65
BAB 6 Kesetaraan Suara Nasional
A. Metode Kuota dan Metode Divisor
Pada bab ini akan dilakukan simulasi penghitungan alokasi kursi DPR ke provinsi atas prinsip kesetaraan suara nasional. Pertama-tama akan
dihitung DPR dengan 500 kursi, yang merupakan jumlah kursi ideal yang direkomendasikan kajian ini. Lalu sebagai perbandingan akan dihitung kursi
DPR sebanyak 560 kursi, yang merupakan jumlah kursi hasil Pemilu 2009.
Adapun data penduduk yang digunakan sebagai basis penghitungan adalah data penduduk hasil Sensus Penduduk 2010 yang dikeluarkan Badan Pusat
Statistik BPS.
Perlu ditegaskan kembali, data Sensus Penduduk 2010 dijadikan basis penghitungan karena data ini akurasinya lebih dipercaya daripada data
penduduk yang dikeluarkan oleh instansi lain. Berdasarkan data tersebut, jumlah penduduk Indonesia pada 2010 adalah 237.476.393 jiwa yang tersebar
di 33 provinsi. Jawa Barat dengan penduduk 43.021.826 jiwa merupakan provinsi yang paling banyak penduduknya, sedang Papua Barat dengan
penduduk 760.855 jiwa merupakan provinsi yang paling sedikit penduduknya.
Seperti dipaparkan pada Bab 2, terdapat dua metode alokasi kursi ke provinsi yang lazim dipakai, yaitu metode kuota dan metode divisor. Untuk
mengalokasikan kursi ke provinsi, metode kuota menggunakan cara membagi jumlah populasi tiap provinsi dengan total populasi nasional dan
dikalikan dengan jumlah kursi nasional yang disediakan. Sementara metode divisor membagi jumlah penduduk setiap provinsi dengan bilangan pembagi
atau divisor. Adapun bilangan pembagi yang dianggap paling adil tidak bias ke provinsi berpenduduk banyak, atau provinsi berpenduduk sedikit adalah
1, 3, 5, 7, ... dan seterusnya. Selanjutnya hasil pembagian jumlah penduduk setiap provinsi dengan bilangan ganjil tersebut, dirangking dari tertinggi
hingga terendah sesuai dengan kursi yang disediakan. Angka tertinggi secara berturut mendapatkan kursi sesuai dengan jumlah kursi yang disediakan.
Dengan menggunakan data hasil Sensus Penduduk 2010, Tabel 6.1 menunjukkan hasil alokasi kursi DPR sebanyak 500 kursi ke 33 provinsi dengan
menggunakan metode kuota dan metode divisor. Dua metode yang sama
66
juga digunakan untuk mengalokasikan kursi DPR sebanyak 560 kursi ke 33 provinsi sebagaimana tampak pada Tabel 6.2. Rincian tahapan penghitungan
metode kuota untuk 500 dan 560 kursi kursi DPR bisa dilihat pada Lampiran 5 dan Lampiran 6. Sedang rincian tahapan penghitungan metode divisor bisa
dilihat pada Lampiran 7 dan Lampiran 8.
Tabel 6.1 memperlihatkan, pada penghitungan alokasi 500 kursi DPR tidak ada perbedaan jumlah perolehan kursi masing-masing provinsi, baik ketika
menggunakan penghitungan metode kuota ataupun metode divisor. Hal ini berbeda dengan penghitungan alokasi 560 kursi DPRsebagaimana tampak
pada Tabel 6.2. Tabel tersebut memperlihatkan beberapa perbedaan perolehan kursi bagi beberapa provinsi akibat dari dua metode perhitungan yang berbeda.
Perbedaan ini terjadi pada empat provinsi, yaitu Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Gorontalo, dan Maluku Utara, seperti dipertegas pada Tabel 6.2a.
Jawa Tengah berhak mendapatkan 76 kursi dengan metode kuota dan akan mendapatkan 77 kursi jika digunakan metode divisor. Demikian juga
dengan DI Yogyakarta, jika digunakan metode kuota akan mendapatkan 7 kursi, namun jika digunakan metode divisor jatah kursi akan bertambah satu
menjadi 8 kursi. Berkebalikan dengan dua provinsi di atas adalah Gorontalo dan Maluku Utara. Jika pembagian menggunakan metode kuota, masing-masing
provinsi tersebut akan mendapatkan 3 kursi. Sedangkan dalam penghitungan menggunakan metode divisor, masing-masing provinsi tersebut terkurangi
jatahnya masing-masing satu kursi sehingga alokasi kursi untuk dua provinsi tersebut masing-masing hanya 2 kursi.
Meskipun untuk penghitungan alokasi kursi DPR sebanyak 500 kursi tidak terdapat perbedaan hasil antara metode kuota dan metode divisor,
namun kajian ini merekomendasikan penggunaan metode divisor untuk penghitungan alokasi kursi DPR ke provinsi. Metode ini secara matematika
terbukti lebih adil, dalam arti tidak menguntungkan provinsi berpenduduk besar dan tidak merugikan provinsi berpenduduk sedikit. Selain itu praktik
penggunaan metode ini juga tidak mengenal adanya paradoks atau kejanggalan sehingga hasil penghitungannya tidak menimbulkan kontroversi.
67
B. Kursi Minimal Provinsi