51
daerah pemilihan sehingga mereka berkesempatan untuk mengkonsolidasi diri dalam mempromosikan dan memilih calon-calon wakil rakyat yang
diinginkannya.
Lantas, siapa yang melakukan evaluasi dan perubahan terhadap penetapan jumlah dan alokasi kursi serta daerah pemilihan? Undang-undang bisa
menunjuk penyelenggara pemilu, atau membentuk panitia khusus yang terdiri dari berbagai unsur keahlian yang diperlukan, setiap dua kali pemilu.
D. Data Sensus Penduduk
Jika evaluasi terhadap penetapan jumlah dan alokasi kursi serta daerah pemilihan dilakukan sedikitnya setiap dua kali pemilu, lalu atas dasar apa
evaluasi itu dilakukan?
Pertama adalah faktor tuntutan politik dari pemilih dari suatu wilayah karena mereka merasa tidak mendapat perwakilan yang cukup atau kurang tepat.
Kedua adalah faktor perubahan demograis atau kependudukan, yakni terjadinya perubahan jumlah penduduk, baik bertambah atau berkurang,
serta adanya penyebaran penduduk, baik yang meluas ataupun menyempit.
Dari kedua faktor tersebut, faktor pertama sifatnya kondisional akibat proses penentuan perwakilan belum selesai. Sedang faktor kedua muncul setiap
waktu karena kecenderungan jumlah dan penyebaran penduduk yang selalu berubah.
Untuk mengatasi tuntutan politik, penyelenggara pemilu atau lembaga yang ditugaskan untuk menetapkan jumlah dan alokasi kursi serta pembentukan
daerah pemilihan, melakukan kajian komprehensif dari berbagai sisi seperti politik, ekonomi, sosial dan budaya, atau geograis untuk memastikan perlu-
tidaknya perubahan jumlah dan alokasi kursi serta pembentukan daerah pemilihan. Sedangkan untuk mengatasi perubahan jumlah dan penyebaran
penduduk, penyelenggara pemilu atau lembaga yang ditugaskan, perhatiannya hanya terfokus pada data kependudukan. Pertanyaannya
adalah data kependudukan yang mana yang hendak mereka pakai untuk bahan mengevaluasi penetapan jumlah dan alokasi kursi serta pembentukan
daerah pemilihan?
52
Seperti sudah dijelaskan sebelumnya, dalam konteks Indonesia, pemilihan data mana yang hendak digunakan sebagai basis evaluasi penetapan jumlah
dan alokasi kursi serta pembentukan daerah pemilihan, bukanlah hal yang mudah meski tersedia banyak data. Data kependudukan dari Depdagri
diragukan akurasinya, demikian juga dengan data dari BKKBN. Jika evaluasi menggunakan data yang dikumpulkan oleh penyelenggara pemilu, hal itu
akan terkendala waktu karena data tersebut baru terkumpul lengkap pada saat menjelang pemungutan suara. Padahal evaluasi penetapan jumlah dan
alokasi kursi serta pembentukan daerah pemilihan harus dilakukan sebelum tahapan pemilu berjalan. Jika pun dipaksakan evaluasi penetapan jumlah
dan alokasi kursi serta pembentukan daerah pemilihan menjadi bagian dari tahapan pemilu, hal itu juga menimbulkan masalah karena hanya tersedia
data dari Depdagri yang diragukan akurasinya.
Di sinilah data sensus penduduk yang dikeluarkan BPS menjadi solusi utama dalam mengatasi permasalahan ketersediaan data penduduk untuk keperluan
penetapan jumlah dan alokasi kursi serta daerah pemilihan. Jika dibandingkan dengan data yang dikumpulkan oleh lembaga lain, data sensus penduduk
mempunyai dua kelebihan: 1 sensus penduduk dilakukan oleh lembaga resmi dan kompeten sehingga angkanya lebih dipercaya banyak kalangan; 2
sensus penduduk dilakukan secara periodik setiap 10 tahun sehingga hasil sensus penduduk terakhir bisa dipakai sebagai dasar evaluasi dan perubahan
jumlah dan alokasi kursi serta daerah pemilihan.
Kritik terhadap kinerja BPS dalam melakukan sensus penduduk selalu terjadi. Namun hal itu tidak menyurutkan banyak kalangan untuk lebih mempercayai
akurasi data sensus penduduk. Pertama, BPS dipercaya sebagai lembaga independen dalam melakukan pendataan sehingga hasil sensus penduduk
tidak bias kepentingan dari pihak manapun. Kedua, BPS tidak saja tersebut sebagai lembaga resmi negara yang bertugas menyediakan berbagai macam
data, tetapi juga lembaga yang kompeten karena dikelola oleh tenaga profesional. Ketiga, dari waktu ke waktu, kritik terhadap kekurangan atau
akurasi data produksi BPS semakin berkurang sehingga datanya dipergunakan oleh banyak kalangan untuk berbagai kepentingan. Tiga kelebihan tersebut
tidak dimiliki oleh data penduduk yang dikeluarkan Depdagri maupun KPU.
Sebagaimana dilakukan oleh lembaga sejenis di banyak negara lain, sensus penduduk di Indonesia oleh BPS juga dilakukan setiap 10 tahun. Siklus
sensus penduduk 10 tahunan ini berjalan seiring dengan siklus 5 tahunan
53
pemilu. Artinya, setiap dua kali pemilu terdapat satu kali sensus penduduk. Dengan demikian, terkait dengan evaluasi dan perubahan jumlah dan alokasi
kursi serta daerah pemilihan yang dilakukan setiap dua kali pemilu, data sensus penduduk terkahir bisa dijadikan sebagai dasar untuk melakukan
evaluasi. Dalam hal ini data Sensus Penduduk 2010 bisa dijadikan dasar untuk melakukan evaluasi penetapan jumlah dan alokasi kursi serta pembentukan
daerah pemilihan Pemilu 2009 dan Pemilu 2004. Dengan demikian, jika hasil evaluasi itu merekomendasikan perubahan jumlah dan alokasi kursi serta
daerah pemilihan, perubahan itu diberlakukan untuk Pemilu 2014 dan Pemilu
2019. Akhirnya, atas pertimbangan-pertimbangan tersebut, kajian ini melakukan
serangkaian simulasi penghitungan jumlah dan alokasi kursi DPR ke provinsi dengan berbasis pada data Sensus Penduduk 2010 lihat Bab 6 dan Bab 7.
54
55
BAB 5 Penetapan Jumlah Kursi DPR