BAB II SISTEM PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA KORPORASI
A. Ruang Lingkup Kejahatan Korporasi 1. Defenisi Kejahatan Korporasi
Istilah kejahatan korporasi digunakan dalam berbagai konteks maupun penamaan. J.E. Sahetapy memberikan catatan penting bahwa istilah kejahatan
korporasi corporate crime seringkali digunakan untuk menggambarkan konsep white-collar crime, organizational crime, organized crime, georganiseerde
misdaad, groepscriminaliteit, misdaad onderneming, crimes of bussiness bussiness crime, syndicate crime
.
84
David O. Friedrichs sebagaimana dikutip dalam Mahrus Ali mendefenisikan kejahatan korporasi
85
sebagai: offences committed by corporate officials for their corporation or offences of the corporation itself
, yang berarti: tindak pidana yang dilakukan oleh pengurus korporasi untuk kepentingan
korporasi atau tindak pidana yang dilakukan oleh korporasi itu sendiri.
86
84
J. E. Sahetapy, Kejahatan Korporasi, Cetakan Kedua, Bandung: PT. Refika Aditama, 2002, hlm. 1. Menurut Sahetapy, berbagai nama, makna dan ruang lingkup apa pun yang hendak
diberikan bertalian dengan corporate crime atau kejahatan korporasi, pada dasar dan sifat, kejahatan korporasi bukanlah suatu barang baru; yang baru adalah kemasan, bentuk, serta
perwujudannya.
85
Bandingkan dengan Gary Slapper dan Steve Tombs, Corporate Crime, London, Great Britain: Longman, 1999, hlm. 16. Mengenai defenisi kejahatan korporasi itu sendiri Friedrichs
menyatakan bahwa mengenai defenisi kejahatan korporasi yang tidak dapat diterima oleh semua orang, melahirkan suatu kewajiban bagi para sarjana menentukan bagaimana mereka berniat
menggunakan defenisi-defenisi yang ada, sesuai dengan tujuan yang dimaksudkan dan dengan penyajian yang diharapkan.
86
Mahrus Ali, Asas-Asas Hukum Pidana Korporasi, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2013, hlm. 9.
Universitas Sumatera Utara
Marshaal B. Clinaard dan Peter C. Yeager sebagaimana dikutip dalam Setiyono memberikan pengertian kejahatan korporasi sebagai: any act committed
by corporation that is punished by the state, regardless of whether it is punished under administrative, civil, or criminal law,
yang artinya: setiap tindakan yang dilakukan oleh korporasi yang bisa diberi hukuman oleh negara, entah di bawah
hukum administrasi negara, hukum perdata maupun hukum pidana.
87
Gary Slapper dan Steve Tombs merangkum pendapat beberapa ahli seperti Kramer, Box, Schrager and Short, serta Clinard dan Yeager, kemudian
mendefenisikan kejahatan korporasi corporate crime sebagai: criminal acts of omission or comission which are the result of deliberate
decision making or culpable negligence of those who occupy structural positions within the organization as corporate executives or managers. These decisionas
are organizationally based – made in accordance with the normative goals
primarily corporate profit, standard operating procedures, cultural norms of organizations
– and are intended to benefit the corporation itself.
88
perbuatan pidana, baik yang berbentuk delik omisi maupun delik komisi, yang merupakan
hasil dari keputusan yang disengaja atau kelalaian dari orang-orang yang menempati jabatan struktural dalam organisasi sebagai pihak eksekutif atau
manajer dari perusahaan. Keputusan ini dibuat secara terorganisir berdasarkan tujuan normatif organisasi yakni keuntungan korporasi itu sendiri
Terlihat melalui berbagai pengertian di atas bahwa ciri khas yang dapat ditemui dari kejahatan korporasi adalah bahwa ia dilakukan oleh korporasi atau
pengurusnya baik pemilik, manager, atau karyawan untuk kepentingan korporasi itu sendiri, dan secara langsung maupun tidak langsung telah mendatangkan
87
Setiyono, Kejahatan Korporasi, Cetakan Ketiga, Malang: Bayumedia Publishing, 2005, hlm. 20.
88
Gary Slapper dan Steve Tombs, op.cit, hlm. 16.
Universitas Sumatera Utara
kerugian terhadap para stakeholder, yang menurut Etty Utju R.K. dengan mengutip pendapat Muladi, terdiri atas:
89
a. Negara state, sebagai akibat kejahatan korporasi, seperti informasi palsu terhadap instansi pemerintah, korupsi, tindak pidana ekonomi, tindak pidana
subversi, dan lain-lain. b. Masyarakat public, sebagai akibat pencemaran dan perusakan lingkungan
hidup, penggelapan, penghindaran pajak, dan lain-lain. c. Konsumen consumers, sebagai akibat advertensi yang menyesatkan,
menciptakan hasil produksi yang beracun dan berbahaya, dan lain-lain. d. Karyawan employees, sebagai akibat kejahatan korporasi berupa lingkungan
kerja yang tidak sehat dan tidak aman, pengekangan hak untuk membentuk organisasi buruh, tidak dipenuhinya upah minimum dan lain-lain.
e. Pemegang saham shareholdersinvestor, sebagai akibat penipuan dan pemalsuan akuntansi, dan lain-lain.
f. Perusahaan saingan competitors, sebagai akibat kejahatan spionase industri yang melanggar.
Konsepsi ini membuat istilah kejahatan korporasi corporate crime sama sekali berbeda dengan crime against corporation dan criminal corporation.
Konsep crime against corporation atau yang biasa disebut kejahatan jabatan atau kejahatan terhadap korporasi, merupakan kejahatan di mana pelaku kejahatan
tersebut melakukan kejahatan yang ditujukan kepada korporasi.
90
Pelaku
89
Etty Utju R. Koesoemahatmadja, Hukum Korporasi Penegakan Hukum terhadap Pelaku Economic Crimes dan Perlindungan Abuse of Power
, Jakarta: Ghalia Indonesia, 2011, hlm. 6.
90
H.G. Van de Bunt dalam Mahrus Ali, op.cit, hlm. 11.
Universitas Sumatera Utara
kejahatan ini tak hanya terbatas karyawan dari badan hukum atau korporasi yang bersangkutan, tapi juga masyarakat secara luas bisa menjadi pelaku kejahatan
korporasi jenis ini. Sedangkan criminal corporation merupakan padanan lain kejahatan sindikat. Ia diartikan sebagai korporasi yang sengaja dibentuk dan
dikendalikan untuk melakukan kejahatan, dengan kata lain kedudukan korporasi hanyalah sebagai sarana melakukan kejahatan.
91
2. Karakteristik Kejahatan Korporasi Sebagaimana telah diuraikan sebelumnya, bahwa kejahatan korporasi
menimbulkan kerugian lebih besar jika dibandingkan dengan kejahatan individual atau sering disebut juga sebagai kejahatan konvensionaltradisional. Hal ini
diakibatkan oleh karakteristik kejahatan korporasi itu sendiri, antara lain:
92
a. Kejahatan tersebut sulit dilihat low visibility, karena biasanya tertutup oleh kegiatan pekerjaan yang normal dan rutin, melibatkan keahlian profesional
dan sistem organisasi yang kompleks; b. Kejahatan tersebut sangat kompleks complexity karena selalu berkaitan
dengan kebohongan, penipuan dan pencurian serta seringkali berkaitan dengan sebuah yang ilmiah, teknologis, finansial, legal, terorganisasikan, dan
melibatkan banyak orang serta berjalan bertahun-tahun; c. Terjadinya penyebaran tanggung jawab diffusion of resposibility, yang
semakin luas akibat kompleksitas organisasi;
91
Ibid., hlm 13.
92
Setiyono, Analisis Viktimologis dan Pertanggungjawaban Korporasi Dalam Hukum Pidana Indonesia,
Malang: Averros Press, 2002, hlm. 54-55.
Universitas Sumatera Utara
d. Penyebaran korban yang sangat luas diffusion of victimization, seperti polusi dan penipuan;
e. Hambatan dalam pendeteksian dan penuntutan detection and prosecution, sebagai akibat profesionalisme yang tidak seimbang antara aparat penegak
hukum dengan pelaku kejahatan. f. Peraturan yang tidak jelas ambiguitas law yang sering menimbulkan
kerugian dalam penegakan hukum; dan g. Sikap mendua status pelaku tindak pidana. Dalam hal perbuatannya tidak
melanggar peraturan perundang-undangan, tetapi apa yang dilakukan memang merupakan perbuatan yang ilegal.
Dalam konteks tindak pidana pembakaran lahan perkebunan, karakteristik ini cenderung lebih relevan jika meninjau konsep kejahatan korporasi sebagai
white collar crime atau kejahatan kerah putih.
93
Istilah kejahatan kerah putih itu sendiri telah dikenalkan sejak puluhan tahun yang lalu oleh Edwin Sutherland.
Sutherland mengemukakan kejahatan korporasi sebagai: “...any person of higher
socioeconomics status who commits a legal violation in the course of his or her occupation”
94
, yang dapat diartikan sebagai kejahatan yang dilakukan oleh seseorang yang memiliki kehormatan dan status sosial yang tinggi dalam
93
Mahrus Ali, op.cit, hlm. 26 36. Selain sebagai white collar crime, kejahatan korporasi juga identik dengan transnational crime dan organized crime. Transnational crime
menggambarkan kejahatan yang tidak hanya terjadi di internasional dan kejahatan lintas negara yang mencakup dua saja, tetapi juga kejahatan yang memiliki sifat harus melintasi perbatasan
sebagai sebuah bagian dari tindak kejahatan. Sedangkan organized crime lebih merujuk pada adanya kejahatan terorganisir dan aktivisnya seperti perdagangan narkoba, pencucian uang,
perdagangan senjata ilegal, penipuan, dan kegiatan ilegal lainnyayang memberi ancaman terhadap stabilitas global.
94
J.E. Sahetapy, op.cit, hlm. 11.
Universitas Sumatera Utara
menjalankan jabatannya. Artinya, defenisi ini mengambil fokus pada dua hal, yakni pelaku kejahatan dan status sosial tinggi yang dimilikinya.
Kekhususan kejahatan kerah putih adalah pada wilayah kerjanya yang meliputi bidang keuangan dan industri, di mana kerugian yang ditimbulkan dari
kejahatan tersebut tidak begitu nyata, kesalahan pelaku tidak begitu jelas, dan perbuatan pelaku tidak bertentangan dengan moral. Hal ini tentu bertentangan
dengan konsep kejahatan jalanan street crimes yang dengan mudah dapat diidentifikasi, seperti pembunuhan, penganiayaan, pemerkosaan, perampokan,
atau pencurian. Kejahatan jalanan umumnya juga melibatkan penggunaan ancaman dan penggunaan kekerasan secara fisik terhadap korban atau pencurian
dengan menggunakan kekerasan serta kejahatan-kejahatan lain yang berhubungan dengan hal itu.
95
Lebih lanjut Simpson mengemukakan ada tiga hal yang patut dicermati dalam kejahatan korporasi. Pertama, bahwa perbuatan ilegal yang dilakukan
korporasi dan agennya berbeda dengan yang dilakukan mereka yang memiliki status ekonomi yang lebih rendah, yang semakin menunjukkan perbedaan
kejahatan korporasi dengan kejahatan konvensional lainnya. Kedua, baik korporasi dan representasinya dikenali sebagai pelaku. Ketiga, motivasi utama
dari suatu kejahatan korporasi adalah bukan untuk kepentingan individu, namun untuk kepentingan korporasi. Oleh karena itu untuk menjaga keuntungan,
mengatur suatu pasar, menurunkan biaya perusahaan, atau untuk menyingkirkan
95
Lisa H. Nicholson, “The Culture of Under-Enforcement: Buried Treasure, Sarbanes-
Oxley and the Corporate Pirat e”, DePaul Business Commercial Law Journal, 2007,
http:via.library.depaul.educgiviewcontent.cgi?article=1174context=bclj, diakses pada tanggal 6 April 2016, hlm. 330.
Universitas Sumatera Utara
saingan dalam dunia usaha, korporasi mungkin saja mencemari lingkungan, melakukan penipuan dan manipulasi, menciptakan kondisi kerja yang berbahaya
dan lainnya. Kebijakan managerial untuk melakukan tindakan terlarang tersebut dapat dibantu dengan norma dalam korporasi dan subkultur korporasi.
96
3. Dimensi Kejahatan Korporasi Dimensi kejahatan korporasi di Indonesia terus berkembang seiring
dengan perkembangan perekonomian nasional dan internasional. Berbagai jenis kejahatan korporasi semakin menonjol sebagai dampak dari era globalisasi seperti
kecenderungan berkembangnya persaingan usaha yang tidak sehat unfair competition
yang mengarah pada perkembangan praktek monopoli, oligopoli, konsentrasi industri, market limitation, misrepresenting products,
97
price fixing memainkan harga barang secara tidak sah, false advertising penipuan iklan
yang sering terjadi di bidang farmasi obat-obatan, dan enviromental crime kejahatan lingkungan hidup,
98
serta kejahatan perbankan seperti: cyber crime dan money laundering.
99
Dimensi-dimensi tersebut perlu diklasifikasi menjadi beberapa bentuk, Dimensi ini terpolakan dalam bentuk-bentuk seperti:
100
a. Defrauding stockholders
96
Sally S. Simpson, Corporate Crime, Law, and Social Control, United Kingdom: Cambridge University Press, 2002, http:catdir.loc.govcatdirsamplescam0312001025804.pdf,
diakses pada tanggal 6 April 2016, hlm. 7.
97
Mahrus Ali, op.cit, hlm. 16.
98
Soedjono Dirdjosisworo, Respons Terhadap Kejahatan: Introduksi Hukum Penanggulangan Kejahatan Introduction to The Law of Crime Prevention
, Bandung: Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Bandung Press, 2002, hlm. 65.
99
Muladi dan Dwidja Priyatno, op.cit, hlm. 5.
100
Suparman Marzuki, “Dimensi „Kejahatan Korporasi‟ dan reaksi sosial”, Jurnal
Hukum, Vol. 1 No. 2, 1994, hlm. 10.
Universitas Sumatera Utara
Dimaksudkan tidak melaporkan dengan sebenarnya keuntungan yang diperoleh sehingga menimbulkan penipuan terhadap para pemegang saham.
Dimensi ini terkait erat dengan pemegang saham perusahaan yang diberi informasi secara tidak benar tentang berapa besar jumlah keuntungan yang
diperoleh dari hasil usaha perusahaan.
101
b. Defrauding the public Dapat diartikan sebagai penipuan terhadap masyarakat terjelma dalam
bentuk persekongkolan penentuan harga dan produk yang tidak representatif. Wujud lainnya juga dapat dilihat dalam penipuan informasi layanan iklan
tentang suatu produk dari perusahaan tertentu. c. Defrauding the government
Merupakan tindakan penipuan oleh suatu korporasi yang ditujukan langsung kepada pemerintah. Tindakan ini dilakukan untuk menghindari
kewajiban membayar pajak sesuai dengan pendapatan atau keuntungan korporasi yang sesungguhnya. Tidak sedikit perusahaan-perusahaan besar yang bergerak
dalam bidang yang menyangkut hajat hidup orang banyak mempunyai daftar pembukuan lebih dari satu. Hal ini dimaksudkan untuk mengelabuhi pemerintah
agar tidak terlalu banyak mengeluarkan biaya untuk membayar pajak.
102
d. Endangering the public welfare Adalah dimensi kejahatan korporasi yang mengarah pada membahayakan
kesejahteraan umum. Misalnya, korporasi menimbulkan polusi industri yang membahayakan lingkungan di sekitarnya.
101
Hanafi, op.cit, hlm.5.
102
Ibid., hlm. 6.
Universitas Sumatera Utara
e. Endangering employees Yaitu tidak memedulikan keselamatan kerja. Tindakan semacam ini sering
dilakukan oleh beberapa perusahaan dengan cara mengeksploitasi tenaga kerja tanpa diiringi dengan perhatian yang cukup besar terhadap keselamatan mereka,
sehingga banyak dari mereka yang mengalami kecelakaan karena sarana dan prasarana produksi perusahaan tidak memenuhi standar keselamatan kerja.
f. Illegal intervention in the public process Melakukan intervensi yang melanggar hukun terhadap proses politik,
terutama dalam konteks pengambilan kebijakan publik oleh pemerintah. Praktiknya sering berupa sumbangan dana politik kampanye partai dalam proses
pemilihan umum yang tujuannya paling tidak keinginan-keinginan atau tendensi tertentu dari korporasi bersangkutan bisa tercapai melalui munculnya sebuah
kebijakan pemerintah hasil pemilu tersebut.
103
Niall F. Coburn secara lebih luas mengklasifikasikan dimensi kejahatan korporasi dapat berbentuk sebagai berikut:
104
a. Penggelapan dana perusahaan b. Penipuan terhadap hasil audit internal dan pelanggaran terhadap kepatuhan
kerja c. Pelanggaran surat berharga termasuk perusahaan yang tidak menerapkan
prinsip keterbukaan kepada publik d. Penyuapan
e. Penjualan aset perusahaan yang melibatkan orang dalam f. Manipulasi pasar
g. Korupsi h. Menghindarkan kewajiban membayar pajak
i. Praktik-praktik perdagangan dan perbuatan pasar. j. Bisnis perusahaan yang pailit
103
Ibid., hlm. 7.
104
Niall F. Coburn, “Article of Corporate Investigations”, Journal of Financial Crime,
London: 2006, http:coburnci.comwp-contentuploads201210Article-on-Corporate-Investi gations-NC.pdf, diakses pada tanggal 6 April 2016, hlm. 4.
Universitas Sumatera Utara
k. Penghitungan laba perusahaan yang disamarkan atau dipalsukan l. Bisnis perusahaan yang pailit.
m. Penghitungan laba perusahaan yang disamarkan atau dipalsukan n. Pembukuan keuangan perusahaan yang tiak jujur
o. Penyelenggaraan perusahaan terkait dengan transaksi partai politik dan
kewajiban direktor p. Regulasi yang bersifat rahasia
q. Standar makanan r. Standar jalan raya dan kereta api
s. Tindak pidana ekonomi terhadap dan oleh pekerja t. Praktik-praktik diskriminatif pada saat bekerja dan di tempat kerja
u. Pelanggaran terhadap aturan di bidang lingkungan hidup. v. Keamanan dan kesehatan kerja.
Sementara itu, untuk kejahatan korporasi yang menyangkut masyarakat luas, menurut Setiyono, antara lain dapat berbentuk:
105
1. Kejahatan terhadap Lingkungan Hidup; 2. Kejahatan terhadap Konsumen
3. Kejahatan terhadap Pemegang Saham Investor
Berdasarkan klasifikasi dimensi ini, tindak pidana pembakaran lahan perkebunan sejatinya merupakan sebuah bentuk kejahatan korporasi dari dimensi
“endangering the public welfare” dalam bentuk kejahatan lingkungan hidup. Dikatakan demikian karena tindak pidana pembakaran lahan perkebunan yang
dilakukan korporasi ini
berdampak pada tereganggunya
aspek-aspek kesejahteraan masyarakat, seperti lingkungan hidup, ekonomi, yang berdampak
pula pada aktivitas sosial masyarakat secara luas.
105
Setiyono, op.cit, hlm. 83.
Universitas Sumatera Utara
B. Korporasi sebagai Subjek Hukum Pidana