50 tahun ………. 41 11 Hubungan curah hujan total dengan aliran batang (Sf) kelapa umur

5, 20, dan 50 tahun ………. 42

12 Hubungan curah hujan total dengan hujan efektif (Pn) kelapa umur


(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Lokasi penelitian ………... 65 2 Keragaan tanaman kelapa ………. 66 3 Persiapan lahan dan penanaman tanaman Sela ………. 67 4 Langkah-langkah penggunaan software 3Ds Max Design ………... 68 5 Kalibrasi luas anak daun kelapa menggunakan Leaf Area Meter … 69 6 Keragaan tanaman sela ………. 70 7 a) Lintasan bayangan kelapa tanggal 21 Maret jam 09:00-17:00

Kelapa Dalam umur 50 tahun sistem segiempat 10m x 10m …. 71 b) Lintasan bayangan kelapa tanggal 21 Maret jam 09:00-17:00

Kelapa Dalam umur 20 tahun sistem segitiga 9m x 9m x 9m …... 72 8 Hasil analisis distribusi radiasi matahari pada sistem tanam kelapa

segitiga dan segiempat segiempat (simulasi dengan 3Ds Max Design

versi 2011)………... 73 9 a) Distribusi hujan pertanaman kelapa umur 5 tahun di Kima Atas

Manado-Sulawesi Utara………. 74

b) Distribusi hujan pertanaman kelapa umur 20 tahun di Kima Atas

Manado-Sulawesi Utara ………... 75 c) Distribusi hujan pertanaman kelapa umur 50 tahun di Kima Atas

Manado-Sulawesi Utara ………... 76 10 Hasil analisis statistik variabel vegetatif dan generatif tanaman sela

jagung, padi, dan kacang tanah pada pertanaman kelapa dan lagan

terbuka ……… 77

11 Hasil analisis model empiris huhungan antara transmisi radiasi matahari (Rt) dengan produksi jagung (Yjgg), Padi (Ypadi), dan

Kacang tanah (Ykcg)………..……… 79

12 Analisis Produktivitas lahan usaha tani polikultur kelapa+jagung, kelapa+padi, dan kelapa+kacang tanah pada lokasi penelitian di Kebun Percobaan Kima Atas-Balit Palma Manado-Sulawesi

Utara………. 81

13 Analisis usaha tani kelapa polikultur dengan jagung, padi, dan

kacang tanah……… 82

13a. Analisis usaha tani kelapa monokultur (kelapa 50 tahun) …….. 83 13b. Analisis usaha tani kelapa monokultur (kelapa 20 tahun) …….. 84 14 Deskripsi Jagung, Padi, dan Kacang Tanah……… 85


(18)

I.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Luas lahan kelapa di Indonesia hingga tahun 2007 sebesar 3.9 juta ha yang tersebar di perkebunan rakyat seluas 3.7 juta ha dan di perkebunan besar negara atau swasta (PBN/PBS) seluas 69 ribu ha (Basri 2010). Potensi lahan yang tersedia di perkebunan rakyat untuk usaha tani polikultur sangat besar, karena 96% dari luasan tersebut hanya diusahakan secara monokultur (Thondok 1998). Selain luas lahan yang besar, maka sistem perakaran kelapa memungkinkan penera pan polikultur seluas 75% dari luas lahan karena akar aktif kelapa hanya menempati lahan seluas 25% sehingga potensi lahan yang tersedia setara dengan lahan seluas 2.7 juta ha (Darwis 1988).

Kelapa sebagai komoditi ekspor perkebunan masih mendatangkan devisa bagi negara dan berperan langsung bagi kehidupan sosial dan ekonomi petani. Pesaing utama kelapa adalah kelapa sawit, terutama dalam hal produksi minyak. Namun, banyak produk kelapa yang tidak dapat disubstitusi oleh kelapa sawit, terutama yang berman faat langsung bagi kehidupan sehari-hari. Sumbangan utama produk kelapa pada petani adalah kopra, dan kebanyakan petani menggantungkan pendapatannya pada produk ini. Akibatnya, secara ekonomi mereka akan sangat terganggu jika harga kopra rendah. Petani ke lapa umumnya tidak mau mengembangkan program diversifikasi yang dicanangkan pemerintah, apakah diversifikasi horisontal atau diversifikasi vertikal (Mahmud 2008).

Pemanfaatan lahan di antara kelapa dengan tanaman sela adalah salah satu program diversifika si horisontal yang dapat mensubstitusi kekurangan pendapatan petani dari produk kelapa. Sistem usahatani polikultur akan tetap menguntungkan baik dari aspek ekonomi langsung


(19)

maupun untuk peningkatan produktivitas lahan. Kombinasi jagung -kedele dengan populasi tinggi akan meningkatkan produktivitas lahan 10% (LER 1.1) dan menghasilkan produksi lebih tinggi jika dibandingkan dengan populasi yagn lebih jarang (Koesmaryono & Sugimoto 2005). Sistem pengusahaan kelapa polikultur di Indonesia masih dikelola secara konvensional. Tanaman sela yang ditanam sangat beragam dan tidak teratur, sehingga menyerupai sistem agroforestri (Tarigans & Sumanto 2002).

Kendala utama pemanfaatan lahan di pertanaman kelapa adalah kontinuitas ketersediaan radiasi matahari, dan profil iklim mikro yang seringkali mempunyai magnitud yang tidak sesuai dengan kebutuhan dasar tanaman. Transmisi radiasi matahari tertinggi hanya terjadi pada kelapa berumur 1-5 tahun kemudian mulai berkurang hinga mencapai titik terendah pada umur 20 tahun, setelah itu berangsur -angsur meningkat kembali setelah umur tersebut hingga sampai pada umur lebih dari 50 tahun dimana radiasi dengan leluasa meliwati tajuk pertanaman kelapa dan mencapai lahan dibawahnya (understorey) (Darwis 1988; Nair 1979 diacu dalam Baldy C & Stigter CJ 1997). Iklim mikro seperti suhu, kelembaban, ketersediaan air termasuk radiasi matahari merupakan komponen penting yang saling berinteraksi berpengaruh positif atau negatif bagi keseluruhan proses metabolik pada tanaman. Oleh karena itu, pengatahuan dan kemampuan memodifikasi iklim mikro dalam hubungannya dengan managemen usaha tani campuran merupakan hal yang penting jika dihubungkan dengan kemampuan mereka terhadap fungsi-fungsi biologis dan produktivitas tanaman (Stigter & Baldy diacu dalam Koesmaryono et al. 2005).

Ditribusi radiasi matahari sebagai unsur yang paling berperan bagi pertumbuhan dan perkembangan tanaman menarik untuk dikaji, apalagi pada sistem pertanaman kelapa. Perkembangan penelitian seperti ini berkembang pesat di luar negeri. Kajian distribusi radiasi matahari termodern yang pernah dilakukan adalah dengan menggabungkan metode pemodelan dan simulasi (Dauzat & Eroy 1997; Serra et al. 2001).


(20)

Pengembangan atau kajian sejenis yang lebih detail jarang dilakukan d i Indonesia, sehingga mendorong dilakukannya penelitian ini. Penelitian ini dilakukan dengan menggabungkan data hasil observasi dan teknik virtualisasi tiga dimensi. Penggunaan fasilitas animasi dan light analisis yang tersedia memungkinkan dilakukannya beberapa simulasi berdasarkan tujuan penelitian, seperti mengubah sistem tanam, mengatur waktu simulasi dan membuat beberapa animasi kelapa 3D.

1. Tujuan

Tujuan penelitian untuk:

1. Mengidentifikasi dan menganalisis transmisi radiasi matahari, distribusi temporal dan spasial pada berbagai umur dan sistem tanam kelapa.

2. Menganalisis profil suhu dan kelembaban udara serta kadar air t anah pada berbagai umur dan sistem tanam kelapa.

3. Menganalisis intersepsi hujan, koefisien tajuk, dan hujan efekt if pada berbagai umur dan sistem tanam kelapa

4. Menganalisis pertumbuhan dan produksi tanaman sela jagung, padi, dan kacang tanah serta hubungannya dengan transmisi radiasi matahari pada berbagai umur dan sistem tanam kelapa.

5. Mengkaji produktivitas lahan dan kelayakan nilai ekonomi sistem usahatani kelapa polikultur.

1.3 Keterbaruan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsep transmisi radiasi di pertanaman kelapa telah berubah. Pola yang digunakan selama ini (Nelliat et al. 1970) hanya dapat diberlakukan pada sistem tanam segiempat. Sedangkan radiasi matahari yang diterima pada sistem tanam kelapa segitiga pada karakter tanaman dan waktu pengamatan yang sama ternyata lebih rendah dibandingkan dengan yang ada pada sistem tanam kelapa segiempat.


(21)

(22)

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Radiasi Matahari pada Sistem Pertanaman

Salah satu unsur iklim yang sering menyebabkan terjadinya kompetisi terutama pada sistem polikultur atau agroforestri adalah radiasi matahari. Persaingan terhadap radiasi matahari dapat terjadi karena arsitek tajuk tanaman yang saling menaungi atau juga karena sistem tanam yang rapat. I ntersepsi cahaya pada tanaman tunggal dipengaruhi oleh arsitektur tanaman baik tinggi tanaman dan ukuran tajuk, serta sudut datangnya radiasi matahari. Kuantitas cahaya yang diterima tanaman atau yang diteruskan pada sistem tanaman campuran ditentukan oleh (i) jarak tanam, (ii) tinggi pohon, (iii) lebar tajuk, dan (iv) kepadatan tajuk (Hairiah et al. 2002). Intersepsi radiasi matahari dalam satu sistem pertanaman sangat dipengaruhi oleh populasi tanaman yang ditentukan oleh jarak tanaman yang digunakan (Flenet et al. 1996). Kualitas radiasi matahari yang tiba dipermukaan tanah setelah melewati tajuk tanaman akan berkurang, karena serapan daun terhadap panjang gelombang pada kisaran 400–700nm. Gelombang cahaya warna biru dan merah akan lebih berkurang dibanding hijau dan far -red (Wilson & Ludlow 1991 diacu dalam http://www.fao.org/DOCREP/005/ AC489E/AC48- 9E02.htm). Kejenuhan intersepsi radiasi matahari pada daun tunggal akan terjadi pada tingkat kuantitas tertentu. Tapi, p ada tajuk tanaman tidak terjadi demikian, karena terjadi multiple refleksi antar daun dalam tajuk sehingga banyak radiasi matahari yang akhirnya terperangkap dalam sistem tajuk tersebut (Jones 1992).

Jumlah, ukuran, dan lokasi dari celah (gaps) di tajuk yang memungkinkan radiasi masuk ke dalam suatu kawasan hutan, aka n berpengaruh langsung pada ketersediaan dan distribusi radiasi di bagian bawah (understorey) dari kawasan hutan tersebut. Besarnya radiasi yang diteruskan melalui tajuk menentukan keragaman tanaman, proses pertumbuhan, kematian benih, perkembangan atau perubahan struktur (Frazer et al. 1999).


(23)

Model intersepsi radiasi matahari pada sistem pertanaman intercroping telah dibuat misalnya oleh Tsubo & Walker (2002) pada tanaman jagung dan buncis. Demikian pula telah dibuat model intersepsi radiasi pada pola tanam hedgerow (sistem pagar) antara Flemingia macrophylla dengan jagung (Friday & Fownes 2001). Prosedur atau model untuk mengetahui transfer radiasi pada barisan tanaman jagung dibuat oleh Ganis (1997).

Pendugaan atau model untuk menduga intersepsi radiasi matahari juga telah banyak dibuat. Monteith & Unsworth (1990) atau Zhang & Xu (2002) mengidealkan bentuk tajuk tanaman berdasarkan bentuk geometri tajuk untuk mendapatkan nilai koefisien pemadaman (K) radiasi matahari. Campbell (1986) telah mengembangkan model untuk menduga intersepsi radiasi berdasar kan sudut percabangan daun. Simulasi intersepsi radiasi tajuk di kawasan hutan atau pada pohon juga telah dibuat oleh Larsen & Kershaw (1996) dengan membagi bentuk tajuk menjadi tujuh model geometri. Mixlight adalah contoh model berbasis komputer yang dikembangkan untuk menduga radiasi yang tersedia dibawah tajuk pada kawasan hutan yang ada di bagian utara Kanada (Stadt et al. 2001).

2.2 Radiasi Matahari pada Pertanaman Kelapa

Dinamika radiasi matahari di pertanaman kelapa merupakan hal penting yang perlu diketahui untuk menopang usahatani kelapa berwawasan tanaman campuran. Lamanda et al. (2004) mengemukakan bahwa asosiasi berbagai tanaman pangan atau cash crops dengan tanaman kelapa merupakan isu k unci bagi kesinambungan usahatani kelapa berbasis sistem agroforestry pada daerah tropik basah. Namun efek kompetisi radiasi matahari dan air serta hara perlu mendapat perhatian untuk mengoptimalkan hasil. Dari pernyataan tersebut menunjukkan bahwa pemahaman tentang dinamika radiasi matahari di pertanaman kelapa sangat penting.

Hasil-hasil penelitian untuk mengetahui dinamika radiasi matahari di pertanaman kelapa telah banyak dibuat baik berdasarkan kultivar,


(24)

umur, maupun pola tanam. Keragaan pola radias i berdasarkan keragaan tanaman kelapa ternyata cukup tinggi. Bentuk tajuk kelapa mengalami lima fase perkembangan dan setiap fase mempunyai peranan penting dalam pola intersepsi radiasi matahari (Foale et al. 2000 diacu dalam Irianto 2002).

Tanaman kelapa umumnya mempunyai bentuk tajuk mulai dari bentuk sapu/tegak, setengah bundar hingga bundar juga jumlah daun yang bervariasi menurut tingkat umur (BALITTRI 1983). Arsitektur tajuk kelapa dengan kedudukan daun yang berkelompok di bagian ujung batang, dan pilotaksis daun yang unik dengan sudut daun dengan batang kelapa rata-rata 450 sebenarnya memungkinkan intersepsi tajuk yang lebih efisien dan cukup besar (Darwis 1988).

Distribusi transmisi radiasi matahari pada kelapa telah diklasifikasi berdasarkan beber apa kriteria. Jika hanya berdasarkan pada umur ada peneliti yang membaginya atas tiga tingkatan. Pada tingkatan pertama dikategorikan sebagai good light transmission, yaitu pada umur kelapa kurang dari 5 tahun. Kategori kedua sebagai poor light transmission, yaitu pada umur kelapa antara 5 hingga 20 tahun. Kategori ketiga ketika kelapa berumur lebih dari 20 tahun, dimana pada fase ini besarnya transmisi tergantung sekali pada pertambahan umur kelapa. Kriteria lain membagi umur kelapa menjadi 0 -8 tahun, 8-25 tahun dan lebih dari 25 tahun ( http://www.fao.org/DOCREP/005/ AC489E/ AC48- 9E02.htm).

Pola distribusi transmisi radiasi matahari juga berhubungan dengan lima stadia tumbuh kelapa, yaitu: Stadia pertama, kelapa berumur 4 hingga 6 tahun. Transmisi radiasi belum jadi masalah karena masih cukup besar yang mencapai bagian bawah dari pertanaman kelapa.

Stadia kedua, kelapa berumur 7 hingga 10 tahun. Ciri-cirinya batang mulai meninggi, tajuk telah berkembang penuh, sehingga jika tanaman ditanam rapat, maka besarnya tingkat naungan sangat besar . Di stadia ini, transmisi diperkirakan hanya 20%. Stadia ketiga, kelapa berumur 25 hingga 30 tahun dengan tingkat naungan yang hampir sama denga n pada


(25)

stadia kedua. Stadia keempat, kelapa berumur 30 hingga 50 tahun, transmisi bervariasi sebesar 23 -43%. Stadia kelima, kelapa berumur lebih dari 50 tahun. Kondisi ini sama dengan stadia pertama, biasanya pada tengah hari transmisi bisa mencapai 85% (D arwis 1988). Nelliat et al. (1974) melaporkan bahwa transmisi radiasi matahari bervariasi menurut umur dan berhubungan terbalik dengan tingkat naungan pada lahan dibawah tajuk kelapa.

Berdasarkan pada pola tanam, maka ditemukan juga bahwa transmisi radiasi matahari pada pola tanam kelapa segitiga lebih rendah dibanding pola tanam kelapa segiempat ( http://www.fao.org/ docrep/005/ ac489e/ac48-9e02.htm). Kajian atau pengukuran transmisi r adiasi matahari di bawah pertanaman kelapa telah dilakukan di berbagai daerah sentra kelapa di dunia. Di Pilipina telah tersedia data mengenai tingkat transmisi radiasi matahari di pertanaman kelapa pada berbagai tingkat kepadatan populasi, jarak dan pola tanam kelapa hanya untuk yang berumur 20 dan 40 tahun (Davao Research Centre 1998).

Persentase radiasi matahari yang diteruskan pada kelapa Genjah Salak (Salak dwarf) dan kelapa Dalam (Tall coconut) berturut-turut sebesar 29% dan 48%, sedangkan pada kelapa Dalam lokal sebesar 40% (Barri & Koesmaryono 2005). Pengukuran yang sama tapi dengan metode berbeda pernah dilakukan pada beberapa umur kelapa Dalam dan kelapa Genjah Salak. Intersepsi tajuk makin rendah dengan makin tuanya kelapa, artinya transmisinya makin besar (Irianto 2002).

Pengukuran radiasi matahari dalam sistem agroforestri termasuk pada sistem pertanaman kelapa polikultur adalah hal rumit, apalagi jika pertanaman pokok tidak teratur atau sistem dirancang mengikuti model agroforestri yang kompleks. Itulah sebabnya berbagai teknik terus dikembangkan untuk mengatasi hal terebut. Metode pengukuran radiasi matahari paling sederhana telah dibuat untuk pola tanam kelapa segiempat (Moss 1992) dan untuk pola tanam kelapa segitiga (Steel and Whiteman 1980 diacu dalam (http://www.fao.org/docrep/005/ ac489e/ac48-9e02.htm). Kedua metode tersebut mengukur radiasi dengan


(26)

cara berpindah-pindah melalui lintasan yang dibuat di bawa h pertanaman kelapa dan metode ini dikenal dengan istilah mobile sampling.

Teknik lain untuk menduga intersepsi radiasi matahari oleh tajuk kelapa yang lebih modern adalah dengan sistem animasi/virtual yang telah dikembangkan peneliti-peneliti dari CIRAD-Perancis (Serra et al.

2001). Selain itu, beberapa model matematika dengan persamaan regresi juga telah dibuat untuk melihat hubungan antara nilai transmisi radiasi dengan tinggi, umur dan populasi kelapa ( http://www.fao.org/ docrep/005/ac489e/ac48- 9e02.htm)

2.3 Iklim Mikro dan Produksi Tanaman

Iklim mikro yang dimaksud pada pertanaman kelapa terdiri dari radiasi matahari, suhu, kelembaban, angin. Secara umum, semua peubah iklim mikro ini saling berinteraksi dalam sistem produksi tanaman. Penning de Vries & Van Laar (1982) mengklasifikasi sistem produksi tanaman atas empat kategori. Radiasi matahari, suhu dan sifat genetis tanaman akan menjadi faktor pembatas pada kategori pertama karena hara dan air tersedia.

Tanaman yang ditanam bersama dalam pola tanaman campuran akan menghadapi berbagai kendala, antara lain kompetisi radiasi matahari, kompetisi air, dan kompetisi hara apabila unsur -unsur tersebut terbatas (Hairiah et al. 2002). Selain itu, antara tanaman sendiri akan saling menimbulkan efek merugikan bagi tanaman lain, seperti menjadi inang hama/penyakit, dan efek naungan. Tapi, jika kombinasi tanaman adalah C3 dan C4, umumnya menguntungkan karena tanaman C4 tidak pernah jenuh cahaya dalam proses fotosintesisnya sebaliknya dengan tanaman C3 (Sugimoto et al. 2005). Radiasi matahari, suhu dan ketersediaan air tanah merupakan unsur -unsur penting bagi sistem produksi tanaman. Secara umum beberapa hasil-hasil penelitian menunjukkan bahwa besarnya intersepsi radiasi matahari oleh tanaman selalu berbanding lurus dengan produksi biomasa maupun produk si tanaman. Sebaliknya akan terjadi penurunan produktivitas bila energi


(27)

radiasi matahari yang diterima tanaman tidak sesuai kebutuhan masing -masing fase perkembangan tanaman (Squire 1990).

Suhu adalah ekspresi dari energi kinetik yang dikeluarkan oleh gerakan-gerakan molekul dan suhu berperan langsung pada respirasi (Handoko 1993). Dalam sistem lingkungan fisik, maka keragaan suhu udara dan tanah sangat dipengaruhi oleh keragaan energi radiasi matahari yang tiba dipermukaan bumi. Itulah sebabnya, keadaan penutupan permukaan lahan oleh tanaman yang berhubungan dengan neraca energi akan mempengaruhi pola suhu udara maupun tanah (Baldy & Stigter 1997).

Jika dihubungkan dengan produksi bahan kering, maka seca ra umum dapat dikatakan bahwa setiap kenaikan suhu 100C produksi bahan kering akan meningkat sebesar dua kali (Q10), dengan catatan tanaman

tumbuh dalam kisaran suhu optimum (Chang 1974). Suhu udara sangat menentukan pembentukan jaringan baru melalui peng aruhnya terhadap pembelahan dan pemanjangan jaringan meristem. Peranan suhu pada metabolisme tanaman ditunjukkan dengan pengaruhnya yang besar terhadap proses respirasi (Baharsyah 1982). Suhu tanah juga berperan penting terhadap perkecambahan (Sitaniapess y 1982). Suhu dan kandungan air tanah berperan penting pada pertumbuhan tanaman, terutama pada pembentukan daun, reproduksi organ dan pemasakan (Koermaryono & Sabaruddin 2005).

Di kawasan hutan suhu udara akan lebih rendah di banding lahan terbuka, dan variasi diurnal suhu tidak terlalu besar. Pengurangan fluktuasi suhu yang terlalu ekstrim, baik suhu tanah maupun suhu udara biasa dilakukan dengan menggunakan pohon pelindung sepe rti pada pertanaman kopi (Beer et al. 1998).

Kelembaban udara berhubungan secara tidak langsung dengan proses transpirasi, karena kandungan uap air udara berhubungan langsung dengan laju transpirasi karena perbedaan tekanan uap air (Handoko 1993). Selain suhu dan kelembaban, maka panjang hari juga berpengaruh utamanya pada fase pertumbuhan tanaman dan perpindahan


(28)

ke fase generatif. Respon tanaman terhadap panjang hari akan berinteraksi dengan suhu udara dan berdasarkan pada kebutuhan akan lamanya penyinaran, maka tanaman digolongkan pada tanaman hari pendek, tanaman hari panjang, dan tanaman berhari netral (Jumin 2002).

2.4 Distribusi Hujan di Pertanaman

Jumlah air yang masuk ke dalam kawasan hutan atau pertanaman perkebunan/kelapa merupakan sisa dar i hujan bruto setelah dikurangi jumlah yang diintersepsi dan dievaporasi oleh tanaman/tajuk. Setiap model tajuk mempunyai kemampuan intersepsi berbeda terhadap curah hujan dan hal tersebut berhubungan juga dengan curah hujan total. Bruijnzeel & Critchley ( 1994) melaporkan bahwa di hutan tropis intersepsi mencapai 10-25%. Ramirez & Senarath (1999) juga menyatakan bahwa nilai intersepsi suatu tanaman berkaitan erat dengan karakter tanaman itu sendiri dan faktor cuaca.

Sehubungan dengan jumlah air yang terint ersepsi, maka pada kawasan ternaungi, ketersediaan air tanah umumnya lebih tinggi dibanding pada lahan terbuka. Sehubungan dengan kandugan air tanah dan neraca energi, maka evapotranspirasi pada tanaman sela yang ditanam pada barisan yang lebar lebih tingg i dibanding pada tanaman yang terkena naungan. Selain itu, kandungan air daun potensial lebih tinggi terdapat di daerah ternaung dibanding yang kena radiasi langsung (http://www.fao.org/ docrep/005/ ac489e/ac48 - 9e02.htm).

Hubungan produksi biomasa tanaman seringkali juga ditunjukkan dengan respon tanaman terhadap kekeringan. Dampak dari kekeringan antara lain pada tingkat ketersediaan/penyerapan hara bag i tanaman dan penurunan efisiensi penggunaan radiasi matahari karena pengaruhnya terhadap ukuran tajuk (Squire 1990). Hasil tanaman di daerah tropis yang rendah karena keterbatasan hujan effective baik intensitas maupun distribusinya. Hasil penelitian didapatkan bahwa efisiensi penggunaan radiasi matahari yang diintersepsi oleh jagung dan kacang tanah yang


(29)

ditanam bersama lebih tinggi jika dibandingkan dengan pada masa tanam musim kemarau (Koesmaryono & Sabaruddin 2005).

Sehubungan dengan ketersediaan air di lahan perkebunan, maka jumlah air yang masuk ke dalam kawasan hutan atau pertanaman perkebunan merupakan sisa dari hujan bruto atau hujan yang tertakar di kawasan terbuka setelah dikurangi jumlah yang diintersepsi dan dievaporasi oleh tanaman/tajuk. Setiap model arsitek tajuk mempunyai kemampuan intersepsi curah hujan berbeda dan kemampuan tersebut juga berhubungan dengan curah hujan total. Ramirez & Senarath (1999) menyatakan bahwa nilai intersepsi hujan setiap tanaman berkaitan erat dengan karakter tanaman itu sendiri dan faktor cuaca. Di hutan hujan tropis, besaranya intersepsi hujan dapat mencapai 10-25% (Bruijnzeel & Critchley 1994). Hal itu terjadi karena bentuk dan struktur tajuk pohon di hutan hujan tropis terbentuk dari daun dengan morfologi yang kebanyakan lebar dan tersusun sangat padat. Itulah sebabnya hutan hujan tropis sangat potensial sebagai kawasan tangkapan air untuk konservasi air dan tanah.

Menurut Lee (1988 diacu dalam Japar 2000) ekosistem hutan dan perkebunan mempunyai peranan penting dalam mengendalikan air permukaan tanah dan sebagai bagian dari sistem dalam pengaturan siklus air. Hujan yang sampai di tajuk tanaman akan dihambat oleh daun, cabang dan batang pohon sebelum mencapai permukaan tanah, dan penghambatan kecepatan tersebut memperkecil energ i kinetik air untuk mendispersi agregat tanah. Air hujan yang tiba di permukaan tanah setelah melalui tajuk tanaman disebut curahan tajuk atau troughflow dan yang melalui batang disebut aliran batang atau stemflow. Air hujan yang bisa tiba ke permukaan t anah melalui curahan tajuk dan aliran batang disebut hujan neto (net presipitation) bagi suatu sistem pertanaman baik hutan, perkebunan atau pertanian tanaman pangan atau campuran atau agroforestri.

Pada kelapa sawit Lee (2006 diacu dalam Pelawi 2009) mendapatkan bahwa curahan tajuk mencapai 65% dari total hujan yang


(30)

diterima dan menunjukkan hubungan linear yang kuat dengan curah hujan total. Selanjutnya dilaporkan juga oleh Bently (2007 diacu dalam Pelawi 2009) menunjukkan bahwa aliran batang dan curahan tajuk sawit berturut-turut sebesar 1.97%, 57.3% mimiliki hubungan kuat dengan intensitas hujan dengan R2 (nilai koefisien determinasi) 0.97 dan 0.98.

Profil curah hujan efektif tentunya tergantung pada besaran curahan tajuk dan aliran batang. Sedangkan curahan tajuk dan aliran batang tergantung pada morfologi tanaman atau pohon dan intensitas serta lama kejadian hujan. Hujan yang tertahan di daun atau tajuk tanaman disebut hujan terintersep, dan besarnya tergantung pada arsitek tajuk, yang meliputi bentuk dan ukuran tajuk, posisi daun atau sudut daun, sifat anatomi daun, susunan daun dalam membentuk tajuk. Umumnya, air yang terintersep tajuk akan hilang karena menguap, sehingga air intersepsi biasa dikategorikan sebagai air hilang dari sistem pertananam (interception loss). Beberapa peneliti mendapatkan bahwa selain arsitek tajuk, maka hujan efektif dan intersepsi air hujan juga ditentukan oleh intensitas dan lamanya kejadian hujan (Kaimud din 1994).

Tujuan pengawetan air (konservasi air), memerlukan tanaman yang mempunyai nilai curahan tajuk dan aliran batang atau hujan efektif yang besar, karena akan memberi peluang yang besar pula untuk membiarkan air hujan masuk pada sistem penyimpanan di suatu wilayah (water storage). Itulah sebabnya, pemilihan je nis vegetasi akan menjadi penting sejalan dengan tujuan kita untuk konservasi air di suatu wilayah.

Hujan efektif tiap jenis tertentu dari suatu vegetasi tentunya mempunyai nilai spesifiknya, sehingga banyak penelitian yang menghasilkan model-model empiris yang menghubungkan antara arsitek tajuk atau jenis pohon tertentu sebagai faktor biologis dengan hujan efektif atau intersepsi hujan. Arrijani (2007) mengkaji hubungan beberapa bentuk arsitek tajuk pohon dengan distribusi hujan dan dampaknya terhadap erosi tanah. Pada tanaman kelapa sawit umur 8 tahun telah diperoleh model empiris intersepsi tajuk dan hujan efektif


(31)

yang dihubungkan dengan curah hujan total, dimana hubungannya bersifat eksponensial (Suharto 2007). Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan yang ditemukan pada beberapa varietas kelapa, dimana penelit ian yang dilakukan Japar (2000) mendapatkan hubungan linear positif antara curah hujan total dengan hujan efektif, aliran batang dan curahan tajuk, tapi intersepsi cenderung makin menurun.

Pada kelapa Dalam, Genjah dan H ibrida diperoleh nilai hujan efektif jauh lebih besar dibanding nilai intersepsi hujan, dan hasil ini bertolak belakang dengan yang diperoleh pada kelapa sawit, padahal dari aspek arsitektur tajuk, kedua jenis tanaman ini mempun yai kemiripan, sehingga seharusnya hasil yang diperoleh mempunyai pola yang sama. Selain itu, penelitian di kelapa sawit tidak membedakan umur tanaman demikian halnya dengan yang dilakukan pada pertanaman kelapa , padahal umur tanaman berhubungan dengan ar sitek tajuk, terutama luas daun dan komposisi daun penyusun tajuk.


(32)

METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian telah dilaksanakan di Kebun Percobaan Balai Penelitian Tanaman Palma (Balit Palma) Manado Provinsi Sulawesi Utara. Lokasi penelitian terletak pada ketinggian sekitar 80 m dpl di 1.230 Lintang Utara dan 124.540 Bujur Timur. Lokasi penelitian berdasarkan hasil unduh dari Google Earth disajikan di lampiran 1. Persiapan dan pelaksanaan penelitian lapang dilaksanakan tahun 2007–2009. Kajian animasi dan simulasi transmisi radiasi matahari dengan program 3Ds Max Design dilakukan tahun 2010-2011.

3.2 Bahan dan Alat

Bahan dan alat penelitian yang digunakan terdiri atas: Tanaman kelapa Dalam berumur 5, 20 dan 50 tahun (Lampiran 2). Benih jagung Manado kuning, padi gogo dan kacang tanah (deskripsi di Lampiran 14). Pupuk N (urea), P (super fosfat), dan pupuk K (KCl), pestisida, dan bahan lainnya. Alat utama yang digunakan adalah lightmeter, termohigrograf digital, penakar hujan, bor tanah, leaf area meter, meteran, timbangan analitis, oven listrik, slang plastik diameter 5 cm, talang air pvc dengan panjang 3.6 m, kamera digital, dan alat tulis menulis.

3.3 Rancangan Penelitian

3.3.1. Identifikasi transmisi radiasi matahari, iklim mikro dan distribusi hujan

Kegiatan berupa penelitian observasi untuk mengidentifikasi transmisi radiasi matahari, iklim mikro, kadar air tanah, dan distribusi hujan. Pengukuran atau pengamatan langsung di lapangan (di pertanaman kelapa yang telah terpilih) dilakukan untuk mendapatkan data -data dalam tenggang waktu harian dan juga berdasarkan kejadian hujan. Data-data bersifat harian adalah radiasi matahari, suhu dan kelembaban udara, kadar air tanah, serta distribusi hujan yang diamati saat ada kejadian hujan. Observasi dilakukan di pertanaman kelapa 5 dan 20 tahun ditanam


(33)

dengan sistem tanam segitiga dengan jarak 9 x 9m, dan kelapa 50 tahun ditanam segiempat 10 x 10m. Transmisi radiasi matahari erat kaitannya dengan arsitek tajuk tanaman, sehingga perbedaan umur kelapa yang cukup bervariasi diharapkan dapat menjawab hipotesa, bahwa perbedaan umur akan menyebabkan perbedaan ukuran tajuk, dan ukuran tajuk akan menyebabkan perbedaan transmisi radiasi matahari.

Memanipulasi atau mendapatkan ukuran tanaman sesuai umur atau mengatur jarak dan sistem tanam kelapa menjadi lebih beragam tentunya tidak dapat dilakukan di lapangan dengan mudah, murah dan cepat. Kendala tersebut di atasi dengan memasukkan metode grafis komputer yang sedang berkembang saat ini. Program tiga dimensi telah banyak digunakan untuk kebutuhan konstruksi atau sipil. Penelitian ini juga memanfaatkan fasilitas animasi tersebut. Perangkat lunak yang memenuhi syarat untuk hal tersebut di atas ad alah 3Ds Max Design.

Software ini mempunyai fasilitas memanipulasi objek tiga dimensi, termasuk tanaman kelapa, mengatur jarak dan sistem tanam sesuai keperluan simulasi dan mempunyai fasilitas daylight. Data digital koordinat bumi serta kemampuan fasilit as light analysis dengan satuan penyinaran lux lebih menyempurnakan kemampuan program ini.

3.3.2 Penanaman tanaman sela.

Kegiatan penelitian bersifat eksperimental, yaitu dengan menana m tanaman jagung, padi, dan kacang tanah sebagai tanaman sela di antar a kelapa. Penanaman dilakukan pada petak contoh (unit percobaan) berukuran 7 x 10m, setiap unit percobaan diulang tiga kali dan ditempatkan acak, sehingga terdapat 12 unit untuk setiap jenis tanaman sela sehingga total unit percobaan sebanyak 48. Tanaman jagung ditanam dengan jarak 60x35 cm, padi 35x35 cm dan kacang tanah 30x30 cm (pengolahan tanah dan penanaman di Lampiran 3).


(34)

3.4 Pengamatan

3.4.1 Radiasi matahari

Pengamatan radiasi matahari hanya dilakukan pada saat cerah (clear sky). Data yang diamati adalah jumlah radiasi matahari di lahan terbuka (Io) dan di bawah tajuk kelapa (Il). Transmisi radiasi matahari

(Rt) oleh tajuk kelapa dihitung berdasarkan pada hukum Beer (Monteith

& unsworth 1990) yaitu:

Rt=(Il/Io)*(100%) (1)

Pengukuran radiasi matahari pada pukul 09. 00–16.00 pada saat cerah. Data intensitas radiasi matahari juga dikumpulkan dari Stasiun Klimatologi Kayuwatu Manado. Data bangkitan dari program animasi menggunakan lightmeter helpers (lightmeter khayal) sebanyak 30 x 30 atau 90 unit yang disimulasi pada lahan seluas 10x10m di antara empat pohon kelapa yang dianimasi sesuai keadaan di lapang. Kelapa umur 20 tahun disimulasi dengan jarak tanam segitiga 9x9m, dengan karakter kelapa sesuai keadaan lapang. Ke lapa umur 5 tahun tidak dapat disimulasi karena tidak didapatkan model 3D kelapa dengan tajuk seperti yang ada di lokasi penelitian.

Asumsi yang digunakan dalam simulasi antara lain (1) matahari diasumsikan bersinar secara penuh (tanpa ada awan), (2) posisi barisan tanaman kelapa searah Timur-Barat, (3) lokasi s imulasi diatur tepat berada pada koordinat tempat penelitian yaitu 1.23o LU dan 124.54o BT dalam pembagian waktu +8 dari waktu Greenwich, (4) simulasi dilakukan pada saat equinox (panjang siang -malam sama atau lintasan matahari tepat di equator) yaitu tanggal 21 Maret atau September pukul 12.00 yang disamakan dengan data observasi, dan (5) ukuran tanaman kelapa 3D disamakan untuk sistem tanam segitiga dan se giempat berdasarkan umur kelapa, yang berubah hanya jarak dan sistem tanam.

Simulasi yang dilakukan meliputi animasi tutupan tajuk (pergerakan bayangan) berdasarkan waktu lintasan matahar i, yaitu mulai pukul 09.00-16.00. Hasil simulasi dipresentasikan berupa gambar


(35)

pertanaman kelapa+bayangan 3D. Distiribusi spasial transmisi radiasi matahari didapatkan setelah data hasil simulasi dengan satuan lux ditransfer ke program spreadsheet (excel). Data dalam bentuk matriks ordo 1x1 sebanyak 900 selanjutnya diubah menjadi ordo 30x30 sesuai tampilan data yang ada di hasil simulasi. Berdasarkan tampilan data dalam bent uk ordo tersebut dibuat grafik kontour yang dapat menunjukkan distribusi radiasi di permukaan lahan di bawah pertanaman kelapa. Data-data yang tersedia digunakan untuk memperlihatkan transmisi radiasi berdasarkan posisi di antara barisan tanaman atau berdasarkan waktu simulasi. Tahapan ringkas simulasi dan analisis radiasi matahari disajikan di Lampiran 4.

3.4.2 Suhu dan kelembaban udara

Pengamatan suhu dan kelembaban udara dilakukan setiap hari menggunakan termo higrograf digital. Pengamatan suhu dilakukan tiga kali sehari yaitu pada pukul 07.00, 13.00, dan 18.00. Suhu rata-rata harian (T) dihitung dengan persamaan:

T = (2T7 + T13+ T1 8)/4 (2) T7 adalah suhu udara pukul 07.00; T13 suhu udara pukul 13.00; T18, suhu

udara pukul 18.00. Kelembaban udara relatif diamati bersamaan dengan waktu pengukuran suhu.

3.4.3 Kadar air tanah

Pengambilan sampel dengan bor tanah pada kedalaman 5 -20 cm, dilakukan setiap 3 hari. Penentuan bobot kering tanah dengan cara dikeringkan dengan oven pada suhu 1050C selama 24 jam atau hingga berat kering menjadi konstan. Perhitungan kadar air tanah (Kat) dengan metode gravimetris (Handoko 1994 dan Baharsjah 1980).


(36)

D

Vi

B

Kat: Kadar air tanah, %

Ma ir: massa air, g

Ma ir: Mtb-Mtk, g (asumsi kerapatan air adalah 1 g.cm-3) Mtb: massa tanah basah, g

Mtk: massa tanah kering, g

3.4.4 Distribusi hujan

Distribusi hujan di pertanaman terdiri atas: 1. Curah hujan total (Pg).

Data ini diperoleh berdasarkan pengukuran langsung pada lahan terbuka di lokasi penelitian dan dilengkapi dengan data dari stasiun Meteorologi Sam Ratulangi Manado. Distribusi hujan diamati melalui instalasi sebagaimana terlihat di Gambar 1. Konversi curah hujan melalu i batang dan/atau tajuk kelapa menggunakan metode menurut Kaimudin (1994) sebagai berikut:

A Inset: penampung air aliran batang

B Inset: Alat pen yalur air yang melewati batang kelapa

C Talang penampung air hujan yang jatuh meliwati tajuk kelapa D Inset: Inset konstruksi talang penampung air setelah melewati tajuk

Gambar 1 Instalasi pengukuran distribusi hujan di pertanaman kelapa.

C

Hujan (P)

Li

A


(37)

2. Curahan tajuk kelapa (Troughflow, Tf)

Data ini diperoleh dari banyaknya air yang jatuh pada penampung berukuran panjang 3.5 m lebar permukaan 0.12 cm yang diletakkan satu unit memanjang dari batang kelapa ke bagian tengah lahan di antar kelapa. Pada blok dipilih kelapa yang berdekatan untuk tem pat meletakkan alat penampung hujan yang meliwati tajuk. Tanaman kelapa contoh dipilih dengan kriteria berbatang lurus dan mempunyai tajuk dengan daun yang relatif lengkap. Setiap alat mewakili satu pohon, sehingga untuk sistem tanam segiempat terdapat empat alat dan segitiga terdapat tiga alat penampung.

Tf = (Vit/L) x 10 (4) Tf: curahan tajuk contoh ke-i (mm)

Vit: volume curahan tajuk kelapa contoh ke-i (cm3) L : luas penampang talang (penampung) (cm2) 3. Aliran batang (Stemflow, Sf)

Data ini diperoleh dari aliran air pada batang kelapa melalui saluran yang dibuat dari selang berdiameter 5 cm yang telah dibelah salah satu sisinya dan dililitkan pada batang kelapa diketinggian 1.5 m dari permukaan tanah dan celah antara selang dengan batang kelapa ditutup dengan menggunakan aspal (selengkapnya pada Gambar 1).

Sf = (Vib/Li)*10 (5)

Sf: aliran batang kelapa contoh ke -i (mm)

Vib: volume aliran batang kelapa contoh ke-i (cm3) Li: luas proyeksi tajuk kelapa contoh ke-i (cm2)

4. Curah hujan neto (Pn)

Curah hujan neto adalah jumlah air hujan yang bisa mencapai permukaan tanah di bawah pertanaman kelapa setelah melewati tajuk dan batang kelapa.


(38)

Pn = Tf + Sf (6)

5. Intersepsi tajuk kelapa, Pin t

Intersepsi hujan adalah selisih antara curah hujan total dengan curah hujan neto, dihitung dengan persamaan berikut:

Pin t = PgTf - Sf (7)

6. Kapasitas tajuk kelapa, Kc

Kapasitas tajuk dihubungkan dengan curah hujan total yang diperoleh berdasarkan hubungan linier antara curahan tajuk dengan curah hujan total sebagaimana dirumuskan oleh Fleischenben et al. 2005 diacu dalam Rauf (2009) sebagai berikut:

Kc=αP-Tf (8)

Kc: kapasitas tajuk kelapa umur tertentu (mm)

α: koefisien regresi antara curah hujan total dengan curahan tajuk

P: hujan total

Tf: curahan tajuk (mm)

7. Porositas tajuk kelapa, pc

Nilai porositas tajuk menggambarkan kemampuan tajuk dalam meneruskan air hujan dan nilai ini diperoleh sebagai rasio antara curahan tajuk dengan hujan total dengan persamaan berikut:

pc= f

T

P (9)

pc=porositas tajuk kelapa umur tertentu Tf=curahan tajuk (mm)

P=Curah hujan total total (mm) 8. Kapasitas batang kelapa, Ks

Kapasitas batang untuk mengalirkan air hujan diperoleh melalui hubungan linear antara aliran batang dengan besarnya hujan pada setiap hari hujan dengan persamaan:


(39)

Ks=αP-Sf (10) Ks: kapasitas batang kelapa umur tertentu (mm)

α : koefisien regresi antara hujan total dengan aliran batang

P : curah hujan total (mm)

Sf: aliran batang (mm)

9. Koefisien input batang kelapa, Is

Is= f

S

P (11)

Is : koefisien input batang kelapa Sf: aliran batang kelapa (mm)

10. Model pendugaan

Model pendugaan yang dimaksud adalah model empiris yang dibuat dengan menghubungkan curah hujan total (P) dengan curahan tajuk, aliran batang, intersepsi tajuk, dan hujan efektif pada tanaman kelapa. Persamaan regresi yang digunakan adalah:

Y=αX + β (12)

Y=Pint(i); Pn(i); Tf(i); Sf(i) i=umur kelapa ke-i

α=koefisien regresi atau slope regresi β=galat

X=P, adalah input atau prediktor (curah hujan total)

3.4.5 Tanaman kelapa

Tanaman kelapa yang terpilih sebagai contoh yang diamati dipilih 20 pohon di tiap blok penelitian, sehingga terdapat 60 pohon contoh. variabel yang diamati di pohon kelapa adalah:

Tinggi kelapa atau panjang batang, diukur dari permukaan tana h sampai ke daun terbawah, lingkar batang, diukur pada ketinggian 1 m, jumlah


(40)

daun, dihitung semua daun hijau terbuka penuh . Luas daun diduga dengan persamaan:

TLD=LDR x JDH (13)

TLD: total luas daun relatif

JDH: jumlah daun hijau (pada satu pohon)

LDR: luas daun relatif (m2),

LDR=(Ll x Lw)x Ln/10.000 (14)

Ll : panjang leaflet rata-rata (dipilih lima pasang daun Lw: lebar anak daun rata-rata

Ln: jumlah leaflet (anak daun)

Luas anak daun (leaflet) dihitung dengan metode panjang (Ll) x

lebar (Lw) x faktor koreksi (c). Faktor koreksi diperoleh sebagai nila i

koefisien regresi antara luas anak daun metode Ll x Lw (LDpx l) dengan

luas anak daun menggunakan leaf area meter (LDrea l). Nilai koreksi

tersebut diperoleh dari 50 contoh anak daun yang ditentukan pada tiga posisi di pelepah daun kelapa, yaitu bagian pangkal, tengah, dan ujung. Masing-masing dipilih 3-4 pasang anak daun. (Lampiran 5).

Indek Luas Daun (ILD) adalah perbandingan antara luas daun tajuk dengan luas area tutupan tajuk. ILD pada tanaman tunggal adalah perbandingan luas daun dengan proyeksi tutupan tajuk dan pada pertanaman dihubungkan dengan luas lahan pertanaman. ILD pada kelapa adalah total luas daun seluruh populasi kelapa dibagi luasan lahan kelapa. Kelapa yang ditanam segitiga 9 x 9 x 9 m mempunyai populasi 123 pohon dan yang segiempat 10 x 10m populasinya 100 pohon dengan luas yang sama yaitu 10 000 m2. Sederhananya, ILD di pertanaman kelapa dapat dihitung dengan persamaan:

ILD= (LDphn*JKh a)/(Llahan) (15)

LDphn adalah luas daun per pohon (m2), JKha jumlah kelapa per hektar,

dan Llahan adalah luasan lahan per hektar (10 000 m2).

Tutupan proyeksi tajuk. Luas tutupan proyeksi tajuk berupa lingkaran lingkaran yang luasannya (L) dihitung berdasarkan persamaan


(41)

L=Πr2, Π bernilai 3.14 dan r adalah jari-jari yang didapatkan dari nila i garis tengah tajuk. Garis tengah tajuk diukur di kedua sisi tajuk pada pelepah daun horizontal yang terpanjang. Data ini digunakan untuk penghitungan aliran batang kelapa (stem flow) dan dasar untuk mambuat model tanaman kelapa 3D.

Data produksi kelapa dihitung dari rata-rata jumlah buah per tandan per pohon yang dihitung pada 3 tandan terbawah. Potensi produksi kelapa selanjutnya dikonversi ke produksi kopra per hektar. Satu butir varietas kelapa Dalam sama dengan 300 gram kopra (BALITKA, 2001). Penghitungan konversi butiran menjadi produk kopra (KOPRA) dengan cara sederhana yakni KOPRA=jumlah buah.tandan-1 x 12 bulan x jumlah pohon.ha-1 x 300 g kopra. Selain kopra, maka produksi kelapa dalam bentuk butiran yang disebut KELAPA SEGAR. Kelapa butiran dijual dalam satuian kg dan konveri satui butir kelapa untuk satu hektar sama menggunakan formula KOPRA hanya pembobotnya dikali dengan 0.9 kg.butir-1, (berat rata-rata satu butir varietas kelapa Dalam adalah 0.9 kg). Data produksi digunakan untuk mengetahui karakter generatif kelapa, menghitung Land Equivalent Ratio (LER) dan analisis ekonomis kelayakan usaha tani kelapa polikultur (BC ratio).

3.4.6 Tanaman sela

Pengamatan tanaman sela jagung, padi, dan kacang tanah terdiri atas: Pengamatan parameter vegetatif seperti tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah anakan (padi), berat kering dan parameter generatif terutama variabel produksi. Pengamatan dilakukan dalam ubinan 1 m2 dan selanjutnya dikonversi dalam satuan t.ha-1.

3.5 Analisis Data

Analisis data kegiatan penelitian pertama, yaitu berupa data tranmisi radiasi matahari, iklim mikro, kadar air tanah, dan ditribusi hujan dilakukan dengan metode statistik deskriptif. Dengan metode ini, data dapat digambarkan (dideskripsikan) atau disimpulkan, baik secara numerik (misalnya menghitung rata-rata dan standar deviasi) atau secara


(42)

grafis (dalam bentuk tabel atau grafik) . Analisis tersebut ditujukan untuk mendapatkan gambaran sekilas mengenai data tersebut, sehingga lebih mudah dibaca dan lebih bermakna. Jadi data transmisi radiasi, suhu, kelembaban udara dan kadar air tanah dihitung untuk mendapatk an nilai rata-rata, sedangkan data distribusi hujan menggunakan analisis deskriptif dan regresi untuk mengetahui seberapa besar pengaruh total curah hujan terhadap curahan tajuk, aliran batang, hujan efektif, dan intersepsi tajuk.

Data dari penelitian penanaman tanaman sela, yang diperoleh berdasarkan pengamatan pada parameter vegetatif dan generatif dianalisa dengan analisis ragam dan dilanjutkan dengan analisis regresi untuk mendapatkan model empiris hubungan antara transmisi radiasi matahari (Rt) dengan produksi tanaman jagung, padi dan kacang tanah.

3.6. Analisis Produktivitas Lahan

Analisis produktivitas lahan dimaksudkan untuk mengetahui efektivitas pendayagunaan lahan. ketika sistem usaha tani kelapa polikultur diterapkan pada satu kawasan perke bunan. Produktivitas lahan dinilai berdasarkan besaran atau indeks LER. Jika nilai LER >1, maka kegiatan polikultur memberikan pengaruh positif bagi peningkatan penggunaan lahan dibandingkan dengan usaha tani kelapa monokultur. Pada penelitian ini usahatani polikultur yang dimaksud adalah kelapa+jagung, kelapa+padi, dan kelapa+kacang tanah. LER dihitung dengan persamaan menurut Harwood (1973 diacu dalam Beets WC 1982) sebagai berikut:

LER=(Pcm ix/Pcm on)+(PTS -imix/ PTS - imono) (16)

Pc m ix : produksi kelapa (t.kopra.ha-1) polikultur

Pc mon : produksi kelapa (setara kopra.ha-1) monokultur

PTS - imix : produksi tanaman sela jenis-i (t.ha-1) polikultur; dan


(43)

Produksi kelapa monokultur (Pcmon) (monoculture product check)

menggunakan data rata-rata kelapa unggul BALITKA, yaitu kelapa Dalam Mapanget, Tenga dan Palu. Data produksi kelapa polikultur diperoleh pada saat penelitian dilakukan. Karena data, monokultur dalam bentuk produksi kopra per hektar, maka data kelapa penelitian polikultur (Pc m ix) berupa butiran dikonversi juga menjadi produk kopra per hektar.

Data kelapa monokultur dan polikultur tersebut selanjutnya digunakan pada penghitungan LER.

Data produksi jagung, padi, dan kaca ng tanah monokultur (monoculture products check) diperoleh dari has il penelitian di lahan terbuka dan data produksi tanaman sela polikultur dengan kelapa diperoleh pada kombinasi kelapa umur 20 dan 50 tahun dengan ketiga tanaman sela (Jagung, padi, dan kacang tanah) . Penghitungan LER pada kelapa umur lima tahun tidak dilakukan karena belum berproduksi. Data produksi dikonversi menjadi satu an berat, yaitu ton per hektar.

3.7. Analisis Usahatani

Analisis dilakukan untuk melihat keuntungan atau kerugian secara ekonomi dalam usaha tani polikultur berbasis kelapa, yaitu analisis BC ratio. Beberapa asumsi utama adalah (1) luas lahan usaha tani adalah satu hektar, (2) petani menggunakan modal sendiri dalam usaha taninya, (3) penanaman tanaman sela jagung, padi, dan kacang tanah dilakukan dua kali dalam satu tahun, (4) produk kelapa dik lasifikasi atas kelapa segar dan kopra, (5). produksi kelapa dalam buah/tandan/bulan dan panen dilakukan setiap kuartal (empat bulan sekali), (6) transaksi penjualan dilakukan di kebun petani dan harga kopra atau kelapa segar dianggap sama untuk mencegah adanya disparitas pendapatan , (7) semua tenaga kerja diperhitungkan sebagai biaya produksi, dan (8) periode waktu analisis adalah satu tahun dan harga produk dan biaya kerja tidak berubah. Setelah asumsi-asumsi tersebut ditetapkan, maka selanjutnya analisis usaha tani dilakukan dengan menghitung pendapatan atau produksi usaha tani dan biaya usaha tani, Penghitungan BC ratio usaha


(44)

tani kelapa dilakukan pada kegiatan kelapa monokultur, kelapa+jagung, kelapa+padi, dan kelapa+kacang tanah, dan tanaman sela monokultur di lahan terbuka.


(1)

Lampiran 13. Analisis usaha tani kelapa polikultur dengan jagung, padi, dan kacang tanah.

Uraian Rincian kelapa 5 tahun+jagung kelapa 20 tahun+jagung kelapa 50 tahun+jagung Monokultur jagung Tanaman sela Kelapa 50 tahun Kelapa 20 tahun 18 960 000 11520000 23640000 32160000

Kelapa Butiran 11 400 000 14 022 000 0 14022000 11400000 0

Kopra 3 600 000 4 428 000 0 4428000.00 3600000.00 0

Tanaman sela 0 0 6 170 000 6170000 6170000 6170000

Kelapa Butiran 2 762 875 2 736 500 1 386 500 2436500 2462875 0

Kopra 3 212 875 3 186 500 3186500 3212875 0

Tanaman sela 0 0 11 403 500 25990000

Kelapa Butiran 8 637 125 11 285 500 16935500 26407125

Kopra 387 125 1 241 500 6591500 17857125

Tanaman sela 0 0 4.2

Kelapa Butiran 3.1 4.1 2.0 3.1

Kopra 0.1 0.4 0.7 1.9

Hasil analisis BC ratio polikultur kelapa dengan tanaman sela (PADI)

Uraian Rincian kelapa 5 tahun+padi kelapa 20 tahun+padi kelapa 50 tahun+padi Monokultur padi Pendapatan (Rp.) Tanaman sela Kelapa 50 tahun Kelapa 20 tahun 18 235 000 6 041 000 19 698 000 21 630 000

Kelapa Butiran 11 400 000 14 022 000 0 14 022 000 11 400 000 0

Kopra 3 600 000 4 428 000 0 4 428 000 3 600 000 0

Biaya (Rp.) Tanaman sela 0 0 6 170 000 6 170 000 6 170 000 6 170 000

Kelapa Butiran 2 762 875 2 736 500 1 386 500 2 436 500 2 462 875 0

Kopra 3 212 875 3 186 500 3 186 500 3 212 875 0

Keuntungan (Rp.) Tanaman sela 0 0 10 678 500 15 460 000

Kelapa Butiran 8 637 125 11 285 500 11 456 500 22 465 125

Kopra 387 125 1 241 500 1 112 500 13 915 125

BC ratio Tanaman sela 0 0 1.4 2.5

Kelapa Butiran 3.1 4.1 1.3 2.6

Kopra 0.1 0.4 0.1 1.5

Hasil analisis BC ratio polikultur kelapa dengan tanaman sela (KACANG TANAH)

Uraian Rincian kelapa 5 tahun+k. tanah kelapa 20 tahun+k. tanah kelapa 50 tahun+k. tanah Monokultur kacang tanah Pendapatan (Rp.) Tanaman sela Kelapa 50 tahun Kelapa 20 tahun 27 200 000 15 130 000 27 880 000 32 130 000

Kelapa Butiran 11 400 000 14 022 000 0 14 022 000 11 400 000 0

Kopra 3 600 000 4 428 000 0 4 428 000 3 600 000 0

Biaya (Rp.) Tanaman sela 0 0 6 170 000 6 170 000 6 170 000 6 170 000

Kelapa Butiran 2 762 875 2 736 500 1 386 500 2 436 500 2 462 875 0

Kopra 3 212 875 3 186 500 3 186 500 3 212 875 0

Keuntungan (Rp.) Tanaman sela 0 0 19 643 500 25 960 000

Kelapa Butiran 8 637 125 11 285 500 2 0545 500 30 647 125

Kopra 387 125 1 241 500 10 201 500 2 2097 125

BC ratio Tanaman sela 0 0 2.6 4.2

Kelapa Butiran 3.1 4.1 2.4 3.6

Kopra 0.1 0.4 1.1 2.4

A. Jika dihubungkan dengan produksi atau pendapatan, maka:

a.1. Kelapa butiran artinya Produksi kelapa yang terjual dalam bentuk butiran+produksi tanaman sela a.2. Kopra artinya Produksi kelapa dikonversi ke kopra+produksi tanaman sela

B. Jika dihubungkan dengan biaya produksi, maka:

b.1. Kelapa butiran artinya semua biaya produksi tanaman sela dan kelapa, kecuali biaya pencungkilan daging buah dan pengasapan (kedua kegiatan ini tidak dilakukan ketika petani hanya memproduksi kelapa butiran atau "kelapa Segar" untuk kemudian menjualnya.

b.2. Kopra sama dengan point sebelumnya, hanya biaya pencungkilan dan pengasapan dihitung sebagai komponen biaya produksi, karena produk akhir adalah kopra. C. Dalam penghitungan keuntungan dan BC ratio, maka konsep yang digunakan adalah sistem usaha tani polikultur berbasis kelapa+tanaman sela, sehingga;

c.1. Keuntungan merupakan selisih antara pendapatan kelapa (butiran atau kopra) + Produksi tanaman sela (Point A) c.2. BC ratio adalah ratio antara keuntungan (point c.1.) dengan biaya produksi (point B)

1.5 Kelapa monokultur

Kelapa monokultur Kelapa monokultur Pendapatan (Rp.)

Biaya (Rp.) Keuntungan (Rp.) BC ratio


(2)

Lampiran 13a. Analisis usaha tani kelapa monokultur kelapa 50 tahun.

Harga Rp.(000)

- Kelapa ("Kelapa segar) Butiran1) kg 9120 1250 11400000 Produk kelapa lebih banyak dijual dalam butiran Kelapa segar (KS) Kelapa dijual dengan batoknya

- Kopra1) kg 2880 1250 3600000 Pabrikan (tepung kelapa) membeli berdasarkan berat /butir sabut kelapa dilepas

11400000 Asumsi: Sumber dana pribadi petani 3600000

- Lahan Ha 1 0 0 Asumsi: lahan milik sendiri

- Alat /mesin pertanian Unit 0 0 0 Asumsi: tidak memakai alat/mesin pertanian

- Bangunan Unit 0 0 0 Asumsi: tidak ada bangunan khusus

0

Asumsi: pempupukan dan penekanan gulma standar2)

Urea kg 100 1250 125000 Kelapa umur >5 tahun, 1000 g urea/phn/thn 0.5 dosis per aplikasi

TSP kg 75 1500 112500 Kelapa umur >5 tahun, 750g TSP/phn/thn 0.5 dosis per aplikasi

KCl kg 150 2000 300000 Kelapa umur >5 tahun, 1500g KCl/phn/thn 0.5 dosis per aplikasi

- Pestisida liter 5 75 375 Sekali setahun

- Karung Unit 10 2500 25000 5 tahun lama pemakaian

- Alat Panen/pembuatan kopra Unit 2 50000 100000 5 tahun lama pemakaian

662875

Standar Sewa tenaga kerja (HOK) Sulut Rp. 50 000,-/org/hari

- Pemupukan HOK 6 50000 300000 Kemampuan memupuk 25-35 phn/org/hari Tiap enam bulan (2 kali kerja/thn)

- Pemberantasan gulma HOK 6 50000 300000 Pembabatan rumput manual di areal kebun kelapa, 2000 m2/org/hari Tiap 4 bulan atau per kuartal (3 kali kerja/thn) - Bobokor HOK 6 50000 300000 Pembersihan piringan kelapa bergaris tengah 4 m, 25-40 phn/org/hari Tiap 4 bulan atau per kuartal (3 kali kerja/thn) - Pengendalian hama/penyakit HOK 3 50000 150000 Dilakukan jika ada serangan yang sifatnya massive, 50 phn/org/hari

1050000

Biasanya dikerjakan sendiri petani atau sewa bagi hasil

- Biaya panen HOK 6 50000 300000 Kemampuan panen dihitung per pohon, 50 phn/org/hari (Rp. 1000/phn) Tiap 4 bulan atau per kuartal (3 kali kerja/thn) - Biaya kumpul dan angkut kelapa HOK 6 50000 300000 Kemampuan kumpul dan angkut kelapa, 1000 btr/roda/orang/hari Tiap 4 bulan atau per kuartal (3 kali kerja/thn)

- Biaya pengupasan kelapa HOK 6 50000 300000 Kemampuan pengupasan, 500 btr/org/hari Tiap 4 bulan atau per kuartal (3 kali kerja/thn)

- Biaya cungkil daging buah kelapa HOK 6 50000 300000 Kemampuan mencungkil daging buah, 1500 btr/org/hari Tiap 4 bulan atau per kuartal (3 kali kerja/thn) - Biaya pengasapan HOK 3 50000 150000 Pengasapan konvensional (bukan dijemur) rata-rata 24 - 30 jam Tiap 4 bulan atau per kuartal (3 kali kerja/thn)

- Biaya lain-lain macam2 1 150000 150000 Biaya tak terduga

1500000 2762875 3212875 2762875 3212875 8637125 387125

3.1 LAYAK

0.12 TIDAK LAYAK

satu butir kelapa (tanpa sabut) beratnya setara 950 g, jadi total produksi 9600*0.950 kg = 9120 kg (Rp. 1250/kg KS)

satu butir kelapa setara dengan 300 g kopra, jadi total produksi kopra 9600*0.300 kg = 2880 kg (Rp. 1250 per kg kopra) 3)

Dikurangi biaya pembuatan kopra (pencungkilan daging buah dan pengasapan) Rp. 450.000

A. PRODUKSI

TOTAL PENDAPATAN (A) (kelapa butiran) TOTAL PENDAPATAN (A) (kelapa kopra)

B. BIAYA PRODUKSI

b.1. Biaya Tetap

Sub total b.2.3.

KEUNTUNGAN (B) (butiran) (Rp.) KEUNTUNGAN (B) (kopra) (Rp.) Sub total b.2.1.

b.2.2. Biaya kerja

TOTAL BIAYA (C) (A+B) (kopra) Total Biaya (B) (Butiran)3)

Total b.1. b2. Biaya variabel b.2.1. Biaya Bahan/Alat - Pupuk Dasar

Sub total b.2.2. b.2.3. Pembuatan kopra

2) Disesuaikan berdasarkan petunjuk teknis budidaya kelapa (BALITKA, 2002)

Total Keterangan Aplikasi

Uraian Satuan Jumlah

BC RATIO (butiran) BC RATIO (kopra)

1) Produksi kelapa 8 btr/tdn/bulan atau (8*12 bulan * 100 phn/ha = 9600 btr/ha) Total Biaya (B) (kopra)

TOTAL BIAYA (C) (A+B) (butiran)


(3)

Lampiran 13b. Analisis usaha tani kelapa monokultur kelapa 20 tahun.

Uraian Satuan Jumlah Harga Total Keterangan Aplikasi

- Kelapa ("Kelapa segar) Butiran1) kg 11217.6 1250 14022000 Produk kelapa lebih banyak dijual dalam butiran Kelapa segar (KS) Kelapa dijual dengan batoknya

- Kopra1) kg 3542.4 1250 4428000 Pabrikan (tepung kelapa) membeli berdasarkan berat /butir sabut kelapa dilepas

14022000Asumsi: Sumber dana pribadi petani

4428000

- Lahan Ha 1 0 0 Asumsi: lahan milik sendiri

- Alat /mesin pertanian Unit 0 0 0 Asumsi: tidak memakai alat/mesin pertanian

- Bangunan Unit 0 0 0 Asumsi: tidak ada bangunan khusus

0Asumsi: Sumber dana pribadi petani

Asumsi: pempupukan dan penekanan gulma standar2)

- Pupuk Dasar

Urea kg 123 1250 153750 Kelapa umur >5 tahun, 1000 g urea/phn/thn 0.5 dosis/aplikasi

TSP kg 92.25 1500 138375 Kelapa umur >5 tahun, 750g TSP/phn/thn 0.5 dosis/aplikasi

KCl kg 184.5 2000 369000 Kelapa umur >5 tahun, 1500g KCl/phn/thn 0.5 dosis/aplikasi

- Pestisida liter 5 75 375 Sekali setahun

- Karung Unit 10 2500 25000 5 tahun lama pemakaian

- Alat Panen/pembuatan kopra Unit 2 50000 100000 5 tahun lama pemakaian

786500

Standar Sewa tenaga kerja (HOK) Sulut Rp. 50 000,-/org/hari

- Pemupukan HOK 4 50000 200000 Kemampuan memupuk 25-35 phn/org/hari Tiap enam bulan (2 kali kerja/thn)

- Pemberantasan gulma HOK 6 50000 300000 Pembabatan rumput manual di areal kebun kelapa, 1500-2000 m2/org/hari Tiap empat bulan (tiga kali kerja/tahun)

- Bobokor HOK 6 50000 300000 Pembersihan piringan kelapa bergaris tengah 4 m, 25-50 phn/org/hari Tiap empat bulan (tiga kali kerja/tahun)

- Pengendalian hama/penyakit HOK 2 50000 100000 Dilakukan jika ada serangan yang sifatnya massive, 50 phn/org/hari

900000

Biasanya dikerjakan sendiri petani atau sewa bagi hasil

- Biaya panen HOK 6 50000 300000 Kemampuan panen dihitung per pohon, 35-50 phn/org/hari (Rp. 1000/phn) Tiap 4 bulan (3 kali kerja/thn) - Biaya kumpul dan angkut kelapa HOK 6 50000 300000 Kemampuan kumpul dan angkut kelapa, 650-1000 btr/roda/orang/hari Tiap 4 bulan (3 kali kerja/thn)

- Biaya pengupasan kelapa HOK 6 50000 300000 Kemampuan pengupasan, 500-650 btr/org/hari Tiap 4 bulan (3 kali kerja/thn)

- Biaya cungkil daging buah kelapa HOK 6 50000 300000 Kemampuan mencungkil daging buah, 750-1000 btr/org/hari Tiap 4 bulan (3 kali kerja/thn)

- Biaya pengasapan HOK 3 50000 150000 Pengasapan konvensional (bukan dijemur) rata-rata 24 - 30 jam Tiap 4 bulan (3 kali kerja/thn)

- Biaya lain-lain macam2 1 150000 150000 Biaya tak terduga

1500000 2736500 3186500 2736500 3186500 11285500 1241500

4.1 LAYAK

0.4 TIDAK LAYAK

satu butir kelapa (tanpa sabut) beratnya setara 950 g, jadi total produksi 11808*0.950 kg = 11217.6 kg satu butir kelapa setara dengan 300 g kopra, jadi total produksi kopra 11808*0.300 kg = 3542.4 kg 3) Dikurangi biaya pembuatan kopra (pencungkilan daging buah dan pengasapan) Rp. 450.000 1) Produksi kelapa 8 btr/tdn/bulan atau (8*12 bulan * 123 phn/ha = 11808 btr/ha) TOTAL BIAYA (C) (A+B) (kopra) (Rp.)

BC RATIO (butiran)

KEUNTUNGAN (B) (butiran) (Rp.) KEUNTUNGAN (B) (kopra) (Rp.) Total Biaya (B) (Butiran)3) (Rp.) Total Biaya (B) (kopra) (Rp.) Sub total b.2.3.

b.2.3. Pembuatan kopra b.2.1. Biaya Bahan/Alat

Sub total b.2.1. b.2.2. Biaya kerja

Sub total b.2.2. b.2. Biaya variabel

BC RATIO (kopra)

2) Disesuaikan berdasarkan petunjuk teknis budidaya kelapa (BALITKA, 2002) TOTAL BIAYA (C) (A+B) (butiran) (Rp.)

Total pendapatan (A) (kelapa butiran) Total Pendapatan (A) (kopra)

Total b.1.

A. PRODUKSI

B. BIAYA PRODUKSI

b.1. Biaya Tetap


(4)

Lampiran 14. Deskripsi Jagung, Padi, dan Kacang Tanah

Deskripsi Jagung Varietas Manado Kuning

Nama Varietas

: Manado Kuning

SK

: Tahun pelepasan sebelum 1945

Tahun

: 1945

Asal

: Manado

Potensi Hasil

: 1,1 t/ha pipilan kering

Pemulia

: None

Golongan varietas

: bersari bebas

Umur

: kurang lebih 110 hari

Daun

: None

Tongkol

: None

Biji

: Mutiara

Ketahanan terhadap penyakit : Tidak tahan bulai (Sclerospora maydis)

Sumber: [Puslibangtan] 2012

http://puslittan.bogor.net/index.php?bawaan=varietas/varietas_detail&k


(5)

Lampiran 14. (

Lanjutan

)

Deskripsi Padi Varietas Limboto

Nama Varietas

: Limboto

SK

: 706/kpts/tp.240/6/99 tanggal 22 Juni 1999

Tahun

: 1999

Tetua

: Papah Aren/IR36//Dogo

Rataan Hasil

: 3-5 t/ha

Pemulia

: Erwina Lubis, Murdani D., Suwarno, W. S. Ardjasa

Nomor pedigri

: TB47H-MR-5

Umur tanaman

: 105 hari

Bentuk tanaman

: Tegak

Tinggi tanaman

: 100 cm

Anakan produktif

: Sedang

Warna kaki

: Hijau

Warna batang

: Hijau

Warna telinga daun : Tidak berwarna

Warna lidah daun

: Tidak berwarna

Warna daun

: Hijau

Muka daun

: Kasar

Posisi daun

: Tegak

Daun bendera

: Mendatar

Bentuk gabah

: Bulat besar

Warna gabah

: Kuning bergaris coklat

Kerontokan

: Sedang

Kerebahan

: Tahan

Tekstur nasi

: Sedang

Bobot 1000 butir

: 28 gram

Kadar amilosa

: 24 %

Ketahanan terhadap

hama

: Tahan terhadap lalat bibit

Penyakit

: Tahan terhadap blas daun dan blas leher

Anjuran tanam

: Cocok ditanam pada lahan kering (gogo) yang subur

dengan ketinggian kurang dari 500 m.dpl

Sumber: [Puslibangtan] 2012

http://puslittan.bogor.net/index.php?bawaan=varietas/varietas_detail&ko

moditas=05026&id=Kelinci&pg=1&varietas=1


(6)

Lampiran 14. (

Lanjutan

)

Deskripsi Kacang Tanah Varietas Kelinci

Nama Varietas

: Kelinci

Kategori

: Varietas unggul nasional (released variety)

SK

: 17/Kpts/TP.240/1/1987 tanggal 14 Januari tahun 1987

Tahun

: 1987

Tetua

: Introduksi dari Uruguay, lewat IRRI Farming System

Rataan Hasil

: 2.3 ton/ha

Pemulia

: Sumarno, Lasimin S., Sri Astuti Rais

Nomor galur

: GH 470

Mulai berbunga

: 25-29 hari

Umur polong tua

: 95 hari

Bentuk tanaman

: Tegak

Bentuk daung muda

: Elip, kecil, bertangkai empat

Warna pangkal batang

: Hijau

Warna batang

: Hijua

Warna daun

: Hijau tua

Warna bunga

: Kuning

Warna ginofora

: Hijau

Warna kulit biji

: Merah muda

Kontruksi polong

: Agak nyata

Kulit polong

: Nyata

Jumlah polong/pohon

: 15

Jumlah biji /polong

: 4

Berat 100 biji

: Kurang lebih 45 gram

Kadar lemak

: 28%

Kadar protein

: 31%

Rendemen

biji

dari

polong

: 67%

Sifat-sifat lain

: -tahan karat daun(Puccinia arachidis)

-toleran terhadap becak daun (Cescospora sp.)

-agak

tahan

penyakit

layu

(Pseudomonas

solanacearum)

Sumber: [Puslibangtan] 2012

http://puslittan.bogor.net/index.php?bawaan=varietas/varietas_detail&ko

moditas=05026&id=Kelinci&pg=1&varietas=1