B. Saran
1. Perumusan model pertanggungjawaban pidana korporasi pelaku pembakaran lahan perkebunan sesungguhnya masih perlu untuk dikaji ulang untuk
perbaikan di masa yang akan datang. Hal ini disebabkan masih disisakannya beberapa celah dalam perumusan model pertanggungjawaban pidana
korporasi pelaku pembakaran lahan perkebunan pada UU No. 39 Tahun 2014. Perlu ditegaskan mengenai kapan korporasi dianggap melakukan tindak
pidana, dan kapan pengurus yang dianggap melakukan tindak pidana, serta perlu diadakan suatu pedoman pemidanaan bagi korporasi pelaku pembakar
lahan perkebunan dalam hal ini pidana denda, serta kapankah penuntutan dan pidana korporasi dapat dihapuskan. Karena pada dasarnya ambiguitas
hukum sebagai salah satu penyebab kejahatan korporasi menimbulkan kekhawatiran semakin tidak jelasnya aturan yang dipakai dalam penegakan
hukum terhadap tindak pidana pembakaran lahan perkebunan ini, yang mana akan menimbulkan kebingungan di tengah masyarakat, dan semakin rawan
akan tidak tercapainya keadilan dalam proses penegakan hukum terhadap
korporasi pelaku pembakaran lahan perkebunan.
2. Dalam perumusan pidana denda korporasi yang telah ditetapkan dengan fix model
dengan ancaman maksimum khusus Rp. 10.000.000.000,00 ditambah 13 nya, perlu kiranya dibuat suatu pedoman pelaksanaan pidana denda yang
dikenakan terhadap korporasi, dan untuk itu haruslah dibuat secara hati-hati mengingat prinsip rasionalitas yang dimiliki korporasi. Agaknya perlu
dipertimbangkan pula bahwa denda berupa uang berhubungan langsung
Universitas Sumatera Utara
dengan pergerakan laju perekonomian yang cenderung fluktuatif dimana nilai
mata uang akan selalu berubah.
3. Perlu untuk memperhatikan apakah pertanggungjawaban pidana korporasi dengan sanksi yang ada sekarang dapat mencapai tujuan dari pemidanaan
korporasi itu sendiri. Mengingat bahwa penerapan pidana denda dengan fix model
dengan membatasi maksimum khusus terhadap korporasi yang melakukan pembakaran lahan perkebunan, merupakan metode yang juga
digunakan secara umum dalam Undang-Undang yang mengatur korporasi sebagai subjek hukum pidana. Hal ini menunjukkan pembentuk Undang-
Undang cenderung kaku dan tidak visioner. Pendekatan keilmuan ekonomi dalam penetapan pidana denda financial sanction, justru menunjukkan
perbedaan pandangan dengan penerapan sanksi pidana denda ini. Dengan demikian perumusan ide denda progresif dengan menggunakan pendekatan
fiskal yang dirumuskan dalam perundang-undangan sesungguhnya akan lebih mampu mengakomodir kelemahan tersebut.
Universitas Sumatera Utara
BAB II SISTEM PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA KORPORASI
A. Ruang Lingkup Kejahatan Korporasi 1. Defenisi Kejahatan Korporasi