79
C. Kekurangan dan Kelebihan Kursi
Sebagaimana dijelaskan pada Bab 3, alokasi kursi DPR ke provinsi pada Pemilu 2004 dan Pemilu 2009 tidak menggunakan standar jelas. Para
pembuat undang-undang mengabaikan perlunya formula matematika yang rasional dan adil. Mereka lebih memilih negosiasi sebagai dasar alokasi kursi,
meskipun kemudian dibungkus dalam bentuk rumusan pasal. Akibatnya, pada Pemilu 2004, pasal-pasal alokasi 550 kursi DPR ke provinsi menimbulkan
banyak masalah ketika diterapkan. Hal itu mestinya menyadarkan para pembuat undang-undang untuk menggunakan formula lebih terukur untuk
mengalokasikan 560 kursi DPR ke provinsi pada Pemilu 2009. Namun para pembuat undang-undang tetap mengedepankan negosiasi, sehingga mereka
kesulitan merumuskan pasal-pasalnya. Itulah sebabnya mereka menetapkan alokasi 560 kursi DPR ke provinsi bersama pembentukan daerah pemilihan ke
dalam undang-undang.
Dengan cara demikian, kiranya perlu diperbandingkan penetapan jumlah dan alokasi kursi DPR pada Pemilu 2009, dengan penetapan dan alokasi kursi DPR
yang menerapkan prinsip kesetaraan dengan metode divisor. Perbandingan tersebut akan memperlihatkan ketidakadilan alokasi kursi, yang tercermin dari
jumlah kursi yang diperoleh masing-masing provinsi. Akan tampak bahwa ada beberapa provinsi yang menerima kursi lebih banyak dari yang seharusnya,
sedang beberapa provinsi lain mendapatkan kursi yang lebih sedikit dari yang seharusnya. Dengan kata lain, sejumlah provinsi “mencuri” jatah kursi
yang seharusnya menjadi hak beberapa provinsi lain. Tahap pertama akan diperbandingkan alokasi 500 kursi DPR berdasarkan metode divisor dengan
alokasi kursi hasil Pemilu 2009. Selanjutnya akan diperbandingkan alokasi 560 kursi DPR berdasarkan metode divisor dengan alokasi kursi hasil Pemilu 2009.
Sebagaimana tampak pada Tabel 6.3, pada kursi DPR sebanyak 500 kursi, jika dibandingkan dengan hasil Pemilu 2009, hampir semua provinsi kursinya
berkurang. Pengurangan terbanyak pada Jawa Tengah 9 kursi, Jawa Timur 8, Sulawesi Selatan 7, Sumatera Barat 4, Nanggroe Aceh Darussalam 4,
Papua 4, Sumatera Utara 3, Kalimantan Selatan 3, dan Nusa Tenggara
Timur 3. Selanjutnya, Lampung hanya dikurangi 2 kursi dan 15 provinsi lainnya masing-masing 1 kursi.
80
Sementara Jawa Barat, Banten, Sulawesi Tenggara, dan Bengkulu, jumlah kursi tetap. Sedang yang bertambah hanya Riau dan Kepulauan Riau, masing-
masing tambah 1. Itu artinya pada Pemilu 2009 Riau dan Kepulauan Riau merasakan ketidakadilan yang paling parah. Karena pada saat kursi provinsi
lain harus dikurangi atau tetap, kursi kedua provinsi tersebut justru harus ditambah. Tabel 6.3a memperjelas masalah ini.
Bagaimana jika hasil alokasi kursi DPR sebanyak 560 kursi ke provinsi pada Pemilu 2009, dibandingkan dengan alokasi kursi DPR sebanyak 560 kursi yang
dihitung berdasarkan prisip kesetaraan menggunakan metode divisor? Tabel 6.4 menunjukkan, beberapa provinsi mendapatkan kursi lebih banyak dari
yang seharusnya, seperti Sulawesi Selatan 5 kursi, Sumatera Barat 3, Papua
3, Nusa Tenggara Timur 2, Nanggroe Aceh Darussalam 2, Kalimantan Selatan 2, serta 5 provinsi yang masing-masing kelebihan 1 kursi. Ini artinya,
Sulawesi Selatan paling banyak “mencuri” kursi yang mestinya menjadi jatah
provinsi lain. Adapun provinsi yang mendapatkan kursi kurang dari yang seharusnya adalah Jawa Barat 11 kursi, Banten 3, DKI Jakarta 2, Riau 2, dan
4 provinsi yang masing-masing kekurangan 1 kursi. Sedang 14 provinsi lainnya sudah mendapatkan sesuai dengan jatahnya. Tabel 6.4a dapat memperjelas
masalah ini.
81
BAB 7 Kesetaraan Suara Jawa dan Luar Jawa