Jamal : Antara Sekolah Atau Bekerja

45 Keterangan gambar : 1. Ayah dari ego. Saat ini bekerja sebagai buruh di pabrik furniture. Hanya tamatan Sekolah Dasar. 2. Ibu dari ego. Saat ini bekerja sebagai buruh di pabrik minuman. Menamatkan pendidikan di hingga bangku SMP. 3. Ego. Saat ini masih duduk di kelas IX SMP dan berkeinginan untuk melanjutkan sekolah ke SMA. Bekerja sambilan sebagai penjual kue keliling. 4. Adik laki-laki dari ego. Saat ini masih bersekolah di kelas VIII SMP. Dari diagram kekerabatan yang ada di atas terlihat bahwa pekerjaan ayah yang menjadi buruh pabrik ternyata turut menentukan pendidikan si anak. Rian yang tidak mau menjalani kehidupan yang sulit seperti kedua orangtuanya yang bekerja sebagai buruh, akhirnya mencoba untuk keluar dari kehidupan tersebut dengan cara berusaha untuk menimba ilmu sebanyak-banyaknya. Rian berkeyakinan bahwa pendidikan lah satu-satunya sarana baginya untuk keluar dari kesulitan ekonomi yang dialami oleh keluarganya.

3.2. Jamal : Antara Sekolah Atau Bekerja

Jamal adalah salah seorang informan kunci dalam penelitian ini. Jamal saat ini statusnya masih sebagai pelajar Sekolah Menengah Kejuruan di salah satu sekolah di Kelurahan Tanjung Mulia Hilir. Sehari-harinya Jamal lebih banyak menghabiskan waktunya di luar rumah, bahkan bila dihitung-hitung, Jamal hanya pulang ke rumahnya untuk tidur dan ganti baju saja. Jamal tinggal di Jalan Kawat IV, Kelurahan Tajung Mulia. Jamal berasal dari keluarga sederhana dimana Universitas Sumatera Utara 46 ayahnya saat ini sudah bekerja sebagai buruh di pabrik pengolahan karet di Kelurahan Tanjung Mulia Hilir. Jam bekerja ayahnya dari pukul 08.00 pagi hingga pukul 15.30. Sedangkan ibu nya seorang ibu rumah tangga yang saat ini juga sedang sakit dan lebih banyak berbaring di rumah. Jamal sendiri merupakan anak ke 6 dari 6 bersaudara. Kakak-kakaknya saat ini sudah menikah dan semuanya bekerja sebagai buruh pabrik. Dalam kesehariannya Jamal merupakan pelajar Sekolah Menengah Kejuruan SMK atau orang Kelurahan Tanjung Mulia Hilir lebih sering menjulukinya sebagai Sekolah Teknik Mesin STM. Saat ini Jamal sudah memasuki kelas XII dan sebentar lagi akan mengikuti Ujian Nasional UN. Namun, ada yang berbeda dengan dirinya dibanding pelajar lainnnya. Bila biasanya anak sekolah akan sibuk belajar lengkap dengan seragamnya di sekolah pada waktu pukul 07.30 hingga pukul 13.00, maka lain halnya dengan Jamal. Pada jam-jam itu Jamal akan berada di tempat-tempat permainan seperti Warnet Warung Internet, Futsal, Billiard atau di tempat Rental Playstation. Kalau Jamal sedang tidak memiliki uang, maka dia akan pergi ke tempat dia bekerja sambilan yakni tempat Doorsmer atau tempat jasa pencucian kereta sepeda motor. Peneliti juga mengamati gaya berpakaian dan juga kebiasaan-kebiasaan Jamal. Ketika Jamal pergi ke sekolah, biasanya dia memakai seragam STM yang bajunya dibiarkan keluar artinya tidak dimasukkan kedalam pinggang celana. Kebiasaan seperti ini merupakan hal yang wajar bagi anak-anak STM yang memang dalam kegiatan belajarnya hampir semua murid kelas adalah laki-laki. Kemudian Jamal juga memiliki kebiasaan pergi ke sekolah tanpa membawa tas, biasanya satu-satunya buku miliknya akan diselipkan di dalam bajunya. Hal ini Universitas Sumatera Utara 47 juga merupakan sebuah fenomena yang terjadi di kalangan pelajar STM di Kelurahan Tanjung Mulia Hilir. Walaupun mereka memiliki tas, namun mereka lebih menyukai membawa buku seadanya dan menyelipkannya di dalam baju. Alasan dari Jamal melakukan hal tersebut adalah : “ . . . ngapain pula bawa buku banyak-banyak. Bukannya awak aku sekolah, sikit dibawa buku biar gampang cabut bang. Kalau pun sekolah ya paling kami pake buku tulis aja, buku bacaan pinjam sama kawan. Kadang kalau diperiksa guru paling dimarahin. Kalau baju dimasukin itu bang lucu kali la ditengok dilihat sama kawan, macem betul aja. Kalau dikeluarin gini kan lebih garang dia bang, namanya anak STM . . .” Peneliti melihat bahwa dikalangan anak-anak STM di Kelurahan Tanjung Mulia Hilir ternyata sudah memiliki kebiasaan bahwa setiap siswa harus mengeluarkan bajunya agar dianggap anak STM. Apabila ada orang yang memasukkan bajunya ke pinggang, maka akan dicap sebagai anak baik-baik. Hal ini dikarenakan lingkungan belajar yang hampir semuanya adalah anak laki-laki dan sudah sejak lama memiliki trend sebagai anak-anak yang mencari kebebasan. Satu hal lagi yang menjadi kebiasaan Jamal adalah merokok. Jamal tidak akan malu-malu lagi meghisap rokok di muka umum, walaupun ketika dirinya berjalan dengan menggunakan seragam sekolah. Hal ini juga dilakukan oleh banyak anak-anak STM lainnya di Kelurahan Tanjung Mulia Hilir. Ketika Jamal berpapasan dengan teman sekolahnya di jalan, maka biasanya mereka akan mengobrol bersama kemudian nongkrong di Warnet dekat sekolah mereka. Selain nongkrong di depan warnet, Jamal dan teman-temannya juga ikut bermain game online untuk mengusir rasa penat. Universitas Sumatera Utara 48 Mereka menganggap bahwa sekolah atau tidak sekolah ujung-ujungnya mereka akan kerja menjadi buruh pabrik juga. Maka buat apa repot-repot pergi ke sekolah, belajar dengan giat bila nanti hasilnya tetap sama yaitu menjadi buruh pabrik. Lebih baik waktu mereka dihabiskan untuk bermain atau mencari uang. Seperti yang diungkapkan Jamal : “ . . . untuk apa la sekolah bang ? presiden udah banyak gubernur udah banyak. Sekolah.. sekolah.. nanti ujung-ujungnya kerja pabrik juga. Bagus awak main-main, disekolah pun awak gak nya ngerti apa yang dijelasin. Sekolah gak sekolah lulus juga nya nanti bang. Mana la mau sekolah kami banyak muridnya yang gak lulus. Bisa- bisa tahun depan gak ada lah muridnya . . .” Orangtua Jamal sebenarnya sudah capek menasehati Jamal. Namun, Jamal selalu bersikeras untuk tidak pergi ke sekolah dengan berbagai alasan. Kalau pn Jamal pergi ke sekolah, itu hanya agar dia bisa mendapatkan uang jajan Rp.3000, yang kemudian dia habiskan untuk bermain game online di Warnet. Tidak jarang Jamal dan teman-temannya dipergoki oleh guru sekolahnya ketika bermain di warnet. Biasanya ketika mereka tertangkap mereka akan dibiarkan dulu, namun keeseokan harinya sekolah akan memberikan surat SPO Surat Pemanggila Orangtua kepada mereka-mereka yang tertangkap. Namun, bagi Jamal dan teman-temannya SPO adalah sebuah surat yang biasa-biasa saja. Artinya mereka tidak terbebani secara moral apabila orangtua mereka sampai dipanggil ke sekolah karena kenakalan mereka. Biasanya ketika Jamal diberikan SPO maka surat tersebut akan dibuangnya, lalu Jamal tidak akan Universitas Sumatera Utara 49 datang ke sekolah selama tiga hari. Hal ini dilakukan agar guru mereka sudah lupa dengan kejadian tersebut. “ . . . biasanya kalau kami pigi ke warnet bang ada aja itu guru- guru kami yang nyariin muridnya yang cabut di warnet. Kalau ketangkep udah lah, pasti kena SPO. Awak pun sering bang dapat SPO, cuman mana pernah kukasi sama bos1 Namun, lain halnya jika Jamal ketahuan oleh abangnya ketika cabut ku, mati lah aku dibacok sama bos ku bang. Palingan kalo dapet SPO pas pulang kuliah buang ke paret selokan, abis itu gak usah datang ke sekolah tiga hari . . .” Hal tersebut sudah lazim dilakukan oleh pelajar-pelajar di STM tempat Jamal bersekolah. Membolos sekolah selama tiga hari untuk menghindari SPO juga adalah saran-saran yang didapatnya dari teman-temannya di sekolah. Sehingga hal itu lah yang sampai saat ini masih dilakukan oleh Jamal dan teman- temannya. 2 “ . . . kalau sama guru BP yang ketahuan cabut masih enggak papa bang. Tapi kalau uda ketahuan aku sama abangku, wihh ampun lah bang. Pernah aku dipukulin sama abang ku waktu main PS aku di dekat sekolah. Habis aku bang ditunjangi dia, ini aja sampe masi ada bekas cobel di plipisku gara-gara jatuh ditunjang dia. Itu sekolah. Biasanya bila Jamal ketahuan oleh abangnya cabut sekolah maka dia akan langsung dipukuli di tempatnya cabut. Seperti ceritanya ketika dia cabut sekolah dan bermain Playstation di dekat sekolahnya, disitu abangnya memukulinya hingga pelipisnya berdarah. Lalu kemudian abangnya membawa Jamal pulang untuk dilaporkan ke ayah dan ibunya. 1 Panggilan untuk ayahibu, dengan menggunakan bahasa slang 2 Istilah yang digunakan oleh anak sekolah di Kelurahan Tanjung Mulia Hilir untuk istilah bolos sekolah Universitas Sumatera Utara 50 makannya aku sekarang kalau mau cabut tengok-tengok tempat juga. Takutnya ketahuan lagi aku sama abangku . . .” Keluarga Jamal sebenarnya menginginkan agar Jamal bersekolah yang baik, tidak usah cabut, merokok atau yang lainnya. Mereka mnginginkan agar Jamal dapat menjadi orang yang lebih baik daripada mereka. Namun, pada akhirnya Jamal lebih nyaman dengan hidupnya yang seperti ini. Hal ini sebenarnya juga merupakan pemberontakan yang dilakukan oleh Jamal, sebab dia merasa diperlakukan tidak adil. Mengapa dirinya tidak boleh cabut, merokok atau bermain-main sementara abang-abangnya dulu juga melakukan hal yang sama. Sementara ketika dia juga ingin melakukannya dirinya dilarang bahkan dipukuli. Seperti yang diungkapkan Jamal berikut : “ . . . sebenarnya bang bosku sama abang-bangku pengen aku sekolah bagus-bagus. Jangan cabut, ngerokok atau main-main ngabisin duit. Tapi masalahnya orang itu kan duluan ngelakuin daripada aku, awak kan cuman nyontoh abang-abang awak aja. Ini awak cabut dimarahin, merokok dimarahin, main warnet dimarahin. Sementara orang itu gak pernah awak ganggu hidupnya, itu makannya aku males dirumah. Asik direpetin aja aku bang, bagus aku kerja, dapet uang . . .” Sementara itu dilain kesempatan ibu dari Jamal pernah berbicara kepada Jamal agar jangan cabut-cabut sekolah lagi. Ibu nya beralasan biarlah Jamal menyelesaikan sekolahnya agar dapat mudah diterima bekerja di pabrik. Namun, Jamal bersikeras lebih memilih untuk bekerja saja di doorsmer untuk mencari tambahan uang jajan. “ . . . sebenarnya mamak awak udah bilang supaya terus ngelanjutin sekolah, sampe lulus STM aja. Maksud mamak supaya Universitas Sumatera Utara 51 bisa gampang dimasukin kerja pabrik sama abang-abangku. Cuman males kali aku buat nunggu sampe tamat, udah enggak tahan aku . . . Cabut sekolah merupakan kebiasaan yang wajar bagi Jamal dan teman- temannya. Dalam waktu seminggu bersekolah, biasanya Jamal cabut dua hingga empat kali seminggu. Tergantung pada faktor-faktor yang dapat mempengaruhi keputusannya untuk cabut, misalnya seperti : 1. kondisi keuangan : Jamal dan teman-temannya biasanya akan cabut sekolah bila uang mereka sedang banyak. Sehingga ketika mereka cabut sekolah mereka bisa pergi ke warnet, rental PS ataupun bermain futsal dengan anak-anak sekolah lain. 2. kondisi sekolah : Jamal akan pergi cabut sekolah apabila dirinya sedang mendapatkan masalah di sekolah seperti pengutipan uang SPP, mendapatkan SPO, atau bila guru yang tidak disukainya sedang masuk pada hari itu. 3. waktu ujian : walaupun Jamal suka sekali cabut, namun dirinya tidak akan mau cabut ujian apabila sedang waktu ujian. Lalu untuk biaya selama cabut tersebut peneliti mendapatkan beberapa fakta yang mengejutkan. Karena apabila Jamal hanya mengandalkan uang jajan sekolahnya yang hanya Rp.3000 tentu uang tersebut hanya dapat membeli rokok 3 batang. Sementara sisanya Jamal dapati dari memakan uang sekolah yang diberikan oleh orangtuanya. Jamal mengaku uang sekolah yang dibayarkan oleh Universitas Sumatera Utara 52 orangtuanya tiap bulannya kerap kali dipakainya untuk membeli rokok atau pun keperluan lain ketika dirinya cabut sekolah. Jumlah uang SPP nya sebesar Rp.150.000 bulan dan biasanya ketika ditanyai oleh bagian keuangan sekolah Jamal hanya menjawab “belum dikasih sama orangtua”. Tentunya jika Jamal hanya memakai uang sekolah nya saja, tanpa mencoba untuk mencari uang lain maka lambat laun orangtuanya akan tahu. Ternyata Jamal memiliki cara untuk menutupi uang sekolah yang sudah diambilnya tersebut. Menurut pengakuan Jamal selain dirinya bekerja mencari uang dari doorsmer biasanya Jamal juga menjual barang-barang dirumahnya. Bahkan dari penuturan Jamal, dirinya pernah menjual tabung gas elpiji 3 Kg, ayam, sepatu dan juga pakaian miliknya. “ . . . untuk nutupinya ya harus pande-pande lah bang. Kalao aku kan kerja doorsmer, tapi kadang juga enggak cukup jadi kujual aja lah bang barang-barang yang ada dirumahku. Kalo tabung gas bisa diangkut ya angkut . . .” Tindakan Jamal ini merupakan upayanya untuk menutupi lubang yang sudah digalinya dengan membuka lubang lainnya. Dirinya terpaksa melakukannya karena sudah terjepit tidak memiliki uang. Biasanya ketika Jamal sedang cabut sekolah, dirinya akan berpapasan dengan teman-teman lainnya yang satu sekolah ataupun dari sekolah lainnya. Bahkan untuk menghindari rajia yang dilakukan oleh guru-guru mereka, Jamal dan teman-temannya biasanya pergi ke tempat- tempat yang cukup jauh dari sekolah mereka seperti daerah Brayan, Cemara, Belawan dan bahkan hingga ke Kota Binjai. Universitas Sumatera Utara 53 Jamal mengaku dirinya dan teman-temannya sangat suka pergi ke tempat- tempat baru karena lebih menantang. Satu tempat yang menjadi favorit Jamal dan teman-temannya cabut sekolah adalah di warnet. Ada salah satu warnet yang berlokasi di Jalan Yosudarso yang menjadi tempat favorit mereka untuk cabut. Jamal dan teman-temannya menyukai warnet tersebut karena bukan hanya siswa laki-laki saja yang cabut disitu tetapi juga siswa perempuan dari sekolah lain. Biasanya ditempat ini juga dijadikan sebagai tempat untuk mencari pacar atau bahkan hanya untuk sekedar berkenalan dengan perempuan dari sekolah lain. “ . . .biasanya bang kalo kami cabut di warnet kami pigi ke warnet langganan kami. Disitu tempatnya banyak kali cewek-cewek nya bang dari sekolah lain, hitung-hitung cari cewek la bang . . .” Sementara itu apabila Jamal dan teman-temannya cabut sekolah dan bermain futsal hanya sekali-sekali saja. Karena untuk bermain futsal dibutuhkan orang yang banyak dan juga uang yang tidak sedikit untuk menyewa lapangan futsal. Maka apabila Jamal dan teman-temannya ingin cabut sekolah dan bermain futsal, maka harus disepakati dulu siapa-siapa saja orang yang sudah pasti bermain futsal. Kemudian mereka juga akan menyepakati uang taruhan yang akan mereka pertaruhkan dalam pertandingan tersebut, karena menurut Jamal bila mereka hanya bermain futsal tanpa bertaruh maka tidak akan seru. Satu hal lain yang juga cukup mengejutkan dilakukan oleh Jamal dan teman-temannya adalah ngelem. Jamal menyadari bahwa perilaku ngelem nya merupakan suatu usaha pelaRian yang dia lakukan karena merasa tidak betah di rumah, merasa kurang diperhatikan, merasa dikecewakan, dan merasa tidak berarti. Sehingga dirinya mencari apa yang tidak ada di rumah, seperti mencari Universitas Sumatera Utara 54 keluarga baru, mencari kesenangan untuk menghilangkan kesedihannya, dan mencari orang yang lebih peduli dengan dirinya untuk mengekspresikan diri sendiri serta mengikuti cara hidup anak jalanan3 Pada tahap ini anak mempelajari aturan-aturan yang mengatur orang-orang yang kedudukannya sejajar. Dalam kelompok teman sepermainan, anak mulai mempelajari nilai-nilai keadilan. Semakin meningkat umur anak, semakin penting pula pengaruh kelompok teman sepermainan. Kadang-kadang dapat terjadi konflik antara norma yang didapatkan dari keluarga dengan norma yang diterimanya dalam pergaulan dengan teman sepermainan. Tahap ini ditandai dengan semakin sempurnanya seorang anak menirukan peran-peran yang . Jamal melakukan perilaku ngelem sebagai proses sosialisasi yang dia peroleh dari anak-anak lainnya yang dia temui ketika cabut sekolah. Kemudian anak-anak ini yang menjadi kelompok baru dimana temanteman sebaya merupakan agen sosialisasi utama karena seorang anak belajar berinteraksi dengan orang-orang yang sebaya dengan dirinya. Awalnya dirinya hanya sebatas coba- coba, namun setelah mencoba Jamal mengaku dirinya langsung ketagihan dan akhirnya ngelem setiap hari. Uang dari hasil mencuri, dan bekerjanya akan Jamal belikan lem untuk dihirup ketika cabut dengan teman-temannya. “ . . . sebenarnya malu juga bang ngomongnya. Karena dulu waktu pertama kali aku ngelem diajakin sama kawan-kawan anak bengkel Brayan Bengkel waktu aku cabut. Katanya enak kalo udah abis ngelem, memang pertama-tamanya enak kali rasanya. Cuman sekarang ketagiha awak jadinya. Kek gini lah bang apapun tegade gara-gara awak pengen ngelem . . .” 3 Dalam berbagai penelitian, kebiasaan ngelem biasanya dilakukan oleh anak jalanan. Universitas Sumatera Utara 55 dilakukan oleh orang dewasa. Pada tahap ini seorang anak mulai belajar mengambil peran orang yang berada disekitarnya. Jenis lem yang digunakan Jamal dalam melakukan aktifitas “ngelem” yakni, lem jenis fox, aibon untuk mnimbulkan efek nyaman fly, lem perabotan atau lem alat rumah tangga. Lem ini mengandung bermacam-macam zat kimia yang sangat berbahaya jika dikonsumsi. Perilaku ngelem, khususnya pada remaja sering berawal dari pengaruh pola pergaulan dan gaya berteman, di samping berasal dari keinginan pribadi dan problem yang terjadi di masyarakat serta akibat dari adanya sosialisasi yang berjalan dengan tidak baik dalam keluarga maupun lingkungan sekitarnya. Sosialisasi dalam keluarga dianggap berjalan dengan tidak baik, ketika peran keluarga sebagai orang terdekat pada anak, kurang atau tidak berfungsi sama sekali seperti apa yang diharapkan dan dibutuhkan oleh anak. Sedangkan pada lingkungan sekitar, sosialisasi juga tidak jarang dilakukan untuk mengajarkan hal-hal buruk untuk mengajak orang lain melakukan tindakan menyimpang salah satunya perilaku ngelem di kalangan remaja. Banyak faktor yang dapat menjelaskan kejadian ini, dilihat dari akibat ngelem, remaja mengalami perubahan emosional yang tidak jarang membawa mereka kepada halusinasi dan perilaku negatif seperti, berbicara kotor, mencuri dan berkelahi. Semakin banyak mengambil peran dari individu lain, maka self semakin berkembang dengan baik. Ngelem pada umumnya diajarkan oleh anak-anak jalanan yang telah lebih dahulu tinggal di jalanan. Mereka menjadikan lem Universitas Sumatera Utara 56 sebagai salah satu kebiasaan yang menyenangkan dan kemudian mengajak anak- anak jalanan lainnya yang baru turun ke jalanan untuk ikut merasakannya. Perjalanan Jamal dan teman-temannya ketika cabut sekolah cukup jauh. Mereka tidak ragu jika ingin pergi ke Belawan yang letaknya berpuluh-puluh kilometer dari rumah mereka. Bahkan mereka juga pernah pergi ke luar kota yaitu Kota Binjai hanya untuk cabut sekolah. Namun, ternyata usaha mereka untuk pergi ke tempat-tempat jauh tersebut bukan ditempuh dengan menggunakan sepeda motor ataupun angkutan umum, melainkan dengan manaiki kereta api. Foto 2 : Salah Satu Sekolah Kejuruan Yang Ada Di Kelurahan Tanjung Mulia Hilir Sumber : Peneliti Kereta api merupakan salah satu transportasi masal yang digunakan masyarakat Kota Medan untuk bepergian ke kota-kota lain di sekitarnya. Namun, Universitas Sumatera Utara 57 yang Jamal dan teman-temannya naiki bukan lah kereta api penumpang, tetapi kereta api pengangkut CPO Crude Palm Oil. Menurut pengakuan Jamal dirinya dan teman-temannya awalnya hanya iseng-iseng saja pergi dengan kereta api. Mereka berjalan menelusuri rel kereta api yang letaknya sangat dekat dengan kereta kemudian menuju Setasiun Kereta Api Pulo Brayan Bengkel. Disini lah mereka akan naik diam-diam disalah satu gerbong kereta api. Namun, mereka sama sekali tidak mengetahui arah dari jalannya kereta api tersebut menuju kemana. Akhirnya mereka sampai di Kota Binjai dan tidak tahu bagaimana jalan pulang. Disepanjang perjalanan mereka tidak lupa membawa lem yang akan mereka hirup dalam perjalanan. Jamal saat ini memiliki pekerjaan sambilan untuk menambah uang jajan, yakni bekerja sebagai pencuci kereta doorsmeer sepeda motor. Pekerjaan ini dilakukan oleh Jamal setiap hari ketika selesai pulang sekolah atau pada saat dirinya tidak sekolah. Jamal biasanya bekerja hingga 8 jam sehari dengan gaji Rp.3000 motor. Gaji yang relative kecil tersebut didapat karena Jamal adalah anak buah di tempat usaha doorsmeer tersebut, sehingga dirinya hanya mendapatkan upah pencucian saja. Untuk tarif mencuci kereta4 4 Mulai dari bagian ini peneliti akan menggunakan istilah kereta untuk menyebutkan istilah sepeda motor. Karena kereta adalah penyebutan untuk sepeda motor di masyarakat Kota Medan. sendiri Jamal menetapkan tariff yang sama dengan tempat doorsmeer lainnya yaitu Rp.10.000. Jamal tidak sendiri di tempat doorsmer tersebut, dirinya juga ditemani oleh anak-anak seumurannya yang bekerja menjadi “tukang doorsmeer” di tempat tersebut. Dari lima orang tukang doorsmeer yang ada ditempat itu, hanya ada dua orang termasuk Jamal yang Universitas Sumatera Utara 58 masih bersekolah, anak-anak yang lain sudah tidak bersekolah lagi putus sekolah. Menurut Ruslan 2007 kebanyakan anak yang berprestasi di sekolahnya sampai lulus studi hingga bekerja disebabkan lingkungan keluarga yang baik yang dapat mendorong anak-anak mencapai keberhasilan. Sedangkan anak-anak yang prestasi belajarnya kurang baik atau drop out di sekolah lebih besar dikarenakan lingkungan keluarga. Oleh karena itu keluarga mempunyai tanggung jawab dan peranan yang sangat besar dalam melahirkan dan membentuk generasi yang baik dan berkualitas. Mereka bekerja menjadi tukang doorsmer karena tidak tahu mau bekerja apa lagi. Karena jika mereka ingin bekerja di pabrik seperti kebanyakan orang di Kelurahan Tanjung Mulia Hilir, maka mereka harus memiliki ijazah SMA atau sederajat untuk bisa masuk, sementara mereka tidak memiliki ijazah SMA. Jamal sendiri belum tamat dari STM dan masih menunggu beberapa bulan lagi untuk tamat dari sekolah. Lingkungan yang begitu keras membuat anak-anak ini harus bisa mandiri menghidupi dirinya sendiri walaupun masih muda. Putus sekolah dan pekerja anak adalah dua masalah yang saling terkait. Secara umum, anak putus sekolah dan kemudian masuk ke pasar kerja merupakan rasionalisasi untuk memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga yang dilanda kemiskinan. Keterbatasan ekonomi memaksa keluarga mengerahkan sumber daya yang ada untuk secara kolektif memenuhi kebutuhan hidup. Sebagian pendapat juga mengatakan bahwa terdapat faktor lain yang ikut mendorong timbulnya Universitas Sumatera Utara 59 masalah ini, seperti rendahnya kesadaran orangtua akan pentingnya pendidikan ditambah tingginya biaya pendidikan. Walaupun begitu, mereka tetap menyimpan harapan yang lebih baik untuk masa depan mereka. Seperti Jamal yang mengatakan bahwa selain untuk menambah uang jajan, dirinya bekerja juga untuk membantu meringankan beban orangtuanya. Pada awalnya Jamal diajak oleh salah seorang teman di lingkungannya untuk bekerja mencuci kereta di doorsmeer. Temannya tersebut mengatakan kepada Jamal bahwa dirinya kasihan melihat Jamal yang hanya berkeliaran saja, dan menambah fikiran orangtuanya. Jamal pun menyetujui ajakan temannya tersebut, namun sebelumnya Jamal meminta ijin kepada orangtuanya untuk bekerja. Orangtua Jamal pun mengijinkan dirinya bekerja, asalkan tidak melupakan sekolahnya. “ . . . waktu diajak sama kawan buat kerja aku mau-mau aja bang. Tapi aku minta ijin dulu sama bos ku, rupanya bos pun senang- senang aja aku kerja. Asalkan enggak ganggu sekolah katanya . . .” Salah satu kekhawatiran dari munculnya kebudayaan kemiskinan sebagaimana yang diistilahkan oleh Oscar Lewis adalah semakin banyaknya anak- anak yang terjun dalam dunia kerja. Menurut Bellamy Usman, 2004 :149 bahwa pekerja anak akan terperangkap dalam lingkaran setan karena anak-anak yang bekerja pada usia yang dini yang biasanya berasal dari keluarga miskin dengan pendidikan yang terabaikan akan tumbuh menjadi seorang dewasa yang terjebak dengan pekerjaan yang terlatih dengan upah yang sangat buruk. Anak-anak ini pada gilirannya akan kembali melahirkan anak-anak miskin yang besar Universitas Sumatera Utara 60 kemungkinannya kembali menjadi pekerja anak yang tidak punya kesempatan luas untuk mendapatkan pendidikan yang memadai. Anwar Sitepu Amalia, 2009 mengatakan bahwa anak merupakan salah satu golongan penduduk yang berada dalam situasi rentan dalam kehidupannya di tengah masyarakat. Kehidupan anak dipandang rentan karena memiliki ketergantungan tinggi dengan orangtuanya. Jika orangtua lalai menjalankan tanggung jawabnya, maka anak akan menghadapi masalah. Anak dalam setiap masyarakat adalah anggota baru karena usianya masih muda dan ia merupakan generasi penerus. Dalam kedudukan demikian amat penting bagi anak untuk tumbuh dan berkembang secara optimal sehingga kelak akan bisa melaksanakan tugas dan tanggung jawab sosialnya secara mandiri. Sebelum bekerja di Doorsmeer Jamal juga pernah ikut dengan tetangganya menjadi kuli bangunan dan juga buruh las di tempat pengelasan milik tetangganya. Semua itu Jamal lakukan agar mendapatkan uang tambahan, karena bila mengandalkan orangtuanya saja dirinya tidak akan bisa membeli apapun, bahkan hanya untuk membeli satu batang rokok untuk dihisap. Setelah Jamal bekerja sebagai pencuci kereta di Doorsmeer, dirinya mulai mengenal teman- teman baru lagi. Diantara Jamal dan teman-temannya tersebut tidak ada satu pun yang berencana untuk menjadikan pekerjaan doorsmeer tersebut sebagai pekerjaan jangka panjang mereka. Jamal dan teman-temannya memiliki keinginan untuk bekerja sebagai buruh di salah satu pabrik di daerah Kelurahan Tanjung Mulia Universitas Sumatera Utara 61 Hilir ataupun sekitarnya. Hampir setiap hari di tempat doorsmeer mereka selalu berbagi cerita mengenai info-info lowongan kerja di pabrik-pabrik tersebut. Bahkan ketika peneliti menanyakan kepada Jamal tentang pilihan pabrik yang paling ingin dia masuki, Jamal menjawab yang paling pertama adalah Pabrik Musimas, PT. Sumatera, dan Nitori. Alasan Jamal memilih ketiga pabrik tersebut adalah karena ketiga pabrik tersebut lah yang dia tahu memberikan gaji paling tinggi dibandingkan pabrik-pabrik lainnya. Dua orang kakak Jamal saat ini juga bekerja di pabrik Nitori sebagai Harlep HaRian Lepas. Ketika peneliti menanyakan apakah Jamal memiliki cita-cita atau keinginan lain selain menjadi buruh pabrik, Jamal menjawab bahwa dirinya tidak tahu mau menjadi apa lagi. Jamal sadar bahwa dirinya berasal dari keluarga yang pas-pasan dan tidak terlalu berharap banyak untuk bisa menjadi lebih dari sekedar buruh. “ . . . kalau ditanya mau jadi apa besar nanti ya enggak tahu bang. Karena awak pun enggak mau berharap yang tinggi-tinggi lah. Karena kan bos pun juga orang gak mampu, mana la sanggup awak minta yang macem-macem . . .” Tentu tanggapan yang begitu dalam seperti ini sangat miris kita rasa, apalagi bila yang mengatakannya adalah seorang anak sekolah. Namun, keadaan kehidupan lah yang memaksa Jamal untuk mempunyai pola fikir seperti itu. Kemiskinan yang dihadapi oleh para orangtua, secara tidak langsung akan mempengaruhi pola fikir dan penanaman nilai-nilai budaya pada anak anaknya. Sebagaimana yang dikatakan oleh Supriatna 2000 bahwa kemiskinan Universitas Sumatera Utara 62 merupakan situasi serba kekurangan yang terjadi bukan dikehendaki oleh si miskin pada umumya ditandai oleh rendahnya tingkat pendidikan, produktivitas kerja, pendapatan, kesehatan, dan gizi serta kesejahteraannya sehingga menunjukkan lingkaran ketidakberdayaan. Selanjutnya dikatakan bahwa kemiskinan disebabkan oleh terbatasnya sumber daya manusia yang dimiliki dan dimanfaatkan terutama dari tingkat pendidikan formal maupun nonformal dan membawa konsekuensi terhadap pendidikan informal yang rendah. Anak sendiri memiliki nilai ekonomi. Pepatah mengatakan banyak anak, banyak rezeki ‖. Hal ini dapat kita jumpai pada masyarakat di pedesaan di Jawa. Anak merupakan faktor terpenting dalam kehidupan berkeluarga terutama berkaitan dengan potensi nilai ekonomis yang ditimbulkannya. Para orangtua atau calon ayah dan ibu yang membuat keputusan-keputusan terpenting dalam menentukan jumlah anak mereka hidup dalam lingkungan ekonomi yang bisa dinamakan ekonomi rumah tangga Benyamin White dalam Koentjaraningrat, 1997 : 145. Sekalipun pengaruh kemiskinan sangat besar terhadap anak anak, kemiskinan bukanlah satu-satunya faktor yang berpengaruh. Faktor lainnya adalah pola fikir yang pendek dan sederhana akibat rendahnya pendidikan. Dalam budaya Indonesia, kepala rumah tangga terutama seorang ayah mempunyai peranan yang sangat besar dalam rumah tangga, termasuk dalam hal menentukan boleh atau tidaknya anak melanjutkan sekolah. Untuk mengambil keputusan tersebut tentu sangat dipengaruhi oleh pandangan orangtua terhadap pendidikan. Universitas Sumatera Utara 63 Dalam pergaulannya sehari-hari baik di lingkungan rumah maupun di tempat doorsmeer, Jamal dan temannya terbiasa menggunakan bahasa-bahasa slang atau bahasa-bahasa yang menjurus ke kasar seperti : Tabel 7 : Kata-Kata Slang Dan Kasar Yang Sering Dipakai Anak-Anak Kelurahan Tanjung Mulia Hilir Kata-Kata Slang Arti Dalam Bahasa Indonesia Mana bos ? Kemana ? Santing la dulu Meminta berbagi rokok Pakdul Pake Dulu Meminjam uang Kimak Ungkapan yang menjurus ke kata kasar untuk mengumpat Mana anjeng mana anjing Untuk bertanya kepada temannya Pompa Menghisap sabu Abis bius Kondisi dimana seseorang sudah kehabisan efek dari narkoba atau lem Sporing Kabur dari rumah GL goyang lemari Kondisi dimana seseorang sudah tidak punya uang dan bermaksud untuk mencuri uang orangtuanya Sumber : Analisis Data Lapangan Penggunaan kata-kata slang ini sudah biasa dikalangan anak-anak remaja di Kelurahan Tanjung Mulia Hilir dalam bergaul. Slang berasal dari kata Slang atau Slanguage. Istilah ini pertama kali digunakan di Inggris pada pertengahan abad ke-18. Slang merupakan bahasa yang datang dari kelas sosial terendah dalam masyarakat, yang dianggap sebagai bahasa kasar , vulgar dan tidak berpendidikan. Slang terbentuk dari upaya menghadirkan kata lama dengan makna yang baru agar memiliki kesan segar dalam komunikasi antar individu. Dalam menggunakan Universitas Sumatera Utara 64 slang, siapa yang berbicara tidaklah penting, melainkan kesepakatan dan pemahaman antar individulah yang memegang kendali. Status Slang sebagai kelompok bahasa terendah cenderung berjuang untuk mendapatkan status yang lebih formal atau ingin lebih diakui keberadaannya di masyarakat. Perbedaan bahasa Inggris Slang dan bahasa Inggris standar diantaranya terletak pada diterima atau tidaknya bahasa tersebut oleh masyarakat bahasa dan lebih kepada statusnya dalam masyarakat bahasa, selain itu menurut Fasold 1984:195 mengatakan perbedaan utama antara bahasa formal bahasa Inggris standar dengan bahasa slang adalah dalam perbedaharaan kata. Jamal dan teman-temannya mengaku sudah terbiasa memakai kata-kata slang dan kasar semenjak kecil. Lingkungan yang keras dan juga pemakaian kata- kata kasar menjadi sesuatu yang setiap hari didengar mereka semasa kecil. Jamal pun tidak merasa risi bila menggunakan kata-kata slang dan kasar seperti itu, menurutnya kata-kata tersebut adalah kata-kata dalam pergaulan dirinya dan teman-temannya. “ . . . dari mulai kecil bang uda terbiasa dengar omongan-omongan yang kayak gitu, jadinya tebawa-bawa sampe sekarang. Kan gak mungkin la kami pake bahasa yang bagus waktu ngumpul, nanti dipikir sok pula sama kawan . . .” Menurut Marzali Spradley, 1997 bahwa penanaman nilai-nilai budaya pada anak bukan hanya sekedar merawat dan mengawasi saja melainkan lebih dari itu yaitu meliputi pendidikan, sopan santun, tanggung jawab, mandiri, dan sebagainya yang bersumber kepada pengetahuan dan kebudayaan serta pendidikan Universitas Sumatera Utara 65 yang diberikan orangtuanya. Hampir seluruh aktivitas yang dilakukan manusia dalam kehidupannya adalah dari proses belajar, walaupun ada sebagian kecil aktivitas yang merupakan gerakan reflek dan bukan kegiatan belajar. Biasanya gerakan reflek tersebut terjadi secara tiba-tiba di bawah kendali dari manusia itu sendiri. Lebih lanjut Spradley menjelaskan bahwa kebudayaan sebagai suatu sistem pengetahuan yang diperoleh manusia melalui proses belajar yang kemudian mereka gunakan untuk menginterpretasikan dunia sekeliling mereka sekaligus untuk menusun strategi perilaku dalam menghadapi dunia sekeliling mereka. Jamal merupakan seorang anak yang memakai bahasa slang dan kasar dalam sehari-harinya, dimana kebiasaan tersebut didapat dari lingkungan tempat tinggalnya. Carl Sandburg dalam Suwito 1983-1967 “Slang is a language that takes off its coat, spits on its hands and goes to work”. Slang dinyatakan sebagai bahasa yang tidak memandang siapa pembicaranya dan datang dari latarbelakang masyarakat apa, jadi slang bebas digunakan oleh siapa saja. Pei dan Gaynor menjelaskan: “ . . . Slang is a style of language in common use, produces by popular adaptation and extension of the meaning of existing words and by coining a new words with disregard for scholastic standards and linguistic principles for formation of words; generally peculiar to certain classes and social or age groups . . .” dalam Suwito 1983:57 Universitas Sumatera Utara 66 Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa slang merupakan bahasa yang datang dari kelas sosial yang rendah, yang dianggap sebagai bahasa yang kasar, vulgar, dan tidak berpendidikan yang terbentuk dari upaya untuk menghadirkan kata lama dengan makna baru yang berasal dari kesepakatan dan pemahaman antar individu yang memegang kendali. Penggunaan bahasa ini juga sering diucapkan disekolah, karena menurut Jamal hampir semua teman sekolahnya sama-sama berasal dari lingkungan yang sama. Jamal menceritakan awalnya dirinya sudah tidak mau lagi melanjutkan sekolahnya setelah tamat SMP. Karena menurutnya sekolah merupakan kegiatan yang membosankan dan juga membuang-buang waktu. Namun, dirinya harus melanjutkan pendidikannya ke jenjang selanjutnya karena desakan dari orangtua dan kakak-kakaknya. Awalnya Jamal ingin bersekolah di SMA saja karena menurutnya akan lebih menyenangkan jika bersekolah ditempat yang banyak perempuannya. Namun, orangtuanya memaksa agar dirinya masuk ke Sekolah Teknik Mesin STM agar kelak bisa lebih mudah melamar pekerjaan sebagai buruh pabrik. “ . . . pertamanya aku maunya di SMA bang, karena banyak ceweknya. Cuman bosku asik maksa aku buat sekolah di STM. Katanya biar gampang nanti dimasukin abangku kerja pabrik. Ya terpaksa lah aku turutin bang . . .” Jamal tidak dapat menolak keinginan orangtuanya tersebut, lagi pula hampir seluruh anak-anak dilingkungannya bersekolah di STM. Sebagaimana diketahui rata-rata anak laki-laki di Kelurahan Tanjung Mulia Hilir bersekolah di STM. Hal ini terjadi karena orangtua mempercayai bahwa jika anak-anaknya Universitas Sumatera Utara 67 bersekolah di STM maka akan lebih mudah melamar pekerjaan sebagai buruh pabrik. Hal yang terjadi ti Kelurahan Tanjung Mulia Hilir saat ini adalah orangtua membuat semacam klaster atau dinding terhadap pendidikan anaknya, agar setelah tamat dapat bekerja menjadi buruh pabrik seperti orangtuanya. Pada masyarakat Kelurahan Tanjung Mulia Hilir pekerjaan sebagai buruh pabrik adalah lebih baik dibandingkan berdagang makanan atau wiraswasta lainnya. Bahkan pekerjaan sebagai buruh pabrik terkesan diturunkan orangtua kepada anak-anaknya. Orangtua menggunakan posisinya sebagai orang lama di pabrik tersebut untuk memudahkan anaknya kelak masuk di pabrik tersebut. Seperti pengakuan Jamal ketika pertama kali masuk ke STM : “ . . . dulu bos bilang masuk aja kau ke STM, kalau SMA susah buat kerja pabrik. Nanti kalau kau uda tamat sekolah biar bapak masukkan kau ke pabrik tempat kerja bapak. Kek gitu bang dibilang bos, ya awak mana la bisa ngebantah . . .” Pembatasan seperti ini sangat lah miris apabila masih terjadi pada zaman yang sangat canggih seperti sekarang ini. Sekalipun pengaruh kemiskinan sangat besar terhadap anak anak, kemiskinan bukanlah satu-satunya faktor yang berpengaruh. Faktor lainnya adalah pola fikir yang pendek dan sederhana akibat rendahnya pendidikan. Dalam budaya Indonesia, kepala rumah tangga terutama seorang ayah mempunyai peranan yang sangat besar dalam rumah tangga, termasuk dalam hal menentukan boleh atau tidaknya anak melanjutkan sekolah. Universitas Sumatera Utara 68 Untuk mengambil keputusan tersebut tentu sangat dipengaruhi oleh pandangan orangtua terhadap pendidikan. Sekolah merupakan kebutuhan setiap orang. Oleh karenanya investasi masyarakat semakin banyak di tanam di sekolah..Dalam hal ini Dimyati Mahmud Amalia, 2009 mengatakan bahwa sekolah meraih dua tujuan yaitu 1 tujuan- tujuan yang menitikberatkan pada aspek individual, yaitu mengembangkan anak didik secara optimal agar kelak menjadi pribadi yang bebas dan pandai, memikirkan secra merencakan kehidupan yang lebih baik; 2 tujuan yang menakankan pada aspek sosial yakni memindahkan warisan-warisan budaya yang penting untuk kebaikan dan kesejahteraan hidup serta kehidupan bersama. Dua tujuan ini nampaknya berorienatasi agar anak kelak menjadi waarga Negara yang mengabdi kepada masyarakat. Namun, sayangnya pendapat Amalia tersebut seolah terpatahkan dengan kasus-kasus yang terjadi di Kelurahan Tanjung Mulia Hilir. Masyarakat di Kelurahan Tanjung Mulia Hilir selalu dihadapkan kepada pilihan-pilahan yang kritis menganai pekerjaan. Ketika anda memiliki pekerjaan yang jelas tentu hidup anda akan jelas. Hal itu lah yang melatarbelakangi pilihan yang diambil oleh orangtua di Kelurahan Tanjung Mulia Hilir seperti orangtua Jamal. Peneliti sadar bahwa pilihan orangtuanya untuk menyekolahkan anaknya di STM agar bisa menjadi buruh pabrik adalah pilihan rasional bagi para orangtua. Bila dilihat dari diagram kekerabatannya, pola pekerjaan sebagai buruh di keluarga Jamal sudah terjadi di mulai dari sang ayah yang bekerja sebagai buruh di pabrik pengolahan karet. Karena keluarga Jamal merupakan keluarga yang Universitas Sumatera Utara 69 berasal dari persilangan antara suku Aceh ayah dan Jawa ibu maka keluarganya memakai sistem kekerabatan patrilineal atau garis keturunan menurut sang ayah. Selengkapnya dalam gambar berikut ini : Gambar 3: Diagram Kekerabatan Keluarga Jamal 1 2 3 4 5 6 7 8. ego Sumber : Analisis Data Lapangan 1. Ayah dari ego. Saat ini masih aktif bekerja di pabrik dan juga berjualan es cendol. Lulusan SMP. 2. Ibu dari ego. Ibu rumah tangga. Lulusan SMA 3. Abang pertama dari Ego. Saat ini bekerja sebagai buruh las besi di pabrik besi. Lulusan SMP. 4. Abang kedua dari Ego. Saat ini bekerja di perusahaan pengolahan karet. Berasal dari SMP. 5. Kakak dari ego. Saat ini bekerja di pabrik pengolahan kayu. Tamatan SMP. 6. Abang ke tiga dari ego. Saat ini bekerja di pabrik minuman. Tamatan SMP. 7. Abang keempat dari ego. Saat ini bekerja di pabrik roti di Kawasan Industri Medan KIM. Tamatan SMP. 8. Ego. Saat ini selain menjadi pelajar juga bekerja di tempat pencucian sepeda motor. Universitas Sumatera Utara 70 Bisa dikatakan di keluarga Jamal memang memang memiliki kebiasaan untuk bekerja menjadi buruh pabrik. Hal ini terlihat dari diagram kekerabatan yang menunjukan keluarga dari ego Jamal seluruhnya bekerja menjadi buruh pabrik, kecuali ibunya. Hal yang sama juga terjadi pada pilihan untuk menentukan sekolah, dalam hal ini seluruh anggota keluarga Jamal memilih untuk bersekolah di SMK daripada harus memilih bersekolah di SMA. Peneliti memang tidak menyalahkan orangtua untuk memiliki pandangan seperti itu terhadap duni pendidikan. Terlebih lagi Jamal merupakan anak yang berasal dari keluarga yang pas-pasan sehingga akan sulit untuk mendapatkan akses pendidikan yang lebih baik, ditambah lagi dengan lingkungannya. Keluarga atau orangtua yang serba kekurangan tentunya sangat mempengaruhi akan pola fikir tentang pendidikan anak-anaknya. Menurut Fauzul Amin 2012 ada beberapa alasan yang menyebabkan orang miskin enggan menyekolahkan anak- anak mereka, yaitu : 1. Keyakinan yang salah tentang sekolah: boleh dibilang banyak orang miskin memiliki sebuah keyakinan bahwa sekolah merupakan lembaga pendidikan yang hanya boleh diisi oleh anak-anak dari keluarga berduit, anak- anak yang pintar. Sedangkan mereka orang miskin merasa bahwa mereka tidak memiliki uang serta anak-anak mereka bodoh sehingga mereka akhirnya enggan menyekolahkan anak-anaknya. 2. Kurangnya wawasan dan pengetahuan tentang dunia pendidikan. Harus diakui bahwa faktor kurangnya informasi mengenai dunia pendidikan menyebabkan orang-orang miskin berpikiran sempit. Pendidikan bagi orang Universitas Sumatera Utara 71 miskin masih dianggap sebagai kebutuhan tersier istimewa yang tidak harus dipenuhi saat ini. Padahal kalau mau jujur pendidikan sama pentingnya dengan kebutuhan primer manusia seperti makan, minum, sandang dan papan. Bahkan bisa dikatakan pendidikan merupakan kunci sukses manusia untuk bisa makan, minum, memiliki sandang dan juga papan. 3. Anggapan salah tentang sekolah. Selama ini ada anggapan yang salah dari orang miskin tentang sekolah, mereka mengganggap bahwa sekolah itu mahal dan tidak bisa terjangkau oleh orang-orang miskin. Anggapan bahwa sekolah mahal memang tak salah, tetapi menjadi salah apabila mereka merasa bahwa sekolah tidak bisa dijangkau oleh mereka adalah keliru. Karena saat ini telah ada berbagai program beasiswa dari pemerintah, lembaga swasta, lsm dan lain sebagainya bagi anak-anak dari keluarga miskin, apalagi bagi anak-anak yang memiliki prestasi. Jadi ada baiknya jika anggapan salah tentang sekolah harus di buang jauh-jauh. Sudah jelas sekolah adalah tempat belajar semua orang baik yang miskin ataupun kaya punya hak yang sama untuk bersekolah. 4. Sikap mudah putus asa pada keadaan. Satu hal yang menjadi kebiasaan dari orang miskin adalah terlalu pasrah putus asa terhadap keadaan. Sikap ini pula yang menjadi salah satu penyebab mengapa banyak anak-anak orang miskin yang tidak bersekolah. Mereka lebih banyak menerima keadaan bahwa orang miskin hanya memiliki kewajiban untuk mencari nafkah untuk makan bukan untuk memiliki pendidikan. 5. Terbawa lingkungan. Biasanya orang miskin akan menjalani kehidupan sebagaimana kehidupan masyarakat disekitarnya. Jika mayoritas orang miskin Universitas Sumatera Utara 72 jarang berpendidikan, maka besar kemungkinan anak-anaknya juga tidak akan berpendidikan. Kondisi semacam itu hampir terjadi dilinkungan masyarakat miskin, jikapun ada keluarga miskin yang menyekolahkan anaknya hanya satu dua orang saja. Mereka lebih suka menikmati kehidupan sebagaimana kehidupan masyarakat miskin lainnya yang tidak menyekolahkan anak-anaknya dan lebih merasa nyaman jika anak-anaknya membantu mencari nafkah keluarga.

3.3. Wawan : Mahasiswa Yang Merasa Asing Di Lingkungannya